1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan suatu bangsa merupakan sebuah proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat. Termasuk didalamnya aspek sosial, ekonomi, politik, kultural dan pendidikan. Pendidikan memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2006: 2).
2
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan atau satuan pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum Mulyasa (2007: 65).
Keberhasilan suatu kurikulum bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang berada di sekolah. Seiring dengan tujuan dari KTSP, guru dituntut melakukan pengembangan kurikulum dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu pengembangan kurikulum yang dapat dilakukan adalah memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum maupun karakter siswa di sekolah untuk diterapkan dalam pembelajaran.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam KTSP adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Ali Mahmudi, 2010). Pendekatan kontekstual bisa diterapkan dalam beberapa mata pelajaran, temasuk dalam pembelajaran matematika.
3
Datar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pendekatan kontekstual efektif untuk meningkatkan konsep matematika siswa.
Matematika adalah suatu subjek belajar yang ada pada setiap jenjang pendidikan. Mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan peran matematika yang cukup besar pada dunia pendidikan. Ada banyak peran penting matematika yang mempengaruhi pendidikan antara lain yang terdapat pada objek langsung pembelajaran matematika. Salah satu objek langsung dalam matematika adalah konsep matematika yang merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengklasisfikasikan sekumpulan objek yang merupakan contoh atau bukan contoh.
Selain merupakan objek langsung matematika, konsep juga menjadi salah satu dari tiga tipe pengetahuan yang ditentukan oleh National Mathematics Advisory Panel (Willigham, 2010:16). Ketiga tipe pengetahuan itu adalah faktual, prosedural dan konseptual. Pengetahuan konsep membawa siswa menuju pemahaman atau pemaknaan terhadap seuatu. Sedangkan prosedural adalah langkah penyelesaian suatu masalah yang sering muncul. Seorang siswa yang telah bisa melakukan suatu pemecahan masalah secara prosedural belum tentu memiliki pemahaman tentang konsep dari masalah tersebut. Sebagai contohnya banyak siswa yang bisa melakukan operasi pembagian namun tidak memahami mengapa langkah-langkah operasi pembagian itu bisa dilakukan. Membelajarkan konsep matematika pada siswa SMP akan membantunya dalam memahami konsep matematika pada tingkat selanjutnya.
4
Pada saat pembelajaran guru merupakan sumber belajar yang memberikan penjelasan kepada siswa terkait materi yang dipeljari siswa. Setelah menerima penjelasan, guru diminta untuk mengerjakan soal yang berkaitan dengan materi yang diterimanya. Pada saat mengerjakan soal latihan, siswa di sekolah tersebut masih menemui kesulitan saat menemui soal yang disajikan dalam konteks nyata. Penyampaian konsep matematika melalui catatan atau ceramah yang diberikan guru membuat siswa memperoleh konsep secara pasif. Banyaknya materi dan rumus matematika yang didapatkan siswa secara pasif membuat siswa bingung dalam penerapannya pada soal-soal yang berbasis konteks nyata.
Selain konsep matematika yang merupakan objek langsung pembelajaran matematika, terdapat objek tidak langsung pembelajaran matematika yang dapat membantu mengembangkan karakter siswa. Salah satu objek tidak langsung matematika adalah sikap positif terhadap pelajaran matematika. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika akan merasa senang saat pembelajaran matematika berlangsung
5
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Adedeji Tella (Tella, 2007:150) tentang damapak motivasi terhadap prestasi akademik siswa menunjukkan bahwa karakteristik dari seorang siswa berupa motivasi, penghargaan terhadap diri sendiri dan pendekatan pembelajaran merupakan tiga aspek penting yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa. Dari hasil penelitiannya yang menunjukkan adanya dampak positif dari motivasi terhadap prestasi akademik siswa, Adedeji Tella (2007:155) menyarankan agar guru memperhatikan aspek motivasi belajar dalam menyusun pembelajaran di kelas.
Pembelajaran di kelas bukan hanya diperankan oleh siswa ataupun oleh guru saja. Peran serta guru dan siswa merupakan hal yang penting untuk sebuah keberhasilan dalam suatu pembelajaran. Memperhatikan aspek motivasi yang menjadi dasar dari seorang siswa melakukan suatu kegiatan belajar, menuntut peran guru untuk dapat menyusun pembelajaran yang dapat memtoivasi. Seperti sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Fitriyani (2009) yang meneliti tentang keefektivan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
6 B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka teridentifikasi masalah sebagai berikut.
1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan belum optimal dalam memfasilitasi siswa mencapai pemahaman konsep matematika.
2. Pembelajaran matematika di SMP masih cenderung terpusat pada guru menggunakan pendekatan konvensional.
3. Pembelajaran belum sepenuhnya menitikberatkan pada pemahaman konsep matematika yang diaplikasikan dalam konteks nyata.
4. Belum adanya motivasi belajar siswa yang tinggi terhadap pembelajaran matematika
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang dikaji dapat lebih terarah dan mendalam, maka penelitian ini memerlukan pembatasan masalah. Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, pendekatan pembelajaran yang akan diuji keefektifannya adalah pendekatan kontekstual dan pendekatan konvensional. Variabel yang digunakan untuk mendeskripsikan keefektifan dari pendekatan yang diterapkan adalah pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa SMP. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Depok pada materi Garis dan Sudut .
D. Perumusan Masalah
7
1. Apakah penerapan pendekatan kontekstual efektif terhadap pemahaman konsep matematika siswa SMP?
2. Apakah penerapan pendekatan kontekstual efektif terhadap pemahaman motivasi belajar siswa SMP?
3. Apakah penerapan pendekatan konvensional efektif terhadap pemahaman konsep matematika?
4. Apakah penerapan pendekatan kovensional efektif terhadap pemahaman motivasi belajar siswa SMP?
5. Apakah penerapan pendekatan kontekstual lebih efektif dibandingkan pendekatan konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematika? 6. Apakah penerapan pendekatan kontekstual lebih efektif dibandingkan
pendekatan konvensional ditinjau dari motivasi belajar siswa SMP? E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman konsep matematika.
2. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan konvensional terhadap pemahaman konsep matematika siswa SMP.
3. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual terhadap motivasi belajar siswa SMP.
8
5. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematika.
6. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari motivasi belajar siswa SMP.
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru
Memberikan informasi alternatif pendekatan pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa SMP.
2. Bagi Siswa
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan siswa mendapat pengalaman belajar yang dapat membantu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
3. Bagi Peneliti
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Keefektifan Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan suatu perubahan pada diri seseorang. Mengadakan sesuatu yang belum ada sebelumnya pada diri sesorang. Terdapat beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Zainal Aqib (2013: 66) terdapat tiga teori yang mendefinisikan belajar menurut teori belajar. Pertama teori behavioristik, belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut disebabkan oleh seringnya interaksi antara stimulus dan respon. Dalam teori behavioristik inti belajar adalah kemampuan seseorang melakukan respon terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Teori belajar yang kedua adalah teori kognitif. Belajar dalam pandangan kognitif diartikan sebagai proses untuk membangun persepsi seseorang dari sebuah obyek yang dilihat. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori yang terakhir adalah teori konstruktivisme. Kontstruktivisme mendefinisikan belajar sebagai upaya untuk membangun pemahaman atau persepsi atas dasar pengalaman yang dialami siswa. Belajar menurut konstruktivisme merupakan proses untuk memberikan pengalaman nyata bagi siswa.
10
(reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu (Hamzah B. Uno, 2006: 23).
Bruner (puji nugraheni, 2011; 10) mengusulknn teori belajanya yang dinamakan free discovery learning, menurut teori ini proes belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika gru memberi kesempatan kepada sisa untuk menemukan suatu atiuran termasuk (konsep, toeri, definisi) melalui contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya (Suciai & Prasetya Irawan, 2005:14). Bruner (Souviney, 1994: 44) mengusulkan bahwa konsep baru dapat diperkenalkan melalui tiga tahapan.
1) Enaktif
Konsep dan prosedur pada tahapan ini diperkenalkan menggunakan model secara konkrit.
2) Ikonik
Konsep dan prosedurpada tahap ini diperkenalkan menggunakan reppreentasi grafik.
3) Simbolik
Pada tahapan ini konsep dan prosedur diperkenalkan menggunakan simbol-simbol abstrak
11
dalam level operasional formal. Namun pada kondisi di lapangan, tidak semua siswa smp kelas VII sudah memiliki level kognitif operasionallformal. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rista Ayu Andhani, dkk (2014) yang mengidentifikasi tingkat perkembangan kognitif siswa. Hasil dari penelitian tersebut menenjukkan bahwa 31,92% siswa SMP masih berada pada tahap kognitif konkret akhir dan 2,13% pada tahap konkret awal.
b. Pembelajaran Matematika yang Efektif
Menurut Erman Suherman (2003: 8) pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Gagne (Erman Suherman, 2001: 35) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa akan memperoleh dua objek, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelesaikan masalah dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
12
berupa materi pembahasan yang dapat membuat siswa secara aktif menemukan atau menyimpulkan konsep-konsep sampai menemukan rumus-rumusnya.
Pembelajaran yang efektif dan bermakna menurut Ausubel (Syaiful Sagala, 2010: 60) merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru kepada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif pserta didik. Peristiwa psikologi tentang belajar yang efektif dan bermakna juga menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik.
Masykur dan Abdul Halim Fathani (2007 : 58) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dapat efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajarannya memperhatikan konteks siswa. Dalam bukunya Zainal Aqib (2013: 1) menyebutkan bahwa belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Terdapat tiga komponen penting yang dapat mempengaruhi pembelajaran matematika yang efektif (Shellard & Moyer, 2002):
1. Pengajaran pemahaman konsep
2. Mengembangkan literasi prosedural siswa
13
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang efektif adalah pembelajaran yang didalamnya terdapat aktivitas yang dapat memfasilitasi siswa menghubungkan konsep yang akan dipelajari dengan konsep yang sesuai dengan konteks yang dipahami siswa dalam kehidupan.
c. Kemampuan Pemahaman Konsep
Konsep pembelajaran menurut Dale H. Schunk (2012: 410) adalah pembentukan representasi untuk mengenali sifat, menyesuaikan ke dalam contoh baru, dan memisahkan contoh dari yang bukan contoh.
Merril & Wood (shumway, 1980:246) menyatakan baha “a concept consist of a set of objects, symbols, or events (referents) which
have been grouped ogethter becuse they shre somecommon
characteristics.’ Konsep terdiri ari kumpulan objek symbol atau kejadian yang telah dikelompokkan karena adanya beberapa karakteristik tertentu.
Konsep matematika menurut Bell (1987: 108) dapat diartikan sebagai suatu ide abstrak tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek atau kejadian sekaligus menerangkan apakah objek tersebut merupakan cotoh atau noncotoh dari pengertian tersebut.
14
mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan.
National Mathematics Advisory Panel menyatakan bahwa pembelajaran matematika memerlukan tiga tipe pengetahuan yaitu, fakta, prosedur, dan konsep. Pengetahuan faktual adalah pengetahuan yang telah tersimpan di dalam memori sehingga dapat dengan mudah diambil ketika ada pertanyaan. Contoh dari pengetahuan faktual adalah siswa dengan mudah dapat menjawab pertanyaan 2+2 tanpa harus mengitungnya telebih dulu. Prosedur adalah urutan langkah yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah yang sering muncul. Sedangkan konsep adalah pemahaman terhadap makna dari sesuatu. Siswa membutuhkan pemahaman konsep dan juga prosedur dalam memecahkan suatu masalah. Willingham menyebutkan bahwa membelajarkan pemahaman konsep dapat menggunakan ilustrasi atau manipulatif namun, ilustrasi yang digunakan harus memiliki konteks yang sesuai dengan kehidupan siswa.
Klausmeier, Ghatala, Frayer (Shumway, 1980: 245) menawarkan fakta-fakta dalam pembelajaran konsep yang terdiri dari empat level, yaitu:
1) Level Konkrit
Siswa mengenal contoh yang diperlihatkan dengan cepat. Contoh: siswa mengatakan sudut siku-siku ketika diperlihatkan suatu sudut siku-siku
15
Siswa mengenal contoh yang ditemukan secara lengkap.
Contoh: siswa tetap bisa mengatakan keika gambar sudut diputar.
3) Level Klasifikasi
Siswa dapat membedakan contoh dan bukan contoh.
Contoh: siswa dapat memilih sudut siku-siku dari beberapa kumpulan gambar sudut yang berbeda.
4) Level Formal
Siswa dapat mendefinisakan suatu konsep.
Adapun indikator pemahaman konsep menurut kurikulum 2006 adalah:
1. Menyatakan ulang sebuah konsep
2. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya)
3. Memberikan contoh dan non-contoh dari konsep
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep 6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau
operasi tertentu
16
sendiri, kemampuan membedakan antara contoh atau noncontoh serta dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam permasalahan yang baru. Pembelajaran konsep dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi yang sesuai dengan kehidupan siswa dalam dunia nyata. Konteks yang sesuai akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami dan juga mengingat pengetahuan untuk digunakan pada permasalahan yang lain.
d. Motivasi Belajar
Faktor-faktor dalam pembelajaran bukan hanya faktor kognitif, namun ada faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang yang disebut motivasi (Syaiful Bahri, 2008: 152). Motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Motivasi juga dapat berupa usaha-usaha yang menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu J. E. Omrod (2008: 384) menyebutkan bahwa motivasi dapat meningkatkan daya usaha dan energi dari sesorang.
Terdapat beberapa prinsip dalam motivasi belajar, salah satu prinsip motivasi belajar adalah motivasi melahirkan prestasi dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mempelajari pelajaran tersebut dengan senang hati (Syaiful Bahri, 2008: 155).
17
yang kondusif bagi siswa. Seorang guru dapat menggunakan pengalaman anak didik yang didapat di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah untuk diasosiasikan dengan materi yang akan dipelajari. Dengan cara asosiasi, anak didik akan berusaha menghubungkan materi pelajaran yang akan diserap dengan pengalaman yang telah dikuasai (Syaiful Bahri, 2008: 172-173)
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling berkaitan. Elliot (2000: 332) menyatakan bahwa “motivation is defined as an internal state that arouses us toaction, pushes us in particular direction
and keeps us engaged in certain activitie”. Makna pernyataan tersebut adalah motivasi didefinisikan sebagai suatu kekuatan dari dalam yang menggerakkan untuk bertindak, mendorong dalam arah tertentu, dan menjaga agar tetap berada dalam suatu aktivitas tertenu.
Hakikat motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (2006: 23) adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siwa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku dengan beberapa unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar yang dijelaskan oleh Hamzah B. Uno (2009: 23) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. d. Adanya penghargaan dalam belajar.
18
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.
Adanya motivasi pada diri seorang siswa akan mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Adedeji Tella (2007) menyatakan bahwa “individual students’ characteristics variable such as motivational orientation, self-esteem and learning approach are important factors
influencing academic achievement”. Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel penting yang dapat mempengaruhi prestasi akademik yaitu motivasi, penghargaan dan pendekatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, motivasi perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas.
2. Pendekatan Kontekstual dalam Materi Garis dan Sudut
a. Pengertian pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Ali Mahmudi ,2010). Siswa mengkotruksi pengetahuan yang diimiliki ke dalam kehidupan keseharian mereka.
19
in the academic material they are studying by connecting academic
subjects with the context of their daily lives, that is with the context of
their personal, social, and cultural circumstances.”
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (Uus Toharudin, 2005) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2005: 109), pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
20
cooperating terbentuk masyarakat belajar learning community. Sedangkn masyarakat belajar (learning community) akan terbentuk saat semua siswa aktif dalam mempelajari materi pada saat proses pembelajaran, termasuk didalamnya pada tahapan cooperating.
b. Karakteristik dalam Pendekatan Kontekstual
Menurut Wina Sanjaya (2006: 118), kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh komponen utama yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu:
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak tahu semuanya.
b. Menemukan (Inquiry)
21 c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai salah satu kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam melakukan pembelajaran yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang ingin diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
22 e. Permodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran, keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model ini dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, meniru gerakan, mengucapkan ulang, dan lain-lain. Salah satu contohnya, guru memberikan contoh tentang cara kerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Konsep CTL,guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara-cara menggunakan alat. Model dapat pula didatangkan dari luar lingkungan sekolah.
f. Refleksi (Reflektion)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Harapan siswa melakukan refleksi, siswa akan memperoleh sesuatu dari apa yang telah dipelajarinya. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasi dari refleksi dapat berupa: a) pertanyaan langsung tentang apa yang diperolehnya pada hari itu; b) catatan atau jurnal di buku siswa; c) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu; d) diskusi; e) hasil karya. g. Penilaian Nyata (Authenthic Assesment)
23
perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran, bukan melalui hasil dan dengan berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya.
Atas dasar komponen yang telah disebutkan pada pendekatan kontekstual, Zainal Aqib 2013;6 menyusun langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan mengkonstruksi pengetahuan barunya.
2. Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Menciptakan masyarakat belajar.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
c. Strategi dalam Pendekatan Kontekstual
24
kontekstual dalam pembelajarannya memilik strategi yang berbeda-beda. Dari perbedaan strategi yang dilakukan guru-guru di Amerika, terdapat lima hal yang selalu digunakan dalam pendekatan kontekstual. Penemuan ini dinamakan dengan strategi pembelajaran kontekstual. Adapun strategi pembelajaran kontekstual meliputi lima hal yaitu relating (mengaitkan), experiencing (mengalami), applying (menerapkan), cooperating (kerjasama) dan transferring (mentransfer). Strategi pembelajaran yang disebutkan oleh Michael L. Crawford selanjutanya dikenal dengan strategi REACT.
Penjabaran langkah-langkah dalam strategi pembelajaran REACT menurut Trianto (2009: 109) disebut lima bentuk dasar pembelajaran kontekstual yang terdiri dari;
1. Relating
Menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui siswa melalui konteks yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
2. Experiencing
Pada saat pembelajaran berlangsung, guru harus menciptakan situuasi yang dapat membantu aktivitas peserta didik untuk membangun kemampuannya.
3. Applying
25 4. Cooperating
Bekerja sama dalam konteks saling berbagi, merespon dan berkomunikasi antar sesama peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran.
5. Transferring
Peserta didik menggunakan pengetahuannya yang baru dalam menghadapi konteks atau situasi yang baru diberikan
Elaine B. Johnson (2002: 24) dalam bukunya menyebutkan bahwa strategi dalam pembelajaran kontekstual meliputi
1. Membuat hubungan bermakna 2. Melakukan pekerjaan yang penting
3. Mendukung pembelajaran mandiri (self-regulate lerning) 4. Saling bekerjasama
5. Berpikir kritis dan kreatif
6. Menghargai kebragaman peseta didik 7. Pencapaian standar yang tinggi
8. Menggunakan penilaian yang autentik
Berdasarkan strategi yang telah disebutkan oleh para ahli, dalam penelitian ini peneliti menggunakan strategi REACT dengan memasukkan komponen pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran di kelas. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Pendauluan
26
guru akan menanyakan beberapa pertanyaan terkait materi yang telah dipelajari sebelumnya sebagi apersepsi bagi siswa. Setelah siswa mengingat kembali, guru akan menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang akan dilakukan pada hari itu.
Pada fase ini juga terdapat tahapan pertama dari strategi pembelajaran kontekstual berupa REACT yaitu relating. Guru menyampaikan konteks yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Lalu meminta siswa untuk mencari konteks lain yang bisa dijadikan contoh.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti meliputi kelima langkah strategi REACT yang sebagian besar terdapat dalam LKS.
· Relating
Tahap relating di dalam LKS diinterpretasikan dalam bentuk gambar yang merupakan konteks nyata yang memuat konsep dari materi pembelajaran matematika. Pada tahap relating terdapat dua komponen pembelajaran kontekstual yang diterapkan yaitu constructivism dan questioning.
· Experiencing
27 · Applying
Dari model matematika yang sudah diperoleh siswa, siswa akan mengamati dan menganalisis konsep yang ada dalam model matematika tersebut. Penemuan konsep ini dibantu dengan beberapa pertanyaan yang ada di dalam LKS. Pada tahap applying komponen pembelajaran kontekstual yang muncul adalah modelling dan inquiry.
· Cooperating
Selama proses kegiatan inti berlangsung, siswa melakukan setiap kegiatan secara berkelompok. Terbentuknya kelompok membuat siswa dapat berdiskusi dan berbagi pegetahuan dengan teman dalam satu kelompok. Pada tahap ini guru juga dapat membantu siswa dengan menjawab pertanyaan siswa berkaitan dengan prosedur pengisian LKS. Dalam tahapan ini terbentuk learning community yang merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam pembelajaran kontekstual.
· Transferring
28
tahapan transferring, siswa melakukan dua komponen pembelajaran kontekstual yaitu reflection dan authentic assessment.
Kelima tahapan ini akan terjadi secara berulang untuk setiap konsep yang akan dipelajari oleh siswa. Setelah semua konsep dikonstruksi oleh siswa, guru memberikan soal latihan terkait materi yang dipelajari untuk dikerjakan oleh siswa secara individu. Tahapan ini merupakan bentuk dari salah satu komponen pembelajaran kontekstual yaitu authenctic assessment. Siswa akan mengukur kemampuan pemahaman mereka dengan tugas atau soal yang relevan dan kontekstual.
3. Penutup
Di akhir pembelajaran siswa akan melakukan penarikan kesimpulan kembali. Jika ada kesimpulan yang masih kurang tepat guru akan membantu siswa agar dapat menemukan konsep yang tepat.
d. Tinjauan Materi SMP Garis dan Sudut
Berdasarkan SK-KD pada kurikulum KTSP 2006 matematikaa pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP atau MTS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Bilangan 2. Aljabar
29
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada aspek geometri dan pengukuran yaitu materi garis dan sudut Kompetensi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain. Konsep yang akan dipelajari pada materi ini meliputi hubungan antarsudut, kedudukan dua garis dan garis-garis sejajar.
1. Hubungan antar sudut
a. Dua sudut yang saling berpelurus
Dua sudut yang saling berpelurus adalah dua sudut yang jumlah ukuran kedua sudut tersebut adalah 180°.
Gambar 1. Dua Sudut Saling Berpelurus
Berdasaran gambar 1 , ݉סܣܤܥ ݉סܥܤܦ ൌ Ͳι ͳʹͲι ൌ ͳͺͲι.
Maka kedua sudut tersebut dikatakan saling berpelurus. Besar dua sudut yang saling berpelurus dapat ditentukan dengan hanya mengetahui salah satu sudutnya.
30
Dua sudut yang saling berpenyiku adalah dua sudut yang jumlah ukuran kedua sudut tersebut adalah 90°.
Gambar 2. Dua Sudut Saling Berpenyiku
Berdasarkan gambar 2 di atas, ݉סܧܨܪ ݉סܪܨܩ ൌ ͵ι ͷ͵ι ൌ ͻͲι. Maka kedua sudut tersebut saling berpenyiku. Besar dua sudut
yang saling berpenyiku dapat ditentukan dengan hanya mengetaui salah satu sudutnya.
c. Dua sudut yang saling bertolak belakang
31
Gambar 3. Dua Sudut Saling Bertolak Belakang
Berdasarkan gambar 3 di atas,סܣܥܤԢ bertolak belakang dengan סܤܥܣԢ . Sedangkan besar sudut keduanya sama yaitu ݉סܣܥܤᇱൌ
݉סܤܥܣԢ yaitu ͳͶͲι. Maka kedua sudut tersebut saling bertolak
belakang. Besar dua sudut yang saling bertolak belakang dapat ditentukan dengan hanya mengetaui salah satu sudutnya.
2. Kedudukan dua garis
a. Garis-garis sejajar
Ciri-ciri dua garis sejajar :
i. Terletak pada satu bidang datar ii. Tidak pernah berpotongan
32
Gambar 4. Garis-garis Sejajar
1. Ruas garis AB sejajar ruas garis IG sejajar ruas garis CD sejajar ruas garis HF
2. Ruas garis IE sejajar ruas garis BD
Konsep garis-garis sejajar dapat dikaitakan dengan konteks kehidupan siswa melalui rel kereta api. Rel kereta selalu saling sejajar dan memiliki bantalan rel dengan panjang yang selalu sama di setiap titiknya. Rel kereta api yang sejajar juga tidak akan berpotongan.
b. Garis berpotongan
Ciri-ciri garis berpotongan
i. Terletak pada satu bidang datar ii. Berpotongan pada satu titik potong
33
persimpangan jalan, perpotongan meja dengan kaki meja dan lain-lain.
Gambar 5. Contoh Benda yang Saling Berpotongan b. Garis berimpit
Dua garis dikatakan berimpit jika dan hanya jika kedua garis terebut memiliki minimal dua titik potong. Garis tersebut terletak pada satu garis lurus sehingga yang terlihat hanya ada satu garis saja.
c. Garis vertikal dan horizontal
Garis vertikal adalah garis yang menuju ke atas. Sedangkan garis horizontal adalah garis yang menuju ke samping atau mendatar. Garis vertikal dapat digambarkan seperti kaki meja, sedangkan garis horizontal adalah kayu pada mejanya.
3. Garis sejajar yang berpotongan dengan garis lainnya
a. Sudut-sudut sehadap
34
Gambar 6. Sudut-sudut Sehadap
Selain sudut 2 dan 6, sudut sehadap yang lain adalah סͳ dengan סͷ , ס͵ dengan ס , dan סͶ dengan סͺ
Sudut-sudut yang sehadap sama besar. Sehingga dapat ditentukan bahwa ݉סͳ dengan ݉סͷ
b. Sudut-sudut dalam berseberangan
35
Gambar 7. Sudut-sudut Dalam Berseberangan
Selain sudut 2 dan 7, sudut dalam berseberangan yang lain adalah
סͶ dengan סͷ.
Sudut-sudut dalam berseberangan sama besar. Sehingga dapat ditentukan bahwa ݉סͳ dengan ݉סͷ dan ݉סʹ dengan ݉ס.
c. Sudut-sudut luar berseberangan
36
Gambar 8. Sudut-sudut Luar Berseberangan
Selain sudut 1 dan 8, sudut luar berseberangan yang lain adalah
ס͵ dengan ס.
Sudut-sudut luar berseberangan sama besar. Sehingga dapat ditentukan bahwa ݉ס͵ dengan ݉ס dan ݉סͳ dengan ݉סͺ.
d. Sudut-sudut dalam sepihak
Sudut dalam sepihak berarti sudut-sudut yang berada di dalam kedua garis sejajar dan sepihak. Pada
9 garis q // r dipotong garis m. Sudut 2 dan sudut 5 berada di dalamgaris sejajar. Sudut 2 dan 5 saling sepihak. Maka sudut 2 dan 5 dinamakan sudut dalam sepihak.
37
Selain sudut 2 dan 5, sudut dalam sepihak yang lain adalah סͶ
dengan ס
Sudut-sudut dalam sepihak saling berpelurus. Sehingga dapat ditentukan bahwa jumlah kedua sudut dalam sepihak adalah ͳͺͲι.
Dapat kita tulis ݉סͶ ݉ס ൌ ͳͺͲι dan ݉סʹ ݉סͷ ൌ ͳͺͲι
e. Sudut-sudut luar sepihak
Sudut luar sepihak berarti sudut-sudut yang berada di luar dari kedua garis sejajar dan sepihak. Pada Gambar 10 garis q // r dipotong garis m. Sudut 1 berada di sebelah kiri garis q (disisi luar). Sedangkan sudut 6 berada di kanan garis r. Sudut 1 dan 6 saling sepihak. Maka sudut 1 dan 6 dinamakan sudut luar sepihak.
Gambar 10. Sudut-sudut Luar Sepihak
Selain sudut 1 dan 6, sudut luar sepihak yang lain adalah ס͵
dengan סͺ
38
ͳͺͲι. Dapat kita tulis ݉סͳ ݉ס ൌ ͳͺͲι. Begitu juga dengan
sudut 3 dan 8, ݉ס͵ ݉סͺ ൌ ͳͺͲι.
Garis sejajar yang dipotong oleh garis lain dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan berupa pagar
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian oleh Nurul Husnah (2013) dengan judul "Keefektifan Contextual Teaching And Learning pada Pembelajran matematika Kelas VII SMP N 9 Yogyakarta pada materi Pokok Segetiga dan Segiempat ditinjau dari Kemampuan Penalaran dan Sikap" yang menjelaskan bahwa CTL mampu efektif terhadap kemampuan penalaran dan sikap siswa terhadap matematika.
2. Penelitian oleh Novia Prastika dkk (2013) dengan judul "Pengaruh Pendekatan Kontekstual (CTL) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa". Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa CTL efektif terhadap pemahaman konsep matematika siswa.
3. Penelitian oleh Dian Putri Safrine (2012) yang berjudul "Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Ditinjau dari Pemahaman Konsep Siswa SMP N 1 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta pada materi Bangun Ruang Sisi Datar" yang menjelaskan bahwa pembelajaran Kontekstual efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika pada materi bangun ruang sisi datar.
39
C. Kerangka Berpikir
Konsep-konsep yang terdapat pada pembelajaran matematika merupakan dasar dari beberapa matematikaa pelajaran lain. Maka dari hal itu, pemahaman konsep matematika menjadi salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Faktanya, pemahaman konsep siswa di Indonesia masih belum optimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di SMP N 2 Depok, siswa di sekolah tersebut masih menemui kesulitan saat mengaplikasikan konsep garis dan sudut dalam konteks nyata. Banyaknya aturan atau konsep yang ada pada materi garis dan sudut membuat siswa bingung dalam penerapannya. Rendahnya motivasi belajar siswa juga menyebabkan proses belajar di sekolah belum optimal.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar adalah pendekatan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu terobosan dalam pendekatan pembelajaran sebagai alternatif dari pembelajaran konvensional yang selama ini diterapkan di sekolah. Komponen dalam pembelajaran kontekstual diduga mampu membuat siswa termotivasi untuk belajar dan juga dapat memberikan pemahaman konsep bagi siswa secara lebih mendalam.
40
Nantinya dalam penerapan pmbelajaran kontekstual ke-tujuh komponen tersebut harus termuat didalamnya. Dengan adannya komponen-komponen tersebut diharapkan dapat membuat siswa termotivasi karena siswa lebih dulu mengetahui tujuan pembelajaran dan hubungan dari materi yang akan dipelajari dengan konteks kehidupan nyata. Selain itu dengan adanya komponen reflection siswa diharap mampu merefleksikan konsep yang ada pada materi pembelajaran dalam konteks yang lain, sehingga menyebabkan pemahaman siswa terhadap konsep tersebut lebih mendalam.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagi berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika.
2. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.
3. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika.
4. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.
41
42 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen semu (quasi
experiment research) dengan desain pretest and posttest group design.
Penelitian eksperimen semu menurut Sugiyono (2013:77), eksperimen semu
merupakan jenis penelitian untuk memperoleh informasi yang diperoleh
dengan eksperimen dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk
mengontrol semua variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest
and posttest group design. Sebelum dilakukan penelitian siswa pada kelas
kontrol dan eksperimen diberikan pretest berupa soal uraian yang mengukur
kemampuan pemahaman konsep matematika dan angket motivasi belajar
siswa. Setelah dilakukan pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen
dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, siswa diberi posttest soal
pemahaman konsep dan angket motivasi belajar. Secara sistematematikais
desain penelitian dapat dilihat dalam tabel 1
Tabel 1. Desain Penelitian Pretest and Posttest Group Design
Kelompok Pretest Treatment Posttest
Eksperimen (E) ܺா, ME A ܻா, NE
43
pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.
ܯ: Skor awal angket motivasi belajar kelas yang diberi perlakuan
pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.
ܣ: Perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ܤ : Perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. ܻா: Nilai posttest kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika
dengan pendekatan kontekstual.
ܻ : Nilai posttest kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika
dengan pendekatan konvensional.
ܰா : Skor akhir angket motivasi belajar kelas yang diberi perlakuan
pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.
ܰ : Skor akhir angket motivasi belajar kelas yang diberi perlakuan
pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas VII semester 2 SMP Negeri 2 Depok,
Sleman, Yogyakarta. Adapun penelitian ini berlangsung mulai hari Jum’at, 18
Maret 2016 sampai dengan Selasa, 26 April 2016. Rincian kegiatan penelitian
44
Tabel 2. Kegiatan Penelitian
No.
Kelas Kontekstual Kelas Konvensional
45 D. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri
2 Depok tahun ajaran 2015/2016. Populasi tersebar dalam 4 kelas. Untuk
memenuhi tujuan penelitian akan diambil sampel penelitian sebanyak 2 dari 4
kelas. Pengambilan sampel dua kelas dilakukan secara acak dengan
pertimbangan kelas-kelas tersebut homogen. Seperti yang dinyatakan Nana
Syaodih (2005: 207) bahwa pada penelitian eksperimen semu pengambilan
sampel tidak dilakukan secara acak penuh, hanya satu karakteristik saja.
Pengacakan dilakukan terhadap keempat kelas VII di SMP N 2 Depok.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan
pembelajaran matematika yang diterapkan. Pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual diterapkan pada kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan
pemahaman konsep matematika dan motvasi belajar siswa.
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru, materi, dan
jumlah jam pelajaran. Pembelajaran kedua kelas dalam penelitian diampu
46 F. Definisi Operasional Variabel
Untuk meminimalisir perbedaan pandangan dalam hal pengertian
variabel dalam penelitian ini, maka peneliti memberi batasan definisi
operasional variabel sebagai berikut:
1) Pendekatan kontekstual suatu pendekatan pembelajaran yang mendorong
siswa untuk aktif dan terlibat dalam menemukan konsep materi yang akan
dipelajari dan menghubungkannya dengan konteks pada kehidupan nyata.
Pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual mendorong siswa
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran melalui kerja kelompok,
diskusi dan refleksi. Pembelajaran yang dilaksanakan dikaitkan dengan
kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. Sedangkan
keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dikembangkan atas dasar
pemahaman akan suatu konsep. Dalam penelitian ini langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menggunakan strategi
REACT yaitu, relating, experiencing, applying, cooperating, dan
transferring.
2) Pendekatan konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada
guru. Pembelajaran dengan pendekatan konvensional dapat dilakukan
dengan metode ceramah maupun pemberian catatan oleh guru, sehingga
siswa cenderung lebih pasif. Adapun langkah-langkah dalam
pembelajaran dengan pendekatan konvensional adalah
a. Apersepsi dan motivasi tentang materi yang diajarkan
b. Penjelasan bahan ajar secara verbal
47 d. Diskusi dan tanya jawab
e. Latihan soal
f. Konfirmasi
g. Pengambilan kesimpulan
3) Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan dalam memahami,
mengartikan, menyatakan konsep dari suatu konsep matematika dengan
caranya sendiri, kemampuan membedakan antara contoh atau noncontoh
serta dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam permasalahan yang
baru
4) Motivasi belajar siswa merupakan suatu hal yang menyebabkan siswa
melakukan suatu perbuatan yaitu belajar. Motivasi belajar merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang baik dari
dalam maupun dari luar dirinya.
G. Instrumen dan Analisis Instrumen Penelitian
1. Instrumen Penelitian
a. Instrumen Tes
Instrumen tes digunakan adalah tes pemhaman konsep
matematika yang bertujuan mengukur tingkat pemahaman konsep
matematika siswa sebelum dan setelah diberi perlakuan. Intstrumen
tes pemahaman konsep ini berupa soal uraian yang diberikan sebagai
pretest dan posttest.
Soal pretest dan posttest berubentuk soal uraian sebanyak 5
48
Penyusunan perangkat tes ini dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut
1) Melakukan pembatasan materi yang diujikan
2) Menentukan jumlah butir soal
3) Menentukan waktu pengerjaan soal
4) Membuat kisi-kisi soal
5) Menulis butir soal
6) Mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing
7) Memvalidasi soal dan merevisi sesuai saran validator
Kisi-kisi soal tes pemahaman konsep matematika dapat dilihat di
lampiran 3.1 dan 3.2
b. Instrumen Nontes
1) Angket Motivasi Belajar
Angket ini berisi butir-butir pernyataan yang menunjukkan
tingkat motivasi belajar siswa terhadap matematika. Angket
pada penelitian ini adalah angket terbuka yang berisi
pertanyaan-pertanyan atau pernyataan pokok yang bisa dijawab
oleh responden secara bebas. Tidak ada anak pertanyaan yang
memberikan aah dalam pemberian jawaban (Nana Syaodih,
2005: 219). Dalam penelitian ini angket motivasi belajar siswa
diberikan kepada siswa sebanyak dua kali. Angket yang pertama
diberikan di awal sebelum pembelajaran bertujuan untuk
mengetahui tingkat motivasi belajar siswa terhadap
49
kedua diberikan setelah dilakukan pembelajaran untuk
mengetahui motivasi belajar setelah diberi perlakuan. Angket
motivasi belajar diberikan kepada kedua kelas baik kelas dengan
pendekatan kontekstual maupun konvesional.
Angket motivasi belajar berisi 30 butir pernyataan. Siswa
akan mengisi angket sesuai dengan yang dirasakan atau
dilakukan siswa. Penyusunan angket dilakukan dengan langkah
a) Menentukan aspek-aspek motivasi belajar siswa
b) Menentukan indikator setiap aspek
c) Menentukan jumlah butir pernyataan setiap indikator
d) Menuliskan petunjuk pengisian angket
e) Menulis butir angket
f) Mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing
g) Memvalidasi angket dan merevisi sesuai saran validator
2) Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Observasi Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 30),
merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatematikaan secara teliti serta pencatatan
secara sistematematikais. Lembar observasi digunakan selama
proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini berupa
hasil pengamatematikaan dan kritik/saran terkait jalannya
pembelajaran sehingga dapat diketahui aspek-aspek apa yang
perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Observasi dapat dilakukan
50
Lembar observasi tersebut diisi dengan cara memberikan
tanda centang pada kolom “ya” apabila aspek yang diamati
terlaksana. Jika terdapat aspek yang tidak terlaksana, obeserver
memberi tanda centang pada kolom “tidak”. Observer juga
menuliskan deskripsi dari hasil pengamatan jika diperlukan.
Untuk jawaban “ya” akan diberikan skor 1 dan untuk jawaban
“tidak” akan diberikan skor 0. Presentase keterlaksanaan
pembelajaran didapatkan dari rumus
ݔ ൌܾܽ ൈ ͳͲͲΨ
dengan:
x: presentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan
a: jumlah skor yang diperoleh pada setiap pertemuan
b: jumlah skor maksimal pada setiap pertemuan
2. Analisis Instrumen Penelitian
a. Validitas instrumen
Nana Syaodih (2005: 228) menyatakan bahwa suatu instrumen
dikatakan valid atau memiliki validitas bila instrumen tersebut
benar-benar mengukur aspek atau segi yang akan diukur. Validitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity).
Validitas isi memerlukan dua aspek penting, yaitu valid isi dan valid
samplingnya. Untuk mendapatkan validitas isi, maka instrumen
dikonsultasikan kepada para ahli untuk diperiksa dan dievaluasi
kesesuaian butir-butir instrumen terhadap apa yang diukur. Dalam
51
matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Setelah divalidasi,
instrumen direvisi sesuai dengan masukan validator.
H. Teknik Pengumpulan Data
1. Data kemampuan pemahaman konsep matematika
Pengumpulan data kemampuan pemahaman konsep siswa
menggunakan pretest, posttest dan skor gain. Pretest diberikan sebelum
perlakuan untuk melihat kemampuan awal siswa pada pemahaman
konsep matematika. Posttest diberikan setelah perlakuan untuk melihat
kemampuan akhir siswa pada pemahaman konsep matematika.
Sedangkan skor gain merupakan nilai peningkatan dari kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan. Data skor gain yang digunakan adalah skor gain
ternormalisasi tes pemahaman konsep. Skor gain ternormalisasi dapat
dinyatakan oleh rumus sebagai berikut:
൏ ݃ ൌܶܶଵଵെ ܶଵ ௫െ ܶଵ
(Pritchard et al, 2002 dalam Rochman, 2007: 44)
Keterangan:
<g> : skor gain ternormalisasi
ܶଵଵ : skor posttest
ܶଵ : skor pretest
52 2. Data Nontes
a. Data motivasi belajar siswa SMP
Pengumpulan data motivasi belajar siswa SMP menggunakan
instrumen angket. Pengumpulan data dilakukan oleh siswa dengan
mengisi sendiri angket motivasibelajar. Angket diberikan diberikan
pada awal sebelum perlakuan dan pada akhir setelah perlakuan.
Didapatkan skor awal dan skor akhir dari angket motivasi belajar
siswa. Skor akhir kemudian dianalisis untuk selanjutnya ditarik
kesimpulan. Adapun sistem penskoran angket sebagai berikut.
Tabel 3. Pedoman Penskoran Angket Motivasi Belajar
Data angket motivasi belajar diperoleh dengan menggunakan
instrumen nontes yang berbentuk checklist dengan skala Likert.
Penskoran yang digunakan dalam angket sebelum dan sesudah
perlakuan adalah skor minimal 30 dan skor maksimal 150.
Pemberian nilai pada hasil skala dilakukan dengan
mengkonversikannya terlebih dahulu dalam rerata ideal dan
simpangan baku.
I. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data yang telah
diperoleh melalui hasil pretest, posttest dan skor gain pemahaman konsep Jenis Pernyataan
Tingkat Kesesuaian
Selalu Sering
Kadang-kadang Jarang
Tidak Pernah
Pernyataan Positif 5 4 3 2 1
53
matematika serta skor awal dan skor akhir motivasi belajar siswa pada
kelompok yang dikenakan eksperimen dalam bentuk tabel (mean, standar
deviasi, varians, nilai minimum, nilai maksimum). Perhitungan statistik
deskriptif menggunakan bantuan Microsoft Excell dan softtware SPSS
versi 23.
2. Analisis Data Inferensi
a. Uji Asumsi Analisis
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas dilakukan terhadap data yang diperoleh, baik
sebelum maupun setelah perlakuan. Data pemahaman konsep
matematika meliputi data hasil pretest, posttest dan skor gain
pemahaman konsep. Data motivasi belajar siswa meliputi skor
awal dan skor akhir motivasi belajar siswa yang diberi perlakuan
pada kelas eksperimen maupun kontrol.
Pada uji normalitas digunakan uji kolmogorov-smirnov.
Hipotesis uji normalitas distribusi data adalah sebagai berikut.
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Keputusan uji dan kesimpulan diambil menggunaan taraf
54
0,05 maka H0 diterima, sehingga data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal, 2) jika nilai signifikansi kurang dari 0,05
maka H0 ditolak, sehingga data tidak berdistribusi normal. Uji
normalitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program
software SPPS 23.
2) Uji Homogentitas
Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah
kedua kelompok mempunyai varian yang sama atau tidak. Jika
kedua kelompok mempunyai varian yang sama maka kelompok
tersebut dikatakan homogen. Uji homogenitas dilakukan terhadap
skor pretest, posttest dan skor gain dari data yang diperoleh dari
kelas eksperimen maupun kontrol. Untuk mengetahui
homogenitas varian dua kelompok dilakukan melalui
homogenitas Levene's dengan bantuan SPSS 23. Hipotesis uji
homogenitas variansi kelompok data adalah sebagai berikut.
H0 : data berasal dari populasi yang memiliki variansi homogen
H1 : data berasal dari populasi yang memiliki variansi tidak
homogen
Uji homogenitas dan penarikan kesimpulan terhadap uji hipotesis
dilakukan menggunakan taraf signifikasi 0,05. Pedoman
pengambilan keputusan uji homogenitas adalah H0 ditolak jika
angka signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 yang
dapat diartikan sebagai berikut: 1) nilai signifikansi kurang dari
55
yang tidak homogen, dan 2) nilai signifikansi lebih dari 0,05
maka data berasal dari populasi yang mempunyai varians
homogen. Uji ini menggunakan bantuan SPSS versi 23.
b. Pengujian Hipotesis
1) Pengujian keefektifan pembelajaran terhadap pemahaman konsep matematika.
Keefektifan pendekatan pembelajaran ditentukan berdasarkan
indeks keefektifan. Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM)
belajar Matematika di SMP N 2 Depok siswa dikatakan tuntas belajar
apabila mencapai nilai minimal 75 untuk skala seratus. Kriteria
pencapaian tujuan pembelajaran aspek pemahaman konsep belajar
Matematika ditetapkan 75 dan pendekatan pembelajaran dikatakan
efektif jika rata-rata posttest siswa mencapai nilai minimal 75.
Jika nilai rata-rata posttest siswa tidak mencapai KKM maka
keefektifan pembelajaran ditentukan berdasarkan nilai peningkatan
atau skor gain . Menurut Pritchard (2002) pembelajaran yang baik bila
gain skor ternormalisasi lebih besar dari 0,4. Sedangkan menurut
Hake, R.R (1998), hasil skor gain ternormalisasi dibagi ke dalam tiga
kategori yang dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4. Kriteria keefektifan pembelajaran
Presentase Efektivitas
56
Dari uraian di atas, kriteria efektif terhadap pemahaman konsep
matematika ditentukan berdasarkan rata-rata skor gain ternormalisasi
dengan nilai minimal 0,4 .
2) Pengujian keefektifan pembelajaran terhadap motivasi belajar.
Data tentang angket motivasi belajar siswa diperoleh dengan
menggunakan instrumen nontes yang berbentuk checklist dengan
skala Likert. Penskoran yang digunakan dalam angket sebelum dan
sesudah perlakuan adalah skor minimal 30 dan skor maksimal 150.
Pemberian nilai pada hasil skala dilakukan dengan
mengkonversikannya terlebih dahulu dalam rerata ideal dan
simpangan baku. Untuk menentukan kriteria hasil pengukurannya
digunakan klasifikasi berdasarkan rata-rata ideal (ܺത) dan Standar Deviasi Ideal (SDI).
ܺത ൌଷାଵହଶ ൌ ͻͲ dan ܵܦ ൌ ଵହିଷ ൌ ʹͲ
Menurut Eko (2014:238), konversi skor skala motivasi belajar
siswa ke dalam nilai pada skala lima seperti pada tabel berikut.
Tabel 5. Kategori Motivasi Belajar Siswa
Interval Skor Kategori Kriteria
57 ܺ : skor empiris
Setelah memperoleh data motivasi belajar, total skor
masing-masing unit dikategorikan berdasarkan kriteria pada tabel kriteria.
Kriteria keefektifan pendekatan pembelajaran terhadap motivasi
belajar ditetapkan jika rata-rata siswa mencapai skor motivasi belajar
lebih dari 102 atau minimal berada pada kategori baik.
3) Uji hipotesis
Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji perbedaan
kemampuan awal siswa menggunakan uji t. Uji perbedaan rata-rata
kemampuan awal bertujuan mengetahui apakah kemampuan awal
siswa pada kelas eksperimen sama atau berbeda dengan kelas kontrol.
Data yang akan diuji adalah data pretest pemahaman konsep
matematika dan data skor awal angket motuvasi belajar siswa dari
kedua kelas.
Hipotesis uji untuk variabel pemahaman konsep adalah:
H0 : ߤଵଵൌ ߤଵଶ
H1 : ߤଵଵ് ߤଵଶ
dengan:
ߤଵଵ: rata-rata nilai pretest kelas eksperimen ߤଵଵ: rata-rata nilai pretest kelas kontrol
Kriteria penolakan: H0 ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari
0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௧௨ ݐ௧.
58 H0 : ߤଶଵ ൌ ߤଶଶ
H1 : ߤଶଵ ് ߤଶଶ
dengan:
ߤଶଵ: rata-rata skor awal motivasi belajarkelas eksperimen ߤଶଶ: rata-rata skor awal motivasi belajarkelas kontrol
Kriteria penolakan: H0 ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari
ݔҧ: rata-rata nilai pretest/skor awal kelas eksperimen ݔҧ: rata-rata nilai pretest/skor awal kelas kontrol ݊: banyaknya siswa kelas eksperimen
݊: banyaknya siswa kelas kontrol ݏଶ: varians kelas eksperimen ݏଶ: varians kelas kontrol
a) Pengujian hipotesis jika tidak terdapat perbedaan kemampuan awal pemahaman konsep matematika dan skor motivasi belajar siswa
a) Uji Hipotesis Pertama
Uji hipotesis pertama untuk menjawab rumusan masalah
yang pertama yaitu apakah penerapan pendekatan kontekstual
59
Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.
H0 : ߤଵ Ͷǡͻͻ
H1 : ߤଵ Ͷǡͻͻ
Keterangan:
ߤଵ: rata-rata nilai posttest pemahaman konsep matematika kelas
eksperimen
Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi
yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௧௨
ݐ௧. Harga ݐ௧௨ dapat dicari dengan rumus berikut
ݐ ൌ ݔҧെ ߤݏ ξ݊ dengan:
ݔҧ: rata-rata nilai posttest kelas eksperimen ߤ: nilai yang dihipotesiskan
ݏ: simpangan baku ݊: banyaknya siswa
Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan kontekstual
tidak efektif terhadap dari pemahaman konsep matematika yaitu
jika rata-rata nilai posttest memperoleh nilai Ͷǡͻͻ. Pendekatan kontesktual efektif terhadap pemahaman konsep matematika jika
rata-rata nilai posttest pemahaman konsep Ͷǡͻͻ, karena kriteria keefektifan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman
konsep ditetapkan jika rata-rata nilai posttest mencapai KKM
60 b) Uji hipotesis kedua
Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah yang
kedua yaitu apakah pendekatan kontekstual efektif terhadap
motivasi belajar siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai
berikut sebagai berikut:
Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.
H0 : ߤଶ ͳͲʹ
H1: ߤଶ ͳͲʹ
Keterangan:
ߤଶ: rata-rata skor motivasi belajar kelas eksperimen
Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi
yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௧௨
ݐ௧. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.
Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan kontekstual
tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa yaitu jika
rata-rata skor motivasi belajar siswa memperoleh nilai ͳͲʹ. Pendekatan kontekstual dikatakan efektif jika rata-rata skor
motivasi belajar siswa memperoleh nilai ͳͲʹ, karena kriteria efektif pada aspek motivasi belajar adalah 102.
c) Uji hipotesis ketiga
Uji hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan masalah yang
ketiga yaitu apakah pendekatan konvensional efektif terhadap
pemahaman konsep matematika. Secara statistik, hipotesis dapat
61
Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi
yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௧௨
ݐ௧. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.
Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan konvensional
tidak efektif terhadap dari pemahaman konsep matematika yaitu
jika rata-rata nilai posttest memperoleh nilai Ͷǡͻͻ. Pendekatan konvensional efektif terhadap pemahaman konsep matematika
jika rata-rata nilai posttest pemahaman konsep Ͷǡͻͻ, karena kriteria keefektifan pendekatan konvensional terhadap
pemahaman konsep ditetapkan jika rata-rata nilai posttest
mencapai KKM yaitu 75.
d) Uji hipotesis keempat
Uji hipotesis keempat untuk menjawab rumusan masalah
yang keempat yaitu apakah pendekatan konevensional efektif
terhadap motivasi belajar siswa. Secara statistik, hipotesis dapat
disimbolkan sebagai berikut.
H0 : ߤସ ͳͲʹ
H1 : ߤସ ͳͲʹ
62
ߤସ: rata-rata skor motivasi belajar kelas kontrol
Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi
yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௧௨
ݐ௧. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.
Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan konvensional
tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa yaitu jika
rata-rata skor motivasi belajar siswa memperoleh nilai ͳͲʹ. Pendekatan konvensional dikatakan efektif jika rata-rata skor
motivasi belajar siswa memperoleh nilai ͳͲʹ, karena kriteria efektif pada aspek motivasi belajar adalah 102.
e) Uji Hipotesis Kelima
Rumusan masalah kelima yaitu manakah yang lebih efektif
antara pembelajaran kontekstual dan konvensional ditinjau dari
pemahaman konsep. Apabila tidak terdapat perbedaan rata-rata
pada kelompok kelas eksperimen dan kontrol maka dikatakan
pembelajaran kontekstual sama efektifnya dengan pembelajaran
konvensional ditinjau dari pemahaman konsep. Namun jika
terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok kelas eksperimen
dan kontrol, maka dilakukan uji hipotesis lanjutan. Secara
statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.
H0: ߤଵ ߤଷ
H1: ߤଵ ߤଷ