PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN DIRECT
INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI
DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR
(Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon Tahun Ajaran 2012/2013)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Dasar Konsentrasi Pendidikan Matematika
Oleh
Ahmad Aripin 1101158
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN DIRECT
INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI
DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR
(Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon Tahun Ajaran 2012/2013)
Oleh Ahmad Aripin
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Sekolah Pascasarjana UPI
© Ahmad Aripin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
September 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan Judul:
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN DIRECT
INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI
DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR
(Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon)
Oleh
Ahmad Aripin
1101158
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Prof. Dr. Wahyudin, M.Pd.
NIP. 19510808 197412 1 001
Pembimbing II
Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D.
NIP. 19610112 198703 1 003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Dasar
Dr. Hj. Ernawulan Syaodih, M.Pd.
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN DIRECT
INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI
DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR
(Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon TahunAjaran 2012/2013)
Ahmad Aripin/1101158
ABSTRAK
Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan di antaranya adalah melalui optimalisasi pelaksanaan pembelajaran. Di antara mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar adalah matematika. Kompetensi-kompetensi matematika sangat penting untuk dimiliki siswa. Namun kompetensi-kompetensi tersebut terkadang tidak seluruhnya dapat dimiliki oleh siswa dikarenakan beberapa faktor, di antaranya adalah tepat atau tidaknya penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pembelajaran Kontekstual dan Direct Instruction terhadap kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar Kelas IV semester 2. Adapun sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 siswa yang masing-masing kelas terdiri dari 20 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Pembelajaran Kontekstual tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang mengikuti Direct
Instruction. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan
pemecahan masalah matematis dapat menggunakan pembelajaran kontekstual atau
Direct Instruction.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan dan Batasan Masalah ... 10
1. Rumusan Masalah ... 10
2. Batasan Masalah ... 10
C.Tujuan Penelitian ... 10
D.Manfaat Penelitian ... 11
E. Struktur Organisasi Tesis ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A.Pemecahan Masalah Matematika ... 13
B.Koneksi Matematika ... 26
C.Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) ... 41
1. Definisi Pendekatan Kontekstual ... 46
2. Karakteristik Pendekatan Kontekstual ... 49
3. Komponen-komponen Pembelajaran Pendekatan Kontekstual ... 51
4. Susunan Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual ... 52
5. Teori-teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Kontekstual ... 53
b. Teori Brunner ... 54
D.Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)... 55
1. Pengertian Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)... 55
2. Ciri-ciri Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 57
3. Teori-teori Belajar yang mendukung Pembelajaran Langsung ... 70
E. Gambaran Kerangka Pemikiran Penelitian ... 75
F. Hipotesis ……….. ... 75
BAB III METODE PENELITIAN ... 76
A.Lokasi dan Subjek Penelitian ... 76
B.Desain Penelitian ... 77
C.Metode Penelitian ... 79
D.Definisi Operasional ... 79
E. Instrumen Penelitian ... 80
1. Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis ...80
a. Tes Kemampuan Koneksi Matematis ...80
b. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 81
c. Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis ... 81
F. Analisis Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis... 83
G.Perangkat Pembelajaran ... 93
H.Teknik Pengumpulan Data ...97
I. Teknik Pengolahan Data ... 98
J. Prosedur danWaktu Penelitian ... 99
1. Prosedur Penelitian ... 99
2. Deskripsi Waktu Pelaksanaan Penelitian...102
K.Teknik Analisis Data ... ..106
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 112
2. Analisis Hasil Tes Awal (Pretest) ... 114
a. Uji Normalitas Skor Tes Awal (Pretest) ... 116
b. Uji Kesamaan Rerata Tes Awal (Pretest) ... 118
3. Analisis Hasil Tes Akhir (Posttest) ... 120
a. Uji Normalitas Skor Tes Akhir (Posttest)... 122
b. Uji Perbedaan Rerata Tes Akhir (Posttest) ... 123
4. Analisis Peningkatan Kemamapuan Koneksi Matematis ... 129
a. Uji Normalitas Skor Peningkatan (N-Gain) ... 131
b. Uji Homogenitas Skor Peningkatan (Gain Ternormalisasi) ... 132
c. Uji Perbedaan Peningkatan (Gain Ternormalisasi) ... 133
5. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ….. 135
a. Uji Normalitas Skor Peningkatan (Gain Ternormalisasi) ... 136
b. Uji Homogenitas Skor Peningkatan (Gain Ternormalisasi) ... 137
c. Uji Perbedaan Peningkatan (Gain Ternormalisasi) ... 139
B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 140
1. Pengajaran Langsung (Direct Instruction) di Kelas Kontrol ... 140
2. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual di Kelas Eksperimen ....148
3. Kemampuan Koneksi Matematis ...155
4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 161
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 162
A.Kesimpulan ... 162
B.Rekomendasi ... 163
DAFTAR PUSTAKA ... 164
LAMPIRAN
A.Instrumen Pengumpul Data B.Data Penelitian
C.Foto-foto Penelitian D.Surat-surat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), menetapkan bahwa salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di Sekolah Dasar dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah matematika. Tujuan mata pelajaran matematika di SD di antaranya adalah (1) agar siswa memiliki kemampuan dalam memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang yang diperoleh.
2
diharapkan agar dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif).
Gagne (Ruseffendi, 1988: 165) mengatakan bahwa objek tidak langsung dari mempelajari matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah.
Berdasarkan pendapat Gagne dan tujuan mata pelajaran matematika di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat memecahkan suatu masalah, para siswa perlu memiliki kemampuan bernalar yang di dalamnya terdapat kemampuan menghubungkan (koneksi) konsep-konsep yang dapat diperoleh melalui matematika.
Senada dengan pendapat Gagne, pembelajaran matematika yang direkomendasikan oleh National Councilof Teachersof Matematics atau NCTM (1989) menggariskan bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Ada lima standar proses dalam pembelajaran matematika, yaitu: belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); belajar untuk bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof); belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); belajar untuk mengaitkan ide (mathematical
connections); dan belajar untuk mempresentasikan (mathematics
3
Pembelajaran matematika saat ini memasuki paradigma baru. Pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian semua ranah, tidak hanya ranah kognitif, tetapijuga ranah afektif dan psikomotorik, di antaranya mengembangkan daya matematis siswa, melalui inovasi dan implementasi berbagai pendekatan dan metode. Hal tersebut bertujuan untuk membangun kepercayaan diri atas kemampuan matematika mereka melalui proses:
1. memecahkan masalah;
2. memberikan alasan induktif maupun deduktif untuk membuat, mempertahankan, dan mengevaluasi argumen secara matematis;
3. berkomunikasi, menyampaikan ide/ gagasan secara matematis;
4. mengapresiasi matematika karena keterkaitannya dengan disiplin ilmu lain dan aplikasinya pada dunia nyata.
Berdasarkan rekomendasi NCTM yang tercantum pada pembahasan tadi, membuat koneksi matematis merupakan hal yang paling susah dicapai tetapi sangat membantu dalam meningkatkan motivasi siswa kelas-kelas awal atau rendah. Permasalahan yang muncul adalah cara merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan koneksi mamatis siswa, serta model pembelajaran yang mengakomodir gagasan-gagasan pendidikan yang direkomendasikan oleh NTCM.
4
matematika memiliki peranan dan pengaruh penting terhadap mata pelajaran lain, contohnya pelajaran IPS, IPA, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, dan lain-lain. Dalam pelajaran IPS, konsep-konsep matematika di antaranya digunakan dalam kegiatan jual beli di pasar. Dalam mata pelajaran IPA, konsep matematika di antaranya digunakan untuk menghitung jumlah hewan, menghitung luas hutan, dan lain-lain. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama, konsep matematika di antaranya digunakan dalam menghitung nisab zakat, bagi waris, dan lain-lain. Sedangkan pada mata pelajaran pendidikan jasmani, konsep matematika digunakan dalam mengukur jauhnya lemparan bola, jauhnya lompatan, kecepatan rata-rata berlari dan renang, dan lain-lain. Deskripsi tersebut merupakan hal nyata bahwa pentingnya matematika dalam kehidupan, sangat banyak aktivitas manusia yang memanfaatkan matematika, baik pemanfaatan ide-ide dasar, konsep-konsep ataupun aplikasinya.
Namun manfaat dan peranan matematika yang telah dimiliki seseorang tidak selalu diperoleh dengan sangat mudah, karena pasti ada saja kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orang dalam hal ini siswa selama mereka mempelajarinya. Kesulitan-kesulitan itu tampak jelas saat pembelajaran matematika berlangsung. Salah satunya saat pembelajaran matematika di kelas IV semester 2 yang membahas penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
5
1. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, lebih khususnya lagi yang melibatkan bilangan bulat negatif.
Contoh:
a. 298 + (–314) = . . . . b. –312 + 420 = . . . . c. –315 – 587 = . . . . d. –424 – (–832) = . . . .
dan lain-lain yang membicarakan tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat negatif.
2. Siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan (mengoneksi) konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, khususnya bilangan bulat negatif, karena diduga hal tersebut dirasa baru oleh siswa. Apalagi bentuk soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang tentunya sangat memerlukan pengetahuan dan pemahaman dalam memaknai setiap kalimat dalam soal cerita.
3. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematis yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari siswa.
Contoh:
6
Selain dari faktor siswa, diduga ada faktor lain yang menjadi penyebab kegagalan pembelajaran, diantaranya:
1. Romberg and Kaput (dalam Turmudi, 2009) menjelaskan tentang kelas
Direct Instruction umumnya terdiri atas tiga segmen: (1.) Memeriksa PR
hari sebelumnya, (2) menyajikan materi baru dan diikuti siswa, (3) siswa mengerjakan tugas untuk hari berikutnya.
Penjelasan tentang kelas Direct Instruction tersebut memiliki makna yang sama dengan deskripsi metode Direct Instruction yang digunakan dalam pembelajaran. Sunarto (2009) menjelaskan bahwa metode Direct Instruction adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, Tanya jawab dan penugasan. Siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan metode Direct Instruction merupakan metode pembelajaran mengarah kepada penyampaian isi pelajaran kepada siswa secara langsung.
Senk dan Thompson (dalam Turmudi, 2009) menjelaskan bahwa dalam
Direct Instruction setiap topik biasanya diperkenalkan dengan menyatakan
suatu aturan (rule) diikuti oleh sebuah contoh bagaimana menerapkan aturan (rule, dalil, hukum) tersebut, kemudian diberikan sejumlah latihan soal-soal.
7
dalam strategi ini materi pembelajaran disampaikan langsung oleh guru, tetapi belum dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir matematis siswa. Materi seakan-akan telah jadi. Oleh karena itu, Sanjaya (2008: 299) mengatakan bahwa metode Direct Instruction lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan dengan istilah metode “chalk and talk”.
Berbeda dengan Direct Instruction, pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual menawarkan desain pembelajaran yang membantu guru menghubungkan konsep-konsep matematika antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa agar mereka dapat menyelesaikan masalah matematis dalam kehidupan sehari-hari.
Depdiknas (2003), Sanjaya (2006), dan Trianto (2007) menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkan serta menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, peran siswa dalam pembelajaran kontekstual adalah sebagai subjek pembelajar yang menemukan dan membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya. Belajar bukanlah menghafal dan mengingat fakta-fakta, tetapi belajar adalah upaya untuk mengoptimalkan potensi siswa baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Namun demikian, dalam tulisan yang dikemukakan Sweller dkk (2006) (dalam Zalinar 2012: 27) yang menganalisis tentang kegagalan inquiry based
8
berbasis inquiry yaitu (1) tidak efektif dan efisien; (2) terjadinya miskonsepsi dan mispersepsi siswa terhadap konsep-konsep dasar matematika; dan (3) terjadinya kegagalan siswa dalam mengorganisasi pengetahuan. Ketiga kegagalan tersebut menurut Sweller sebagai akibat pembimbingan pendidik yang minimal di mana akan terjadinya salah mengkonstruksi konsep oleh siswa.
Berbeda dengan pendekatan inquiry, pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa melalui proses berpengalaman secara langsung. Dengan demikian, melalui kegiatan mengalami secara langsung diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dikembangkan dan diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas dengan menyusunnya ke dalam skenario pembelajaran melalui perencanaan pembelajaran berupa silabus, RPP, LKS, dan bahan ajar matematika yang relevan dengan materi yang akan diajarkan.
9
akhirnya, siswa diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajarinya dalam kehidupannya.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang diduga kuat dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa SD. Melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran, guru hanya sebagai mediator dan fasilitator. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa harus merekonstruksi pengetahuan mereka sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dalam proses pembelajaran, guru mendorong dan menstimulus siswa untuk dapat membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran. Guru dan siswa harus saling berperan aktif secara proporsional sehingga tercipta proses dan hasil belajar yang lebih optimal. Proses melibatkan siswa secara langsung dalam mencerna pengetahuannya dan kemudian mengkaitkannya atau menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari merupakan salah satu tujuan tercapainya kemampuan koneksi matematis siswa.
10
Kualitas proses hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika yang masih dipandang belum optimal merupakan indikasi bahwa tujuan yang ditentukan dalam kurikulum mata pelajaran matematika belum tercapai sesuai dengan harapan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan, salah satu caranya adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang baik, yaitu proses pembelajaran yang lebih memberikan kebermaknaan bagi siswa.
Berdasarkan paparan di atas, penulis memandang perlu melakukan suatu penelitian melalui studi kuasi eksperimen dengan menggunakan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Dasar.
B.Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
a. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih tinggi secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Direct Instruction?
b. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih tinggi secara signifikan dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Direct Instruction?
11
Penelitian ini fokus terhadap ada tidaknya pengaruh pembelajaran kontekstual dan Direct Instruction dalam meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas IV semester 2 Sekolah Dasar.
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah untuk:
1. Menelaah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Direct Instruction?
2. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Direct Instruction?
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan pada umumnya, serta bermanfaat bagi para siswa dan guru serta praktisi pendidikan pada khususnya. Manfaat penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
12
Penelitian mengenai pendekatan kontekstual diharapkan dapat bermanfaat sebagai upaya pencarian pendekatan pembelajaran yang tepat dalam upaya meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Dasar dalam operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas IV semester 2.
b. Manfaat Praktis
1) Memperbaiki persepsi siswa terhadap mata pelajaran matematika, sehingga pembelajaran matematika mendapat respon positif dari siswa, dan pada akhirnya akan mendorong siswa memperoleh banyak kemudahan dalam belajar.
2) Memanfaatkan hasil penelitian mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas IV Sekolah Dasar.
E.Struktur Organisasi Tesis
1. Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah b. Rumusan dan Batasan Masalah c. Tujuan Penelitian
d. Manfaat Penelitian e. Struktur Organisasi Tesis 2. Bab II Kajian Pustaka
a. Pemecahan Masalah Matematika b. Koneksi Matematika
c. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) 1) Definisi Pendekatan Kontekstual
2) Karakteristik Pendekatan Kontekstual
13
5) Teori-teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Kontekstual d. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
1) Pengertian Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) 2) Ciri-ciri Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
3) Teori-teori Belajar yang mendukung Pembelajaran Langsung 3. Bab III Metode Penelitian
a. Lokasi dan Subjek Penelitian b. Desain Penelitian
c. Metode Penelitian d. Definisi Operasional e. Instrumen Penelitian
f. Proses Pengembangan Instrumen g. Teknik Pengumpulan Data h. Teknik Analisis Data
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Hasil Penelitian dan Analisis Data
1) Deskripsi Hasil Pengolahan Data 2) Analisis Hasil Tes Awal (Pretest) 3) Analisis Hasil Tes Akhir (Posttest)
4) Analisis Peningkatan Kemampuan Variabel yang Diteliti b. Pembahasan Hasil Penelitian
5. Bab V Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan
76
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subjek Penelitian
Di UPT Pendidikan Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon terdapat 22 Sekolah Dasar (SD) yang terbagi kedalam tiga Gugus. Cara menentukan gugus berdasarkan pada wilayah yang berdekatan antara satu desa dengan desa lainnya. Gugus I terdiri dari delapan SD, gugus II terdiri dari tujuah SD, dan gugus III terdiri dari tujuh SD.
Berdasarkan hasil UN Tahun Pelajaran 2011/2012 diperoleh urutan prestasi masing-masing sekolah. Peneliti mengambil dua sekolah yang letaknya satu gugus dan memiliki urutan prestasi yang saling berurutan. Diperoleh dua nama SD, yaitu SDN A yang menempati urutan ke-13 dan SDN B yang menempati urutan ke-14, dan kedua SD tersebut sama-sama berada di gugus III.
77
Jumlah siswa kelas IV di SDN A adalah 25 siswa dan jumlah siswa SDN B adalah 23 siswa. Berdasarkan hasil partsipasi siswa saat mengikuti kegiatan
pretest dan posttes di masing-masing sekolah, jumlah siswa yang mengikuti
kedua kegiatan di masing-masing sekolah berjumlah sama yaitu 20 siswa. Keputusan ini diambil atas dasar bahwa siswa yang tidak mengikuti sama sekali kegiatan pretest dan posttest atau dari salah satu kegiatan tersebut pernah tidak diikuti, maka siswa yang bersangkutan tidak dijadikan sebagai sampel penelitian.
B.Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas IV semester 2 di Sekolah Dasar (SD) yang berbeda. Namun dalam penelitian ini terdapat unsur perlakuan yang berbeda terhadap dua kelas yang digunakan, yaitu ada yang disebut kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat perlakuan yang berbeda dengan kelas kontrol, di mana kelas eksperimen ini dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dan kelas kontrol menggunakan pengajaran langsung (Direct Instruction).
78
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian ini ada dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual (X1) dan kelompok kontrol dengan pembelajaaran menggunakan pendekatan Direct Instruction (X2). Kedua kelompok dibeikan pretest dan posttest, dengan menggunakan instrumen tes yang sama (O).
Karena penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen maka desain penelitian berbentukPretestt-Posttestt Control Group Design. Desain penelitian digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Pretestt-Posttestt Control Group Design
(Sugiono, 2008: 112) Keterangan:
O1 = Pretest Kelas Kontrol O3 = Posttest Kelas Kontrol
X1 = Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual X2 = Pembelajaran dengan Pendekatan Direct Instuction O2 = Pretest Kelas Eksperimen
O4 = Posttest Kelas Eksperimen
Agar tujuan penelitian tercapai dengan maksimal, maka peneliti melaksanakan diskusi terlebih dahulu bersama guru yang akan melaksanakan
Pretest Perlakuan Posttest
O1 X1 O2
79
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui penjelasan tentang hakikat, karakteristik, komponen-komponen, dan prinsip-prinsip dan langkah-langkahnya.
C.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kontekstual, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan koneksi matematis dan kemampuan pemecahan matematis siswa. Penelitian ini akan menggambarkan pengaruh variabel bebas (pendekatan kontekstual) terhadap peningkatan variabel terikat (kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematis).
D.Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu, (1) Kemampuan koneksi matematis, dan (2) Kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai variabel terikat. Berikut adalah batasan istilah atau definisi operasional agar tidak terjadi salah penafsiran, yaitu:
Indikator kemampuan koneksi matematis dalam penelitian ini, yaitu: 1. Mengenali adanya hubungan dari konsep yang sama.
2. Mengenali dan menyelesaikan prosedur matematika berdasarkan hubungan antar konsep.
3. Menggunakan dan menilai keterkaitan antartopik matematika dan keterkaitan di luar matematika.
80
Sedangkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Memahami masalah dari apa yang diketahui dan ditanyakan. 2. Membuat rencana/ menyusun model penyelesaian dari masalah
tersebut.
3. Melakukan perhitungan berdasarkan perencanaan. 4. Memeriksa kembali hasil perhitungannya.
E.Instrumen Penelitian
1. Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
a. Tes Kemampuan Koneksi Matematis
Berdasarkan Kajian Pustaka pada Bab II, secara umum terdapat tiga aspek kemampuan koneksi matematika, yaitu:
1) Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu mengoneksikan antara masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan matematika.
2) Menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban guna memahami keterkaitan antarkonsep matematika yang akan digunakan.
3) Menuliskan hubungan antarobyek dan konsep matematika. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu menuliskan hubungan antarkonsep matematika yang digunakan dalam menjawab soal yang diberikan.
81
hubungan konsep yang sama; (2.) Mengenali dan menyelesaikan prosedur matematika berdasarkan hubungan antarkonsep; (3.) Menggunakan dan menilai keterkaitan antartopik matematika dan keterkaitan di luar matematika; (4.) Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun banyaknya butir soal kemampuan koneksi matematis sebanyak empat butir soal uraian yang tercantum dalam soal nomor 1, 2, 3, dan 4.
b. TesKemampuanPemecahan Masalah Matematis
Polya (Afifah, 2010) mengemukakan ada empat aspek atau langkah yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah, yaitu:
1. Memahami masalah 2. Membuat rencana 3. Melakukan perhitungan
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh
Berdasarkan keempat aspek di atas maka indikator-indikator kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, yaitu: (1.) Memahami masalah dari apa yang diketahui dan ditanyakan; (2.) Membuat rencana/ menyusun model penyelesaian dari masalah tersebut; (3.) Melakukan perhitungan berdasarkan perencanaan; (4.) Memeriksa kembali hasil perhitungannya.
82
soal uraian. Sebelum tes diberikan kepada sampel penelitian, tes tersebut diujicobakan terlebih dahulu.
2. Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis
Untuk memperoleh data yang objektif dari tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis, maka ditentukan pedoman penyekoran yang proporsional untuk setiap butir soal.
Pedoman penyekoran untuk mengukur kemampuan koneksi matematis diadaptasi dari Carrol (dalam Syarifah, 2009) sebagai berikut:
Tabel 3.1
Pedoman Penyekoran untuk Mengukur Kemampuan Koneksi Matematis
Skor Indikator
0
Tidak ada jawaban.
Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan, atau Tidak ada jawaban yang benar.
1
Hanya sebagian penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan.
Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal. Menarik kesimpulan yang logis dengan benar.
2
Hampir semua penjelasan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal Menarik kesimpulan logis dan benar
3
Semua penjelasan menggunakan gambar, fakta dan hubungan Mengikuti argumen-argumen yang logis dalam menyelesaikan soal Menarik kesimpulan logis dengan lengkap (jelas) dan benar 4
Jawaban benar disertai dengan alasan yang benar
83
Sedangkan pedoman penyekoran untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis diadaptasi dari Carrol (dalam Syarifah, 2009) sebagai berikut:
Tabel 3.2 Pedoman Penyekoran
untuk Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Skor Indikator
0
Tidak ada jawaban.
Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan, atau Tidak ada jawaban yang benar.
Skor Indikator
1
Hanya sebagian penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan.
Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal. Menarik kesimpulan yang logis dengan benar.
2
Hampir semua penjelasan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal Menarik kesimpulan logis dan benar
3
Semua penjelasan menggunakan gambar, fakta dan hubungan Mengikuti argumen-argumen yang logis dalam menyelesaikan soal Menarik kesimpulan logis dengan lengkap (jelas) dan benar 4
Jawaban benar disertai dengan alasan yang benar
Mengikuti argumen-argumen yang logis dalam menyelesaikan soal Memeriksa kembali dan menarik kesimpulan logis dan benar
F. Analisis Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis
84
mengikuti uji coba ini sebanyak 20 siswa. Uji coba instrumen dianalisis dengan menggunakan Microsoft Office Excel.
Gambar 3.2
Alur Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis
a. Analisis Validitas Soal Instrumen
yang telah dibuat
Keterbacaan Instrumen Divalidasi:
Validitas Muka, Isi, dan Konstruk
Olah Statistik untuk mengetahui: 1. Validitas soal
2. Reliabilitas soal 3. Daya Pembeda 4. Tingkat Kesukaran 5. Hasil Interpretasi
85
Pengujian validitas soal dimaksudkan untuk melihat tingkat keandalan atau kesahihan (ketepatan) suatu alat ukur. Suatu instrumen dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono dalam Akdon, 2008). Pengujian validitas dilakukan dengan analisis faktor, yaitu mengorelasikan antara skor butir soal dengan skor total dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment.
Rumus korelasi Product-Moment yang digunakan adalah berdasarkan pada pendapat Arifin (2011: 252) sebagai berikut:
rxy
=
∑√ ∑ (∑ )
Keterangan:
R = koefisien korelasi ∑xy = Jumlah produk x dan y
Dengan bantuan program Microsoft Office Excel dapat diperoleh secara langsung koefesien korelasi setiap butir soal. Setelah diketahui koefisien korelasi (rxy), maka langkah selanjutnya adalah mengonsultasikan dengan nilai r product moment table. Nilai rtabel dengan signifikansi 5% dari jumlah N = 20 adalah 0,444. Setiap butir soal dikatakan valid jika nilai rxy lebih besar dari padanilai rtabel (Muhidin dan Abdurahman, 2007).
Untuk menafsirkan koefisien korelasi dapat menggunakan kriteria berdasarkan pendapat Arifin (2011: 257) sebagai berikut:
86
Tingkat Validitas Interpretasi 0,80 1,00 Sangat Tinggi
0,60 0,80 Tinggi
0,40 0,60 Cukup
0,20 0,40 Rendah
0,00 0,20 Sangat Rendah
Adapun hasil analisis validitas tes kemampuan koneksi disajikan pada Tabel 3.4 di bawah ini:
Tabel 3.4
Validitas Tes kemempuan Koneksi Matematis Nomor
Soal rxy rtabel
Valid/ Tidak Valid
Interpretasi Validitas
1 0,741 0,444 Valid Tinggi
2 0,720 0,444 Valid Tinggi
3 0,574 0,444 Valid Cukup
4 0,705 0,444 Valid Tinggi
87
menunjukkan bahwa keempat soal tes kemampuan koneksi di atas dikatakan valid, karena tiga di antaranya tingkat validitas soal-soal tersebut kategori validitas tinggi dan satu soal kategori validitasnya cukup. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes ini dipandang proporsional. Dengan demikian keempat soal tersebut siap digunakan untuk instrumen tes kemampuan koneksi pada penelitian ini.
Adapun hasil analisis validitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.5 di bawah ini:
Tabel 3.5
Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Nomor
Soal rxy rtabel
Valid/ Tidak Valid
Interpretasi Validitas
5 0,714 0,444 Valid Tinggi
Berdasarkan pada Tabel 3.5 di atas dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi (rxy) butir soal memiliki nilai lebih besar jika dibandingkan dengan nilai rtabel. Dengan demikian, butir soal tersebut juga dapat dinyatakan valid dan siap digunakan sebagai instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis.
b. Analisis Reliabilitas Soal
88
Untuk menguji konsistensi internal dari suatu tes dapat menggunakan rumus Cronbach’sAlpha atau Koefisien Alpha (dalam Arifin, 2011: 264). Rumus yang digunakan untuk menghitung Koefisien Alpha adalah:
α =
∑
Keterangan:
α = Reliabilitas Instrumen R = Jumlah butir soal
= Varian butir soal = Varian skor total
Tingkat reliabilitas dari soal uji coba tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis didasarkan pada klasifikasi Guilford (dalam Ruseffendi, 2005) yang telah dimodifikasi yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Besarnya r Tingkat Reliabilitas
0,00 α 0,20 Kecil
0,20 α 0,40 Rendah
0,40 α 0,70 Sedang
0,70 α 0,90 Tinggi
0,90 α 1,00 Tinggi Sekali
Dengan bantuan programMicrosoft Office Excel diperoleh koefisien reliabilitas tes sebagai berikut:
Tabel 3.7
89
2 0,701 Pememcahan Masalah
Matematis Valid Tinggi
Berdasarkan hasil analisis reliabilitas pada Tabel 3.7 di atas dapat dikatakan bahwa soal tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis adalah reliabel kategori tinggi.
c. Analisis Daya Pembeda Soal
Perhitungan daya pembeda dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat evaluasi (tes) dapat membedakan antara siswa yang berada pada kelompok atas dan siswa yang berada pada kelompok bawah.
Daya Pembeda (DP) = Sa – Sb I Keterangan:
DP : Daya Pembeda
Sa : Jumah skor kelompok atas Sb : Jumlah skor kelompok bawah
I : Skor ideal salah satu kelompok yang dipilih
Daya pembeda uji coba soal kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis didasarkan pada klasifikasi berikut ini:
Tabel 3.8
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda (DP) Interpretasi Evalusi Butir Soal
90
0,00 α 0,20 Jelek
0,20 α 0,40 Cukup
0,40 α 0,70 Baik
0,70 α 1,00 Sangat Baik
Dengan bantuan program Microsoft Office Excel diperoleh persentase daya pembeda untuk setiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.9 dan Tabel 3.10.
91
kemampuan pememcahan masalah matematis kategori daya pembedanya cukup. Dengan demikian kelima soal tes itu dapat digunakan sebagai sebagai instrumen tes.
d. Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal diperoleh dengan menghitung persentase siswa dalam menjawab butir soal dengan benar. Semakin kecil persentase menunjukkan bahwa butir soal semakin sukar dan semakin besar persentase menunjukkan bahwa butir soal semakin mudah.
Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah (Arifin, 2011: 266).
Butir soal dikatakan baik, jika butir soal-soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus (Sudjana, 2009: 137)
Tingkat Kesukaran (IK) = Sr Ir Di mana,
IK : Tingkat Kesukaran
Sr : Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir soal yang diolah.
92
Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin sulit soal tersebut. Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh makin mudah soal tersebut. Kriteria tingkat kesukaran (Sudjana, 2009: 137) dapat dilihat pada tabel 3.11 di bawah ini.
Tabel 3.11
Kriteria Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran (TK) untuk skor (0–4) Kategori soal
0,00 TK 1,20 Sukar
1,20 TK 2,80 Sedang
2,80 TK 4,00 Mudah
Dengan bantuan programMicrosoft Office Excel diperoleh indeks tingkat kesukaran hasil uji coba tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis yang disajikan pada tabel 3.12.
Tabel 3.12
Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemempuan Koneksi Matematis
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi Tingkat Kesukaran
1 2,40 Sedang
2 2,60 Sedang
3 0,60 Sukar
4 3,50 Mudah
93
Untuk soal nomor 4 yang kategorinya mudah, hal ini bukan berarti soal tersebut benar-benar mudah, tetapi lebih daikarenakan siswa sudah pernah belajar materi pokok yang diujikan, sehingga wajar jika sebagian besar siswa dapat menjawab soal tersebut. Sedangkan untuk soal nomor 3 yang kategorinya susah, peneliti yakin bahwa sebagian besar siswa belum dapat menghubungkan kalimat matematika ke dalam simbol matematika dengan baik. Namun, peneliti tetap menggunakan soal nomor 3 ini karena dipandang penting untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.
Adapun hasil analisis tingkat kesuaran soal terdapat pada Tabel 3.13 dibawah ini:
Tabel 3.13
Analisis Tingkat Kesukaran
Tes Kemempuan Pemecahan Masalah Matematis
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi Tingkat Kesukaran
5 2,25 Sedang
Berdasarkan Tabel 3.13 diperoleh keterangan bahwa hasil perhitungan tingkat kesukaran pada soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis termasuk kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu sukar sehingga beberapa siswa ada yang mampu menyelesaikannya namun ada juga yang tidak mampu menyelesaikannya.
94
penelitian ini. Hasil analisis uji instrumen yang diperoleh dari program
Microsoft Office Excel serta klasifikasi interpretasi validitas, reliabilitas, daya
pembeda, dan tingkat kesukaran secara lengkap disajikan pada tabel 3.14 berikut.
Tabel 3.14 Interpretasi Instrumen
Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis No.
Soal
Rerata
Skor Validitas Reliabilitas
Daya
95
Kegiatan pembelajaran pada kelas kontrol dilakukan seperti biasanya, yaitu guru mengawali pembelajaran dengan membahas soal-soal yang diberikan sebelumnya (PR), yang selanjutnya memberikan penjelasan konsep baru secara informatif yang dilanjutkan dengan memberikan contoh soal dan diakhiri dengan memberikan soal latihan. Pada kelompok kontrol tidak ada perlakuan pembelajaran khusus dari peneliti.
Sedangkan kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen, peneliti memberikan perhatian khusus dengan memberikan arahan dan bimbingan kepada guru lewat pengenalan aktivitas pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sehingga waktu memberikan pembelajaran tidak merasa kebingungan. Peneliti juga memberikan bahan ajar kepada guru dalam bentuk rencana pelaksaan pembelajaran (RPP), sehingga diharapkan proses pembelajaran dapat dilakukan dengan terarah.
Adapun perangkat pembelajaran yang dipersiapkan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah silabus pembelajaran, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Media Pembelajaran, dan Bahan Ajar. 1. Silabus Pembelajaran
96
Pada penelitian ini, silabus dan sistem penilaian disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi khususnya kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis.
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus (Mulyasa, 2008: 213). RPP memuat komponen-komponen yaitu: a. Standar Kompetensi
b. Kompetensi Dasar
c. Indikator Capaian Kompetensi d. Tujuan Pembelajaran
e. Materi pembelajaran
f. Pendekatan dan Metode Pembelajaran g. Kegiatan Pembelajaran yang meliputi;
1) Kegiatan Awal 2) Kegiatan Inti 3) Kegiatan Akhir
h. Sumber/ Bahan dan Alat Pembelajaran i. Penilaian
97
Lembar Kerja Siswa (LKS) diberikan ketika siswa bekerja dalam masyarakat belajar yang berupa kelompok-kelompok kecil. LKS bertujjuan sebagai sarana untuk membantu siswa dalam pemahaman konsep seputar materi yang dipelajari serta mengembangkan kompetensi matematisnya yang dalam penelitian ini dihkususkan pada kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis. Melalui LKS, siswa belajar menemukan, membangun pemahaman, menjalin kerjasama dengan anggota kelompoknya, dan melakukan proses pemecahan masalah.
3. Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran (Briggs, 1977). Makna lain dari media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong tercipta proses belajar pada diri siswa tersebut. Dalam penelitian ini media yang digunakan adalah kertas berwarna yang mewakili lambang bilangan (positif dan negatif).
98
diajak agar mampu memecahkan masalah matematis yang sewaktu-waktu muncul dan memerlukan pemecahan masalah oleh mereka.
4. Bahan Ajar
Bahan ajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang disediakan bagi guru-guru yang menggunakan DirectInstruction dan Pendekatan Kontekstual. Bahan ajar ini dipersiapkan untuk membantu dan memudahkan guru-guru dalam menjelaskan materi dan sebagai pedoman bagi guru dalam mengajar. Melalui penyediaan bahan ajar ini juga diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan contoh-contoh yang lebih terarah.
H.Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif. Data yang bersifat kuantitatif berupa hasil tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa. Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa melalui pretest dan posttest.
99
I. Teknik Pengolahan Data Hasil Tes
Data hasil tes yang diperoleh dari hasil pengumpulan data, selanjutnya diolah melalui tahap sebagai berikut:
1. Memberi skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.
2. Membuat tabel skor tes hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-gain) dengan rumus:
g = S
post–
S
PreS
maks–
S
PreKeterangan:
SPost = Skor Posttest SPre = Skor Pretest Smaks = Skor Maksimum
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake dalam Meltzer (2002) dalam Tabel 3.15 sebagai berikut:
Tabel 3.15 Klasifikasi Gain (g)
Besarnya g Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g< 0,7 Sedang
100
Sumber: Hake dalam Meltzer (2002)
J. Prosedur dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
1. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Melakukan studi kepustakaan tentang pembelajaran matematika di Sekolah Dasar.
b. Melakukan observasi/ studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru Sekolah Dasar atau guru yang mengajar matematika untuk memperoleh informasi mengenai proses belajar mengajar, hasil belajar siswa, serta permasalahan yang ditemui dalam pembelajaran.
c. Menyusun proposal penelitian. d. Menyusun instrumen penelitian. e. Melakukan uji coba penelitian. f. Menentukan subjek penelitian.
g. Memperkenalkan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan memberikan stimulasi dan motivasi kepada guru yang mengajar di kelas eksperimen.
101
untuk mengetahui kesamaan kemampuan kedua kelompok terhadap konsep matematika.
i. Memberikan perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen adalah kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sedangkan pada kelompok kontrol adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan
DirectInstruction.
j. Memberikan posttest kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematika setelah mendapat perlakuan yang berbeda.
k. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis antara siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran dengan pendekata kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajan dengan pendekatan DirectInstruction.
l. Menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.
102
Secara skematis, prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Studi Pendahuluan
Penentuan Subjek
Penyusunan, uji coba, revisi, dan pengesahan instrumen
Penyusunan rancangan pembelajaran dengan pendekatan
DirectInstruction
Penyusunan rancangan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual
Pretestt
Posttestt
Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan DirectInstruction Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
103
Gambar. 3.4. Skema Prosedur Penelitian 2. Deskripsi Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013. Pada awal bulan Januari 2013, peneliti melakukan studi kepustakaan terlebih dahulu. Adapun sasaran peneliti dalam kgiatan ini adalah mengumpulkan informasi kepustakaan tentang pembelajaran matematika di Sekolah Dasar.
Setelah melakukan studi kepustakaan, pada minggu kedua bulan Januari 2013, peneliti melakukan observasi/ studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru Sekolah Dasar atau guru yang mengajar matematika untuk memperoleh informasi mengenai proses belajar mengajar, hasil belajar siswa, serta permasalahan yang ditemui dalam pembelajaran. Kelas yang diobservasi adalah siswa kelas V. Setelah observasi dan wawancara dengan guru kelas V tersebut, diperoleh suatu kesimpulan bahwa diduga siswa kelas V mengalami kesulitan saat belajar dikarenakan banyak siswa yang memperoleh hasil belajar yang kategorinya rendah. Kesulitan yang dimaksud adalah siswa belum memiliki kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis pada perasi
Analisis
104
hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang seharusnya kompetensi ini telah dimiliki siswa ketika masih kelas IV semester 2.
Selesai melakukan observasi, pada minggu ketiga bulan januari 2013, peneliti menyusun proposal penelitian. Pada tahap penyusunan proposal ini peneliti melakukan konsultasi dengan Dosen Pembimbing Akademik agar penelitian ini lebih terarah dan jelas langkah-langkahnya. Kegiatan konsultasi dalam penyusunan proposal penelitian ini berlangsung selama tiga minggu.
105
Kegiatan penyusunan instrumen dimulai pada minggu pertama bulan Maret 2013. Dalam menyusun instrumen penelitian tersebut banyak sekali mengalami perbaikan-perbaikan, baik dari segi bahasa atau kalimat pertanyaan maupun dari isi pertanyaan. Isi pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada kemamupan koneksi dan pemecahan masalah matematis. Penyusunan instrumen dilakukan selama satu bulan. Maka pada minggu pertama Bulan April 2013, peneliti melakukan uji coba instrumen berupa tes koneksi dan pemecahan masalah matematis di kelas V. Alasan tes tersebut diujicobakan di kelas V adalah karena siswa kelas V telah mempelajari materi di kelas IV semester 2 yang merupakan kelas di mana nantinya akan dijadikan kelas penelitian. Pelaksanaan uji coba instrumen ini dilaksanakan tanggal 3 April 2013 di SDN A Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon. Setelah ujicoba instrumen tersebut dilakukan, selanjutnya peneliti melakukan pengujian instrumen tersebut dari sudut validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Setelah diketahui kesimpulannya bahwa interumen tersebut dapat digunakan, maka selanjutnya peneliti menentukan subjek penelitian.
106
masing-masing sekolah berjumlah sama yaitu 20 siswa. Keputusan ini diambil atas dasar bahwa siswa yang tidak mengikuti sama sekali kegiatan pretest dan
posttest atau dari salah satu kegiatan tersebut pernah tidak diikuti, maka siswa
yang bersangkutan tidak dijadikan sebagai sampel penelitian.
Setelah menentukan subjek penelitian, pada minggu kedua Bulan April 2013 peneliti memperkenalkan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan memberikan stimulasi dan motivasi kepada guru yang mengajar di kelas eksperimen.
Masih pada minggu kedua Bulan April 2013, peneliti memberikan
pretest kepada kedua kelompok/ kelas penelitian, yaitu kelas kontrol (Kelas IV
SDN A) dan kelas eksperimen (Kelas IV SDN B).Setelah selesai pretest, selanjutnya peneliti mengolah data dengan menentukan rerata dan simpangan baku dari masing-masing kelompok untuk mengetahui kesamaan kemampuan kedua kelompok terhadap konsep matematika. Hasil uji homogenitas yang diperoleh peneliti dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pretest ternyata kedua kelas tersebut homogen artinya siswa-siswi memiliki dari kedua kelas tersebut memiliki kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis yang sama.
107
Kontekstual sesuai dengan yang telah direncanakan. Sedangkan di SDN A (Kelas Kontrol) tidak diberikan perlakuan seperti halnya di kelas eksperimen namun dengan DirectInstruction.
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran di masing-masing kelas, selanjutnya adalah memberika posttest kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematika setelah mendapat perlakuan yang berbeda.
Data-data hasil posttest selanjutnya diolah dan dianalisis.Data-data yang diolah dan dianalisis tersebut digunakan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis antara siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran dengan pendekata kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan DirectInstruction.
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka dapat diperoleh kesimpulan. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban dari hipotesis yang telah dibuat peneliti pada Bab 1.
108
K.Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan menganalisis perbedaan dua rerata dengan menggunakan rumus uji-t. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, maka harus ditentukan dahulu rerata skor hasil tesnya dan simpangan bakunya. Untuk menentukan uji statistika yang akan digunakan, terlebih dahulu diuji normalitas data dan homogenitas varians.
Data-data yang diperoleh, lebih jelasnya dianalisis dengan langkah berikut:
a. Menghitung rerata skor hasil tes, dengan menggunakan rumus: ̅ = ∑
∑ Ruseffendi (1993: 103)
b. Menghitung simpangan baku skor hasil tes dengan menggunakan rumus:
s = √∑ ̅ Ruseffendi (1993: 164) Keterangan:
s = deviasi baku
n =titik tengah kelas ke- i ̅ = Rerata
c. Menguji normalitas distribusi skor awal dan skor akhir kedua kelompok sampel.
= ∑
Ruseffendi (1993: 358)
Keterangan:
109
fₒ = frekuensi yang diobservasi fe = frekuensi yang diekspektasi
Penerimaan normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut: H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Untuk taraf signifikansi α = 0,05; H0 diterima bila hitung tabel dengan syarat tabel= (1 α)(k 1), dk : (k 1) (Sudjana, 2005: 273). Bila tidak berdistribusi normal, maka dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik.
d. Menguji homogenitas varians
Pengujian homogenitas varians antara kelas eksperimen dan kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas sama ataukah berbeda. Hipotesis yang akan diuji dapat juga dinyatakan sebagai berikut (Sudjana, 2005: 249):
H0: = Ha : Keterangan:
1= variansi kelompok eksperimen 2 = variansi kelompok kontrol
Uji statistika menggunakan uji homogenitas variansi dua buah peubah bebas yaitu dengan rumus:
F =
110
Jika Fhitung Ftabel maka H1 ditolak dan H0 diterima. Jika Fhitung Ftabel maka H1 diterima dan H0 ditolak. Dengan dk1= (n1 1) dan dk2= (n2 1) pada
taraf keberartian = 0,05 (Ruseffendi, 1993: 374). Keterangan:
dk1= derajat kebebasan kelompok eksperimen
dk2= derajat kebebasan kelas kontrol
n1 = banyak siswa kelompok ekserimen
n2 = banyak siswa kelompok kontrol
e. Uji Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji adalah: Hipotesis 1:
H0 : : Berarti rerata peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sama dengan rerata peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
DirectInstruction (ditinjau secara keseluruhan dan level
sekolah)
111
pembelajaran DirectInstruction (ditinjau secara keseluruhan dan level sekolah)
Hipotesis 2:
H0 : : Berarti rerata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sama dengan rerata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran DirectInstruction (ditinjau secara keseluruhan dan level sekolah)
H1 : : Berarti rerata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi daripada rerata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran DirectInstruction (ditinjau secara keseluruhan dan level sekolah)
Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan uji parametrik (uji-t) karena dengan uji-t ada atau tidaknya perbedaan rata nilai pretest dan rata-rata nilai posttest dapat diketahui. Berikut adalah rumus uji-t:
t = ̅ ̅
√ dengan dsg = √
Keterangan:
112
dan S : variansi sampel
n1 : jumlah siswa kelas eksperimen n2 : jumlah siswa kelas kontrol
Dengan ketentuan: jika -ttabel < thitung < ttabel , maka Ho diterima. Dalam keadaan thitung tidak demikian Ho ditolak.
Berikut alur analisis data pretest dan posttest kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis yang disajikan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Alur analisis data Tes
Data Tes Tertulis
Pretest N-Gain Posttest
Uji Normalitas
113
Keterangan:
Garis : Menunjukkan alur analisis data yang digunakan. Garis : Menunjukkan alur analisis data yang tidak digunakan.
Uji Homogenitas
(Uji Levene)
Uji Nonparametrik
(Uji Mann-Whitney)
Uji Parametrik
(Uji-t) Ujit¹
Tidak
Ya Ya
162
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak terdapat perbedaan secara signifikan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran Direct Instruction. 2. Tidak terdapat perbedaan secara signifikan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran
Direct Instruction.
B. Rekomendasi
Penulis memberikan beberapa rekomendasi berkenaan dengan kesimpulan hasil penelitian ini, antara lain:
163
pembelajaran, khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan dan pada materi ajar yang sama tersebut.
2. Penelitian ini baru sebatas menyajikan pengaruh pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual dan Direct Instruction terhadap kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Dasar kelas IV semester 2, karena itu pembaca dapat mengembangkan penelitian lain yang sejenis atau yang dianggap lebih baik, tentunya dengan pendekatan lain dan kemampuan matematis lainnya tentunya memperhatikan jumlah sampel dan soal yang lebih banyak agar hasil dari penelitian lebih objektif.
164
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N.L. (2010). Model Pembelajaran Osbon untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Skripsi pada
FPMIPA. UPI: Tidak diterbitkan.
Ahmadi I.K & Amri S.(2010). Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif
dalam Kelas (Metode, Landasan Teoritis-Praktis dan Penerapannya).
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Arifin, Zainal. (2011). EvaluasiPembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya Berns, R.G& Erickson, P.M. (2001). Contextual Teaching and Learning. The
Highlight Zone: Research a Work No. 5 [Online] Available:
Tersedia:http://www.ncte.org/publications/infosyntesis/highlight05/index .asp?dirid=145&dspid=1.(28 Oktober 2012)
BNSP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permen No. 22 Tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning). Jakarta: Dikdasmen.
Depdiknas. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning (CTL)). Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah.
Gulo, W. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Hergenhahn, B.R.& Olson, M.H. (2008). Theories Of Leraning. Jakarta: Kencana.
Hudoyo, H. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK.
Jacob, C. (2010). Pemecahan Masalah Matematis: Suatu Telaah Perspektif
Teoritis dan Praktis. Makalah Disajikan pada Pengabdian kepada
165
Johnson, E. (2011). CTL “Contextual Teaching & Learning” Menjadikan
Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung:
KAIFA.
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi. Bandung; Refika Aditama.
Krulik, S dan Rudnick, J.A (1995). The New Sourcebook for Teaching
Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Massachusetts:
Allyn & Bacon A Simon & Schuster Company.
Kusuma, D.A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik dengan
Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme. [Online]. Tersedia:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/meningkatkan-kemampuan-koneksi-matematik.pdf. [14 Oktober 2012].
Maulana. (2008). Pembelajaran Matematika yang Konstruktif. Buku Pedoman
Pelaksanaan Program Latihan Profesi (PLP) dan Pembelajaran Mata Pelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang: UPI
Muslich, M. (2007). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual; Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengurus Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School
Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Nur, M & Kardi, S. 2000. Pengajaran Langsung. Pusdat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana. UNESA.
Nurhadi.(2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Nurhadi,& Senduk, A. G. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Putri, H. E. (___). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan
Kemampuan Koneksi Siswa SD. [Online]
Tersedia:http://jurnal.upi.edu/md/view/719/pembelajaran-kontekstual- dalam-upaya-meningkatkan-kemampuan-koneksi-matematik-siswa-sd.html (7 November 2012)
166
Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sarbani, B. (2008). Standar Proses Pembelajaran Matematika. [online]. Tersedia: 4 Oktober 2012].
Setiawan, A. (2009). Implementasi Model Pembelajaran Conceptual
Understanding Procedures (CUPs) sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Sugiono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Sunarto. (2009). Pengertian Metode Ekspositori. [Online]. Terdapat: sunartombs.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-metode-ekspositori/ (28 Oktober 2012)
Suyatno. (2004). Teknik pembelajaran bahasa dan sastra berdasarkan
kurikulum berbasis kompetensi. Jakarta: SIC
Trianto. (2007). Innovasi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Turmudi. (2009). Pemodelan Matematika suatu Alternatif Membelajarkan
Siswa. Seminar Nasional. Tidak diterbitkan. [Online]
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/TU RMUDI/
(28 Oktober 2012)
Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-model Pembelajaran Matematika. (Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dan Calon Guru Profesional). Bandung: Mandiri
Yuniawatika. ( ___ ). Penerapan Pembelajaran Matematika dengn Strategi
167
Tersedia:http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/view/673/penerapan- pembelajaran-matematika-dengan-strategi-react-untuk-meningkatkan- kemampuan-koneksi-dan-representasi-matematik-siswa-sekolah-dasar-studi-kuasi-eksperimen-di-kelas-v-sekolah-dasar-kota-cimahi-.html.
(7 November 2012)
_____. http://edukasi.kompas.com/
_____.http://belajarpsikologi.com/pengertian-media-pembelajaran/
_____.http://sudarmanbennu.blogspot.com/2010/02/pemahaman-konsep.html
_____.http://noviarni23gmailcom.blogspot.com/
_____.http://topynapoppy21.wordpress.com/2013/01/22/rme/
_____.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131930135/2008_Koneksi_Mat.p df