i
PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR
HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Disusun Oleh Nadya Novalinda NIM 13308141028
PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata
penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli.
Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode
berikutnya.
Yogyakarta, 29 Maret 2017
Yang menyatakan,
v MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyirah:6)”
“Naiklah setinggi-tingginya tanpa menjatuhkan orang lain”
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala rasa puji dan syukur kepada Allah Ku persembahkan skripsi ini kepada:
Bapakku “Samiyono” dan Ibuku “Suprapti”, terimakasih atas segala do’a, cinta, kasih saying, dan pengorbanan yang selama ini
mendorongku untuk menjadi insan yang berguna, mandiri serta
dewasa.
Saudara kandungku tercinta Ninda, Nita, Dimas, Dina dan Vina. Kalian
menginspirasiku untuk terus maju dan menjadi dewasa.
Simbahku, “Mbok tuo”, terimakasih atas doa yang tiada hentinya slalu kau panjatkan setiap hari untuk keberhasilanku dan cucu-cucumu.
Teman terdekat, teman terbaik . Terimakasih atas dukungan, motivasi,
waktu, tenaga bahkan materi yang sudah diberikan padaku.
Semua teman-teman Biologi B 2013, sahabat-sahabatku terimakasih
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya, L.)
terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih
(Rattus, norvegicus, L.)” untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan penelitian dan
penulisan Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan serta tidak akan
terlaksana dengan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Paidi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Ibu Dr. Tien Amniatun, M.Si, selaku Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Yogyakarta.
4. Bapak drh. Tri Harjana, M. P, selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan saran, bimbingan, evaluasi selama penelitian,
viii
5. Bapak Ir. Ciptono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan saran, bimbingan, evaluasi selama penelitian,
penyusunan hingga penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.
6. Bapak dan ibu dosen serta karyawan Jurusan Pendidikan Biologi
Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan bimbingan serta arahan
selama menjalankan studi di jurusan biologi.
7. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran pembuatan Tugas Akhir Skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir Skripsi ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun sehingga dapat menyempurnakan tugas akhir skripsi ini dan
perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Terimakasih.
Yogyakarta, 29 Maret 2017
Penulis,
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... ii iii HALAMAN PENYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
G. Batasan Operasional ... 6
x
Halaman
A. Pepaya (Carica papaya, L.)... 7
1. Klasifikasi dan Morfologi ... 7
2. Kandungan Kimia Biji Pepaya ... B. Fitoestrogen ... C. Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus, L) ... 1. Klasifikasi dan Morfologi ... 2. Tikus Putih sebagai Hewan Uji Percobaan ... 3. Siklus Reproduksi Tikus Putih ... 4. Uterus ... D. Hemoglobin ... 1. Pengertian ... 2. Kadar Hemoglobin ... E. Kerangka Berpikir Teoritik ... F. Hipotesis ... 9 10 13 13 13 14 17 26 26 27 27 29 BAB III. METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Pelaksanaan Penelitian ... 30
1. Waktu Penelitian ... 30
2. Lokasi Penelitian ... 30
C. Objek Penelitian ... 30
xi
Halaman
2. Sampel penelitian ... 30
D. Variabel Penelitian ... 31
1. Variabel bebas... 31
2. Variabel tergayut ... 31
3. Kondisi Terkontrol ... 31
E. Alat dan Bahan ... 31
1. Alat ... 31
2. Bahan ... 32
F. Prosedur Kerja ... 32
1. Tahap Persiapan ... 2. Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya ... 3. Aklimatisasi ... 32 33 33 4. Penentuan Dosis Ekstrak Biji Pepaya ... 34
5. Pemberian Ekstrak Biji Pepaya... 35
6. Ulas Vagina ... 35
7. Pengambilan Darah dan Perhitungan Kadar Hemoglobin... 8. Pembedahan Tikus ... 9. Pembuatan Preparat ... 10.Pengamatan Histologik ... 36 37 37 42 G. Teknik Penempatan Sampel ... 43 H. Teknik Pengumpulan Data ... I. Teknik Analisis Data ...
43
xii
Halaman
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Hasil Penelitian... 45
1. Ketebalan Lapisan Endometrium ... 45
2. Kadar Hemoglobin ... 49
B. Pembahasan ... 51
BAB V. PENUTUP ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ketebalan Lapisan Endometrium Uji Pendahuluan……… 34
Tabel 2. Kadar Hemoglobin Uji Pendahuluan………. 34
Tabel 3. Penempatan Sampel Tikus Putih……… 43
Tabel 4. Data Ketebalan Endometrium……… 46
Tabel 5. Analisis Annova Ketebalan Lapisan Endometrium……… 47
Tabel 6. Analisis AnnovaKadar Hemoglobin………. 49
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Morfologi Biji Pepaya ……… 9
Gambar 2. Struktur Kimia Flavonoid……… 14
Gambar 3. Mikrograf Epitel Vagina Fase Estrus……….. 17
Gambar 4. Anatomi Tikus Putih……… 19
Gambar 5. Struktur Kimia Estrogen……….. 24
Gambar 6. Struktur Dasar Molekul Hemoglobin……….. 28
Gambar 7. Kerangka Berpikir Teoritik………. 31
Gambar 8. Mikrograf Uterus Tikus Putih setelah Mendapat Perlakuan Ekstrak Biji Ppepaya……….. 47
Gambar 9. Diagram Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium………... 50
Gambar 10. Diagram Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Kadar Hemoglobin………. 53
Gambar 11. Pemeliharaan Tikus ……… 66
Gambar 12. Proses Pencekokan Tikus Secara Oral ……….. 66
Gambar 13. Proses Pengeringan Biji Pepaya ……… 66
Gambar 14. Penggilingan Biji Pepaya ……….. 67
Gambar 15. Biji Pepaya yang sudah digiling ……… 67
Gambar 16. Proses Penyaringan Ekstrak Kental ………... 68
Gambar 17. Proses Pengentalan Ekstrak Biji Pepaya ……… 69
Gambar 18. Proses Pengambilan Darah melalui Vena Orbitalis ……….. 70
Gambar 19. Darah Tikus yang diambil ditempatkan pada Mikrotube…. 70
xv
Halaman
Gambar 21. Proses Pembiusan Tikus menggunakan Kloroform …….. 70
Gambar 22. Proses Pembedahan Tikus ……… 70
Gambar 23. Pengambilan Organ Uterus ……….. 70
Gambar 24. Preparat Organ Uterus ………. 70
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Keseluruhan Ketebalan Lapisan Endometrium……. 62
Lampiran 2. Hasil Analisis One Way Annova Ketebalan Lapisan Endometrium……… 63
Lampiran 3.Hasil Analisis One Way Annova dan DMRT Kadar Hemoglobin……… 64
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian……….. 67
Lampiran 5. SK Pembimbing……….. 72
Lampiran 6. SK Penguji……….. 74
xvii
PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR HEMOGLOBIN
TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.)
Oleh: Nadya Novalinda NIM. 13308141028
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattusnorvegicus, L).
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen menggunakan pola penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Obyek yang digunakan dalam penelitian yaitu tikus putih betina galur Wistar yang berumur ± 2 bulan dengan berat 150-200 gram yang belum pernah bunting. Tikus dibagi menjadi empat kelompok perlakuan, yaitu kontrol (tanpa pemberian ekstrak biji pepaya), perlakuan 1 (300 mg/150 gram BB tikus/hari), perlakuan 2 (350 mg/150 gram BB tikus/hari), dan perlakuan 3 (400 mg/150 gram BB tikus/hari). Variabel tergayut dalam penelitian ini adalah ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih. Perlakuan dilakukan selama 21 hari. Analisis One Way Annova
digunakan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak memberikan pengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap ketebalan lapisan endometrium, namun berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin (P<0,05).
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup
luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai
warisan budaya bangsa yang terus ditingkatkan melalui penggalian,
penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan
dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan bentuk
sediaan dan pemanfaatannya, obat tradisional di Indonesia dikelompokkan
menjadi tiga bagian yaitu tanaman obat keluarga (TOGA), jamu dan
fitofarmaka. Pemanfaatan obat tradisional ini selain sebagai pencegahan
juga sebagai pengobatan terhadap jenis penyakit pada berbagai organ
tubuh manusia hingga yang berhubungan dengan organ reproduksi.
Fitohormon merupakan senyawa alami yang berasal dari tumbuhan
yang memiliki aktivitas estrogenik karena strukturnya mirip dengan
estrogen alami dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen tersebut.
Estrogen alami tidak hanya ada pada hewan ataupun manusia, akan tetapi
senyawa yang mirip dengan estrogen juga ditemukan pada beberapa
tanaman yang biasanya disebut fitoestrogen.
Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam
reproduksi betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), hormon estrogen yang
memiliki peran utama dalam sirkulasi dan juga merupakan bentuk aktif
yang diproduksi oleh ovarium (sel techa folikel). Estrogen ini diperlukan
untuk beberapa hal, misalnya adalah manifestasi fisiologik dari uterus,
mempengaruhi pertumbuhan endometrium uterus, perubahan-perubahan
histologis pada epitelium vagina selama siklus estrus, mengontrol
pelepasan hormon pituitary (FSH dan LH), serta mempengaruhi
pertumbuhan kelenjar mammae atau kelenjar susu pada hewan mamalia
(Suhandoyo dan Ciptono, 2009: 34).
Ukuran uterus meningkat menjadi dua kali lipat, tetapi yang lebih
penting daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang
berlangsung pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen.
Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma
endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar
endometrium (Guyton and Hall, 2007: 1070).
Efek estrogen pada kadar hemoglobin yaitu, ketika estrogen dalam
jumlah normal disuntikkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah
sel-sel darah merah meningkat sampai 15-20 persen. Oleh karena sel-sel-sel-sel darah
merah yang meningkat, maka kadar hemoglobin pada darah juga
meningkat (Guyton and Hall, 2007:1058)
Biji pepaya merupakan salah satu biji yang mengandung
fitoestrogen. Fitoestrogen memiliki dua gugus hidroksil atau bisa disebut
gugus fungsional (OH). Struktur kimia fitoestrogen memiliki kemiripan
kompetitor aktif untuk reseptor estrogen, terutama reseptor β (Sitasiwi,
2009: 2).
Fitoestrogen merupakan senyawa alami yang berasal dari tanaman
yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik di dalam tubuh. Secara
kimiawi, senyawa fitoestrogenik memang tidak identik dengan hormon
estrogen endogen. Senyawa fitoestrogen dapat mengisi reseptor estrogen
yang kosong dan menghasilkan efek estrogenik yang mirip dengan
estrogen endogen, meskipun intensitasnya lebih ringan (Muflichatun,
2008: 55).
Enzim papain yang terkandung dalam biji pepaya bersifat
proteolitik, yaitu memiliki fungsi mempercepat proses pemecahan protein
menjadi asam amino yang dapat digunakan untuk seluruh proses
metabolisme di dalam tubuh. Sintesis yang menggunakan asam amino
misalnya dalam proses pembentukan sel darah merah yang akan
berpengaruh pada kadar hemoglobin.
Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormon estrogen karena
estrogen berperan langsung dalam pengeluaran mukus pada endometrium.
Salah satu komponen dari lapisan dinding endometrium adalah kelenjar
endometrium. Kelenjar endometrium memiliki peran yang sangat penting
dalam menentukan ketebalan lapisan endometrium.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
betina (Rattus norvegicus, L.) strain Wistar yang belum pernah bunting.
fisiologi dari organ-organ tersebut sistematis kerjanya hampir sama
dengan fungsional anatomi organ manusia.
Uraian latar belakang masalah di atas, peneliti memanfaatkan biji
pepaya untuk dijadikan ekstrak yang nantinya akan diberikan secara oral
kepada hewan uji. Pemberian ekstrak biji pepaya pada tikus dibedakan
pada kadar/dosis pada masing-masing kelompok, yaitu 300 mg/150 gram
BB tikus/hari, 350 mg/150 gram BB tikus/hari dan 400 mg/150 gram BB
tikus/hari. Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak biji pepaya dengan berbeda dosis pada organ reproduksi
sehingga dapat diimplementasikan untuk kesejahteraan manusia.
B. Identifikasi Masalah
1. Pengaruh ekstrak biji pepaya terhadap ketebalan lapisan endometrium
belum diketahui.
2. Ketebalan lapisan endometrium adalah salah satu lapisan pada uterus
dan dalam penebalannya dipengaruhi oleh efek estrogen. Fitoestrogen
yang terkandung dalam biji pepaya belum diketahui lebih lanjut
pengaruhnya terhadap ketebalan lapisan endometrium.
3. Pengaruh ekstrak biji pepaya, terhadap kadar hemoglobin per mm3
darah belum diketahui.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka
papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar
hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus, L.).
D. Rumusan Masalah
1. Apa ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) berpengaruh terhadap
ketebalan endometrium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.)?
2. Apa ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) berpengaruh terhadap
kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.)?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) terhadap
ketebalan endometrium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).
2. Mengetahui pengaruh ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) terhadap
terhadap kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi:
1. Peneliti
a. Memberi informasi mengenai manfaat yang terdapat di dalam biji
pepaya yang diketahui melalui penelitian ini, yaitu pemberian
ekstrak biji pepaya pada hewan coba berupa tikus putih betina.
b. Memberi sumbang ilmu di bidang anatomi dan fisiologi, khususnya
2. Masyarakat
a. Menciptakan peluang penelitian berkelanjutan mengenai manfaat lain dari kandungan biji pepaya yang dapat dimanfaatkan untuk
makhluk hidup.
b. Masyarakat dapat menyikapi dengan baik akan kandungan biji pepaya dan dapat memberi tolenransi batas pengonsumsian biji
pepaya.
G. Definisi Operasional
1. Jenis pepaya yang digunakan merupakan jenis dengan nama spesies
Carica papaya, L. yang berasal dari pedagang buah di pasar
Demangan.
2. Ketebalan lapisan endometrium diukur dari lumen hingga batas lapisan
perimetrium.
3. Tikus yang digunakan adalah jenis tikus putih betina (Rattus
norvegicus, L.) strain Wistar dengan umur 2 bulan karena pada tikus
kematangan organ reproduksi terjadi, dan berat badan rata-rata ±200
gram. Tikus putih betina ini berasal dari (LPPT) Fakultas Farmasi
UGM.
4. Kadar Hemoglobin dilakukan dengan cara mengambil sampel darah
dari vena orbitalis pada tikus, penghitungan kadar menggunakan
1 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pepaya (Carica papaya, L.) 1. Klasifikasi dan Morfologi
Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh
tegak. Batang tidak berkayu, silindris, berongga dan berwarna putih
kehijauan. Tanaman ini termasuk perdu. Tinggi tanaman berkisar
antara 5-10 meter, dengan perakaran yang kuat. Tanaman pepaya tidak
mempunyai percabangan. Daun tersusun spiral menutupi ujung pohon.
Daunnya termasuk tunggal, bulat, ujung meruncing, pangkal bertoreh,
tepi bergerigi, berdiameter 25-75 cm. Pertulangan daun menjari dan
panjang tangkai 25-100 cm. Daun pepaya berwarna hijau. Helaian
daun pepaya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun
pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis ditengah, akan
nampak bahwa daun pepaya tersebut simetris. Bunga pepaya berwarna
putih dan berbentuk seperti lilin (Muktiani, 2011).
Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga
ketinggian 1000 mdpl. Biji pepaya bentuknya agak bulat, besarnya
dapat mencapai 5 mm dan terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan
dan kulit biji. Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya buah.
Permukaan biji agak keriput dan dibungkus oleh kulit ari yang bersifat
seperti agar atau transparan, kotiledon putih, rasa biji pedas atau tajam
2
Gambar 1. Morfologi Biji Pepaya (Dokumentasi Penelitian, 2017)
Menurut Tjitrosoepomo (2004), sistematika tumbuhan pepaya
(Carica papaya, L.) berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Cistales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya, L.
Tanaman pepaya merupakan salah satu sumber protein nabati.
Pepaya (Carica papaya, L.) merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika tropis. Buah pepaya tergolong buah yang popular dan
digemari hampir seluruh penduduk di bumi ini (Kalie, 2009). Pepaya
(Carica papaya, L.) merupakan tanaman yang cukup banyak
3
2. Kandungan Kimia Biji Pepaya (Carica papaya, L.)
Kandungan kimia yang terdapat dalam biji pepaya adalah
glucoside cacirin dan carpaine. Getah mengandung papain,
chymopapain, lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase. Papain
merupakan enzim yang ada dalam biji pepaya berfungsi untuk
membantu mencerna protein di lambung karena sifatnya yang
proteolitik dan digunakan untuk membantu pencernaan yang kurang
baik dan radang lambung (Dalimartha, 2009).
Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini
ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin dan
minyak atsiri. Dalam biji pepaya mengandung senyawa-senyawa
steroid (Satriasa dan Pangkahila, 2010). Kandungannya berupa asam
lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati
dan Purwanti, 2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji
pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan
fenol, flavonoid, terpenoid dan saponin (Warisno, 2003). Zat-zat aktif
yang terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa berefek sitotoksik,
anti androgen atau berefek estrogenik (Lohiya et al., 2002). Alkaloid
salah satunya yang terkandung dalam biji papaya dapat berefek
sitotoksik. Efek sitotoksik tersebut akan menyebabkan gangguan
metabolisme sel spermatogenik (Arsyad, 1999).
Biji pepaya jangan sekali-kali termakan oleh orang yang
4
yang keguguran akibat memakan biji pepaya ini biasanya sulit hamil
kembali karena adanya pengeringan rahim akibat masuknya enzim
proteolitik seperti papain, chymopapain A, chymopapain B, dan
peptidase pepaya. Enzim papain berfungsi untuk memecah protein
karena memiliki sifat proteolitik, enzim khimorprotein berfungsi
sebagai katalisator dalam reaksi hidrolisis antara protein dengan
polipeptida.
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya
diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan
triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin (Sukadana, 2007).
B. Fitroestrogen
Kata fitoestrogen atau phytoestrogen berasal dari kata "phyto"
yang berarti tanaman, dan "estrogen" yang merupakan hormon alami pada
wanita yang mempengaruhi organ reproduksi. Dengan demikan,
fitoestrogen dapat diartikan sebagai senyawa alami dari tanaman yang
mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Secara kimiawi,
senyawa fitoestrogen memang tidak identik dengan hormon estrogen
alami. Namun demikian, senyawa fitoestrogen dapat mengisi situs reseptor
estrogen yang kosong dan menghasilkan efek estrogenik yang mirip
dengan estrogen alami, meskipun intensitasnya lebih ringan.. Aktivitas
dari khasiat yang mirip dengan estrogen endogen ini hanya beberapa saat,
dan pada umumnya tidak dapat disimpan oleh jaringan tubuh dalam waktu
5
Pada kasus estrogen-dominan, pemberian fitoestrogen boleh jadi
merupakan alternatif yang baik. Karena fitoestrogen ini dapat bersaing
dengan estrogen endogen di dalam tubuh dalam menduduki reseptor
estrogen. Hal ini dapat membantu mengurangi efek estrogenik keseluruhan
dalam tubuh, karena efek dari fitoestrogen cenderung lebih ringan
daripada estrogen alami dalam tubuh (Biben, 2012).
Fitoestrogen dapat terserap dalam tubuh dan mengalami berbagai
macam perubahan dengan cara dipecah menjadi komponen lain yang
berbeda didalam tubuh tetapi masih mengandung khasiat yang sama
seperti estrogen alami atau disebut estrogen endogen (Biben, 2012: 1-2).
Fitoestrogen mempunyai afinitas ikatan dengan reseptor estrogen yang
terdapat di beberapa organ tubuh, yaitu uterus, ovarium, kelenjar
mammae, tulang, hipotalamus, kelenjar pituitaria, sel Leydig, prostat, dan
epididimis (Kim dan Park, 2012).
Dalam biji pepaya sendiri terdapat salah satu senyawa bentuk
fitoestrogen, yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu kelompok
senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam
jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik
dengan struktur kimia C6-C3-C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu
cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa
heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini
6
Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar
molekulnya (Abdi Redha, 2010: 197).
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15
atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai
propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini
dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau
neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis
tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem
1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak
ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoid utama.
Gambar 2. Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid (Hardianzah, R. 2009: 43).
Banyaknya senyawa flavonoid ini disebabkan oleh berbagai tingkat
hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.
Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan
perbedaan distribusi dari gugus hidroksil (fungsional) ditunjukkan pada
7
sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti
etanol, metanol, etilasetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat
digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan ( Rijke,
2005).
C. Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus, L.)
Rattus norvegicus merupakan salah satu jenis hewan yang biasa
digunakan untuk keperluan uji laboratorium. Rattus norvegicus mudah
ditemukan secara liar maupun ditangkar.
1. Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi tikus putih menurut Priyambodo (1995: 55), adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
2. Tikus Putih sebagai Hewan Uji Percobaan
Tikus putih sering digunakan sebagai hewan uji percobaan
dikarenakan, anatomi dari organ-organ tikus putih bekerja sistematis
8
itu, tikus putih banyak digunakan dalam uji praklinis yang selanjutnya
hasil ujinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia untuk
kesejahteraan khususnya di bidang medis atau kesehatan (Smith &
Mangkoewidjojo, 1998)
3. Siklus Reproduksi Tikus Putih
Tikus putih betina siap untuk bereproduksi setelah umur 50-60
hari. Vagina tikus putih mulai terbuka pada umur 35-90 hari. Siklus
estrus pada tikus putih berlangsung sekitar 4-5 hari dengan lama waktu
selama 12 jam setiap siklus, estrus dimulai pada malam hari (Malole &
Pramono, 1989 dalam Amri, 2012: 16).
Estrus adalah suatu periode di mana secara psikologis dan
fisiologis bersedia menerima pejantan untuk melakukan perkawinan.
Sedangkan, siklus estrus adalah suatu periode birahi ke pemulaan
periode berikutnya sampai akhir periode (Nalbandov, 1990: 140).
Vaginal smear, cervix smear dan endometrium smear, dapat
menunjukkan waktu ovulasi secara persis dan daur estrus. Ciri-ciri dari
daur estrus dapat dibedakan menjadi 4 fase, yaitu:
a. Proestrus : terdapat sel epitel biasa
b. Estrus : terdapat sel epitel menanduk
c. Metestrus : terdapat sel epitel menanduk dan leukosit banyak
d. Diestrus : terdapat banyak sel epitel biasa
Proestrus merupakan tahap pemasakan folikel dan
9
luteum dari fase sebelum proestrus. Selama periode proestrus, kadar
progesterone menurun, memungkinkan pelepasan FSH dan
peningkatan kadar estrogen yang mampu membangkitkan birahi
(Brown, 1992: 515). Masa pertumbuhan folikel dan produksi estrogen
tinggi merupakan periode proestrus. Pada periode proestrus
berlangsung selama kurang lebih 12 jam dan apabila diamati
menggunakan mikroskop, bekas ulasan vagina memperlihatkan sel
epitel yang berinti,
Estrus merupakan tahap kelangsungan perkawinan, dimana
ovulasi sedang berlangsung. Ovulasi didahului oleh pengaruh
gelombang hormon LH. Pada akhir estrus, kadar estrogen menurun
(Brown, 1992: 515). Yatim (1982: 104) mengatakan bahwa periode
estrus disebut juga periode birahi (klimaks fase folikel) dan kopulasi
atau pembuahan dimungkinkan hanya pada saat periode ini. Periode
[image:32.595.211.480.501.658.2]estrus berlangsung selama 12 jam.
10
Metestrus merupakan periode yang berlangsung selama 10-14
jam. Pada periode ini biasanya tidak terjadi perkawinan, di tempat
folikel de graff yang baru melepas ovum, terbentuk korpus hemorghi
ovarium. Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan terganggu selama
masa kebuntingan tersebut (Yatim, 1982: 106).
Manifestasi birahi ditimbulkan oleh hormon estrogen yang
dihasilkan oleh folikel ovarium. Tikus yang sedang mengalami masa
estrus cenderung lebih sering bergerak aktif secara spontan
dibandingkan saat mengalami fase yang lain (Nalbandov, 1990: 141).
Perubahan organ reproduksi hewan betina dipengaruhi oleh siklus
estrus. Perubahan tersebut seperti servik mensekresi lender dalam
jumlah banyak dan cair selama masa estrus, vagina bersifat lebih
alkalis ssaat fase diestrus dan bersifat lebih asam saat masa estrus pada
beberapa hewan seperti sapi, kuda dan tikus.
Diestrus merupakan fase dimana ovarium dan alat kelamin
tambahan mengalami perubahan berangsur kembali pada suasana
tenang dan istirahat. Fase ini berlangsung selama 60-70 jam, dan
terjadi regresi fungsional korpus luteum. Menurut Dellman dan Brown
(1992: 515) pada tahap diestrus korpus luteum mulai aktif, sehingga
pengaruh luteal progesterone sangat jelas terlihat pada alat kelamin
sekunder. Kelenjar endometrium selama fase diestrus mengalami
11 4. Uterus
Uterus merupakan salah satu organ reproduksi betina yang
berfungsi sebagai penerima dan tempat perkembangan ovum yang
telah dibuahi. Uterus pada tikus putih berupa tabung ganda, disebut
tipe dupleks (Partodiharjo, 1980). Dinding uterus terdiri dari tiga
lapisan utama, yaitu lapisan endometrium, miometrium, dan
perimetrium (Burkitt et al., 1993). Lapisan endometrium merupakan
lapisan yang responsif terhadap perubahan hormone reproduksi,
sehingga perubahan lapisan ini bervariasi sepanjang siklus estrus dan
dapat dijadikan indickator terjadinya fluktuasi hormon yang sedang
terjadi (Dellman and Brown, 1992).
a. Anatomi
Tikus memiliki uterus berbentuk dupleks, dengan dua
serviks tanpa badan uterus dan pemisahan tanduk secara sempurna.
Seluruh organ melekat pada dinding pinggul dan dinding perut
dengan perantaraan ligamentum uterus yang lebar dinamakan
ligamentum lata uteri. Ligament ini membantu uterus untuk dapat
12
Gambar 4. Anatomi Tikus Putih (Dokumentasi Penelitian, 2017)
b. Struktur Histologik
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium,
miometrium dan perimetrium.
1) Endometrium
Endometrium terdiri dari dua daerah yang berbeda dalam
bangun serta fungsinya. Lapisan superfisial disebut zona
fungsional, dapat mengalami degenerasi sebagian atau seluruhnya
selama masa reproduksi dan dapat hilang pada beberapa spesies.
Suatu lapis dalam tipis disebut zona basalis tetap bertahan
sepanjang daur. Bila zona fungsional hilang, dapat diganti oleh
lapisan tersebut (Dellman Brown, 1992: 512-514)
Endometrium terdiri dari selapis sel kolumner yang
mengelilingi seluruh permukaan endometrium dan membatasi
lumen uterus, lapisan kelenjar dan jaringan ikat longgar
13
yang tersususun atas epitel kolumner dengan nuclei dibagian
bawah. Kelenjar ini melebar dan terbuka pada permukaan
endometrium. Terdapat dua pembuluh darah dalam endometrium,
yaitu pembuluh darah spiral dan lurus. Sepanjang siklus estrus,
kelenjar dan pembuluh darah mengalami perubahan struktur.
Peningkatan hormon estrogen yang terjadi pada fase proestrus
sampai fase estrus menyebabkan pertumbuhan serta percabangan
kelenjar, sedangkan kenaikan progesterone setelah fase estrus
menyebabkan peningkatan aktivitas sekresi kelenjar endometrium.
Pertambahan tebal lapisan endometrium berjalan seiring
dengan perkembangan dari struktur kelenjar endometrium
sepanjang siklus. Kelenjar endometrium merupakan kelenjar
tubular yang masih sederhana dan mengalami perubahan sepanjang
siklus estrus. Aksi hormon estradiol sepanjang fase folikular
menyebabkan proliferasi lapisan endometrium, termasuk pada
kelenjar endometrium. Peningkataan kandungan strogen dapat
merangsang pertumbuhan dan percabangan dari kelenjar
endometrium, tetapi uliran dan sekresi kelenjar tidak dapat terjadi
sebelum adanya rangsangan dari hormon progesterone (Dellman
and Brown, 1992: 514)
2) Miometrium
Miometrium terdiri dari lapisan otot sebelah dalam yang
14
sel-sel otot polos yang mampu meningkatkan jumlah serta
ukurannya selama kebuntingan berlangsung. Di antara kedua
lapisan tersebut terdapat lapis vascular yang mengandung arteri
besar, vena serta pembuluh limfe. Pembuluh darah tersebut
memberikan darah pada endometrium (Dellman and Brown,
1992: 515)
3) Perimetrium
Perimetrium atau tunika serosa terdiri dari jaringan ikat
longgar yang dibalut oleh mesotel atau peritoneum. Sel-sel otot
polos terdapat dalam perimetrium. Banyak pembuluh darah,
pembuluh limfe dan saraf pada lapisan ini. Perimetrium, lapis
memanjang dari miometrium, dan lapis vaskular dari
miometrium, seluruhnya berlanjut dengan bangun ligamentum
uterus (Dellman and Brown, 1992: 515).
c. Fungsi Uterus
Fungsi uterus adalah, sewaktu perkawinan, kontraksi uterus
mempermudah pengangkutan spermatozoa ke tuba fallopi.
Sebelum implantasi, cairan uterus menjadi medium blastosit.
Sesudah implantasi, uterus menjadi tempat pembentukan plasenta
dan perkembangan fetus. Saat partus, kontraksi uterus berperan
15
d. Pengaruh Hormon pada Endometrium
Perubahan siklik pada lapisan endometrium diatur oleh aksi
dari hormon-hormon hipotalamus-hipofisis-gonad. Aktivitas
hipotalamus dipicu oleh rangsangan lingkungan luar dan kadar
hormon estrogen di dalam sirkulasi darah. Produsen utama dari
hormon betina adalah ovarium dan hormon yang bekerja pada
seksualitas betina adalah estrogen dan progesteron. Estrogen
bekerja untuk merangsang pertumbuhan dari endometrium dan
mioetrium.
Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron di dalam
endometrium dipengaruhi hormon estogren yang mengakibtkan
progesteron dapat merangsang endometrium tetapi setelah
endometrium tersebut dirangsang oleh estrogen terlebih dahulu.
Terdapat rangsangan dari hormon yang disekresikan oleh
hipotalamaus dalam proses produksi hormon-hormon tersebut,
antara lain FSH-RH dan LH-RF. FSH-RH (Follicle Stimulating
Hormone-Releasing Hormone) bertugas untuk merangsang FSH
untuk disekresikan. FSH berfungsi merangsang pembentukan
folikel sampai folikel tersebut masak tetapi tidak menyebabkan sel
telur ovulasi. Folikel tersebut mensintesis dan mensekresi
penmbentukan estrogen, saat fase folikel ini bertepatan dengan fase
proliferasi pada uterus, peningkatan kadar estrogen merangsang
16
darah. Sedangkan LH-RF (Luteinizing Hormone- Releasing
Factor) berfungsi untuk merangsang sekresi dari LH. LH berfungsi
untuk melakukan rangsangan pada sel granulosa dan techa folikel
ovarium untuk memproduksi hormon estrogen, produksi LH yang
semakin banyak diikuti oleh produksi estrogen yang semakin
banyak pula. Pertumbuhan dari folikel ovarium dirangsang oleh
FSH yang disekresikan oleh hipofisa (Yatim, 1992: 106-108)
Kerja dari semua hormon yang terdapat pada ovarium
merupakan rangsangan dari lobus anterior hipofisis, hal ini
mengakibatkan lapisan uterus yang paling dalam mengalami
perubahan struktural secara teratur. Hormon estrogen akan
mempengaruhi endometrium dan miometrium yang merupakan
lapisan penyusun dari uterus (Sugiyanto, 1996: 20-30).
Estrogen adalah salah satu dari hormon reproduksi betina
yang disekresikan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium dengan
struktur yang tersusun atas 18 atom C, gugus –OH fenolik pada
atom C-3, cincin A yang bersifat aromatik dan tidak memiliki
gugus metil pada atom C-10. Bentuk dari hormon estrogen yang
terdapat pada tubuh hewan betina berupa estradiol 17-β, estron dan
estriol, tetapi hormon estrogen yang lazim dijumpai dalam jumlah
yang cukup tinggi dan sesuai dalam tubuh adalah estradiol 17-β
17
Gambar 5. Struktur Kimia Estrogen (Suherman, 1995:11)
Hormon estrogen berasal dari sel-sel techa interna yang
dapat memberikan efek berupa umpan balik positif maupun
negatif. Apabila kadar dari hormon estrogen rendah maka terjadi
sintesis FSH merangsang dan menghambat sintesis dari LH, inilah
yang disebut dengan umpan balik positif. Sedangkan umpan balik
negatif terjadi apabila kadar hormon estrogen tinggi maka akan
menghambat dan menghentikan sintesis FSH dan merangsang
sintesis dari LH (Partodiharjo, 1982: 135-136).
Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan
endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor
progesteron di endometrium sehingga progesteron mampu
mempengaruhi endometrium hanya setelah endometrium
dirangsang oleh estrogen. Progesteron bekerja pada endometrium
yang telah dipersiapkan estrogen untuk mengubahnya menjadi
lapisan yang mengandung banyak nutrisi bagi ovum yang sudah
18
endometrium menjadi longgar dan edematosa akibat penimbunan
elektrolit dan air, yang mempermudah implantasi ovum yang
dibuahi. Progesteron juga mempersiapkan endometrium untuk
menampung embrio yang baru berkembang dengan cara
merangsang kelenjar-kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan
menyimpan glikogen dalam jumlah besar sehingga menyebabkan
pertumbuhan pembuluh darah endometrium. Progesteron juga
menurunkan kontraktilitas uterus agar lingkungan pada uterus
tenang dan kondusif untuk implantasi serta pertumbuhan embrio
(Sherwood, 2001: 713-714).
Estrogen berfungsi untuk manifestasi fisiologik dari uterus,
mempengaruhi pertumbuhan lapisan endometrium pada uterus,
perunahan secara histologis pada epitelium vagina selama siklus
estrus, mengontrol sekresi hormon pituitary (FSH dan LH) dan
berpengaruh pada pertumbuhan kelenjar mamae pada mamalia
(Suhandoyo dan Ciptono., 2009: 34).
e. Siklus Endometrium
Endometrium mempunyai dua daerah berbeda baik bentuk
maupun fungsinya. Daerah yang pertama merupakan lapis
superfisial disebut dengan zona fungsional, yang mengalami
perusakan sebagian atau seluruhnya selama masa estrus, fase
reproduksi atau daur haid dapat hilang pada beberapa spesies.
19
sebagai zona basalis, yang akan tetap bertahan sepanjang daur.
Zona ini berguna untuk menggantikan zona fungsional ketika zona
fungsional hilang. Bagian superfisial yang terdiri dari jaringan ikat
longgar yang mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel
jaringan ikat seperti makrofag, fibroblast dan sel mast terdapat di
bawah epitel zona fungsional. Sedangkan jaringan ikat ikat longgar
yang mengandung sedikit sel dibandingkan lapis superfisial
terdapat pada bagian dalam zona fungsional (Brown, 1992:
512-514).
Terdapat tiga fase yang terjadi pada endometrium, yaitu
fase proliferasi, fase sekresi atau fase luteal dan fase menstruasi.
Fase proliferasi terjadi bersamaan dengan perkembangan folikel
dan pembentukan estrogen pada ovarium. Proliferasi sel terus
berlangsung dengan ditandai adanya mitosis pada sel epitel dan sel
kelenjar. Kelenjar nampak lurus dan lumen uterus sempit pada
akhir masa proliferasi. Dilanjutkan dengan fase sekresi yang
diawali setelah ovulasi, pada fase ini hormon yang berpengaruh
adalah hormon progesteron yang disekesikan oleh korpus luteum.
Progesteron berfungsi untuk merangsang sel kelenjar untuk
mengeluarkan sekret. Di akhir fase sekresi, terjadi kematian
endometrium akibat dari dinding arteria spiralis yang mengalami
kontraksi, menutup aliran darah dan akhirnya menimbulkan
20
menyebabkan munculnya perdarahan pada fase ini, keadaan ini
disebut fase menstruasi, dimana lapisan endometrium berkurang
sehingga hanya menyisakan lapisan basal (Sugiyanto, 1996:20-21).
D. Hemoglobin 1. Pengertian
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas
untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa
pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai
indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah (Supariasa, et al., 2001:
145). Gambar dibawah menunjukkan satu dari empat rantai heme
yang berikatan bersama-sama membentuk molekul hemoglobin
[image:43.595.212.410.454.641.2](Guyton and Hall, 1997).
21 2. Kadar Hemoglobin
Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian
mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan,
nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3% (Supariasa., et al.,
2001:145). Gejala awal anemia berupa badan lemah, kurang nafsu
makan, kurang energi, konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah
terinfeksi penyakit, mata berkunang-kunang, selain itu kelopak mata,
bibir, dan kuku tampak pucat. Penanggulangan anemia pada ibu hamil
dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet besi serta peningkatan
kualitas makanan sehari-hari (Sulistyoningsih, 2010 : 129-130).
Keadaan abnormal kadar hemoglobin dalam darah sering
diabaikan dengan ketidaknormnalan morfologi eritroit, karena
hemoglobin yang terdapat pada eritroit berkurang. Dan ini akibat
berkurangnya kapasitas O2 yang terbawa oleh darah. Membran eritrosit
dan proses metabolisme di dalam eritrosit berperan dalam melindungi
dan memelihara molekul hemoglobin. Membran eritrosit yang tidak
normal akan mengubah struktur dan fungsi hemoglobin (Harper,
1975).
E. Kerangka Berpikir Teoritik
Biji pepaya mengandung senyawa flavonoid dan enzim papain.
Fitoestrogen merupakan senyawa yang berasal dari tanaman. Fitoestrogen
memiliki struktur mirip dengan estrogen alami yang memiliki pengaruh
22
terjadi dikarenakan fitoestrogen yang dapat berikatan dengan reseptor
estrogen endogen di dalam tubuh.
Pemberian esktrak biji pepaya yang mengandung fitoestrogen
diharapkan mampu memberikan efek estrogenik terhadap organ
reproduksi tikus putih yang akan dilihat dari jumlah kelenjar dan ketebalan
endometrium. Sedangkan pertambahan ketebalan lapisan endometrium
disebabkan oleh perkembangan dari struktur dan jumlah kelenjar
endometriu selama siklus estrus. Aksi dari hormon estrogen sepanjang fase
folikular menyebabkan proliferasi lapisan endometrium, termasuk kelenjar
endometrium. Sehingga karena adanya peningkatan estrogen dapat
merangsang pertumbuhan kelenjar endometrium yang akan berpengaruh
pada ketebalan endometrium (Dellman and Brown, 1992: 514).
Ukuran uterus meningkat menjadi dua kali lipat, tetapi yang lebih
penting daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang
berlangsung pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen.
Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma
endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar
endometrium (Guyton and Hall, 2007: 1070).
Efek estrogen pada kadar hemoglobin yaitu, ketika estrogen dalam
jumlah normal disuntikkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah
sel-sel darah merah meningkat sampai 15-20 persen. Apabila sel-sel-sel-sel darah
merah yang meningkat, maka kadar hemoglobin pada darah juga
23
Gambar 7. Kerangka Berpikir Teoritik
F. Hipotesis
Pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) dapat
meningkatkan terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar
hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).
Fitoestrogen
Organ Reproduksi Betina Mirip Struktur Estrogen Endogen
Mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino
(proteolitik) Enzim Papain
Asam amino diperlukan di seluruh proses metabolisme tubuh
Uterus
Vagina Ovarium
Ketebalan Endometrium
Sistem Peredaran Darah
1 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan perlakuan
ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan
endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus, L.).
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu
Penelitian Pendahuluan telah dilaksanakan pada tanggal 1
November-1 Desember 2016 dan Uji Sesungguhnya telah
dilaksanakan pada tanggal 1 Januari – 1 Februari 2017.
2. Tempat
a. Pembuatan ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) dilakukan di
Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM.
b. Pemeliharaan tikus dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan
Laboratorium Biologi FMIPA UNY.
c. Pembuatan preparat histologi organ dilakukan di Laboratorium
Patologi dan Anatomi FK UGM.
d. Pengamatan preparat histologi endometrium dilakukan di
Laboratorium Mikroskopi Jurdik BIOLOGI FMIPA UNY.
2
Tikus putih betina galur Wistar umur 2 bulan dengan berat
badan ± 150 gram.
2. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan adalah 20 ekor tikus yang sudah
dibagi menjadi 4 kandang dengan berat tubuh ± 150 gram yang diberi
ekstrak biji papaya yang memiliki variasi kadar 300 mg/150gramBB
tikus/hari, 350 mg/150gramBB tikus/hari, dan 400 mg/150gramBB
tikus/hari.
D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas dari penelitian ini berupa variasi dosis ekstrak
biji pepaya.
2. Variabel Tergayut
a. ketebalan lapisan endometrium tikus
b. kadar hemoglobin per mm darah.
3. Kondisi Terkontrol
Kondisi kontrol penelitian yaitu berat badan tikus, jenis
kelamin, pemeliharaan tikus, pakan, minuman, kandang, lama
pemeliharaan, umur, waktu pemberian ekstrak.
E. Alat dan Bahan 1. Alat
a. Kandang tikus k. Mikroskop
3
c. Spluit 3 ml m. Bak Parafin
d. Sarung tangan n. Flakon
e. Tempat minum tikus o. Dissecting Set
f. Microtube p.Alat pengukur kadar Hb
g. Timbangan q. Pipet Tetes
h. Hematokrit r. Cotton Buds
i. Object Glass s. Kamera
j. Cover Glass t. Label
2. Bahan
a. Tikus Putih Betina g. Pakan AD 1
b. Ekstrak biji papaya h. Kloroform
c. Aquades i. Giemsa
d. Metanol 0,1% j. Larutan Formalin 10%
e. Alkohol 70% k. HCl 0,1%
f. EDTA l. NaCl 0,9%
F. Prosedur Kerja 1. Tahap Persiapan
a. Menyiapkan tikus putih sebanyak 20 ekor dengan bobot dan umur
yang sama (berat badan rata-rata 150 gram dan umur 2 bulan).
b. Menyiapkan kandang tikus sebanyak 4 kandang.
c. Menyiapkan biji pepaya.
d. Melakukan ektraksi biji pepaya di Laboratorium Penelitian dan
4 2. Pembuatan Estrak Biji Pepaya
a. Mengoven biji pepaya hingga kering atau hingga kadar airnya
habis.
b. Menghaluskan simplisia kering dari biji pepaya menggunakan
mesin penggiling.
c. Memasukkan biji pepaya yang sudah halus ke dalam maserator
dan dituangi dengan etanol 96 % sampai terdapat selapis cairan di
atas simplisia.
d. Melakukan proses maserasi dengan cara perendaman selama 24
jam.
e. Menampung cairan hasil ekstraksi dan sisa ampas simplisia
direndam kembali dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 24
jam.
f. Menampung kembali cairan hasil meserasi dan melakukan
meserasi kembali pada sisa simplisia hingga didapat tiga cairan
hasil meserasi dari simplisia.
g. Mengevaporasi seluruh hasil meserasi tersebut menggunakan alat
evaporator sehingga didapat ekstrak kental yang terpisah dari
pelarut etanolnya.
3. Aklimatisasi
a. Membagi tikus ke dalam 4 kandang yang telah disiapkan dengan
5
b. Memberikan pakan dan minum satu kali sehari.
c. Membersihkan kandang 3 kali sehari dengan mengganti alas tidur
dengan serbuk gergaji yang baru.
d. Aklimatisasi dilakukan selama 7 hari.
4. Penentuan Dosis
Penentuan dosis perlakuan pada penelitian ini didasarkan
pada hasil uji pendahuluan, di mana pada uji pendahuluan terdiri dari
4 kelompok perlakuan. Satu kelompok kontrol yaitu 0 mg ekstrak
biji pepaya dan tiga kelompok perlakuan, masing-masing 100 mg,
200 mg/150gramBB tikus/hari, dan 300 mg/150gramBB tikus/hari
ekstrak biji pepaya. Berikut hasil uji pendahuluan adalah sebagai
[image:51.595.182.519.467.553.2]berikut:
Tabel 1. Rata-rata Ketebalan Lapisan Endometrium Tikus Putih (µm) Uji Pendahuluan
Endometrium
Perlakuan
Kontrol P1 (100mg) P2 (200 mg) P3 (300 mg)
Kanan 719.62 493.05 350.5 550
Kiri 538.65 587.1 342 540.05
Tabel 2. Rata-rata Kadar Hemoglobin Tikus Putih (gr/dl) Uji Pendahuluan
Perlakuan Kadar Hemoglobin Kontrol ( 0 mg) 11,3
[image:51.595.186.450.626.708.2]6
Hasil uji pendahuluan di atas menunjukkan, dosis yang
berpengaruh pada ketebalan dan kadar hemoglobin secara optimal
adalah dosis perlakuan P3 (300 mg/150gramBB tikus/hari), maka
dari itu peneliti menaikkan dosis untuk penelitian selanjutnya
menjadi 300 mg/150gramBB tikus/hari, 350 mg/150gramBB
tikus/hari dan 400 mg/150gramBB tikus/hari ekstrak biji pepaya.
5. Pemberian Ekstrak Biji Pepaya
Sebelum tikus diberi perlakuan ekstrak biji papaya dilakukan
ulas vagina terlebih dahulu untuk mengetahui siklus estrus tikus.
Apabila tikus dalam keadaan estrus maka pemberian ekstrak biji
pepaya dilakukan secara oral dengan menggunakan disposable
syringe. Waktu pemberian ekstrak biji pepaya adalah siang hari jam
10.00 WIB. Ekstrak biji pepaya diberikan selama 21 hari.
6. Ulas Vagina
Ulas vagina dilakukan pada awal sebelum dan setelah tikus
mendapatkan perlakuan yaitu pada pertama dan hari ke 22. Apabila
tikus dalam masa estrus maka langsung dilakukan pembedahan.
Adapun prosedur apus vagina adalah gelas objek dibersihkan
terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70%. Kemudian
cutton bud kecil dicelupkan ke dalam garam fisiologi (NaCl 0,9%)
kemudian dimasukkan ke dalam vagina tikus kira-kira 1 cm
dengan diputar secara perlahan satu arah tanpa diulangi kearah
7
gerakan satu arah putaran. Kemudian diwarnai dengan
menggunakan giemsa 10% selama 15 menit. Setelah itu, dicuci
dengan menggunakan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan
ulas vagina kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya.
7. Pengambilan Darah dan Perhitungan Kadar Hemoglobin a. Mengambil darah dari sinus orbital mencit menggunakan
mikrohematokrit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988: 108).
b. Darah yang diambil ditampung di dalam mikrotube yang telah
diberi Ethylen Diamin Tetra-acetic Acid (EDTA) sebagai
antikoagulan (25 mg/1,5 ml darah).
c. Menyimpan sementara di almari pendingin.
d. Prosedur pemeriksaan dengan metode Sahli:
1). HCl 0,1 N
2). Aquadest
3). Pipet hemoglobin
4). Alat Sahli
5). Pipet pastur
4). Pengaduk
e. Memasukkan HCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli sampai angka 2.
f. Mengisap darah dengan pipet hemoglobin sampai melewati
batas, lalu membersihkan ujung pipet ke tisu agar darah sampai
8
g. Memasukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung
hemoglobin, sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung.
h. Meniup pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung
udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipet
dengan cara menghisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4
kali.
i. Mendiamkan selama kurang lebih 3-5 menit.
j. Memasukan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan
(setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warna gelas dari
alat pembanding.
k. Membaca kadar hemoglobin pada skala tabung, bila sudah
sama.
8. Pembedahan Tikus
a. Membius tikus dengan cara memasukkannya ke dalam toples
berisi kapas yang telah dibasahi dengan menggunakan
kloroform.
b. Melakukan pembedahan menggunakan discetting set,
selanjutnya mengambil organ ovariumnya, setelah tikus dibius.
c. Memasukkan organ uterus dengan segera ke dalam flakon yang
berisi larutan formalin 10%
9. Pembuatan Preparat
Pembuatan preparat histologik dilakukan di laboratorium
9
parafin dan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE).
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Fixation
Uterus yang telah dilabeli dimasukkan ke dalam
fixative, yaitu formalin 10%.
b. Trimming
Triming adalah tahapan yang dilakukan setelah proses
fiksasi dengan melakukan pemotongan tipis jaringan setebal
kurang lebih 4 mm.
c. Dehydration (Pengeringan)
Dehidrasi jaringan dimaksudkan untuk mengeluarkan
air yang terkandung dalam jaringan, dengan meggunakan
cairan dehidran yaitu alkohol secara bertingkat dengan waktu
yang tertentu yaitu:
1) Alkohol 80%, selama 2 jam
2) Alkohol 96%, selama 2 jam
3) Alkohol 96%, selama 1 jam
4) Alkohol absolut, selama 1 jam
5) Alkohol absolut, selama 1 jam
6) Alkohol absolut, selama 1 jam
10
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan alkohol,
agar parafin dapat masuk ke dalam jaringan. Agen
penjernihan adalah Xylol dengan cara bertahap yaitu :
1) Xylol, selama 1 jam
2) Xylol, selama 1 jam
3) Xylol, selama 1 jam
e. Parafination
Proses infiltrasi dilakukan didalam oven
(incubactor) dengan perbandingan xylol : paraffin = 1:1
selama 120 menit pada suhu 600C. Pemberian paraffin
murni pada suhu 600C selama 120 menit. Pemberian
paraffin murni pada suhu 600C selama 120 menit.
f. Embedding (Penanaman)
Jaringan yang berada pada parafin kemudian
dilekatkan pada balok kayu ukuran 3x3 cm atau embedding
cassette. Fungsi dari balok kayu atau embedding cassette
adalah untuk pemegang pada saat blok dipotong dengan
microtom.
g. Sectioning (pemotongan menggunakan mikrotom)
1) Blok parafin yang telah berisi jaringan, diiris
menggunakan scalpel sehingga bagian yang akan diiris
dengan microtom berbentuk segiempat teratur. Preparat
11
2) Meletakkan blok parafin pada holder kayu.
3) Memasang holder dengan blok paraffin pada rotary
microtom yang direkatkan.
4) Menyiapkan tempat coupes atau pita preparat dan kuas
kecil untuk mengambil coupes dari pisau mikrotom.
5) Mengatur tebal tipisnya coupes dengan mengatur pada
pengaturan di microtom.
6) Memasukkan preparat kedalam nampan yang berisi air
hangat. Hal tersebut dilakukan agar coupes dapat
merentang dan jaringan tidak melipat.
7) Menempelkan Coupes pada gelas benda (pada proses
affixing) yang sebelumnya telah diolesi oleh putih telur
atau albumin.
h. Affixing
1) Meletakkan sejumlah coupes (irisan tengah pita
preparat) pada kaca benda yang telah diberi perekat
dengan gliserin dan albumin.
2) Memindahkan kaca-kaca gelas benda yang berisi
coupes tersebut ke atas hot plate dengan suhu
(40-45°C), adanya kelebihan air dihisap dengan
menggunakan pipet/kertas saring, dan mengarur letak
coupes dengan parafinnya direntangkan.
12
1) Mencelupkan kaca benda yang telah ditempeli coupes
ke dalam xylol secara berulang yaitu: Xylol (I) selama
5 menit, Xylol (II) selama 5 menit, dan Xylol (III)
selama 5 menit.
2) Melakukan dehidrasi berulang yakni: Alkohol absolute
(I) selama 5 menit, Alkohol absolut (II) selama 5
menit.
3) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1
menit.
4) Mencelupkan ke dalam Hematoxyilin-Eosin selama 20
menit.
5) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1
menit.
6) Mencelupkan coupes ke dalam acid alkohol sebanyak
2-3 celupan.
7) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1
menit.
8) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 15
menit.
9) Mencelupkan kedalam Eosin selama 2 menit
10)Melakukan dehidrasi berulang lagi yakni: Alkohol
13
menit, Alkohol absolut (III) selama 3 menit, Alkohol
absolut (IV) selama 3 menit.
11)Mecelupkan ke dalam Xylol yaitu : Xylol (IV) selama
5 menit, Xylol (V) selama 5 menit
12)Memounting dengan per mount.
10.Pengamatan Histologik
Preparat yang sudah jadi diamati di bawah mikroskop
cahaya dan dengan bantuan mikrometer okuler dan objektif dengan
perbesaran 40X. Preparat diamati pada seluruh bidang pandangnya,
lalu membandingkan hasil yang diperoleh antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol.
Cara mengukur ketebalan lapisan endometrium diukur
mulai dari lapisan yang berbatasan langsung dengan lumen uterus
sampai dengan batas antara lapisan endometrium dengan lapisan
miometrium menggunakan bantuan mikrometer okuler yang telah
dikalibrasi dengan mikrometer objektif. Hasil hitungan kalibrasi
mikrometer okuler dengan mikrometer objektif adalah sebagai
berikut:
7 okuler = 80 µm
1 okuler = 80 : 7
14
Ketebalan endometrium yang telah diketahui dikalikan
dengan nilai kalibrasi 11.4, maka akan ditedapatkan ketebalan
endometrium pada setiap bagian (atas, bawah, kanan dan kiri).
G. Teknik Penempatan Sampel
Teknik ini perlu dilakukan untuk membagi tikus secara acak yang
akan dimasukkan ke dalam masing-masing kandang. Teknik yang
digunakan adalah pengambilan tikus secara acak, yaitu dengan pemberian
warna merah dan hijau menggunakan spidol permanen di badan tikus.
Warna serta kode tersebut adalah: merah, hijau, merah merah, hijau hijau
dan merah hijau. Warna dan kode tersebut akan digunakan untuk mengisi
masing-masing kandang, sehingga setiap kandang terisi 5 ekor tikus
dengan warna dank ode yang telah dibuat tersebut.
Tabel 3. Pembagian Warna pada Tikus Putih sebagai Teknik Melakukan Pemilihan Sampel
[image:60.595.147.478.451.637.2]15 H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan pengamatan
masing-masing preparat ketebalan endometrium menggunakan mikroskop
dan mikrometer okuler dan objektif, kemudian melakukan penghitungan
ketebalan endometrium. Penghitungan kadar hemoglobin dilakukan
dengan menggunakan alat pengukur Hb pada hari ke-28.
I. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif dari hasil
pengamatan dan penghitungan ketebalan endometrium serta kadar
hemoglobin tikus putih yang telah diberi perlakuan, yaitu pemberian
ekstrak biji papaya dengan dosis yang berbeda. Data yang diperoleh dari
penghitungan ketebalan endometrium dan kadar hemoglobin dianalisis
menggunakan Analisys of Varians (ANOVA) satu arah (One Way Anova)
untuk mengetahui pengaruh dari pemberian ekstrak biji pepaya yang
berbeda dosisnya pada taraf signifikan p<0,05. Uji lanjut Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) taraf uji 5% untuk mengetahui beda nyata
antar perlakuan, apabila hasil analisis ANOVA signifikan Data diuji
menggunakan bantuan programn Statistical Package for Social Sciens ver
1 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica
papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin
tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium
Data hasil penelitian mengenai ketebalan lapisan endometrium
diperoleh melalui pengukuran preparat histologik uterus tikus putih
dengan menggunakan bantuan mikrometer objektif dan okuler yang
dipasang pada mikroskop.
[image:62.595.168.462.403.623.2]
Gambar 8. Mikrograf Uterus Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (40X). Keterangan: (a) perimetrium
2
Gambar di atas, menunjukkan uterus terdiri atas tiga lapisan
penyusun, yaitu endometrium, miometrium dan perimetrium. Lapisan
yang paling luar adalah lapisan endometrium, lapisan tengah miometrium
dan lapisan paling dalam adalah perimetrium jika dilihat dari lumen
uterus. Ketebalan lapisan endometrium tidak sama pada setiap sisinya,
dikarenakan penampang endometrium tidak rata melainkan
berlekuk-lekuk.
Ketebalan lapisan endometrium diukur mulai dari lapisan yang
berbatasan langsung dengan lumen uterus sampai dengan batas antara
lapisan endometrium dengan lapisan miometrium. Ketebalan lapisan
endometrium diperoleh dari rerata empat kali pengukuran yaitu bagian
atas, bawah, kanan dan kiri lapisan endometrium tersebut. Data rata-rata
ketebalan lapisan endometrium yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Data Ketebalan Lapisan Endometrium (µm) Uterus Tikus Putih setelah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (40X)
Ulangan Kontrol P1 P2 P3 1 324.85 185.25 374.77 290.7 2 410.4 379.05 152.47 304.95 3 157.95 384.75 547.2 316.35 4 307.77 363.37 407.55 285 5 109.47 360.52 484.5 256.5 Rata-rata 262.08 334.58 393.29 290.7 St dev 124.65 84.10 150.45 22.71
Tabel di atas menunjukkan bahwa ketebalan endometrium uterus
tikus putih memiliki nilai rata-rata tertinggi pada kelompok perlakuan P2
dengan rata-rata ketebalan lapisan endometrium sebesar 393.29 µm.
[image:63.595.151.463.485.604.2]3
262.08 µm, dan ketebalan endometrium meningkat pada kelompok
perlakuan P1 menjadi 334.58 µm. Sedangkan pada kelompok perlakuan
P3 ketebalan endometrium lebih kecil dibanding perlakuan P2 dan lebih
tinggi dibandingkan kelompok kontrol, yaitu sebesar 290.7 µm.
Data ketebalan lapisan endometrium yang diperoleh diuji terlebih
dahulu menggunakan uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui
bahwa data tersebut tersebar normal dan homogen.
Data ketebalan lapisan endometri