• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.)."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR

HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Disusun Oleh Nadya Novalinda NIM 13308141028

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri.

Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau

diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata

penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli.

Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode

berikutnya.

Yogyakarta, 29 Maret 2017

Yang menyatakan,

(5)

v MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyirah:6)”

“Naiklah setinggi-tingginya tanpa menjatuhkan orang lain”

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segala rasa puji dan syukur kepada Allah Ku persembahkan skripsi ini kepada:

Bapakku “Samiyono” dan Ibuku “Suprapti”, terimakasih atas segala do’a, cinta, kasih saying, dan pengorbanan yang selama ini

mendorongku untuk menjadi insan yang berguna, mandiri serta

dewasa.

Saudara kandungku tercinta Ninda, Nita, Dimas, Dina dan Vina. Kalian

menginspirasiku untuk terus maju dan menjadi dewasa.

Simbahku, “Mbok tuo”, terimakasih atas doa yang tiada hentinya slalu kau panjatkan setiap hari untuk keberhasilanku dan cucu-cucumu.

Teman terdekat, teman terbaik . Terimakasih atas dukungan, motivasi,

waktu, tenaga bahkan materi yang sudah diberikan padaku.

Semua teman-teman Biologi B 2013, sahabat-sahabatku terimakasih

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya, L.)

terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih

(Rattus, norvegicus, L.)” untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

gelar Sarjana Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan penelitian dan

penulisan Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan serta tidak akan

terlaksana dengan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Paidi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Tien Amniatun, M.Si, selaku Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Yogyakarta.

4. Bapak drh. Tri Harjana, M. P, selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah memberikan saran, bimbingan, evaluasi selama penelitian,

(8)

viii

5. Bapak Ir. Ciptono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang

telah memberikan saran, bimbingan, evaluasi selama penelitian,

penyusunan hingga penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

6. Bapak dan ibu dosen serta karyawan Jurusan Pendidikan Biologi

Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan bimbingan serta arahan

selama menjalankan studi di jurusan biologi.

7. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

membantu kelancaran pembuatan Tugas Akhir Skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir Skripsi ini masih

terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun sehingga dapat menyempurnakan tugas akhir skripsi ini dan

perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca. Terimakasih.

Yogyakarta, 29 Maret 2017

Penulis,

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... ii iii HALAMAN PENYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Batasan Operasional ... 6

(10)

x

Halaman

A. Pepaya (Carica papaya, L.)... 7

1. Klasifikasi dan Morfologi ... 7

2. Kandungan Kimia Biji Pepaya ... B. Fitoestrogen ... C. Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus, L) ... 1. Klasifikasi dan Morfologi ... 2. Tikus Putih sebagai Hewan Uji Percobaan ... 3. Siklus Reproduksi Tikus Putih ... 4. Uterus ... D. Hemoglobin ... 1. Pengertian ... 2. Kadar Hemoglobin ... E. Kerangka Berpikir Teoritik ... F. Hipotesis ... 9 10 13 13 13 14 17 26 26 27 27 29 BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Pelaksanaan Penelitian ... 30

1. Waktu Penelitian ... 30

2. Lokasi Penelitian ... 30

C. Objek Penelitian ... 30

(11)

xi

Halaman

2. Sampel penelitian ... 30

D. Variabel Penelitian ... 31

1. Variabel bebas... 31

2. Variabel tergayut ... 31

3. Kondisi Terkontrol ... 31

E. Alat dan Bahan ... 31

1. Alat ... 31

2. Bahan ... 32

F. Prosedur Kerja ... 32

1. Tahap Persiapan ... 2. Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya ... 3. Aklimatisasi ... 32 33 33 4. Penentuan Dosis Ekstrak Biji Pepaya ... 34

5. Pemberian Ekstrak Biji Pepaya... 35

6. Ulas Vagina ... 35

7. Pengambilan Darah dan Perhitungan Kadar Hemoglobin... 8. Pembedahan Tikus ... 9. Pembuatan Preparat ... 10.Pengamatan Histologik ... 36 37 37 42 G. Teknik Penempatan Sampel ... 43 H. Teknik Pengumpulan Data ... I. Teknik Analisis Data ...

43

(12)

xii

Halaman

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian... 45

1. Ketebalan Lapisan Endometrium ... 45

2. Kadar Hemoglobin ... 49

B. Pembahasan ... 51

BAB V. PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ketebalan Lapisan Endometrium Uji Pendahuluan……… 34

Tabel 2. Kadar Hemoglobin Uji Pendahuluan………. 34

Tabel 3. Penempatan Sampel Tikus Putih……… 43

Tabel 4. Data Ketebalan Endometrium……… 46

Tabel 5. Analisis Annova Ketebalan Lapisan Endometrium……… 47

Tabel 6. Analisis AnnovaKadar Hemoglobin………. 49

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi Biji Pepaya ……… 9

Gambar 2. Struktur Kimia Flavonoid……… 14

Gambar 3. Mikrograf Epitel Vagina Fase Estrus……….. 17

Gambar 4. Anatomi Tikus Putih……… 19

Gambar 5. Struktur Kimia Estrogen……….. 24

Gambar 6. Struktur Dasar Molekul Hemoglobin……….. 28

Gambar 7. Kerangka Berpikir Teoritik………. 31

Gambar 8. Mikrograf Uterus Tikus Putih setelah Mendapat Perlakuan Ekstrak Biji Ppepaya……….. 47

Gambar 9. Diagram Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium………... 50

Gambar 10. Diagram Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Kadar Hemoglobin………. 53

Gambar 11. Pemeliharaan Tikus ……… 66

Gambar 12. Proses Pencekokan Tikus Secara Oral ……….. 66

Gambar 13. Proses Pengeringan Biji Pepaya ……… 66

Gambar 14. Penggilingan Biji Pepaya ……….. 67

Gambar 15. Biji Pepaya yang sudah digiling ……… 67

Gambar 16. Proses Penyaringan Ekstrak Kental ………... 68

Gambar 17. Proses Pengentalan Ekstrak Biji Pepaya ……… 69

Gambar 18. Proses Pengambilan Darah melalui Vena Orbitalis ……….. 70

Gambar 19. Darah Tikus yang diambil ditempatkan pada Mikrotube…. 70

(15)

xv

Halaman

Gambar 21. Proses Pembiusan Tikus menggunakan Kloroform …….. 70

Gambar 22. Proses Pembedahan Tikus ……… 70

Gambar 23. Pengambilan Organ Uterus ……….. 70

Gambar 24. Preparat Organ Uterus ………. 70

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Keseluruhan Ketebalan Lapisan Endometrium……. 62

Lampiran 2. Hasil Analisis One Way Annova Ketebalan Lapisan Endometrium……… 63

Lampiran 3.Hasil Analisis One Way Annova dan DMRT Kadar Hemoglobin……… 64

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian……….. 67

Lampiran 5. SK Pembimbing……….. 72

Lampiran 6. SK Penguji……….. 74

(17)

xvii

PENGARUH EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya, L.) TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM DAN KADAR HEMOGLOBIN

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.)

Oleh: Nadya Novalinda NIM. 13308141028

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattusnorvegicus, L).

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen menggunakan pola penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Obyek yang digunakan dalam penelitian yaitu tikus putih betina galur Wistar yang berumur ± 2 bulan dengan berat 150-200 gram yang belum pernah bunting. Tikus dibagi menjadi empat kelompok perlakuan, yaitu kontrol (tanpa pemberian ekstrak biji pepaya), perlakuan 1 (300 mg/150 gram BB tikus/hari), perlakuan 2 (350 mg/150 gram BB tikus/hari), dan perlakuan 3 (400 mg/150 gram BB tikus/hari). Variabel tergayut dalam penelitian ini adalah ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih. Perlakuan dilakukan selama 21 hari. Analisis One Way Annova

digunakan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak memberikan pengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap ketebalan lapisan endometrium, namun berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin (P<0,05).

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup

luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai

warisan budaya bangsa yang terus ditingkatkan melalui penggalian,

penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan bentuk

sediaan dan pemanfaatannya, obat tradisional di Indonesia dikelompokkan

menjadi tiga bagian yaitu tanaman obat keluarga (TOGA), jamu dan

fitofarmaka. Pemanfaatan obat tradisional ini selain sebagai pencegahan

juga sebagai pengobatan terhadap jenis penyakit pada berbagai organ

tubuh manusia hingga yang berhubungan dengan organ reproduksi.

Fitohormon merupakan senyawa alami yang berasal dari tumbuhan

yang memiliki aktivitas estrogenik karena strukturnya mirip dengan

estrogen alami dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen tersebut.

Estrogen alami tidak hanya ada pada hewan ataupun manusia, akan tetapi

senyawa yang mirip dengan estrogen juga ditemukan pada beberapa

tanaman yang biasanya disebut fitoestrogen.

Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam

reproduksi betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), hormon estrogen yang

memiliki peran utama dalam sirkulasi dan juga merupakan bentuk aktif

(19)

yang diproduksi oleh ovarium (sel techa folikel). Estrogen ini diperlukan

untuk beberapa hal, misalnya adalah manifestasi fisiologik dari uterus,

mempengaruhi pertumbuhan endometrium uterus, perubahan-perubahan

histologis pada epitelium vagina selama siklus estrus, mengontrol

pelepasan hormon pituitary (FSH dan LH), serta mempengaruhi

pertumbuhan kelenjar mammae atau kelenjar susu pada hewan mamalia

(Suhandoyo dan Ciptono, 2009: 34).

Ukuran uterus meningkat menjadi dua kali lipat, tetapi yang lebih

penting daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang

berlangsung pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen.

Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma

endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar

endometrium (Guyton and Hall, 2007: 1070).

Efek estrogen pada kadar hemoglobin yaitu, ketika estrogen dalam

jumlah normal disuntikkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah

sel-sel darah merah meningkat sampai 15-20 persen. Oleh karena sel-sel-sel-sel darah

merah yang meningkat, maka kadar hemoglobin pada darah juga

meningkat (Guyton and Hall, 2007:1058)

Biji pepaya merupakan salah satu biji yang mengandung

fitoestrogen. Fitoestrogen memiliki dua gugus hidroksil atau bisa disebut

gugus fungsional (OH). Struktur kimia fitoestrogen memiliki kemiripan

(20)

kompetitor aktif untuk reseptor estrogen, terutama reseptor β (Sitasiwi,

2009: 2).

Fitoestrogen merupakan senyawa alami yang berasal dari tanaman

yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik di dalam tubuh. Secara

kimiawi, senyawa fitoestrogenik memang tidak identik dengan hormon

estrogen endogen. Senyawa fitoestrogen dapat mengisi reseptor estrogen

yang kosong dan menghasilkan efek estrogenik yang mirip dengan

estrogen endogen, meskipun intensitasnya lebih ringan (Muflichatun,

2008: 55).

Enzim papain yang terkandung dalam biji pepaya bersifat

proteolitik, yaitu memiliki fungsi mempercepat proses pemecahan protein

menjadi asam amino yang dapat digunakan untuk seluruh proses

metabolisme di dalam tubuh. Sintesis yang menggunakan asam amino

misalnya dalam proses pembentukan sel darah merah yang akan

berpengaruh pada kadar hemoglobin.

Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormon estrogen karena

estrogen berperan langsung dalam pengeluaran mukus pada endometrium.

Salah satu komponen dari lapisan dinding endometrium adalah kelenjar

endometrium. Kelenjar endometrium memiliki peran yang sangat penting

dalam menentukan ketebalan lapisan endometrium.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

betina (Rattus norvegicus, L.) strain Wistar yang belum pernah bunting.

(21)

fisiologi dari organ-organ tersebut sistematis kerjanya hampir sama

dengan fungsional anatomi organ manusia.

Uraian latar belakang masalah di atas, peneliti memanfaatkan biji

pepaya untuk dijadikan ekstrak yang nantinya akan diberikan secara oral

kepada hewan uji. Pemberian ekstrak biji pepaya pada tikus dibedakan

pada kadar/dosis pada masing-masing kelompok, yaitu 300 mg/150 gram

BB tikus/hari, 350 mg/150 gram BB tikus/hari dan 400 mg/150 gram BB

tikus/hari. Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

pemberian ekstrak biji pepaya dengan berbeda dosis pada organ reproduksi

sehingga dapat diimplementasikan untuk kesejahteraan manusia.

B. Identifikasi Masalah

1. Pengaruh ekstrak biji pepaya terhadap ketebalan lapisan endometrium

belum diketahui.

2. Ketebalan lapisan endometrium adalah salah satu lapisan pada uterus

dan dalam penebalannya dipengaruhi oleh efek estrogen. Fitoestrogen

yang terkandung dalam biji pepaya belum diketahui lebih lanjut

pengaruhnya terhadap ketebalan lapisan endometrium.

3. Pengaruh ekstrak biji pepaya, terhadap kadar hemoglobin per mm3

darah belum diketahui.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka

(22)

papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar

hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

D. Rumusan Masalah

1. Apa ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) berpengaruh terhadap

ketebalan endometrium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.)?

2. Apa ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) berpengaruh terhadap

kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.)?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) terhadap

ketebalan endometrium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

2. Mengetahui pengaruh ekstrak biji papaya (Carica papaya, L.) terhadap

terhadap kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi:

1. Peneliti

a. Memberi informasi mengenai manfaat yang terdapat di dalam biji

pepaya yang diketahui melalui penelitian ini, yaitu pemberian

ekstrak biji pepaya pada hewan coba berupa tikus putih betina.

b. Memberi sumbang ilmu di bidang anatomi dan fisiologi, khususnya

(23)

2. Masyarakat

a. Menciptakan peluang penelitian berkelanjutan mengenai manfaat lain dari kandungan biji pepaya yang dapat dimanfaatkan untuk

makhluk hidup.

b. Masyarakat dapat menyikapi dengan baik akan kandungan biji pepaya dan dapat memberi tolenransi batas pengonsumsian biji

pepaya.

G. Definisi Operasional

1. Jenis pepaya yang digunakan merupakan jenis dengan nama spesies

Carica papaya, L. yang berasal dari pedagang buah di pasar

Demangan.

2. Ketebalan lapisan endometrium diukur dari lumen hingga batas lapisan

perimetrium.

3. Tikus yang digunakan adalah jenis tikus putih betina (Rattus

norvegicus, L.) strain Wistar dengan umur 2 bulan karena pada tikus

kematangan organ reproduksi terjadi, dan berat badan rata-rata ±200

gram. Tikus putih betina ini berasal dari (LPPT) Fakultas Farmasi

UGM.

4. Kadar Hemoglobin dilakukan dengan cara mengambil sampel darah

dari vena orbitalis pada tikus, penghitungan kadar menggunakan

(24)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pepaya (Carica papaya, L.) 1. Klasifikasi dan Morfologi

Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh

tegak. Batang tidak berkayu, silindris, berongga dan berwarna putih

kehijauan. Tanaman ini termasuk perdu. Tinggi tanaman berkisar

antara 5-10 meter, dengan perakaran yang kuat. Tanaman pepaya tidak

mempunyai percabangan. Daun tersusun spiral menutupi ujung pohon.

Daunnya termasuk tunggal, bulat, ujung meruncing, pangkal bertoreh,

tepi bergerigi, berdiameter 25-75 cm. Pertulangan daun menjari dan

panjang tangkai 25-100 cm. Daun pepaya berwarna hijau. Helaian

daun pepaya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun

pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis ditengah, akan

nampak bahwa daun pepaya tersebut simetris. Bunga pepaya berwarna

putih dan berbentuk seperti lilin (Muktiani, 2011).

Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga

ketinggian 1000 mdpl. Biji pepaya bentuknya agak bulat, besarnya

dapat mencapai 5 mm dan terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan

dan kulit biji. Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya buah.

Permukaan biji agak keriput dan dibungkus oleh kulit ari yang bersifat

seperti agar atau transparan, kotiledon putih, rasa biji pedas atau tajam

(25)

2

Gambar 1. Morfologi Biji Pepaya (Dokumentasi Penelitian, 2017)

Menurut Tjitrosoepomo (2004), sistematika tumbuhan pepaya

(Carica papaya, L.) berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Cistales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya, L.

Tanaman pepaya merupakan salah satu sumber protein nabati.

Pepaya (Carica papaya, L.) merupakan tanaman yang berasal dari

Amerika tropis. Buah pepaya tergolong buah yang popular dan

digemari hampir seluruh penduduk di bumi ini (Kalie, 2009). Pepaya

(Carica papaya, L.) merupakan tanaman yang cukup banyak

(26)

3

2. Kandungan Kimia Biji Pepaya (Carica papaya, L.)

Kandungan kimia yang terdapat dalam biji pepaya adalah

glucoside cacirin dan carpaine. Getah mengandung papain,

chymopapain, lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase. Papain

merupakan enzim yang ada dalam biji pepaya berfungsi untuk

membantu mencerna protein di lambung karena sifatnya yang

proteolitik dan digunakan untuk membantu pencernaan yang kurang

baik dan radang lambung (Dalimartha, 2009).

Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini

ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin dan

minyak atsiri. Dalam biji pepaya mengandung senyawa-senyawa

steroid (Satriasa dan Pangkahila, 2010). Kandungannya berupa asam

lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati

dan Purwanti, 2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji

pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan

fenol, flavonoid, terpenoid dan saponin (Warisno, 2003). Zat-zat aktif

yang terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa berefek sitotoksik,

anti androgen atau berefek estrogenik (Lohiya et al., 2002). Alkaloid

salah satunya yang terkandung dalam biji papaya dapat berefek

sitotoksik. Efek sitotoksik tersebut akan menyebabkan gangguan

metabolisme sel spermatogenik (Arsyad, 1999).

Biji pepaya jangan sekali-kali termakan oleh orang yang

(27)

4

yang keguguran akibat memakan biji pepaya ini biasanya sulit hamil

kembali karena adanya pengeringan rahim akibat masuknya enzim

proteolitik seperti papain, chymopapain A, chymopapain B, dan

peptidase pepaya. Enzim papain berfungsi untuk memecah protein

karena memiliki sifat proteolitik, enzim khimorprotein berfungsi

sebagai katalisator dalam reaksi hidrolisis antara protein dengan

polipeptida.

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya

diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan

triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin (Sukadana, 2007).

B. Fitroestrogen

Kata fitoestrogen atau phytoestrogen berasal dari kata "phyto"

yang berarti tanaman, dan "estrogen" yang merupakan hormon alami pada

wanita yang mempengaruhi organ reproduksi. Dengan demikan,

fitoestrogen dapat diartikan sebagai senyawa alami dari tanaman yang

mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Secara kimiawi,

senyawa fitoestrogen memang tidak identik dengan hormon estrogen

alami. Namun demikian, senyawa fitoestrogen dapat mengisi situs reseptor

estrogen yang kosong dan menghasilkan efek estrogenik yang mirip

dengan estrogen alami, meskipun intensitasnya lebih ringan.. Aktivitas

dari khasiat yang mirip dengan estrogen endogen ini hanya beberapa saat,

dan pada umumnya tidak dapat disimpan oleh jaringan tubuh dalam waktu

(28)

5

Pada kasus estrogen-dominan, pemberian fitoestrogen boleh jadi

merupakan alternatif yang baik. Karena fitoestrogen ini dapat bersaing

dengan estrogen endogen di dalam tubuh dalam menduduki reseptor

estrogen. Hal ini dapat membantu mengurangi efek estrogenik keseluruhan

dalam tubuh, karena efek dari fitoestrogen cenderung lebih ringan

daripada estrogen alami dalam tubuh (Biben, 2012).

Fitoestrogen dapat terserap dalam tubuh dan mengalami berbagai

macam perubahan dengan cara dipecah menjadi komponen lain yang

berbeda didalam tubuh tetapi masih mengandung khasiat yang sama

seperti estrogen alami atau disebut estrogen endogen (Biben, 2012: 1-2).

Fitoestrogen mempunyai afinitas ikatan dengan reseptor estrogen yang

terdapat di beberapa organ tubuh, yaitu uterus, ovarium, kelenjar

mammae, tulang, hipotalamus, kelenjar pituitaria, sel Leydig, prostat, dan

epididimis (Kim dan Park, 2012).

Dalam biji pepaya sendiri terdapat salah satu senyawa bentuk

fitoestrogen, yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu kelompok

senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam

jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik

dengan struktur kimia C6-C3-C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu

cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa

heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini

(29)

6

Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar

molekulnya (Abdi Redha, 2010: 197).

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15

atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai

propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini

dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau

neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis

tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem

1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak

ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoid utama.

Gambar 2. Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid (Hardianzah, R. 2009: 43).

Banyaknya senyawa flavonoid ini disebabkan oleh berbagai tingkat

hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.

Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan

perbedaan distribusi dari gugus hidroksil (fungsional) ditunjukkan pada

(30)

7

sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti

etanol, metanol, etilasetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat

digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan ( Rijke,

2005).

C. Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus, L.)

Rattus norvegicus merupakan salah satu jenis hewan yang biasa

digunakan untuk keperluan uji laboratorium. Rattus norvegicus mudah

ditemukan secara liar maupun ditangkar.

1. Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi tikus putih menurut Priyambodo (1995: 55), adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

2. Tikus Putih sebagai Hewan Uji Percobaan

Tikus putih sering digunakan sebagai hewan uji percobaan

dikarenakan, anatomi dari organ-organ tikus putih bekerja sistematis

(31)

8

itu, tikus putih banyak digunakan dalam uji praklinis yang selanjutnya

hasil ujinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia untuk

kesejahteraan khususnya di bidang medis atau kesehatan (Smith &

Mangkoewidjojo, 1998)

3. Siklus Reproduksi Tikus Putih

Tikus putih betina siap untuk bereproduksi setelah umur 50-60

hari. Vagina tikus putih mulai terbuka pada umur 35-90 hari. Siklus

estrus pada tikus putih berlangsung sekitar 4-5 hari dengan lama waktu

selama 12 jam setiap siklus, estrus dimulai pada malam hari (Malole &

Pramono, 1989 dalam Amri, 2012: 16).

Estrus adalah suatu periode di mana secara psikologis dan

fisiologis bersedia menerima pejantan untuk melakukan perkawinan.

Sedangkan, siklus estrus adalah suatu periode birahi ke pemulaan

periode berikutnya sampai akhir periode (Nalbandov, 1990: 140).

Vaginal smear, cervix smear dan endometrium smear, dapat

menunjukkan waktu ovulasi secara persis dan daur estrus. Ciri-ciri dari

daur estrus dapat dibedakan menjadi 4 fase, yaitu:

a. Proestrus : terdapat sel epitel biasa

b. Estrus : terdapat sel epitel menanduk

c. Metestrus : terdapat sel epitel menanduk dan leukosit banyak

d. Diestrus : terdapat banyak sel epitel biasa

Proestrus merupakan tahap pemasakan folikel dan

(32)

9

luteum dari fase sebelum proestrus. Selama periode proestrus, kadar

progesterone menurun, memungkinkan pelepasan FSH dan

peningkatan kadar estrogen yang mampu membangkitkan birahi

(Brown, 1992: 515). Masa pertumbuhan folikel dan produksi estrogen

tinggi merupakan periode proestrus. Pada periode proestrus

berlangsung selama kurang lebih 12 jam dan apabila diamati

menggunakan mikroskop, bekas ulasan vagina memperlihatkan sel

epitel yang berinti,

Estrus merupakan tahap kelangsungan perkawinan, dimana

ovulasi sedang berlangsung. Ovulasi didahului oleh pengaruh

gelombang hormon LH. Pada akhir estrus, kadar estrogen menurun

(Brown, 1992: 515). Yatim (1982: 104) mengatakan bahwa periode

estrus disebut juga periode birahi (klimaks fase folikel) dan kopulasi

atau pembuahan dimungkinkan hanya pada saat periode ini. Periode

[image:32.595.211.480.501.658.2]

estrus berlangsung selama 12 jam.

(33)

10

Metestrus merupakan periode yang berlangsung selama 10-14

jam. Pada periode ini biasanya tidak terjadi perkawinan, di tempat

folikel de graff yang baru melepas ovum, terbentuk korpus hemorghi

ovarium. Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan terganggu selama

masa kebuntingan tersebut (Yatim, 1982: 106).

Manifestasi birahi ditimbulkan oleh hormon estrogen yang

dihasilkan oleh folikel ovarium. Tikus yang sedang mengalami masa

estrus cenderung lebih sering bergerak aktif secara spontan

dibandingkan saat mengalami fase yang lain (Nalbandov, 1990: 141).

Perubahan organ reproduksi hewan betina dipengaruhi oleh siklus

estrus. Perubahan tersebut seperti servik mensekresi lender dalam

jumlah banyak dan cair selama masa estrus, vagina bersifat lebih

alkalis ssaat fase diestrus dan bersifat lebih asam saat masa estrus pada

beberapa hewan seperti sapi, kuda dan tikus.

Diestrus merupakan fase dimana ovarium dan alat kelamin

tambahan mengalami perubahan berangsur kembali pada suasana

tenang dan istirahat. Fase ini berlangsung selama 60-70 jam, dan

terjadi regresi fungsional korpus luteum. Menurut Dellman dan Brown

(1992: 515) pada tahap diestrus korpus luteum mulai aktif, sehingga

pengaruh luteal progesterone sangat jelas terlihat pada alat kelamin

sekunder. Kelenjar endometrium selama fase diestrus mengalami

(34)

11 4. Uterus

Uterus merupakan salah satu organ reproduksi betina yang

berfungsi sebagai penerima dan tempat perkembangan ovum yang

telah dibuahi. Uterus pada tikus putih berupa tabung ganda, disebut

tipe dupleks (Partodiharjo, 1980). Dinding uterus terdiri dari tiga

lapisan utama, yaitu lapisan endometrium, miometrium, dan

perimetrium (Burkitt et al., 1993). Lapisan endometrium merupakan

lapisan yang responsif terhadap perubahan hormone reproduksi,

sehingga perubahan lapisan ini bervariasi sepanjang siklus estrus dan

dapat dijadikan indickator terjadinya fluktuasi hormon yang sedang

terjadi (Dellman and Brown, 1992).

a. Anatomi

Tikus memiliki uterus berbentuk dupleks, dengan dua

serviks tanpa badan uterus dan pemisahan tanduk secara sempurna.

Seluruh organ melekat pada dinding pinggul dan dinding perut

dengan perantaraan ligamentum uterus yang lebar dinamakan

ligamentum lata uteri. Ligament ini membantu uterus untuk dapat

(35)
[image:35.595.226.463.83.275.2]

12

Gambar 4. Anatomi Tikus Putih (Dokumentasi Penelitian, 2017)

b. Struktur Histologik

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium,

miometrium dan perimetrium.

1) Endometrium

Endometrium terdiri dari dua daerah yang berbeda dalam

bangun serta fungsinya. Lapisan superfisial disebut zona

fungsional, dapat mengalami degenerasi sebagian atau seluruhnya

selama masa reproduksi dan dapat hilang pada beberapa spesies.

Suatu lapis dalam tipis disebut zona basalis tetap bertahan

sepanjang daur. Bila zona fungsional hilang, dapat diganti oleh

lapisan tersebut (Dellman Brown, 1992: 512-514)

Endometrium terdiri dari selapis sel kolumner yang

mengelilingi seluruh permukaan endometrium dan membatasi

lumen uterus, lapisan kelenjar dan jaringan ikat longgar

(36)

13

yang tersususun atas epitel kolumner dengan nuclei dibagian

bawah. Kelenjar ini melebar dan terbuka pada permukaan

endometrium. Terdapat dua pembuluh darah dalam endometrium,

yaitu pembuluh darah spiral dan lurus. Sepanjang siklus estrus,

kelenjar dan pembuluh darah mengalami perubahan struktur.

Peningkatan hormon estrogen yang terjadi pada fase proestrus

sampai fase estrus menyebabkan pertumbuhan serta percabangan

kelenjar, sedangkan kenaikan progesterone setelah fase estrus

menyebabkan peningkatan aktivitas sekresi kelenjar endometrium.

Pertambahan tebal lapisan endometrium berjalan seiring

dengan perkembangan dari struktur kelenjar endometrium

sepanjang siklus. Kelenjar endometrium merupakan kelenjar

tubular yang masih sederhana dan mengalami perubahan sepanjang

siklus estrus. Aksi hormon estradiol sepanjang fase folikular

menyebabkan proliferasi lapisan endometrium, termasuk pada

kelenjar endometrium. Peningkataan kandungan strogen dapat

merangsang pertumbuhan dan percabangan dari kelenjar

endometrium, tetapi uliran dan sekresi kelenjar tidak dapat terjadi

sebelum adanya rangsangan dari hormon progesterone (Dellman

and Brown, 1992: 514)

2) Miometrium

Miometrium terdiri dari lapisan otot sebelah dalam yang

(37)

14

sel-sel otot polos yang mampu meningkatkan jumlah serta

ukurannya selama kebuntingan berlangsung. Di antara kedua

lapisan tersebut terdapat lapis vascular yang mengandung arteri

besar, vena serta pembuluh limfe. Pembuluh darah tersebut

memberikan darah pada endometrium (Dellman and Brown,

1992: 515)

3) Perimetrium

Perimetrium atau tunika serosa terdiri dari jaringan ikat

longgar yang dibalut oleh mesotel atau peritoneum. Sel-sel otot

polos terdapat dalam perimetrium. Banyak pembuluh darah,

pembuluh limfe dan saraf pada lapisan ini. Perimetrium, lapis

memanjang dari miometrium, dan lapis vaskular dari

miometrium, seluruhnya berlanjut dengan bangun ligamentum

uterus (Dellman and Brown, 1992: 515).

c. Fungsi Uterus

Fungsi uterus adalah, sewaktu perkawinan, kontraksi uterus

mempermudah pengangkutan spermatozoa ke tuba fallopi.

Sebelum implantasi, cairan uterus menjadi medium blastosit.

Sesudah implantasi, uterus menjadi tempat pembentukan plasenta

dan perkembangan fetus. Saat partus, kontraksi uterus berperan

(38)

15

d. Pengaruh Hormon pada Endometrium

Perubahan siklik pada lapisan endometrium diatur oleh aksi

dari hormon-hormon hipotalamus-hipofisis-gonad. Aktivitas

hipotalamus dipicu oleh rangsangan lingkungan luar dan kadar

hormon estrogen di dalam sirkulasi darah. Produsen utama dari

hormon betina adalah ovarium dan hormon yang bekerja pada

seksualitas betina adalah estrogen dan progesteron. Estrogen

bekerja untuk merangsang pertumbuhan dari endometrium dan

mioetrium.

Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron di dalam

endometrium dipengaruhi hormon estogren yang mengakibtkan

progesteron dapat merangsang endometrium tetapi setelah

endometrium tersebut dirangsang oleh estrogen terlebih dahulu.

Terdapat rangsangan dari hormon yang disekresikan oleh

hipotalamaus dalam proses produksi hormon-hormon tersebut,

antara lain FSH-RH dan LH-RF. FSH-RH (Follicle Stimulating

Hormone-Releasing Hormone) bertugas untuk merangsang FSH

untuk disekresikan. FSH berfungsi merangsang pembentukan

folikel sampai folikel tersebut masak tetapi tidak menyebabkan sel

telur ovulasi. Folikel tersebut mensintesis dan mensekresi

penmbentukan estrogen, saat fase folikel ini bertepatan dengan fase

proliferasi pada uterus, peningkatan kadar estrogen merangsang

(39)

16

darah. Sedangkan LH-RF (Luteinizing Hormone- Releasing

Factor) berfungsi untuk merangsang sekresi dari LH. LH berfungsi

untuk melakukan rangsangan pada sel granulosa dan techa folikel

ovarium untuk memproduksi hormon estrogen, produksi LH yang

semakin banyak diikuti oleh produksi estrogen yang semakin

banyak pula. Pertumbuhan dari folikel ovarium dirangsang oleh

FSH yang disekresikan oleh hipofisa (Yatim, 1992: 106-108)

Kerja dari semua hormon yang terdapat pada ovarium

merupakan rangsangan dari lobus anterior hipofisis, hal ini

mengakibatkan lapisan uterus yang paling dalam mengalami

perubahan struktural secara teratur. Hormon estrogen akan

mempengaruhi endometrium dan miometrium yang merupakan

lapisan penyusun dari uterus (Sugiyanto, 1996: 20-30).

Estrogen adalah salah satu dari hormon reproduksi betina

yang disekresikan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium dengan

struktur yang tersusun atas 18 atom C, gugus –OH fenolik pada

atom C-3, cincin A yang bersifat aromatik dan tidak memiliki

gugus metil pada atom C-10. Bentuk dari hormon estrogen yang

terdapat pada tubuh hewan betina berupa estradiol 17-β, estron dan

estriol, tetapi hormon estrogen yang lazim dijumpai dalam jumlah

yang cukup tinggi dan sesuai dalam tubuh adalah estradiol 17-β

(40)
[image:40.595.229.464.84.228.2]

17

Gambar 5. Struktur Kimia Estrogen (Suherman, 1995:11)

Hormon estrogen berasal dari sel-sel techa interna yang

dapat memberikan efek berupa umpan balik positif maupun

negatif. Apabila kadar dari hormon estrogen rendah maka terjadi

sintesis FSH merangsang dan menghambat sintesis dari LH, inilah

yang disebut dengan umpan balik positif. Sedangkan umpan balik

negatif terjadi apabila kadar hormon estrogen tinggi maka akan

menghambat dan menghentikan sintesis FSH dan merangsang

sintesis dari LH (Partodiharjo, 1982: 135-136).

Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan

endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor

progesteron di endometrium sehingga progesteron mampu

mempengaruhi endometrium hanya setelah endometrium

dirangsang oleh estrogen. Progesteron bekerja pada endometrium

yang telah dipersiapkan estrogen untuk mengubahnya menjadi

lapisan yang mengandung banyak nutrisi bagi ovum yang sudah

(41)

18

endometrium menjadi longgar dan edematosa akibat penimbunan

elektrolit dan air, yang mempermudah implantasi ovum yang

dibuahi. Progesteron juga mempersiapkan endometrium untuk

menampung embrio yang baru berkembang dengan cara

merangsang kelenjar-kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan

menyimpan glikogen dalam jumlah besar sehingga menyebabkan

pertumbuhan pembuluh darah endometrium. Progesteron juga

menurunkan kontraktilitas uterus agar lingkungan pada uterus

tenang dan kondusif untuk implantasi serta pertumbuhan embrio

(Sherwood, 2001: 713-714).

Estrogen berfungsi untuk manifestasi fisiologik dari uterus,

mempengaruhi pertumbuhan lapisan endometrium pada uterus,

perunahan secara histologis pada epitelium vagina selama siklus

estrus, mengontrol sekresi hormon pituitary (FSH dan LH) dan

berpengaruh pada pertumbuhan kelenjar mamae pada mamalia

(Suhandoyo dan Ciptono., 2009: 34).

e. Siklus Endometrium

Endometrium mempunyai dua daerah berbeda baik bentuk

maupun fungsinya. Daerah yang pertama merupakan lapis

superfisial disebut dengan zona fungsional, yang mengalami

perusakan sebagian atau seluruhnya selama masa estrus, fase

reproduksi atau daur haid dapat hilang pada beberapa spesies.

(42)

19

sebagai zona basalis, yang akan tetap bertahan sepanjang daur.

Zona ini berguna untuk menggantikan zona fungsional ketika zona

fungsional hilang. Bagian superfisial yang terdiri dari jaringan ikat

longgar yang mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel

jaringan ikat seperti makrofag, fibroblast dan sel mast terdapat di

bawah epitel zona fungsional. Sedangkan jaringan ikat ikat longgar

yang mengandung sedikit sel dibandingkan lapis superfisial

terdapat pada bagian dalam zona fungsional (Brown, 1992:

512-514).

Terdapat tiga fase yang terjadi pada endometrium, yaitu

fase proliferasi, fase sekresi atau fase luteal dan fase menstruasi.

Fase proliferasi terjadi bersamaan dengan perkembangan folikel

dan pembentukan estrogen pada ovarium. Proliferasi sel terus

berlangsung dengan ditandai adanya mitosis pada sel epitel dan sel

kelenjar. Kelenjar nampak lurus dan lumen uterus sempit pada

akhir masa proliferasi. Dilanjutkan dengan fase sekresi yang

diawali setelah ovulasi, pada fase ini hormon yang berpengaruh

adalah hormon progesteron yang disekesikan oleh korpus luteum.

Progesteron berfungsi untuk merangsang sel kelenjar untuk

mengeluarkan sekret. Di akhir fase sekresi, terjadi kematian

endometrium akibat dari dinding arteria spiralis yang mengalami

kontraksi, menutup aliran darah dan akhirnya menimbulkan

(43)

20

menyebabkan munculnya perdarahan pada fase ini, keadaan ini

disebut fase menstruasi, dimana lapisan endometrium berkurang

sehingga hanya menyisakan lapisan basal (Sugiyanto, 1996:20-21).

D. Hemoglobin 1. Pengertian

Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas

untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa

pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur

secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai

indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah (Supariasa, et al., 2001:

145). Gambar dibawah menunjukkan satu dari empat rantai heme

yang berikatan bersama-sama membentuk molekul hemoglobin

[image:43.595.212.410.454.641.2]

(Guyton and Hall, 1997).

(44)

21 2. Kadar Hemoglobin

Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian

mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan,

nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3% (Supariasa., et al.,

2001:145). Gejala awal anemia berupa badan lemah, kurang nafsu

makan, kurang energi, konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah

terinfeksi penyakit, mata berkunang-kunang, selain itu kelopak mata,

bibir, dan kuku tampak pucat. Penanggulangan anemia pada ibu hamil

dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet besi serta peningkatan

kualitas makanan sehari-hari (Sulistyoningsih, 2010 : 129-130).

Keadaan abnormal kadar hemoglobin dalam darah sering

diabaikan dengan ketidaknormnalan morfologi eritroit, karena

hemoglobin yang terdapat pada eritroit berkurang. Dan ini akibat

berkurangnya kapasitas O2 yang terbawa oleh darah. Membran eritrosit

dan proses metabolisme di dalam eritrosit berperan dalam melindungi

dan memelihara molekul hemoglobin. Membran eritrosit yang tidak

normal akan mengubah struktur dan fungsi hemoglobin (Harper,

1975).

E. Kerangka Berpikir Teoritik

Biji pepaya mengandung senyawa flavonoid dan enzim papain.

Fitoestrogen merupakan senyawa yang berasal dari tanaman. Fitoestrogen

memiliki struktur mirip dengan estrogen alami yang memiliki pengaruh

(45)

22

terjadi dikarenakan fitoestrogen yang dapat berikatan dengan reseptor

estrogen endogen di dalam tubuh.

Pemberian esktrak biji pepaya yang mengandung fitoestrogen

diharapkan mampu memberikan efek estrogenik terhadap organ

reproduksi tikus putih yang akan dilihat dari jumlah kelenjar dan ketebalan

endometrium. Sedangkan pertambahan ketebalan lapisan endometrium

disebabkan oleh perkembangan dari struktur dan jumlah kelenjar

endometriu selama siklus estrus. Aksi dari hormon estrogen sepanjang fase

folikular menyebabkan proliferasi lapisan endometrium, termasuk kelenjar

endometrium. Sehingga karena adanya peningkatan estrogen dapat

merangsang pertumbuhan kelenjar endometrium yang akan berpengaruh

pada ketebalan endometrium (Dellman and Brown, 1992: 514).

Ukuran uterus meningkat menjadi dua kali lipat, tetapi yang lebih

penting daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang

berlangsung pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen.

Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma

endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar

endometrium (Guyton and Hall, 2007: 1070).

Efek estrogen pada kadar hemoglobin yaitu, ketika estrogen dalam

jumlah normal disuntikkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah

sel-sel darah merah meningkat sampai 15-20 persen. Apabila sel-sel-sel-sel darah

merah yang meningkat, maka kadar hemoglobin pada darah juga

(46)
[image:46.595.134.512.84.533.2]

23

Gambar 7. Kerangka Berpikir Teoritik

F. Hipotesis

Pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) dapat

meningkatkan terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar

hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

Fitoestrogen

Organ Reproduksi Betina Mirip Struktur Estrogen Endogen

Mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino

(proteolitik) Enzim Papain

Asam amino diperlukan di seluruh proses metabolisme tubuh

Uterus

Vagina Ovarium

Ketebalan Endometrium

Sistem Peredaran Darah

(47)

1 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan perlakuan

ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan

endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu

Penelitian Pendahuluan telah dilaksanakan pada tanggal 1

November-1 Desember 2016 dan Uji Sesungguhnya telah

dilaksanakan pada tanggal 1 Januari – 1 Februari 2017.

2. Tempat

a. Pembuatan ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) dilakukan di

Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM.

b. Pemeliharaan tikus dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan

Laboratorium Biologi FMIPA UNY.

c. Pembuatan preparat histologi organ dilakukan di Laboratorium

Patologi dan Anatomi FK UGM.

d. Pengamatan preparat histologi endometrium dilakukan di

Laboratorium Mikroskopi Jurdik BIOLOGI FMIPA UNY.

(48)

2

Tikus putih betina galur Wistar umur 2 bulan dengan berat

badan ± 150 gram.

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan adalah 20 ekor tikus yang sudah

dibagi menjadi 4 kandang dengan berat tubuh ± 150 gram yang diberi

ekstrak biji papaya yang memiliki variasi kadar 300 mg/150gramBB

tikus/hari, 350 mg/150gramBB tikus/hari, dan 400 mg/150gramBB

tikus/hari.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dari penelitian ini berupa variasi dosis ekstrak

biji pepaya.

2. Variabel Tergayut

a. ketebalan lapisan endometrium tikus

b. kadar hemoglobin per mm darah.

3. Kondisi Terkontrol

Kondisi kontrol penelitian yaitu berat badan tikus, jenis

kelamin, pemeliharaan tikus, pakan, minuman, kandang, lama

pemeliharaan, umur, waktu pemberian ekstrak.

E. Alat dan Bahan 1. Alat

a. Kandang tikus k. Mikroskop

(49)

3

c. Spluit 3 ml m. Bak Parafin

d. Sarung tangan n. Flakon

e. Tempat minum tikus o. Dissecting Set

f. Microtube p.Alat pengukur kadar Hb

g. Timbangan q. Pipet Tetes

h. Hematokrit r. Cotton Buds

i. Object Glass s. Kamera

j. Cover Glass t. Label

2. Bahan

a. Tikus Putih Betina g. Pakan AD 1

b. Ekstrak biji papaya h. Kloroform

c. Aquades i. Giemsa

d. Metanol 0,1% j. Larutan Formalin 10%

e. Alkohol 70% k. HCl 0,1%

f. EDTA l. NaCl 0,9%

F. Prosedur Kerja 1. Tahap Persiapan

a. Menyiapkan tikus putih sebanyak 20 ekor dengan bobot dan umur

yang sama (berat badan rata-rata 150 gram dan umur 2 bulan).

b. Menyiapkan kandang tikus sebanyak 4 kandang.

c. Menyiapkan biji pepaya.

d. Melakukan ektraksi biji pepaya di Laboratorium Penelitian dan

(50)

4 2. Pembuatan Estrak Biji Pepaya

a. Mengoven biji pepaya hingga kering atau hingga kadar airnya

habis.

b. Menghaluskan simplisia kering dari biji pepaya menggunakan

mesin penggiling.

c. Memasukkan biji pepaya yang sudah halus ke dalam maserator

dan dituangi dengan etanol 96 % sampai terdapat selapis cairan di

atas simplisia.

d. Melakukan proses maserasi dengan cara perendaman selama 24

jam.

e. Menampung cairan hasil ekstraksi dan sisa ampas simplisia

direndam kembali dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 24

jam.

f. Menampung kembali cairan hasil meserasi dan melakukan

meserasi kembali pada sisa simplisia hingga didapat tiga cairan

hasil meserasi dari simplisia.

g. Mengevaporasi seluruh hasil meserasi tersebut menggunakan alat

evaporator sehingga didapat ekstrak kental yang terpisah dari

pelarut etanolnya.

3. Aklimatisasi

a. Membagi tikus ke dalam 4 kandang yang telah disiapkan dengan

(51)

5

b. Memberikan pakan dan minum satu kali sehari.

c. Membersihkan kandang 3 kali sehari dengan mengganti alas tidur

dengan serbuk gergaji yang baru.

d. Aklimatisasi dilakukan selama 7 hari.

4. Penentuan Dosis

Penentuan dosis perlakuan pada penelitian ini didasarkan

pada hasil uji pendahuluan, di mana pada uji pendahuluan terdiri dari

4 kelompok perlakuan. Satu kelompok kontrol yaitu 0 mg ekstrak

biji pepaya dan tiga kelompok perlakuan, masing-masing 100 mg,

200 mg/150gramBB tikus/hari, dan 300 mg/150gramBB tikus/hari

ekstrak biji pepaya. Berikut hasil uji pendahuluan adalah sebagai

[image:51.595.182.519.467.553.2]

berikut:

Tabel 1. Rata-rata Ketebalan Lapisan Endometrium Tikus Putih (µm) Uji Pendahuluan

Endometrium

Perlakuan

Kontrol P1 (100mg) P2 (200 mg) P3 (300 mg)

Kanan 719.62 493.05 350.5 550

Kiri 538.65 587.1 342 540.05

Tabel 2. Rata-rata Kadar Hemoglobin Tikus Putih (gr/dl) Uji Pendahuluan

Perlakuan Kadar Hemoglobin Kontrol ( 0 mg) 11,3

[image:51.595.186.450.626.708.2]
(52)

6

Hasil uji pendahuluan di atas menunjukkan, dosis yang

berpengaruh pada ketebalan dan kadar hemoglobin secara optimal

adalah dosis perlakuan P3 (300 mg/150gramBB tikus/hari), maka

dari itu peneliti menaikkan dosis untuk penelitian selanjutnya

menjadi 300 mg/150gramBB tikus/hari, 350 mg/150gramBB

tikus/hari dan 400 mg/150gramBB tikus/hari ekstrak biji pepaya.

5. Pemberian Ekstrak Biji Pepaya

Sebelum tikus diberi perlakuan ekstrak biji papaya dilakukan

ulas vagina terlebih dahulu untuk mengetahui siklus estrus tikus.

Apabila tikus dalam keadaan estrus maka pemberian ekstrak biji

pepaya dilakukan secara oral dengan menggunakan disposable

syringe. Waktu pemberian ekstrak biji pepaya adalah siang hari jam

10.00 WIB. Ekstrak biji pepaya diberikan selama 21 hari.

6. Ulas Vagina

Ulas vagina dilakukan pada awal sebelum dan setelah tikus

mendapatkan perlakuan yaitu pada pertama dan hari ke 22. Apabila

tikus dalam masa estrus maka langsung dilakukan pembedahan.

Adapun prosedur apus vagina adalah gelas objek dibersihkan

terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70%. Kemudian

cutton bud kecil dicelupkan ke dalam garam fisiologi (NaCl 0,9%)

kemudian dimasukkan ke dalam vagina tikus kira-kira 1 cm

dengan diputar secara perlahan satu arah tanpa diulangi kearah

(53)

7

gerakan satu arah putaran. Kemudian diwarnai dengan

menggunakan giemsa 10% selama 15 menit. Setelah itu, dicuci

dengan menggunakan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan

ulas vagina kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya.

7. Pengambilan Darah dan Perhitungan Kadar Hemoglobin a. Mengambil darah dari sinus orbital mencit menggunakan

mikrohematokrit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988: 108).

b. Darah yang diambil ditampung di dalam mikrotube yang telah

diberi Ethylen Diamin Tetra-acetic Acid (EDTA) sebagai

antikoagulan (25 mg/1,5 ml darah).

c. Menyimpan sementara di almari pendingin.

d. Prosedur pemeriksaan dengan metode Sahli:

1). HCl 0,1 N

2). Aquadest

3). Pipet hemoglobin

4). Alat Sahli

5). Pipet pastur

4). Pengaduk

e. Memasukkan HCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli sampai angka 2.

f. Mengisap darah dengan pipet hemoglobin sampai melewati

batas, lalu membersihkan ujung pipet ke tisu agar darah sampai

(54)

8

g. Memasukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung

hemoglobin, sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung.

h. Meniup pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung

udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipet

dengan cara menghisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4

kali.

i. Mendiamkan selama kurang lebih 3-5 menit.

j. Memasukan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan

(setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warna gelas dari

alat pembanding.

k. Membaca kadar hemoglobin pada skala tabung, bila sudah

sama.

8. Pembedahan Tikus

a. Membius tikus dengan cara memasukkannya ke dalam toples

berisi kapas yang telah dibasahi dengan menggunakan

kloroform.

b. Melakukan pembedahan menggunakan discetting set,

selanjutnya mengambil organ ovariumnya, setelah tikus dibius.

c. Memasukkan organ uterus dengan segera ke dalam flakon yang

berisi larutan formalin 10%

9. Pembuatan Preparat

Pembuatan preparat histologik dilakukan di laboratorium

(55)

9

parafin dan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE).

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Fixation

Uterus yang telah dilabeli dimasukkan ke dalam

fixative, yaitu formalin 10%.

b. Trimming

Triming adalah tahapan yang dilakukan setelah proses

fiksasi dengan melakukan pemotongan tipis jaringan setebal

kurang lebih 4 mm.

c. Dehydration (Pengeringan)

Dehidrasi jaringan dimaksudkan untuk mengeluarkan

air yang terkandung dalam jaringan, dengan meggunakan

cairan dehidran yaitu alkohol secara bertingkat dengan waktu

yang tertentu yaitu:

1) Alkohol 80%, selama 2 jam

2) Alkohol 96%, selama 2 jam

3) Alkohol 96%, selama 1 jam

4) Alkohol absolut, selama 1 jam

5) Alkohol absolut, selama 1 jam

6) Alkohol absolut, selama 1 jam

(56)

10

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan alkohol,

agar parafin dapat masuk ke dalam jaringan. Agen

penjernihan adalah Xylol dengan cara bertahap yaitu :

1) Xylol, selama 1 jam

2) Xylol, selama 1 jam

3) Xylol, selama 1 jam

e. Parafination

Proses infiltrasi dilakukan didalam oven

(incubactor) dengan perbandingan xylol : paraffin = 1:1

selama 120 menit pada suhu 600C. Pemberian paraffin

murni pada suhu 600C selama 120 menit. Pemberian

paraffin murni pada suhu 600C selama 120 menit.

f. Embedding (Penanaman)

Jaringan yang berada pada parafin kemudian

dilekatkan pada balok kayu ukuran 3x3 cm atau embedding

cassette. Fungsi dari balok kayu atau embedding cassette

adalah untuk pemegang pada saat blok dipotong dengan

microtom.

g. Sectioning (pemotongan menggunakan mikrotom)

1) Blok parafin yang telah berisi jaringan, diiris

menggunakan scalpel sehingga bagian yang akan diiris

dengan microtom berbentuk segiempat teratur. Preparat

(57)

11

2) Meletakkan blok parafin pada holder kayu.

3) Memasang holder dengan blok paraffin pada rotary

microtom yang direkatkan.

4) Menyiapkan tempat coupes atau pita preparat dan kuas

kecil untuk mengambil coupes dari pisau mikrotom.

5) Mengatur tebal tipisnya coupes dengan mengatur pada

pengaturan di microtom.

6) Memasukkan preparat kedalam nampan yang berisi air

hangat. Hal tersebut dilakukan agar coupes dapat

merentang dan jaringan tidak melipat.

7) Menempelkan Coupes pada gelas benda (pada proses

affixing) yang sebelumnya telah diolesi oleh putih telur

atau albumin.

h. Affixing

1) Meletakkan sejumlah coupes (irisan tengah pita

preparat) pada kaca benda yang telah diberi perekat

dengan gliserin dan albumin.

2) Memindahkan kaca-kaca gelas benda yang berisi

coupes tersebut ke atas hot plate dengan suhu

(40-45°C), adanya kelebihan air dihisap dengan

menggunakan pipet/kertas saring, dan mengarur letak

coupes dengan parafinnya direntangkan.

(58)

12

1) Mencelupkan kaca benda yang telah ditempeli coupes

ke dalam xylol secara berulang yaitu: Xylol (I) selama

5 menit, Xylol (II) selama 5 menit, dan Xylol (III)

selama 5 menit.

2) Melakukan dehidrasi berulang yakni: Alkohol absolute

(I) selama 5 menit, Alkohol absolut (II) selama 5

menit.

3) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1

menit.

4) Mencelupkan ke dalam Hematoxyilin-Eosin selama 20

menit.

5) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1

menit.

6) Mencelupkan coupes ke dalam acid alkohol sebanyak

2-3 celupan.

7) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 1

menit.

8) Mencelupkan coupes ke dalam aquadest selama 15

menit.

9) Mencelupkan kedalam Eosin selama 2 menit

10)Melakukan dehidrasi berulang lagi yakni: Alkohol

(59)

13

menit, Alkohol absolut (III) selama 3 menit, Alkohol

absolut (IV) selama 3 menit.

11)Mecelupkan ke dalam Xylol yaitu : Xylol (IV) selama

5 menit, Xylol (V) selama 5 menit

12)Memounting dengan per mount.

10.Pengamatan Histologik

Preparat yang sudah jadi diamati di bawah mikroskop

cahaya dan dengan bantuan mikrometer okuler dan objektif dengan

perbesaran 40X. Preparat diamati pada seluruh bidang pandangnya,

lalu membandingkan hasil yang diperoleh antara kelompok

perlakuan dengan kelompok kontrol.

Cara mengukur ketebalan lapisan endometrium diukur

mulai dari lapisan yang berbatasan langsung dengan lumen uterus

sampai dengan batas antara lapisan endometrium dengan lapisan

miometrium menggunakan bantuan mikrometer okuler yang telah

dikalibrasi dengan mikrometer objektif. Hasil hitungan kalibrasi

mikrometer okuler dengan mikrometer objektif adalah sebagai

berikut:

7 okuler = 80 µm

1 okuler = 80 : 7

(60)

14

Ketebalan endometrium yang telah diketahui dikalikan

dengan nilai kalibrasi 11.4, maka akan ditedapatkan ketebalan

endometrium pada setiap bagian (atas, bawah, kanan dan kiri).

G. Teknik Penempatan Sampel

Teknik ini perlu dilakukan untuk membagi tikus secara acak yang

akan dimasukkan ke dalam masing-masing kandang. Teknik yang

digunakan adalah pengambilan tikus secara acak, yaitu dengan pemberian

warna merah dan hijau menggunakan spidol permanen di badan tikus.

Warna serta kode tersebut adalah: merah, hijau, merah merah, hijau hijau

dan merah hijau. Warna dan kode tersebut akan digunakan untuk mengisi

masing-masing kandang, sehingga setiap kandang terisi 5 ekor tikus

dengan warna dank ode yang telah dibuat tersebut.

Tabel 3. Pembagian Warna pada Tikus Putih sebagai Teknik Melakukan Pemilihan Sampel

[image:60.595.147.478.451.637.2]
(61)

15 H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan pengamatan

masing-masing preparat ketebalan endometrium menggunakan mikroskop

dan mikrometer okuler dan objektif, kemudian melakukan penghitungan

ketebalan endometrium. Penghitungan kadar hemoglobin dilakukan

dengan menggunakan alat pengukur Hb pada hari ke-28.

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif dari hasil

pengamatan dan penghitungan ketebalan endometrium serta kadar

hemoglobin tikus putih yang telah diberi perlakuan, yaitu pemberian

ekstrak biji papaya dengan dosis yang berbeda. Data yang diperoleh dari

penghitungan ketebalan endometrium dan kadar hemoglobin dianalisis

menggunakan Analisys of Varians (ANOVA) satu arah (One Way Anova)

untuk mengetahui pengaruh dari pemberian ekstrak biji pepaya yang

berbeda dosisnya pada taraf signifikan p<0,05. Uji lanjut Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) taraf uji 5% untuk mengetahui beda nyata

antar perlakuan, apabila hasil analisis ANOVA signifikan Data diuji

menggunakan bantuan programn Statistical Package for Social Sciens ver

(62)

1 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica

papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin

tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya terhadap Ketebalan Lapisan Endometrium

Data hasil penelitian mengenai ketebalan lapisan endometrium

diperoleh melalui pengukuran preparat histologik uterus tikus putih

dengan menggunakan bantuan mikrometer objektif dan okuler yang

dipasang pada mikroskop.

[image:62.595.168.462.403.623.2]

Gambar 8. Mikrograf Uterus Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (40X). Keterangan: (a) perimetrium

(63)

2

Gambar di atas, menunjukkan uterus terdiri atas tiga lapisan

penyusun, yaitu endometrium, miometrium dan perimetrium. Lapisan

yang paling luar adalah lapisan endometrium, lapisan tengah miometrium

dan lapisan paling dalam adalah perimetrium jika dilihat dari lumen

uterus. Ketebalan lapisan endometrium tidak sama pada setiap sisinya,

dikarenakan penampang endometrium tidak rata melainkan

berlekuk-lekuk.

Ketebalan lapisan endometrium diukur mulai dari lapisan yang

berbatasan langsung dengan lumen uterus sampai dengan batas antara

lapisan endometrium dengan lapisan miometrium. Ketebalan lapisan

endometrium diperoleh dari rerata empat kali pengukuran yaitu bagian

atas, bawah, kanan dan kiri lapisan endometrium tersebut. Data rata-rata

ketebalan lapisan endometrium yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Data Ketebalan Lapisan Endometrium (µm) Uterus Tikus Putih setelah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (40X)

Ulangan Kontrol P1 P2 P3 1 324.85 185.25 374.77 290.7 2 410.4 379.05 152.47 304.95 3 157.95 384.75 547.2 316.35 4 307.77 363.37 407.55 285 5 109.47 360.52 484.5 256.5 Rata-rata 262.08 334.58 393.29 290.7 St dev 124.65 84.10 150.45 22.71

Tabel di atas menunjukkan bahwa ketebalan endometrium uterus

tikus putih memiliki nilai rata-rata tertinggi pada kelompok perlakuan P2

dengan rata-rata ketebalan lapisan endometrium sebesar 393.29 µm.

[image:63.595.151.463.485.604.2]
(64)

3

262.08 µm, dan ketebalan endometrium meningkat pada kelompok

perlakuan P1 menjadi 334.58 µm. Sedangkan pada kelompok perlakuan

P3 ketebalan endometrium lebih kecil dibanding perlakuan P2 dan lebih

tinggi dibandingkan kelompok kontrol, yaitu sebesar 290.7 µm.

Data ketebalan lapisan endometrium yang diperoleh diuji terlebih

dahulu menggunakan uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui

bahwa data tersebut tersebar normal dan homogen.

Data ketebalan lapisan endometri

Gambar

Gambar 1. Morfologi Biji Pepaya (Dokumentasi Penelitian, 2017)
Gambar 2. Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid (Hardianzah, R. 2009: 43).
Gambar 3. Mikrograf Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 40X (Dokumentasi Penelitian, 2017)
Gambar 4. Anatomi Tikus Putih (Dokumentasi Penelitian, 2017)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh lama perendaman dan pemberian soda kue dengan berbagai konsentrasi terhadap kadar asam sianida tempe koro

Robot memerlukan aksi yang tepat untuk menanggapi suatu keadaan lingkungan.Kondisi lingkungan dapat diperoleh dari sensor-sensor yang terhubung dengan suatu

Untuk mengakomodir rasa ingin tahu anak yang tinggi, e-book dilengkapi dengan fitur interaktif yang akan membawa anak memperoleh pemahaman atas konsep keselamatan

Agar jaringan tanpa kabel dapat berfungsi, sinyal harus memiliki jalur dari pengirim ke penerima dan tiba dengan kekuatan sinyal yang masih cukup untuk diterjemahkan.. Kekuatan

Karena itu, salah satu prinsip dalam pengangkutan ikan adalah bagaimana menciptakan suasana dalam alat pengangkutan agar ikan bisa bernapas dengan baik, sehingga

Dalam tahap ini, data – data yang diperlukan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini merupakan data tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah yang telah

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan

Gambar 13 menunjukkan bentuk grafik perbandingan hasil dimensi (D1, D2, D3) dengan nilai seperti yang terdapat pada Tabel 8 untuk mesin Grating yang menggunakan kontrol Arduino