• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA BIOLOGI KELAS VII SMP NEGERI 19 PALU | Usdalifat | JSTT 6975 23301 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA BIOLOGI KELAS VII SMP NEGERI 19 PALU | Usdalifat | JSTT 6975 23301 1 PB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

KELAS VII SMP NEGERI 19 PALU

Sri Usdalifat1, Achmad Ramadhan dan Samsurizal M. Suleman²

sriifat@gmail.com

1

(Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)

2

(Dosen Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)

Abstract

The resesearch aimed to examine the effect of inquiry learning model of the critical thinking skills and describe the effect of Inquiry Learning Model of the process skills on the Biology subject of grade VII students at SMP Negeri 19 Palu. The research method was a quasi experiment. The population was the grade VII. It was based random sampling and the selected class was the class VIIa with the number of students were 28 as the control class and class VIIB with the number of students were 27 as the experiment class. Retrieving data using the instrument test of the critical thinking ability and the students' skills of observation sheets. Hypothesis test process skills were analyzed by analysis of variance (ANOVA). Hypothesis test results of the critical thinking skills showed 0,001 < 0,05 and F count 31,003 > F table 4,02. Hypotheses test results of the process skills showed 0,001 < 0,05 and F count 26,666> F table was 4,02. The results of the study indicated that there were significant to the inquiry learning model critical thinking skills and also there was the effect of the process skills of the students.

Keyword : Inquiry Learning Model, Critical Thinking Ability, Process Skills

Seorang guru dalam pembelajaran

diwajibkan menggunakan model

pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa untuk aktif, dengan kata lain seorang

guru dalam pembelajaran harus

mengembangkan strategi mengajar yang mengarah pada keaktifan belajar siswa (student center). Model pembelajaran mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran, dengan model pembelajaran tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri (Trianto 2007)

Menurut Waspada (2007) dalam Sutama dkk. (2014), dalam pembelajaran biologi selama ini cenderung hanya mengasah aspek mengingat (remembering) dan memahami (understanding), yang merupakan low order of thinking (urutan tingkatan terendah dalam berpikir), masih banyak siswa

belajar hanya menghafal konsep-konsep, mencatat apa yang diceramahkan guru, pasif, dan jarang menggunakan pengetahuan awal sebagai dasar perencanaan pembelajaran.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta proses pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Trianto, 2007)

(2)

untuk mencari atau memahami informasi, dalam pembelajaran inkuiri mengutamakan siswa sebagai pelaku utamanya, siswa bebas mengeluarkan pendapat dan berkomentar mengenai permasalahan-permasalahan yang diajukan oleh guru. Pembelajaran ini dirancang secara khusus mengajak siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat dan membantu para siswa belajar merumuskan dan menguji pendapatnya sendiri. (Samdas, 2012)

Model pembelajaran inkuiri adalah suatu model yang menekankan pengalaman-pengalaman belajar yang mendorong siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip. Model pembelajaran inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Model pembelajaran inkuiri adalah merupakan proses belajar yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menguji dan menafsirkan problema secara sistematika yang memberikan konklusi berdasarkan

pembuktian. Berdasarkan beberapa

pengertian yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa model inkuiri adalah suatu cara yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk bertanya, memeriksa, atau menyelidiki sesuatu yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri.

Melibatkan peserta didik dalam inkuiri memungkinkan peserta didik untuk terlibat dalam proses mental yang tinggi (penalaran) dan mengambil keputusan. Sepanjang proses inkuiri, para guru dan peserta didik didorong untuk berpikir kritis, terbuka, dan yang paling penting keingintahuan tentang lingkungan belajar. Peserta didik menjadi lebih sadar bahwa mereka bertanggung jawab atas temuan mereka sendiri. Proses inkuiri memiliki potensi untuk mengembangkan

keterampilan, dan disposisi untuk belajar seumur hidup, misalnya, kemandirian, keterampilan berpikir, kepercayaan diri, pengambilan keputusan, pembelajaran kooperatif dan lainnya keterampilan hidup.

Berpikir kritis merupakan aktifitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan. Definisi ini lebih menekankan pada bagaimana membuat keputusan atau pertimbangan-pertimbangan, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan proses berpikir reflektif yang membutuhkan kecermatan dalam mengambil keputusan melalui serangkaian prosedural untuk menganalisis, menguji, dan mengevaluasi bukti serta dilakukan secara sadar. Pengajaran keterampilan berpikir kritis di Indonesia memiliki beberapa kendala, salah satunya adalah dominasinya guru dalam proses pembelajaran dan tidak memberi akses pada peserta didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya, selain minimnya keterampilan berpikir kritis siswa yang bermuara pada

rendahnya kemampuan siswa untuk

menyelesaikan setiap permasalahan, siswa terbiasa dengan menyalin atau mencontek sehingga pada saat diberikan soal-soal atau tes nilai yang dihasilkan dibawah rata-rata atau kurang memuaskan.

(3)

Pencapaian kinerja ilmiah siswa yang masih rendah dalam pembelajaran disebabkan karena karakteristik materi yang terlalu padat dan tolak ukur keberhasilan pendidikan di sekolah masih difokuskan dari segi produk (konsep).

Masalah-masalah yang menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses siswa adalah kurang tepatnya guru dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu cara-cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Kemampuan berpikir kritis seharusnya dapat dimiliki oleh setiap siswa, apabila siswa sudah memiliki kemampuan berpikir kritis dia akan lebih mudah untuk memecahkan suatu masalah yang ada di hadapan mereka, dengan terbiasanya menyelesaikan atau memecahkan sebuah masalah maka dia akan terbiasa menghadapi masalah yang sesulit apapun. Untuk itu tugas guru yang paling utama dari pendidikan ini adalah mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswanya, terutama kemampuan berpikir kritis. Jadi

dengan diterapkannya

model pembelajaran inkuiri diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sehingga diharapkan akan meningkatnya kualitas pendidikan.

METODE

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan eksperimen semu (quasy experiment). Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri 19 Palu tahun ajaran 2015/2016. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik simple random sampling. Subyek penelitian terdiri dari 2 kelas yaitu kelas VIIa menggunakan metode konvensional dengan jumlah siswa 28 orang atau sebagai kelas kontrol dan kelas VIIb menggunakan model pembelajaran Inkuiri atau sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 27 orang. Variabel bebas (Independent variable) dalam penelitian ini adalah metode

pembelajaran inkuiri. Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses belajar siswa. Teknik-teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah Instrumen Tes yang diberikan sebelum (pretest) dan setelah (posttest) proses pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa pada penelitian ini adalah instrumen berupa tes bentuk pilihan essay tes yang dipakai untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa yang meliputi 6 keterampilan kognitif menurut Facione (2010) yaitu interpretasi (interpretation), analisis (analysis), evaluasi (evaluation), inferensi (inference), penjelasan (explanation), dan self-regulation. Instrumen tes ketetampilan proses sesuai yang dikemukakan oleh Nur (2002) penulis mengambil 4 keterampilan proses meliputi keterampilan memprediksi/ peramalan, mengobservasi/pengamatan,

mengkomunikasikan dan menyimpulkan. Selanjutnya keterampilan proses siswa di amati dengan menggunakan lembar observasi. Instrumen belajar terlebih dahulu di validiasi, di uji reliabilitas, menghitung daya pembeda dan tingkat kesukaran soal di bantu dengan program Anates V5 kemudian dilakukan uji coba. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu di uji normalitas data dan homogenitas. Data kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses selanjutnya di analisis dengan menggunakan t-test dan analisis of varian (anova). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program statistik SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi hasil kemampuan berpikir kritis

(4)

60,7%. Jika dilihat dari kemampuan berpikir kritis siswa lebih tinggi pada self regulation atau kemampuan dalam hal kesadaran diri sementara kemampuan terendah terletak pada kemampuan mengevaluasi data, sedangkan untuk kelas eksperimen dari 27 siswa yang mengikuti pretest terdapat 13 orang yang tidak tuntas sehingga secara klasikal belum tuntas dengan persentase 48,18%. Jika dilihat dari kemampuan berpikir kritis siswa tertinggi pada kemampuan menginferensi sedangkan nilai terendah terletak juga pada kemampuan mengevaluasi.

Pada postest dari 28 siswa yang mengikuti postest pada kelas kontrol terdapat 1 orang yang tidak tuntas sehingga secara klasikal belum tuntas dengan persentase 3,6%, Jika dilihat dari kemampuan berpikir kritis siswa nilai tertinggi terletak pada kemampuan kesadaran diri (self regulation) dan untuk nilai terendah terletak pada

kemampuan menganalisis. Untuk kelas eksperimen dari 27 siswa yang mengikuti postest semua siswa telah secara klasikal persentase 100%, jika dilihat dari kemampuan berpikir kritis siswa nilai tertinggi terletak pada kemampuan eksplanasi dan untuk nilai terendah terletak pada kemampuan menganalisis.

Untuk melihat perubahan kemampuan berpikir kritis siswa per-indikator pada kelas eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode inkuiri kemampuan Eksplanasi atau penjelasan dengan penalaran, Interpretasi atau kemampuan memahami dan mengungkapkan, Evaluasi, Self Regulation atau kemampuan memantau aktifitas kognitif diri/kesadaran diri, Inferensi atau kemampuan mengidentifikasi

dan Analisis atau kemampuan

mengidentifikasi ditunjukan seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram penguasaan kemampuan berpikir kritis per-indikator dilihat dari pretest dan posttest pada kelas ekperiemen

Deskripsi Hasil Keterampilan Proses

Dari 28 siswa yang mengikuti pretest pada kelas kontrol terdapat 16 orang yang tidak tuntas sehingga secara klasikal belum tuntas dengan persentase 57,1%. Jika dilihat dari 4 indikator keterampilan proses siswa

lebih tinggi pada kemampuan

mengkomunikasikan sementara kemampuan terendah terletak pada kemampuan

menyimpulkan, sedangkan untuk kelas eksperimen dari 27 siswa yang mengikuti pretest terdapat 13 orang yang tidak tuntas sehingga secara klasikal belum tuntas dengan persentase 48,18%.

Hasil postest dari 28 siswa yang mengikuti postest pada kelas kontrol terdapat 1 orang yang tidak tuntas sehingga secara klasikal belum tuntas dengan persentase 0.0%

10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% 90.0% 100.0%

Pretest

(5)

3,6%, Jika dilihat dari keterampilan proses siswa nilai tertinggi terletak pada kemampuan mengobservasi dan untuk nilai terendah terletak pada kemampuan menyimpulkan. Untuk kelas eksperimen dari 27 siswa yang mengikuti postest semua siswa telah tuntas secara klasikal dengan persentase 100%, jika dilihat dari keterampilan proses siswa nilai tertinggi terletak pada kemampuan

mengobservasi dan untuk nilai terendah terletak pada kemampuan menyimpulkan.

Untuk melihat perubahan keterampilan proses perindikator pada kelas eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode inkuiri keterampilan memprediksi, mengamati, menjelaskan dan menyimpulkan ditunjukan seperti pada Gambar 2

Gambar 2. Diagram Penguasaan Keterampilan Proses kelas Eksperimen

Data Kemunculan Aspek Keterampilan Proses Siswa Berdasarkan Lembar Observasi

Kemunculan tiap keterampilan proses siswa pada saat pembelajaran diambil dengan menggunakan lembar observasi. Hasil dari analisis observasi ini dijadikan sebagai data penunjang untuk mengetahui kemunculan

kemampuan keterampilan memprediksi, keterampilan mengamati, keterampilan

berkomunikasi dan keterampilan

menyimpulkan. Berikut adalah data persentase kemunculan keterampilan proses sains perindikator seperti tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan lembar observasi pada kelas kontrol dan kelas ekperimen

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% 90.0% 100.0%

Pretest

Postest

No Aspek Ketrampilan Proses Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Rerata Ketercapaian Rerata Ketercapaian

1. Keterampilan Memprediksi 23 85 % 18 63%

2. Keterampilan Mengobservasi 25 94 % 23 82%

3. Keterampilan Mengomunikasi 23 82 % 19 64%

(6)

Tabel 1. menunjukkan bahwa rata-rata persentase kemunculan aspek keterampilan proses pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang paling tinggi setelah dilakukan pengamatan (observasi) adalah keterampilan mengobservasi dengan rata-rata kemunculan sebesar 94% dan 82%. Kehadiran model dalam pembelajaran ini memungkinkan siswa melakukan observasi/pengamatan dengan baik dan benar. Kemudian keterampilan memprediksi dengan rata-rata kemunculan sebesar 85% pada kelas eksperimen dan 63% pada kelas kontrol dan keterampilan menyimpulkan dengan rata-rata kemunculan sebesar 85% untuk kelas ekperimen dan 65%

pada kelas kontrol. Dalam hal ini keterampilan menjelaskan/mengkomunikasikan memiliki persentase kemunculan paling rendah yaitu sebesar 82% untuk kelas eksperimen dan 64% pada kelas kontrol

N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis

Hasil pretest dan postest kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol N-gainnya, menunjukan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. N-Gain kemampuan Berpikir kritis Siswa

N-gain kelompok eksperimen rata-rata sebesar 68,28 lebih tinggi dibanding kelompok kontrol rata-rata sebesar 44,49 yaitu selisih 23,79. N-gain tertinggi kelompok eksperimen adalah 100; sedangkan kelompok kontrol 87,50. Walaupun kedua hasil tersebut berada pada kategori sedang, namun telah terlihat adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen.

N-Gain Tes Keterampilan Proses

Hasil pretest dan postest keterampilan proses siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukan perubahan hasil belajar antara sebelum dan sesudah pembelajaran yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. N-Gain Keterampilan Proses Siswa

0 20 40 60 80

Kls Kontrol Kls Eksperimen

R

Kls Kontrol Kls Eksperimen

(7)

N-gain kelompok eksperimen rata-rata 64,71 lebih tinggi dibanding kelompok kontrol rata-rata 34,59 dengan selisih 30,12. N-gain tertinggi kelompok eksperimen adalah 100,00; sedangkan kelompok kontrol 70,00. Walaupun kedua hasil tersebut berada pada kategori sedang, namun telah terlihat adanya peningkatan keterampilan proses pada kelompok eksperimen.

Berdasarkan analisis data dengan Anova untuk hipotesis pertama yaitu pengaruh model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis menunjukkan bahwa nilai Fhitung > F

tabel yaitu 31,003 > 4,02 dengan nilai

signifikan 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis alternatif diterima, artinya kemampuan berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran inkuiri pada kelas eksperimen dan model konvesional pada kelas kontrol berbeda nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Sedangkan dari analisis data dengan Anova untuk pengaruh model pembelajaran inkuiri dengan ketrampilan proses siswa menunjukkan bahwa nilai signifikansi Fhitung

> dari Ftabel yaitu 22,666 > 4,02 dengan nilai

signifikansi (α) 0,001 < 0.05. Hal ini

menunjukan bahwa hipotesis diterima, artinya keterampilan proses siswa dengan model pembelajaran inkuiri pada kelas eksperimen dan model konvesional pada kelas kontrol berbeda nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap keterampilan proses siswa.

Berdasarkan analisis data penelitian dan pengujian hipotesis menunjukan bahwa variable bebas (model pembelajaran) memberikan pengaruh terhadap variable terikat (kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses)

Pengaruh Model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis

Hasil uji hipotesis dengan Anova untuk

kemampuan berpikir kritis siswa

menunjukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas yang di terapkan pembelajaran inkuiri (kelas eksperimen) dengan kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional (kelompok kontrol) secara nyata. Hal ini sesuai dengan kajian teori Menurut Ong dan Borich (2006) dalam Kemendikbud 2014 yang menyatakan pembelajaran berbasis Inkuiri adalah belajar melalui berbagai kegiatan termasuk melakukan observasi, mengajukan pertanyaan, mencari dan menggunakan informasi untuk mengetahui dengan jelas peritiwa melalui percobaan, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data; mengajukan pertanyaan, menjelaskan, dan memprediksi; dan mengomunikasikan hasil. Inkuiri mengharuskan melakukan identifikasi dan asumsi, menggunakan berpikir kritis dan logis, dan pertimbangan dari penjelasan alternatif.

Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang inovatif yang tepat digunakan dalam pembelajaran sains khususnya IPA karena dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami dan memperoleh pengetahuan melalui cara berfikir sistematis dan ilmiah. Inkuiri lebih mengutamakan aktivitas siswa dalam proses kegiatan pembelajaran yang mana siswa membangun pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana seorang ilmuwan bekerja. Masing-masing level inkuiri tersebut mencakup kemampuan intelektual dan keterampilan proses. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa karena siswa terbiasa dalam mengkaji suatu. (Wenning, 2005 dalam Ende 2013)

(8)

pada pembelajaran dengan model inkuiri ini siswa dituntut untuk melakukan penjelasan sehingga secara tidak langsung keterampilan menjelaskan siswa dapat berkembang. Sebagian besar siswa mampu menjelaskan kesesuaian antara prediksi yang telah dibuat dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan. Bila prediksi yang dibuat siswa sesuai dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka akan terjadi penguatan konsep dalam diri siswa. Namun bila prediksi siswa berbeda dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka siswa akan membangun kembali konsep yang telah ada dalam diri siswa berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan siswa itu sendiri. Hal tersebut juga sejalan dengan teori belajar Piaget (1972) dalam Ende (2013) yang menyatakan bahwa jika dugaan siswa sama dengan hasil pengamatan maka akan terjadi penguatan konsep yang dimiliki siswa, sebaliknya jika yang diamati berbeda dengan yang diduga siswa maka akan terjadi kognitif konflik yang perlu adanya proses akomodasi kognitif dalam pikiran siswa.

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Keterampilan Proses Siswa

Hasil uji hipotesis dengan Anova untuk keterampilan proses siswa diperoleh data yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses siswa pada kelas yang di terapkan pembelajaran inkuiri (kelas eksperimen) dengan kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional (kelompok kontrol) secara nyata.

Hasil penguasaan keterampilan proses siswa perindokator diperoleh karena pada penerapan pembelajaran tersebut siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengonstruksi pengetahuannya untuk memecahkan atau menjawab masalah yang diberikan dan juga melakukan kegiatan ilmiah. Hal lain yang mungkin menyebabkan peningkatan keterampilan proses siswa adalah pembelajaran dengan model inkuiri ini memberikan pengalaman langsung bagi

siswa. Siswa dituntut untuk aktif dan terlibat langsung dalam pembelajaran seperti siswa harus membuat prediksi kemudian melakukan pengamatan untuk membuktikan jawaban dari prediksi yang telah dibuat dan menjelaskan kesesuaian antara prediksi dengan hasil pengamatan. Dari keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran tersebut secara tidak langsung keterampilan proses sains siswa dapat meningkat. Hal tersebut sejalan dengan

pendapat Semiawan (1996) bahwa

keterampilan mengamati (observasi) merupakan keterampilan ilmiah yang mendasar. Selanjutnya Matthew (2004) mengatakan bahwa pembelajaran inkuiri menjadi sangat tepat dilaksanakan dengan metode demonstrasi yang bisa langsung diobservasi.

Berdasarkan data hasil lembar observasi dapat dilihat bahwa keterampilan mengamati siswa selama pembelajaran dengan model inkuiri menunjukkan bahwa keterampilan mengamati siswa memiliki persentase sebesar 94%. Selama pembelajaran dengan model inkuiri siswa diminta untuk mengamati kejadian atau peristiwa yang terjadi secara langsung dengan menggunakan indera juga mencatat dengan rinci fakta yang relevan dari objek dan segala sesuatu di sekitarnya, misalnya siswa diminta untuk mengamati gerakan membuka dan menutupnya insang ikan setelah diberikan bermacam-macam bahan polutan dengan waktu yang telah ditentukan sampai ikan mengalami kematian. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa melakukan kinerja yang sangat antusias dan sangat baik sehingga hasilnya pun menunjukkan hasil yang positif.

Joyce dan Weil (2000) dalam Kemendikbud (2014) mengemukakan bahwa inti dari pembelajaran inkuiri adalah melibatkan peserta didik dalam masalah penyelidikan nyata dengan menghadapkan

mereka dengan cara penyelidikan

(investigasi), membantu mereka

(9)

meminta mereka merancang cara mengatasi masalah. Melalui inkuiri peserta didik belajar menjadi seorang ilmuwan dalam menyusun pengetahuan. Selain itu, peserta didik belajar

menghargai ilmu dan mengetahui

keterbatasan pengetahuan dan

ketergantungan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan tinjauan aplikasi di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

keterampilan proses siswa untuk

membelajarkan setiap siswa membangun konsep sendiri berdasarkan pengalaman-pengalaman belajarnya melalui prediksinya, pengamatannya dan menginformasikan hasil pengamatannya kepada orang lain serta mampu menyimpulkan fenomena-fenomena yang terjadi di lingkunganya. Melalui Pendekatan inkuiri seorang siswa diharapkan mampu menemukan dan menerapkan konsep-konsep yang terjadi di lingkungan sekitarnya melalui kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa 1) Penerapan model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA di kelas VII SMP Negeri 19 Palu. 2) Penerapan model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap keterampilan proses siswa pada mata pelajaran IPA di kelas VII SMP Negeri 19 Palu.

Rekomendasi

1. Kepada guru bidang studi IPA agar menerapkan pembelajaran model inkuiri untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses siswa. 2. Bagi peneliti yang ingin menerapkan

model inkuiri ini, sebaiknya

memperhatikan karakteristik materi. Materi yang diterapkan harus dapat menggali kemampuan siswa dalam melakukan pengamatan, sehingga dapat menggali kemampuan siswa dalam

memprediksi, mengamati,

menginformasikan/ menjelaskan dan menyimpulkan.

3. Perlu adanya pengkajian dan penelitian untuk model pembelajaran lain yang dapat menggali kemampuan berpikir kritis siswa dan melatih keterampilan proses siswa.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan Penuh keiklasan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Achmad Ramadhan, M.Kes dan Bapak Dr. Samsurizal M. Suleman, M.Si yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh kegiatan penelitian sampai pada penyusunan tesis dan artikel ini, semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT. Amin

DAFTAR RUJUKAN

Ende E. S. 2013. Penerapan Model Preduct Observer Explain (POE) terhadap Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Kimia pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Bungku Tengah. Tesis, Program Pascasarjana, Palu: Universitas Tadulako.

Facione A. Peter , 2010. Critical Thinking. What It Is and Why It Counts, (Online),

http://www.telacommunications.com/nu tshell/cthinking.htm

(http://www.insigtassessment.com/pdf_f iles/what%26), Diakses tanggal 5 Desember 2014.

(10)

Matthew, K. 2004. Classroom Use of Multi Media-Supported Predict-Observe-Explain Taks in Sosial Construktivist Learning Environment. Research in Science Education 34:427-453.

Nur, M., 2002. Keterampilan-keterampilan Proses Sains.” Makalah yang

disampaikan pada Pelatihan

Pembelajaran yang Berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi kepada Para Guru MIPA SMU Negeri Kabupaten Sidoarjo. Surabaya: PSMS UNESA.

Semiawan, C. 1996. Pendekatan keterampilan proses. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Shamdas G., 2012. Pembelajaran Inovatif. Lembaga Pengkajian Pembaharuan

Hukum dan Kebijakan Publik

(LP2HKP). Palu.

Sutama, I.N., I.B. Putu Arnyana, I.B. Jelantik Swasta. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Kinerja Ilmiah Pada Pelajaran Biologi Kelas XII IPA SMA Negeri 2

Amlapura” E-Journal Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.

Sumiati dan Asra. 2007. Metode

Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima

Gambar

Tabel 1. Persentase Kemunculan Keterampilan Proses Sains berdasarkan lembar observasi pada kelas kontrol dan kelas ekperimen
Gambar 4. N-Gain Keterampilan Proses Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya

yang berbeda, lebih memilih gaya layanan yang tidak formal yang mungkin terikat dengan budaya yang berimplikasi pada pemilihan metode pelatihan dan strategi TQM yang

Penulisan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Diploma III Jurusan Perpustakaan di Universitas Sebelas

Jika tidak NULL, maka node bantu akan berpindah ke node selanjutnya dan membaca isi datanya dengan menggunakan field next sehingga dapat saling berkait.. Pemanggilan dalam c++

Resilience Dividend Valuation Model (RDVM) A dynamic, systems-based approach to estimating the resilience dividend that maps changes in the flow of goods and services from a

Selain itu, orang yang memiliki kelebihan pengetahuan yang sudah barang tentu karena kelebihan barang otak, apabil disertai dengan iman munkin

Sesungguhnya, kedudukannya yang strategik berserta dengan sumber alam semulajadi yang dimiliki Hoi An dan polisi kerajaan Dinasti Awal Nguyen merupakan sebab utama menentukan Hoi

auditor tidak dipengaruhi oleh independen, relativisme, pengalaman, dan intensitas moral yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini, dan hanya variabel