• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MANAJEMEN DAN HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN PERKEBUNAN KOPI BANARAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III MANAJEMEN DAN HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN PERKEBUNAN KOPI BANARAN TAHUN"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

MANAJEMEN DAN HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN

PERKEBUNAN KOPI BANARAN TAHUN 1996-2009

A. Awal Perkembangan Perkebunan Kopi Banaran

Konon, sejarah perkopian dunia mencatat orang Sheikh dari Arab yang tertolong jiwanya sewaktu tersesat di hutan dengan memasak buah-buah biji kopi. Juga cerita kambing Kaldi yang tidak tidur-tidur karena memakan buah-buah tumbuhan kopi yang tumbuh di semak-semak di kawasan Ethiopia (kini). Ini catatan dari abad ke-tiga. Buah kopi pun kemudian dimanfaatkan oleh rohaniwan-rohaniwan di berbagai biara di Yemen dan dari kawasan Yemen inilah budidaya kopi dimulai. Bumi arab merupakan sumber tanaman kopi dan dari sanalah kegemaran minum kopi kemudian menyebar ke Mesir, Syria, Turki dan lain-lain negeri di kawasan Timur-Tengah.1

Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropik di kawasan Afrika, tumbuh dibawah pohon-pohon besar di hutan-hutan. Coffea arabica dianggap berasal dari kawasan pegunungan tinggi di barat Ethiopia maupun di kawasan utara Kenya. Jenis-jenis lainnya ditemukan di banyak kawasan di Afrika. Kegemaran minum kopi tumbuh di kalangan pedagang dari Eropa yang sering datang di pusat-pusat perdagangan di Timur Tengah dan menggunakan „warung kopi‟ di berbagai

1

P.S. Siswoputranto. Kopi Internasional dan Indonesia. (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 23-24.

(2)

negeri di Timur Tengah untuk tempat-tempat melakukan bisnis. Pedagang-pedagang ini lazim membawa kembali contoh dan mulailah digemari minuman kopi oleh orang-orang Eropa. Tercatat pengapalan kopi dari Turki ke Venetia pada tahun 1615 dan „CAFÉ‟ mulai dibuka sekitar tahun 1645. Kopi kemudian dikenal penduduk di Wina sejak tahun 1683, sebagai akibat terjadinya peperangan dengan Turki, dan minuman kopi menjadi kegemaran di banyak kota di Austria, Jerman, Belanda, Prancis, dan Inggris.

Dari Inggris kemudian minuman kopi diperkenalkan ke Amerika melalui Virginia pada abad ke-17. Di benua ini kopi nyata menggeser minuman teh yang dikenakan pajak tinggi (1773) sampai kejadian „Boston Tea Party‟ yang membuat para pedagang teh membuang seluruh kiriman teh di kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan Boston. Sejak itu minuman kopi dapat dikatakan menggantikan teh.

Pedagang Belanda abad ke-17 mulai mengembangkan budidaya kopi di tanah-tanah jajahan dan pelabuhan Amsterdam berperan sebagai pusat penjualan kopi dari Java dan „Dutch East Indies’. Prancis memperoleh bibit tanaman kopi dari Belanda dan memulai budidaya kopi di Martinique. Tercatat pulau ini telah memiliki sekitar 18 juta pohon kopi pada tahun 1777.

Budidaya kopi dikembangkan di Indonesia hampir tiga abad, yaitu sejak tanaman kopi untuk pertama kali dimasukkan ke pulau Jawa di zaman Hindia Belanda pada tahun 1696, bersamaan waktunya dengan digemarinya minuman kopi di kawasan Eropa. Pertama kali dimasukkan bibit tanaman Kopi Arabika asal dari Malabar-India dan diterima “a Plantentuin di Bogor untuk percobaan penanaman, dan ternyata berhasil. Kemudian dilanjutkan dengan penyebaran bahan tanaman ke

(3)

berbagai daerah di Jawa Barat. Namun sayang tanaman-tanaman yang pertama kali dikembangkan ini mati karena banjir. Untuk menggantikannya pada tahun 1699 di datangkan lagi bibit-bibit baru yang dikembangkan penanamannya di sekitar Batavia (Jakarta sekarang) dan di banyak daerah di Jawa Barat. Dari penanaman ini kemudian diperluas ke lain-lain daerah. Perkembangannya pesat karena tanaman kopi dimasukkan dalam cultuurstelsel yang mewajibkan rakyat menanam kopi sesuai rencana dan peraturan pemerintahan Belanda waktu itu.2

Ditetapkannya penanaman kopi berawal dari adanya kecenderungan meningkatnya permintaan kopi di pasaran Eropa pada akhir abad ke -17. Kesempaan ini digunakan oleh VOC untuk menambah komoditi ekspornya dengan membudidayakan tanaman kopi di daerah Priyangan. Dengan berbagai faktor pendukung yang dimiliki, daerah Priyangan menjadi daerah kopi yang sangat menguntungkan. Hasil kopi Priyangan bahkan mampu menggeser Yaman yang semula menjadi pengekspor kopi utama untuk pasaran eropa.3

Daendels (Belanda) dan Raffles (Inggris) yang berkuasa di Indonesia setelah bubarnya VOC, merupakan tokoh-tokoh penguasa yang menjadi penganut paham liberal. Mereka memperjuangkan diterapkannya kebebasan perorangan, baik dalam hak milik tanah, bercocok tanam, berdagang, menggunakan hasil tanaman, maupun dalam pemberian kepastian hukum dan keadilan bagi rakyat tanah jajahan.

2

P.S. Siswoputranto., Ibid, hlm. 24-25.

3

Mubyarto. Dkk., Tanah danTenaga Kerja Perkebunan, (Yogyakarta: Aditya Media 1992),hlm. 17.

(4)

Untuk melaksanakan gagasan liberalnya ini, Raffles mengubah sistem pungutan paksa yang dijalankan oleh VOC, menjadi sistem pemungutan pajak tanah (landrente). Dengan cara ini rakyat “dibebaskan” dari segala unsur paksaan, dan sebaliknya rakyat diberi “kebebasan” baik dalam menentukan tanaman-tanaman yang dikehendaki maupun dalam menentukan penggunaan hasil panenannya. Sistem ini dilancarkan dengan harapan dapat memberikan “kebebasan dan kepastian hukum” bagi para petani serta merangsang petani untuk menanam tanaman perdagangan, serta di lain pihak diharapkan terjamin kelestarian pendapatan negara.

Banyak cara yang ditempuh agar rakyat terdorong untuk meningkatkan tanaman ekspor. Mula-mula penanaman kopi secara paksa diubah menjadi penanaman bebas dengan cara menyewakan kebun-kebun kopi kepada kepala-kepala desa yang harus memeliharanya dengan baik. Cara yang diharapkan lebih menarik ini ternyata tidak dapat berjalan sebagaimana diinginkan, karena petani seringkali dirugikan dalam proses jual beli hasilnya dengan para penguasa asing. Akibatnya produksi kopi turun. Upaya lain yang dilakukan adalah mengadakan kontrak penyerahan hasil tanaman atau pengolahan produksi antara pengusaha-pengusaha Eropa dengan penduduk melalui kepala desa ataupun secara langsung. Cara ini pun tidak berhasil, karena berbagai faktor antara lain belum adanya pengalaman dagang di kalangan penduduk.4

Pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilaksanakan pada periode Raffles yang mengalami kegagalan dalam merangsang para petani untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor digantikan dengan sistem tanam paksa (Cultuurstelel) pada tahun

4

(5)

1830 oleh Johanes van den Bosch yang menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia pada waktu itu. Jenis tanaman yang terkena sistem tanam paksa terutama adalah kopi, tebu, dan nila (indigo). Sedangkan tanaman lain yaitu tembakau, lada, teh dan kayu manis ditanam dalam skala kecil. Komoditi tersebut ditanam pada 1/5 bagian tanah penduduk, kecuali kopi yang ditanam di tanah-tanah yang belum digarap. Wilayah Tanam Paksa terutama di Jawa, khususnya di daerah gubernemen, dengan pengecualian daerah Batavia, Bogor, daerah tanah partikelir, dan daerah Varstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta). Di daerah Vorstenlanden ada aturan khusus yaitu dengan sistem sewa.5

Selama pelaksanaan Tanam Paksa dapat dikatakan bahwa diantara tanaman ekspor yang dikembangkan, kopi dan tebu menduduki peran yang terpenting karena mendatangkan keuntungan terbesar. Kopi yang tumbuhnya di daerah pegunungan, tidak memerlukan irigasi, dan kebutuhan tenaganya pun relatif tetap jumlahnya, sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi penduduk. Berbeda dengan kopi, tebu menghendaki tempat tumbuh yang subur, irigasi yang cukup dan tersedianya tenaga kerja yang banyak (terlebih setelah diperkenalkannya sistem reynoso) 6

Secara umum dapat ditarik suatu gambaran bahwa, Tanam Paksa memang telah berhasil menjadikan Jawa daerah perkebunan yang subur. Disamping itu secara tidak langsung pelaksanaan sistem Tanam Paksa juga telah mengenalkan suatu

5

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo., Sejarah Perkebunan di Indonesia:

Kajian Sosial Ekonomi(Yogyakarta: Aditya Media1991), hlm. 57.

6

Mubyarto. Dkk., Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan, (Yogyakarta: Aditya Media 1992),hlm. 21.

(6)

teknologi baru dalam bidang pertanian kepada rakyat Indonesia, serta pengenalan terhadap tanaman perdagangan seperti tebu, indigo, tembakau, dan sebagainya.7

Pada tahun 1878 timbul serangan penyakit karat daun (Hemileia Vastatrix) yang diperkirakan merembet dari Sri Langka (kemudian Sri Langka beralih ke budidaya teh). Penyakit karat daun pertama-tama merusak tanaman-tanaman kopi di sekitar daerah pegunungan di Padang dan dengan cepat menyebar ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada tahun-tahun 1880-an. Penyakit karat daun amat merusak budidaya kopi Arabika yang giat dikembangkan waktu itu dan menurunkan produksi sampai sekitar 50% tahun 1890 dan lebih rendah lagi tahun-tahun sesudahnya. Kerena penyakit daun ini sulit diberantas, dilakukan usaha-usaha untuk mendapatkan tanaman kopi dari lain jenis. Pada 1875 didatangkan jenis tanaman kopi: Coffea Liberica dari Liberia untuk percobaan penanaman. Ternyata jenis ini tidak demikian disenangi karena tinggi dan tanaman peka terhadap penyakit karat daun.

Tanaman kopi Robusta diperoleh Hindia Belanda pada tahun 1900 dari L‟horticule Coloniale di Brussel-Belgia. Tanamannya berasal dari Kongo jajahan Belgia waktu itu. Percobaan penanamannya dilakukan di sekitar Malang di Jawa Timur dan berhasil baik. Tanaman Robusta ini kemudian dikembangkan secara pesat untuk menggantikan tanaman Arabika, karena tanamannya dapat diandalkan, dan tahan terhadap penyakit karat daun yang amat ditakuti perkebunan-perkebunan kopi waktu itu. Akan tetapi tanaman Robusta ini hanya cocok dikembangkan di

7

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo., Sejarah Perkebunan di Indonesia:

(7)

dataran rendah sampai ketinggian sekitar 800 m. Terekam sejarah perkopian di Hindia Belanda waktu itu bahwa mulai tahun 1908 dilancarkan usaha-usaha untuk perluasan tanaman Robusta oleh petani-petani rakyat di berbagai daerah: Bali, Sumatra Selatan, kemudian ke daerah Sulawesi Tengah, Lampung dan Kerinci di Sumatra Barat, di Tapanuli dan di daerah Bengkulu. Sejak itu Indonesia (Hindia Belanda) menjadi produsen kopi Robusta. Kopi Arabika terbatas dibudidayakan di daerah-daerah tinggi diatas 1.100 m. Peran Hindia Belanda cepat menonjol dalam perkopian dunia dan menjadi sumber kopi penting setelah Brasilia.8

Pada tahun 1905 mulailah budidaya kopi di kawasan Kabupaten Semarang yang didirikan oleh NV Semadmij yang mendirikan Kebun Banaran dengan nama CO Banaran (Cultur Onderneming Banaran). Kopi yang dibudidayakan di Kebun Banaran merupakan jenis kopi Robusta yang pada waktu itu memang banyak di kembangkan di perkebunan-perkebunan di Indonesia. Enam tahun kemudian tepatnya pada tahun 1911 didirikanlah Pabrik Kopi Banaran yang bangunanya sampai saat ini belum pernah dibongkar ataupun direhab.9

Kebun Getas didirikan sejak tahun 1896 yang dikelola oleh FA. HG. Th. Crone yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda dengan nama CO Getas yang berkantor pusat di Semarang. Selain Kebun Getas kebun yang dikelola oleh FA. HG. Crone adalah Kebun Ngobo, Kebun Jatirunggo, Kebun Assinan, dan Kebun

8

P.S. Siswoputranto. Kopi Internasional dan Indonesia. (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 26.

9

Dokumen Pabrik Kopi Banaran PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas.

(8)

Batujamus.10Dari daftar Kebun diatas yang dalam pengelolaannya digabung adalah Kebun Getas yang merupakan perkebunan dengan budidaya karet dan Kebun Assinan Banaran dengan budidaya Kakao dan kopi.

Selama pendudukan Jepang (1942-1945) segala lapangan kegiatan ditujukan untuk menopang usaha perang. Hal ini berlaku pula bagi bidang ekonomi pada umumnya dan bidang perkebunan pada khususnya. Tidak mengherankan apabila perkebunan banyak yang terlantar sehingga produksinya juga merosot secara mencolok.11Selama masa pendudukan Jepang terjadi penurunan produksi perkebunan yang sangat drastis. Hal ini disebabkan oleh kebijakan peningkatan produksi pangan yang dijalankan pemerintahan Jepang untuk keperluan perang. Pemerintah Jepang mengadakan pembatasan-pembatasan penggunaan lahan perkebunan untuk diganti dengan tanaman pangan dan membongkar tanah tanah perkebunan untuk digantikan tanaman pangan.

Pasca pendudukan Jepang, tepatnya setelah kemerdekaan, Perkebunan di Kebun Getas diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 4 Tahun 1946 tentang perusahaan perkebunan. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh Presiden Soekarno tanggal 6 Juni 1946 di Yogyakarta. Isi dari peraturan tersebut diantaranya adalah mengenai pengambilalihan perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia

10

Venti Dini Rahmatika ., Analisis Daya Saing Kopi (Coffea sp) PT.

Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/ Assinan Kabupaten Semarang,

(skripsi, Universitas Sebelas Maret, 2011) hlm. 49.

11

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo., Sejarah Perkebunan di Indonesia:

(9)

untuk dijalankan dibawah kekuasaan negara. Perusahaan-perusahaan perkebunan itu kemudian dijalankan oleh sebuah Badan Hukum Pemerintah yang diberi nama Pusat Perkebunan Negara (PPN).

Pusat Perkebunan Negara (PPN) dari tiap-tiap daerah dipimpin oleh suatu dewan pimpinan yang terdiri dari ketua dan dua orang anggota. Dewan pimpinan tersebut bekerja dibawah pengawasan Djawatan Perkebunan dan Kementerian Pertanian. Modal PPN berasal dari modal pertama yang disediakan oleh pemerintah pada waktu PPN didirikan, kemudian modal juga berasal dari sisa uang yang terdapat dalam kas badan-badan warisan dari zaman Jepang atau sesudahnya, serta uang pinjaman dari Bank.12

Berdasarkan ketentuan Perundingan Meja Bundar pada tahun 1949 perkebunan milik asing perlu dikembalikan kepada pemilik semula, sedang perkebunan milik pemerintah kolonial diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, begitu pula dengan milik asing yang tidak akan dieksploitasi lagi oleh pemiliknya.13 Termasuk Kebun Getas yang merupakan milik swasta dikembalikan lagi kepada pemiliknya yaitu FA. HG. Th. Crone.

Pada waktu FA. HG. Th. Crone kembali, kondisi perkebunan pada umumnya amat memprihatinkan, selain karena terlantar selama pendudukan Jepang atau rusak akibat Agresi Militer I, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa selama perang sebagian telah dikerjakan oleh rakyat. Setelah Agresi Militer yang Pertama,

12

Arsip Mangkunegaran VIII tentang “Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1946 tentang Perusahaan Perkebunan” Surakarta: Reksopustoko.

13

(10)

perkebunan mulai mengadakan beberapa pembenahan seperti perbaikan alat-alat produksi dan sarana transportasi, pembenahan administrasi, dan sebagainya. Melalui bantuan financial dari kantor pusat firma FA. HG. Th. Crone di Amsterdam dan oleh karena hampir semua perangkat telah diasuransikan maka pekerjaan lancar. Tetapi sebagian kecil masih terdapat tanah-tanah yang dikuasai oleh rakyat.14

Pada tahun 1958 terjadi peristiwa pengambilalihan perusahaan-perusahaan swasta Belanda yang ada di Indonesia. Termasuk perusahaan-perusahaan perkebunannya. Peristiwa ini dikenal dengan istilah Nasionalisasi Perusahaan Swasta Belanda. Peristiwa ini diawali dengan gagalnya pemerintah RI dalam memperoleh dukungan pada pemungutan suara di PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) mengenai tuntutan kedaulatan Indonesia atas Irian Barat yang selama itu masih dikuasai oleh Belanda. Hal ini terjadi pada tanggal 29 November 1957. Sebagai akibatnya terjadi protes yang berupa pemogokan buruh yang bekerja pada perusahaan Belanda dan kemudian disusul dengan pengambilalihan perusahaan dan perkebunan-perkebunan Belanda oleh para buruh dan kemudian militer.15

Kebun Getas yang pada tahun 1950 digabung dengan Kebun Assinan pada tanggal 10 Desember 1957 diambil alih oleh RI berdasar surat nomor: Kpts-PM/0073/12/1957 dari Panglima Teritorial & Teritorium IV Diponegoro, selaku Penguasa Militer dibawah pimpinan Kolonel Soeharto, termasuk CO Banaran.16

14

Wawancara dengan Agus Wantoro. Tanggal 10 Mei 2016.

15

Mubyarto. Dkk., Op. Cit, hlm. 25-26.

16

(11)

Pada bulan Desember 1957 lebih dari 500 perkebunan Belanda atau 75% dari seluruh perkebunan yang ada di Indonesia telah berada dibawah pengawasan militer. Menurut Menteri Pertanian Sadjarwo, pengambilalihan ini dimaksudkan untuk melindungi pabrik, sehingga produksi tidak sampai terhenti. Perkebunan-perkebunan itu menurut rencana akan dikendalikan kepada pemiliknya segera setelah Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan atas Irian Barat. Hingga tahun 1958 Belanda tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah, maka November 1958, kabinet mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Nasionalisasi, selanjutnya 27 Desember 1958 Presiden Soekarno menandatangani UU No 86 tahun 1958 tentang nasionalisasi perusahaan milik Belanda di Indonesia.17

Berdasarkan keputusan tersebut, Kebun Getas dan juga Kebun Kopi Banaran merupakan salah satu perusahaan perkebunan Belanda yang terkena Nasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/ Perkebunan Milik Belanda yang dikenakan Nasionalisasi. Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1959 dan ditandatangani oleh Pejabat Presiden Republik Indonesia, Sartono; Menteri Pertanian, Sadjarwo dan Menteri Kehakiman, G.A. Maengkom.18

Pada tahun 1969 Pemerintah Republik Indonesia mengadakan perubahan bentuk perkebunan Belanda menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dimana Kebun Getas dan Kebun Assinan/Banaran diubah menjadi PN Perkebunan XVIII

17

Mubyarto. Dkk., Op. Cit, hlm. 26.

18

Arsip Nasional No. 667 tentang “Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1959

tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/ Perkebunan Milik Belanda yang Dikenakan Nasionalisasi”( Jakarta: ANRI, 1959), hlm. 8.

(12)

Kebun Getas Salatiga untuk Kebun Getas, dan PN Perkebunan XVIII Kebun Assinan/Banaran Ambarawa. Berdasar Akta Notaris di Jakarta nomor 98 tahun 1973, tanggal 31 Juli 1973 diadakan pengalihan bentuk perusahaan, dari Perusahaan Negara Perkebunan XVIII menjadi PT Perkebunan XVIII (Persero).

Berdasarkan surat keputusan Direktur Utama PT. Perkebunan XVIII (Persero) nomor: XVIII/14.1/KPT/366/VI/1982 pada tanggal 05 Agustus 1982 Kebun Getas dan Assinan/ Banaran digabung (regrouping) sampai sekarang, dengan beberapa perubahan dalam AD PT. Perkebunan XVIII (Persero) yang tertuang dalam akta Notaris Imas Fatimah, SH nomor: 107 tanggal 13 Agustus 1984 dan Akta Pembetulan nomor 38 tanggal 08 Maret 1985, yang lebih disyahkan oleh Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan nomor C.2.5436 HT 0104 tahun 1985 tanggal 26 Agustus 1985.19 Berdasarkan surat keputusan tersebut Perkebunan Kopi Banaran sepenuhnya bergabung dengan Kebun Getas dan Kebun Assinan.

B. Perkebunan Kopi Banaran 1996-2009

Pada tahun 1996 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1996 tentang Peleburan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan XV-XVI dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan XV-XVIII menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara IX. Modal pendiriannya disetor oleh negara dan berasal dari seluruh kekayaan Negara Republik Indonesia yang tertanam dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan XVIII, setelah dikurangi dengan sejumlah dana yang akan dipergunakan dalam rangka pendirian Perusahaan

19

(13)

Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara XVIII dan besarnya modalnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Departemen Pertanian. Pelaksanaan peleburan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan XV-XVI dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan XVIII, dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian.20

Berdasarkan Peraturan Pemerinah tersebut diatas, Perkebunan Kopi Banaran yang awalnya bernama PT. Perkebunan XVIII (Persero) berubah menjadi PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas. PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) dipimpin oleh seorang Administratur yang bertanggung jawab atas semua kegiatan produksi yang terjadi di Perusahaan Perkebunan Karet Getas maupun Perkebunan Kopi Banaran. Seorang Administratur bertanggung jawab untuk mengorganisasikan perusahaan, termasuk menentukan proses produksi dan hasil yang akan dicapai di Perusahaan Karet Getas maupun Perusahaan Perkebunan Kopi Banaran.21

Pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia, terutama di Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Krisis tersebut mengakibatkann harga-harga berbagai macam kebutuhan naik. Melemahnya nilai tukar rupiah telah menurunkan daya beli masyarakat karena kenaikan harga-harga barang konsumsi yang sarat kandungan impor. Menurunnya atau tertundanya konsumsi masyarakat secara luas memberi tekanan balik kepada sektor riil berupa

20

Arsip Perkebunan tentang “Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1996

tentang Peleburan Perusahaan Perseroan”, (Semarang: Badan Arsip Jawa Tengah,

1996)

21

(14)

berkurangnya tingkat keuntungan usaha yang sebelumnya sudah menurun karena bertambah besarnya biaya produksi. Tekanan karena kenaikan biaya produksi dan menurunnya daya serap pasar telah menjepit sektor usaha yang berakibat dengan pengurangan skala aktivitas usaha yang tampak secara riil pada pengurangan jumlah tenaga kerja. Tidak dapat dipungkiri bahwa krisis ekonomi telah mendorong intensitas krisis politik dan sosial semakin cepat dan hal ini rupanya yang menyebabkan kinerja sektor rirl Indonesia semakin terpuruk.22

Krisis ekonomi tersebut juga melanda Perkebunan Kopi Banaran. Dampak krisis ekonomi tersebut dirasakan pada tahun 1998 yaitu ditandai dengan turunnya produksi kopi. Jumlah produksi kopi yang diproduksi pada tahun 1987 sebesar 3.749.018 kg dan pada tahun 1998 turun menjadi 1.260.080 kg. Walaupun demikian tidak menyebabkan perkebunan Kopi menjadi jatuh, hal tersebut terbukti dengan produksi kopi yang diproduksi pada tahun berikutnya mengalami kenaikan yaitu pada tahun 1999 sampai dengan 2001 dimana pada tahun 1999 produksi kopi naik menjadi 2.610.913 kg, pada tahun 2000 mengalami kenaikan lagi menjadi 3.149.464 kg, dan produksi kopi mengalami kenaikan kembali pada tahun berikutnya yaitu tahun 2001 yang memproduksi kopi dengan jumlah 4. 283.176 kg.

22

Noor Yudanto, M. Setyawan Santoso. “Dampak Krisis Moneter Terhadap

(15)

1. Produktivitas Perkebunan Kopi Banaran Tahun 1996-2009

Perkebunan Kopi Banaran mempunyai luas tanah 424.580 ha dan yang merupakan tanah produktif atau termasuk tanaman menghasilkan yaitu 401.060 ha, karena yang 23.520 ha digunakan untuk kantor, pembibitan, dan sebagainya. Perkebunan Kopi Banaran merupakan kebun kopi yang menanam kopi jenis Robusta. Karena dalam sejarahnya kopi Robusta memiliki kualitas tinggi dan mempunyai nilai jual internasional.

Selain itu kopi jenis Robusta juga sangat cocok ditanam di daerah Bawen Kabupaten Semarang karena tempat perkebunan kopi yang berada di daerah iklim B dengan tinggi tempat antara 480-600 meter dengan topografi umum dan bergelombang serta jenis tanah alovial, coklat kemerahan, meditran coklat, Andosol coklat, regosol, latosol coklat kemerahan, latosol.23 Tanaman yang diusahakan di Kebun Getas Afdeling Assinan adalah tanaman kopi dari jenis Robusta (Coffea

canephora Pierre ex Froehner) dengan klon-klon yang diusahakan yaitu BP 42, BP

234, BP 254, BP 288, BP 358, BP 409 dan SA 237.

Umur Tanaman Menghasilkan (TM) umumnya sudah cukup tua yaitu 16-31 tahun (tahun tanam 1974-1989). Pada tanaman yang sudah tidak produktif lagi dilakukan penanaman kembali (replanting) dengan menggunakan bibit yang berasal dari biji kopi Exelsa sebagai batang bawah, sedangkan batang atas yang dipakai umumya adalah klon BP 42, BP 234, BP 358 dan BP 409 karena klon-klon tersebut mempunyai kelebihan antara lain berbunga lebih serempak, biji berukuran seragam dan produktivitas tinggi. Jarak tanam yang digunakan adalah 2.50 m x 2.50 m dengan

23

(16)

populasi tanaman 1.600 pohon/ha. Keseluruhan areal perkebunan kopi di Afdeling Assinan Kebun Getas sudah memasuki tahap tanaman menghasilkan (TM). Dengan luas lahan 401.060 ha memiliki populasi TM sebanyak 635.440 pohon dengan rata-rata populasi 1.584 pohon/ha. Namun pada 2006 dan 2009 luas area tanaman kopi mengalami penurunan yaitu menjadi 396,41 ha pada 2006, dan 376,97 ha pada 2009.

Tanaman naungan tetap yang digunakan adalah lamtoro (Leucaenaglauca) klon L2 dan klon PG 79 dengan jarak tanam 3.5 m x 3.5 m. Tanaman lamtoro yang ditanam berasal dari cangkokan. Hal yang penting diperhatikan adalah serangan kutu loncat terhadap lamtoro. Sekarang sedang dikembangkan pemanfaatan predator

Curinus coreolus yang memakan telur dari hama kutu loncat (Heteropsylla spp.).

Tanaman naungan sementara yang digunakan adalah Moghania macrophylla (MM) dengan jarak tanam 1.25 m x 1.25 m.24

Produksi kopi yang dihasilkan dari tahun ke tahun berfluktuasi, umumnya produksi akan tinggi jika pemeliharaan kebun terjaga dengan baik dan keadaan iklim mendukung untuk pertumbuhan dan produksi. Perkembangan produksi kopi Robusta di Afdeling Assinan/Kempul Kebun Getas PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero), Semarang, Jawa tengah dapat dilihat pada tabel 7.

24

Alpaseno., “Pengelolaan Pemupukan Tanaman Kopi Robusta (Coffea

canephora Pierre ex Froehner) Di Kebun Getas, PT Perkebunan Nusantara IX Semarang”, (Semarang, Skripsi Agronomi, Fak. Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

(17)

Tabel 7

Jumlah Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kopi Banaran PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas

Sumber: Kantor Administrasi Afdeling Assinan PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Getas Tahun 2005

Tahun Panen Luas (ha) Produksi (kg) Produktivitas (Per Ha) Curah Hujan Basah Kering 1995 401,06 397.621 88.122 220 2577 1996 40106 4.196.923 938.772 2.343 1790 1997 401,06 3.749.018 854.087 2.130 1581 1998 401,06 1.260.080 284.000 708 2833 1999 401,06 2.610913 610.225 1.499 2810 2000 401,06 3.152.534 703.321 1.754 2781 2001 401,06 4.283.176 988.328 2.646 2383 2002 401,06 3.073.296 685.215 1.709 2155 2003 401,06 1.973.583 437.180 1.090 2082 2004 401,06 3.155.140 680.355 1.696 2069 2005 401,06 4.304.821 926.200 2.309 2268 2006 396.41 2.754.029 599.824 1.513 1698 2007 396,41 1.529.600 344.000 868 1839 2008 396,41 3.178.753 688.853 1.738 1923 2009 376,97 3.659.362 763.316 2.025 2189

(18)

Dari data pada tabel 7 menunjukkan bahwa produksi yang dihasilkan dari tahun ke tahun berfluktuasi, umumnya produksi akan tinggi jika pemeliharaan kebun terjaga dengan baik dan keadaan iklim mendukung untuk pertumbuhan dan produksi.25 Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada produksi tahun 1996 yaitu sebanyak 4.196.923kg kopi basah, jumlah tersebut mengalami peningkatan tajam di banding tahun sebelumnya yaitu tahun 1995 yang hanya397.621kg. Hal tersebut karena pada tahun tersebut Perkebunan Kopi Banaran pengelolaannya sudah di pegang oleh PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang mulai mengelola kebun sehingga menghasilkan produksi yang memuaskan. Tetapi pada tahun 1998 yang merupakan terjadinya krisis ekonomi menjadikan produksi kopi turun menjadi1.260.080kg kopi basah dan tahun tersebut merupakan yang paling rendah produksinya dibandingkan tahun-tahun lain. Tetapi PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas terus meningkatkan pengelolaannya sehingga pada tahun 1999-2001 produksinya mengalami kenaikan. Data diatas juga menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas di perkebunan kopi banaran yang tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebanyak 4.304.821kg kopi basah dengan produktivitas sebesar 2.309 per ha.

2. Pengolahan Kopi

Pengolahan kopi yang dilakukan oleh perusahaan besar tentunya harus sesuai dengan tekhnologi standart mutu yang tinggi. Pabrik kopi harus mengolah kopi dari perkebunan dengan mengunakan peralatan yang baik dan berkapasitas besar agar dapat mengolah kopi dengan maksimal. Proses pengolahan kopi dilakukan di Pabrik

25

(19)

Kopi Banaran yang terletak di dusun Banaran, Desa Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.

Pengolahan kopi robusta di pabrik kopi PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas yang terletak di Banaran ada 2 (dua) macam yaitu Robusta

Wet Process (RWP) dan Robusta Dry Process (RDP). Robusta Wet Process (RWP)

adalah pengolahan basah yaitu dengan tahapan-tahapan tertentu serta membutuhkan biaya tinggi tetapi hasil dari proses ini sangat menarik dari segi penampakan karena pada proses ini setiap aktifitas dapat dikontrol hasilnya. Biji kopi yang diolah dengan RWP adalah buah yang berbiji merah. Robusta Dry Process (RDP) sering diterapkan oleh masyarakat karena biayanya murah dan cocok untuk produksi skala kecil. Biji kopi yang diolah dengan RDP adalah buah berbiji hijau. Kelemahan RDP adalah membutuhkan waktu pengeringan yang lama. Tujuan utama dari pengolahan kopi pasca panen adalah menurunkan kadar air biji kopi menjadi 9%-12%. Pada nilai kadar air tersebut kopi mempunyai sifat tidak mudah berubah kondisi, sifat dan karakteristiknya dikarenakan pengaruh lingkungan.26

a. Pengolahan RWP (Robusta Wet Process)

Bahan baku yang digunakan adalah buah kopi berwarna merah, tepat masak, segar, sehat, tingkat kematangan homogen (seragam) dan bebas kontaminasi. Pemisahan buah kopi dilakukan dikebun dan harus segera dibawa ke pabrik untuk proses selanjutnya agar kesegaran buah tetap terjaga. Setelah sampai ke pabrik, kopi segera di uraikan pada bak penerimaan agar tidak terjadi penempelan karena panas dan lembab. Tahap selanjutnya adalah pengaliran kopi ke bak syphon yang berfungsi

26

(20)

untuk memisahkan buah kopi yang baik dengan buah kopi yang jelek serta kotoran yang terbawa dari kebun. Buah kopi yang baik akan tenggelam dalam air, sedangkan yang jelek akan mengapung di atas air.

Tahap selanjutnya adalah ruang pulper untuk pengelupasan kulit buah dan pencucian. Kulit yang masih terbawa pada proses ini akan dibersihkan di bak cuci sebelum masuk ke bak penuntasan yang bertujuan untuk meminimalkan air yang terbawa dari bak cuci agar dapat menjaga mesin pengeringan tetap stabil karena air yang terbawa secara berlebihan akan dapat merusak instalasi pemanas serta akan mengurangi kalori panas mesin pengering. Proses pengeringan ada dua macam yaitu secara manual (Viss Dryer) dan mekanis (Masson Dryer). Tujuan dari proses ini adalah menurunkan kadar air biji kopi dari 40%-55% menjadi 9%-12%. Pada proses pengeringan, pengeturan suhu serta pembalikkan harus dilakukan secara tepat agar mendapat hasil yang memuaskan.

Setelah kopi dikeringkan, kopi akan ditampung di bordes kering untuk didinginkan minimal 24 sebelum digerbus/huller. Huller atau mesin gerbus adalah suatu mesin yang digunakan untuk pengupasan kulit tanduk dan kulit ari biji kopi. Proses selanjutnya adalah sortasi dan ayak biji kopi yang bertujuan untuk memilah antara biji kopi yang baik (superior) dengan biji kopi yang jelek (inferior). Setelah proses ayak selesai biji-biji kopi yang telah terpisah menurut ukurannya dimasukkan dalam karung dan dikelompokkan berdasar jenis, mutu dan ukurannya. Penilaian mutu dan besaran nilai diperoleh dari pengambilan contoh kopi hasil sortasi tenaga terpilih. Berdasarkan nilai cacat mutu kopi produksi PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) dapat digolongkan sendiri-sendiri yaitu Mutu 1 apabila nilai cacat antara

(21)

0%-11%, Mutu 4 apabila nilai cacat antara 12%-80% dan Mutu lokal apabila nilai cacat > 80%.

b. Pengolahan RDP (Robuta Dry Process)

Pengolahan kopi tanpa mengupas kulit buah, buah kopi basah lansung dikeringkan dengan panas sinar matahari atau mesin pengering (Viss Dryer dan

Masson Dryer). Bahan baku yang digunakan pada proses RDP yaitu kopi hasil sortasi

dikebun maupun hasil sortasi bak syphon yang terdiri dari buah kopi hijau, hitam atau kering dan terserang hama bubuk. Pada proses pengeringan RDP bisa dilakukan dengan penjemuran di lantai plester dan saat proses berlangsung harus dilakukan pembalikkan secara berkala.

Tahap berikutnya adalah buah kopi hasil pengeringan awal dimasukkan ke ruang pengeringan/ bordes kering. Untuk proses lainnya, sistem RDP sama dengan sistem RWP yaitu menuju ruang huller dan sebagainya. Perbedaan yang sangat mencolok adalah pada proses penjemuran panas matahari pada RDP. Pada proses ini kulit ari dari sistem RDP tidak dapat lepas dari biji, sehingga tampak kusam warnanya.

3. Hama dan Penyakit Tanaman

Setiap perkebunan pasti selalu mempunyai kendala dalam mengatasi hama dan penyakit tanaman, begitu juga pada perkebunan kopi. Hama yang menyerang pada tanaman kopi diantaranya:

a. Bubuk buah (Hipothenemus hampei)

Hama ini sangat merugikan produksi kopi karena menurunkan mutu kopi dan penyusutan berat kopi. Hama ini dapat dikendalikan dengan cara

(22)

mengambil buah kopi yang terserang kemudian direbus dengan tujuan mematikan hama, dapat pula dilakukan pengambilan biji-biji kopi yang terjatuh agar tidak menjadi inang hama.

b. Kutu putih/ Kutu dompolan (Planococcus citri)

Kutu putih merupakan hama yang menyerang bunga dan buah kopi, tetapi pada saat populasi hama tinggi dapat menyerang pucuk tanaman, daun, dan cabang muda. Bunga, buah dan daun muda yang terserang akan mengalami kekeringan dan gugur.

c. Kutu hijau (Coccus viridis)

Kutu hijau menyerang seluruh bagian tanaman yang masih muda yaitu bunga, daun cabang dan batang. Akibat penusukan dan penghisapan cairan, bagian hijau yang diserang menjadi kuning akhirnya akan mengering. Selain itu tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tunas-tunas dan cabang menjadi pendek dan tidak sehat.

d. Nematoda

Nematoda parasit yang sangat merugikan tanaman kopi adalah (Patylenchus coffeae), gejala serangannya adalah pertumbuhan tanaman tidak normal, daun kelihatan pucat, kering dan kemudian gugur, cabang mengering dan perlahan mati, akar serabutnya busuk dan mudah roboh.

Sedangkan penyakit tanaman kopi yang menyerang perkebunan kopi diantaranya:

(23)

Gejala serangannya adalah daun-daunnya menguning kemudian rontok dan kadang ada juga daun menguning tapi tetap menempel pada batang. Akar tunggang tertutup kerak anyaman misselia jamur berwarna coklat.

b. Jamur upas (Corticium salmonicolor)

Gejala awal serangan ditandai dengan adanya misselium tipis menyerabut seperti sarang laba-laba pada bagian cabang yang terserang. Selanjutnya misselium akan membentuk bintil dan akhirnya berubah menjadi kemerahan. Bila serangan terus terjadi maka akan mengakibatkan tanaman yang diserang mengering dan daunnya layu.27

4. Pembangunan Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran

Perkebunan Kopi Banaran merupakan industri perkebunan yang merupakan penghasil kopi. Kopi yang dihasilkan oleh perkebunan kemudian diangkut dan diproses di Pabrik Kopi Banaran yang merupakan milik P.T Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas. Pada awalnya kopi hasil perkebunan dijual dalam bentuk biji kopi yang memiliki kualitas terbaik akan di ekspor sedangkan yang berkualitas buruk dijual di pasar lokal. Kopi yang pada awalnya hanya dijual dalam bentuk biji kopi kemudian berkembang dengan adanya kopi yang dijual dalam bentuk bubuk yang dikemas dan diberi nama Kopi Banaran.

Berawal dari sebuah keresahan yang disebabkan oleh harga komoditi Kopi yang terus menurun mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Tahun 2002, direksi PTPN IX (persero) melakukan sebuah terobosan dengan menerapkan pola bisnis hulu hilir, komoditi Kopi tidak hanya saja dapat diperoleh hasilnya dengan

27

(24)

menjual biji kopi (green bean) akan tetapi dapat juga memperoleh hasil / pendapatan yang lebih, dengan memberikan nilai tambah berupa perubahan bentuk ke arah hilir. Komoditi Kopi yang tadinya dijual dalam bentuk biji (green bean), diolah sebagian menjadi Kopi Bubuk dengan memberikan label/ nama dagang Banaran Coffee.

Untuk lebih meningkatkan proses penetrasi/ pengenalan produk kepada khalayak umum, Pada tahun 2002, tepatnya tanggal 20 Agustus, dibangunlah sebuah

coffeeshop dengan tujuan sebagai etalase dari produk hilir yang berfungsi untuk

memperkenalkan produk hilir yang diproduksi oleh PTPN IX (persero). Pengenalan produk hilir dilakukan dengan memajang produk dalam bentuk kemasan siap saji. Selain itu, proses penetrasi dilakukan dengan bentuk sajian kopi maupun teh yang disajikan hangat maupun dingin.

Seiring dengan bergulirnya waktu, minat konsumen pun semakin bertambah, berbagai masukan dari konsumen ditanggapi secara positif oleh direksi, penambahan variasi menu berbahan dasar kopi dan teh terus dilakukan. Tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Tahun 2005, tepatnya tanggal 28 Agustus direksi melakukan terobosan dengan merubah kebun percontohan aneka tanaman perkebunan dan buah koleksi di Afdeling Assinan, tepatnya dipinggir jalan Raya Bawen – Solo Km 1,5 Bawen Kabupaten Semarang menjadi sebuah Kawasan Agrowisata yang kemudian lebih dikenal sebagai Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran. Kawasan Agrowisata ini terus dikembangkan dengan memberikan berbagai macam tambahan fasilitas penunjang, difrensiasi produk dan jasa terus dihasilkan melalui inovasi baik produk maupun jasa.

(25)

Nama Kampoeng Kopi Banaran merupakan sebuah nama yang dihasilkan dari pemikiran yang dalam dan panjang. Pengambilan nama Kampoeng Kopi Banaran didasarkan oleh proses dasar kopi, Banaran merupakan sebuah dusun di sebuah desa, tepatnya di desa Gemawang kecamatan Jambu Kabupaten Semarang, yaitu tempat dimana berdiri Pabrik Pengolahan Kopi tempat buah kopi merah diolah menjadi biji kopi siap ekspor (green bean). Sedangkan Kampoeng Kopi merupakan kawasan perkebunan Kopi yang terletak di Desa Assinan Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.28

Daerah Agrowisata ini memiliki ketinggian sekitar 480-600 meter dari permukaan laut dengan suhu udara sejuk antara 23-27 derajat celcius. Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran menyediakan fasilitas utama yaitu berupa bangunan resto atau dikenal dengan “Banaran Coffe” yang mana di tempat tersebut penunjung dapat menikmati sedapnya aneka hidangan minuman berbahan dasar kopi serta aneka jenis makanan, dan juga terdapat area bermain anak-anak, lapangan tenis, mushola, ruang pertemuan, Griya Robusta, Family Gathering, Corporate Gathering, Coffe Walk, Area Out Bond, kolam renang, Gazebo, taman buah dan jelajah kebun dengan kendaraan ATV.29

28

http://tourismplaceofsemarangregency.blogspot.co.id., diakses Tanggal 20

Juli 2016. 21.15 WIB.

29

Wenry Agus Cahyono., Potensi dan Pengembangan Agrowisata Kampoeng

Kopi Banaran di Kabupaten Semarang Jawa Tengah., ( Laporan Tugas Akhir, UNS,

(26)

C. Sistem Perburuhan di Perusahaan Perkebunan Kopi Banaran Dalam suatu perusahaan perkebunan tentu memiliki buruh yang berperan penting dan bekerja pada mandor atau majikan. Buruh pada dasarnya adalah para pekerja yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan gaji atau upah dari majikannya. Buruh yang bekerja di suatu perusahaan mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan. Hak-hak tersebut diberikan kepada para buruh untuk kesejahteraan dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hak-hak yang harus diberikan oleh perusahaan kepada para buruh antara lain:

1. Pemberian Upah atau Gaji

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang diterapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.30 Upah merupakan titik sentral dari perjuang serikat pekerja dalam meningkatkan anggotanya. Suatu tingkat upah yang layak untuk kehidupan pekerja merupakan salah satu ukuran dari tingkat kesejahteraan bangsa. Upah yang layak, bahkan yang terlalu rendah akan menyebabkan menurunnya kemanpuan fisik dan mental pekerja untuk bekerja, dan hasilyang dicapai pekerja tidak akan memuaskan, ini disebabkan produktifitas rendah.31Upah Minimum sesuai Pasal 1 ayat 1 Peraturan

30

Petaruran Pemerintah No. 8 Tahun 1981, Tentang Perlindungan Upah

31

Martoyo Rahmat., Serikat Pekerja Pengusaha dan Kesepakatan Kerja

(27)

Meteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 tentang upah minimum, pengertian upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari gaji pokok termasuk tunjangan tetap, penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan:

a. Kebutuhan hidup minimum b.Indeks harga konsumen

c. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan d. Upah pada umumnya berlaku didaerah tertentu dan antar daerah e. Kondisi pasar kerja

f. Tingkat perkembangan perekonomian dan perdapatan perkapita. 32

PT Perkebunan Nusantara IX Divisi Tanaman Tahunan wilayah kerjanya seluruh Jawa Tangah, sedang upah minimal satu kabupaten dengan yang lain berbeda seperti Surakarta lebih besar dari upah golongan terendah, berdasarkan kenyataan yang demikian maka PT Perkebunan Nusantara IX Divisi Tanaman Tahunan mengajukan penangguhan besarnya upah minimal Kabupaten Semarang kepada Gubernur Jawa Tengah sehingga terjadi persamaan gaji diseluruh wilayah kerja PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero), hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 90 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.

Besarnya upah yang masih di bawah upah minimal memang dimaklumi oleh Serikat Pekerja mengingat kondisi perusahaan tidak memungkinkan dan demi kebersamaan sesama karyawan PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) asas kebersamaan ini bisa mencegah timbulnya kecemburuan antar karyawan PT.

32

(28)

Perkebunan Nusantara IX (Persero) di setiap daerah, disamping itu kesejahteraan karyawan yang baik di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) membuat karyawan memaklumi ketidakmampuan Perusahaan memberi upah sesuai dengan upah minimal.33 Pemberian upah atau gaji di Perkebunan Kopi Banaran Kebun Getas diberikan kepada karyawan atau buruh berdasarkan status buruhnya. Buruh atau karyawan di Perkebunan Kopi Banaran meliputi:

a. Buruh Harian Insiden

Buruh Harian Insiden merupakan buruh harian yang menerima upah harian. Buruh harian insiden dibayar sesuai dengan hari kerja buruh tersebut. Apabila buruh masuk kerja akan mendapat upah, sedangkan jika tidak masuk kerja tidak akan mendapatkan upahnya. Selain itu buruh harian insiden juga tidak mendapatkan tunjangan maupun seragam kerja. Setiap bulan buruh harian insiden rata-rata penghasilannya masih dibawah UMR (Upah Minimum Regional)

b. Buruh Lepas Teratur

Buruh Lepas Teratur merupakan buruh yang bekerja di perusahaan dengan gaji atau upah harian. Buruh Harian Lepas dalam bekerja sudah memakai seragam, buruh harian lepas juga akan mendapatkan tunjangan termasuk Tunjangan Hari Raya (THR). Gaji rata-rata buruh lepas teratur per bulan sudah setara dengan UMR.

c. Karyawan Tetap

33

Sigit Anugroho., Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama Periode

2004-2005 antara Direksi PT. Perkebunan Nusantara IX dengan Federasi Serikat Pekerja Kebun IX Divisi Tanaman Tahunan PT. Perkebunan Nusantara IX di Pabrik Kebun Getas Kabupaten Semarang, (Semarang: skripsi, Universitas Negeri Semarang,

(29)

Karyawan tetap merupakan pekerja di perusahaan perkebunan yang mendapat gaji atau upah tetap setiap bulan dan seragam kerja. Selain itu karyawan tetap juga mendapat tunjangan-tunjangan, jaminan sosial, dan pensiun. Setiap bulannya rata-rata pada karyawan tetap mendapat gaji lebih besar daripada UMR.34

2. Hari kerja dan Jam Kerja

Hari kerja sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Direksi PT. Perkebunaan Nusantara IX (Persero) dengan federasi serikat pekerja adalah 5 (lima) hari kerja untuk kantor direksi dan 6 (enam) hari kerja untuk kebun. Kebun Getas memiliki sistem 6 (enam) hari kerja dan hari minggu serta hari libur nasional yang ditetapkan pemerintah adalah hari libur bagi pekerja. Jam kerja untuk Kantor Direksi adalah 8 (delapan) jam dan maksimum 40 (empata puluh) jam dalam seminggu dan untuk Kebun Getas adalah 7 (tujuh) jam dan maksimal 40 (empat puluh) jam dalam seminggu, untuk pekerjaan yang sifatnya harus dilakukan terus menerus selama 24 jam, maka jam kerjanya diatur dalam shift.35

Untuk jam kerja di Perkebunan kopi Banaran Kebun Getas yang diterapkan adalah selama 7 (tujuh) jam yang dimulai pada pukul 06.30 WIB, kemudian pada pukul 09.00 WIB-09.30 WIB digunakan untuk istirahat, dan pekerjaan selesai pada pukul 14.00 WIB. Untuk pekerjaan yang dilakukan dengan sistem shift seperti satpam dan pengelolaan kopi jam kerja diatur untuk 24 jam kerja karena di bagian pengelolaan kopi harus selalu mengolah kopi untuk mencapai target yang telah

34

Wawancara dengan Takari. Tanggal 10 Mei 2016.

35

(30)

ditetapkan. Para karyawan yang di bagian produksi kopi harus mengolah kopi mulai dari pengeringan kopi, pembersihan kulit buah dan kulit ari, sampai kemudian disortir sesuai dengan kualitas produksi kopi.36

Pekerjaan yang dilakukan diluar jam kerja dan hari kerja dinyatakan sebagai lembur. Perhitungan uang lembur didasarkan kepada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: 72 Tahun 1984 dan Nomor: 608 tahun 1989 tentang Dasar Perhitungan Upah Lembur yang perhitungannya sebagai berikut:

1) Rumusan uang lembur per jam

Uang lembur sejam : 1/173 x 75 % x Gaji pokok. 2) Rumusan faktor perkalian jam lembur

a) Hari Biasa

Untuk jam kerja lembur pertama x 1 ½ jam uang lembur sejam.

Untuk jam lembur kedua dan seterusnya setip jamnya x 2 uang lembur sejam.

b) Apabila lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau hari raya resmi:

- Untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari kerja pendek, dibayar sedikit-sedikitnya 2 (dua) kali uang lembur sejam.

- Untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) apabila hari raya tersebut jatuh pada hari kerja pendek dibayar 3 (tiga) kali uang lembur sejam

36

(31)

- Untuk jam kerja kedua setelah 7 (tujuh) atau 5 (lima)jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari kerja pendek dibayar 4 (empat) kali uang lembur sejam.

3) Sesuai kondisi unit kerja, pelaksanaan lembur, perhitungan faktor dan jm lembur diatur sebagai berikut:

a) Pelaksanaan lembur

- Lembur teratur : Diadakan karena sifat pekerja membutuhkan lebih dari 7 jam kerja yang berlaku dan bersifat tetap yang dilakukan secara shift beregu @ 8 jam sehari

- Insidentil : Diadakan karena pekerjaan yang perlu segera diselesaikan dalam waktu tertentu sedang jam yang berlaku tidak mencukupi. b) Perhitungan faktor lembur

- Hari kerja biasa

Untuk jam kerja lembur pertama 1 ½ x uang lembur sejam untuk setiap jam, lembur selebihnya 2 x uang lembur sejam.

- Hari Minggu

Untk setiap jam kerja lembur dalam batas 7 jam 2 x uang lembur sejam, untuk kerja lembur kedelapan 3 x uang lembur sejam, untuk setiap jam kerja lebihnya jam kedelapan 4 x uang lembur sejam. - Hari Raya Resmi

(32)

Sama dengan ketentuan hari Minggu, kecuali hari kerja pendek. Dalam satu Minggu dalam batas 5 jam 2 x ung lembur sejam, jam keenam 3 x uang lembur sejam, selebihnya jam keenam 4 x uang lembur sejam.37 Selain libur pada hari libur atau hari raya, para karyawan juga berhak atas libur tahunan atau cuti. Menurut pasal 79 Undang-Undang No 13 Tahun 2003, telah menentukan bahwa buruh yang telah bekerja pada suatu perusahaan mendapatkan cuti tahunan, sekurang-kurannya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/ buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus dan istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/ buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/ buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Bagi wanita yang sedang haid dan melahirkan juga diberikan istirahat kerja. Bagi buruh wanita yang sedang berada dalam masa haid diberi waktu istirahat selama 2 hari. Buruh wanita yang berada dalam masa melahirkan anak diberi waktu istirahat selama satu setengah bulah sebelum melahirkan dan satu setengah bulah setelah melahirkan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan38

37

Sigit Anugroho., Op Cit, hlm. 112.

38

(33)

3. Jaminan Sosial

Semua Perusahaan tentu harus memiliki Jaminan sosial yang diberikan kepada para pekerjanya sesuai dengan Undang-Undang. Jaminan sosial diberikan dari pihak Perusahaan Perkebunan Kopi Banaran kepada para tenaga kerjanya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004. Penyelenggaraan jaminan sosial harus dibentuk untuk kesejahteraan rakyat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem Jaminan sosial, para pekerja atau buruh mempenyai hak untuk mendapatkan Jaminan Sosial selama mereka bekerja maupun setelah mereka tua dan meninggal. Jaminan sosial yang diberikan oleh Perusahaan Perkebunan Kopi Banaran sesuai dengan Undang-Undang tentang sistem Jaminan sosial diantaranya Jaminan kecelakaan kerja, Jaminan kematian, Jaminan hari tua, Jaminan Kesehatan.

a. Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan kecelakaan kerja diberikan guna mengatasi masalah asuransi sosial yang diselenggarakan secara nasional agar dapat memenuhi kebutuhan para pekerja untuk mendapat jaminan kecelakaan kerja. Para pekerja atau buruh yang pada waktu bekerja mengalami kecelakaan akan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya. Jika terjadi kecelakaan dan bahkan meninggal akan diberikan santunan berupa uang tunai. Dalam hal ini jika kecelakaan kerja mengakibatkan harus dirawat di Rumah sakit maka akan diberikan kelas standar untuk merawat para pekerja. Besarnya jumlah jaminan kecelakaan kerja sesuai dengan kesepakatan antara Perusahaan dan pekerja sesuai dengan presentase dari upah yang diberikan ataupun keseluruhan akan ditanggung oleh Perusahaan.

(34)

Jaminan Kematian diberikan kepada para pekerja atau buruh berupa santunan yang akan dibayarkan kepada ahli waris. Ahli waris akan mendapat santunan dari pihak perusahaan yang besarnya sesuai dengan yang telah disepakati atau disesuaikan dengan upah ketika bekerja atau penghasilan yang didapat setiap bulannya. Dalam hal ini perusahaan menjamin pekerja yang meninggal dunia akan mendapat bantuan berupa uang untuk jaminan ketika terjadi kematian.

c. Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua diberikan dengan tujuan untuk menjamin para pekerja yang bekerja di suatu perusahaan ketika memasuki hari tuanya atau ketika memasuki masa pensiun. Jaminan hari tua akan diberikan oleh perusahaan kepada para pekerja yang pensiun sampai batas tertentu ataupun yang mengalami cacat tetap. Apabila pekerja mengalami kematian akan diberikan santunan kematian yang akan diberikan kepada ahli warisnya.

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan akan bermanfaat sebagai kebutuhan kesehatan yang tentunya harus dimiliki setiap pekerja. Dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan perusahaan memberikan alat-alat kesehatan untuk menjaga diri dari agar tidak mengalami sakit ataupun kecelakaan kerja berupa masker, sarung tangan, sepatu dan lain sebagainya.Perawatan Kesehatan dan Pengobatan Karyawan beserta menjadi tanggungan Perusahaan, Perusahaan menyediakan Poliklinik namun apabila Karyawan memerlukan rawat inap di Rumah Sakit Perusahaan juga membiayai seluruh biaya perawatan.

(35)

Manfaat yang didapatkan dari jaminan pemeliharaan kerja berupa pelayanan kesehatan baik itu mencegah maupun mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu juga akan disediakan obat-obatan dan bahan medis yang diperlukan untuk para pekerja yang sakit ataupun kecelakaan.39

4. Interaksi Sosial di Perkebunan Kopi Banaran

Manusia adalah makhluk Tuhan yang tidak bisa hidup sendiri, mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan fiik maupun rohani serta kebutuhan lain untuk kelangsungan hidupnya. Individu memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun potensi yang ada pada setiap individu sangat terbatas seingga harus meminta bantuan kepada individu lain yang sama-sama hidup di lingkungan sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersebut memunculkan suatu lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat dalam mengadakan interaksi sosial agar dapat memberi perubahan atau corak kehidupan dalam kelompok masyarakat.40

Interaksi tersebut terjadi apabila individu atau kelompok saling bertemu kemudian melakukan kontak atau komunikasi. Bentuk interaksi tersebut tidak hanya bersifat asosiatif yang mengarah pada bentuk kerjasama, akomodasi untuk mencapai

39

Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

40

Soeryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: UI Pres, 1981). Hlm. 192.

(36)

kestabilan dan asimilasi tetapi dapat berupa tindakan disosiatif yang lebih mengarah pada hal yang bersifat persaingan, perlawanan dan sejenisnya.41

Sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto menurut Kingsley Davis, suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat. Pertama adanya kontak sosial, dalam hal ini kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, bentuk tersebut dapat bersifat positif yakni mengarah pada suatu kerjasama sedangkan negatif yakni mengarak kepada pertentangan. Kedua komunikasi, yang mempunyai makna bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak badan atau sikap rasa yang akan disampaikan oleh orang tersebut, kemudian orang yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap orang tersebut.

Istilah kelompok sosial mempunyai pengertian sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi, dan dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Melalui kelompok sosial manusia dapat bersama-sama dalam usaha memenuhi berbagai kepentingannya. Di dalam suatu kelompok masyarakat seorang pribadi harus dapat membedakan dua kepentingan, yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu pada dasarnya mempunyai hasrat yang besar untuk mengutamakan kepentingannya sendiri namun dengan demikian manusia mungkin dapat hidup layak tanpa berkelompok.42

41

Muhammad Basrowi dan Soenyono, Memahami Sosiologi, (Surabaya: Lutfansah Mediatama, 2004). Hlm. 172.

42

Abdulsyani, Sosiologi Sistematika, Teori dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 98

(37)

Sumber pembentuk kelompok adalah adanya minat dan kepentingan berama dan keduanya dipuaskan melalui partisipasi kelompok. Kelompok merupakan suatu keatuan dalam dirinya sendiri, ia memiliki warna dan ciri yang berbeda dari yang lain bahkan berbeda dengan anggota-anggotanya secara pribadi. Kelompok tidak dapat dipahami dengan semata-mata memahami perbedaan kualitas dan ciri dari para anggota. Kelompok dapat dipahami melalui struktur yang ada di dalamnya sebagai suatu unit yang utuh serta tunduk terhadap berbagai norma atau kaidah sosial yang berlaku, sehingga setiap tindakan individu senantiasa mencerminkan kepentingan kelompoknya.43

Menurut Hobert Blumer interaksi merujuk pada hubungan khusus yang berlangsung antar manusia dengan cara menafsirkan setiap tindakan orang lain. Interaksi tersebut akan berlangsung selama pihak-pihak yang bersangkutan saling mendapatkan keuntungan dan mendapatkan tujuan tertentu atau adanya hubungan timbal balik dan kelangsungan proses tersebut.44 Selain itu, kecenderungan manusia untuk berhubungan menciptakan bentuk komunikasi melalui bahasa dan tindakan. Melalui interaksi manusia belajar memahami ciri-ciri yang ada dalam masyarakat.

Masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang, pertama: memandang masyarakat sebagai unsur statis, artinya masyarakat terbentuk dari suatu wadah atau tempat dengan batas-batas tertentu yang mkenunjukkan bagian dari suatu masyarakat sehingga dapat pula disebut masyarakat setempat, misalnya kampung,

43

Abdulsyani., Ibid, hlm 101.

44

Phil S Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Bandung, Bhineka Cipta, 1979), hlm. 44.

(38)

dusun, atau kota. Kedua: sebagai unsur dinamis, artinya menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia yang di dalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan atau tujuan yang sifatnya fungsional.45

Dalam sebuah kehidupan pada umumnya masyarakat terbagi menjadi beberapa bentuk kelompok, sejajar dengan pembentukan struktur kelompok akan dapat menumbuhkan sikap emosi antar anggota. Sikap tersebut dapat dijumpai dalam kelompok in-group yang berkaitan usaha masing-masing dan orang-orang yang dipahami dan dialami oleh anggota di dalam kelompoknya. Sedangkan perasaan out-group merupakan sikap perasaan terhadap semua orang termasuk orang luar dan merasa berdiri pada lingkungan kelompok tertentu dan tiap individu perlu adanya identifikasi atau penyesuaian diri untuk masuk dalam sebuah kelompok.46

Hubungan antar individu dalam masyarakat didasari oleh sikap untuk saling membina hubungan baik dengan anggota masyarakat dengan tujuan untuk saling memberi dan menerima berbagai bentuk perbedaan. Kebersamaan tersebut nampak dalam kegiatan selalu di jalankannya sebuah bentuk praktek hubungan perusahaan dan para tenaga kerjanya. Bentuk interaksi tersebut tergambarkan dalam Perusahaan Perkebunan Kopi Banaran di kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Jawa Tengah.

Adanya Perusahaan Perkebunan merupakan fenomena tersendiri dalam kehidupan sosial masyarakat. Ditempat itulah antar masyarakat sekitar Perkebunan

45

Abdulsyani., Opcit, hlm 30.

46

W. A. Gerungan, Dipl. Psych Psikologi Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2004), Edisi ketiga cetakan pertama, hlm. 100-102.

(39)

saling bertemu dan berinteraksi dengan baik. Sebagai sistem perekonomian pertanian baru, sistem perkebunan kopi memperkenalkan berbagai pembaharuan dalam sistem perekonomian masyarakat, sehingga semakin berkembangnya usaha perkebunan diharapkan akan mampu menumbuhkan perekonomian secara rasial dan terbukanya modernisasi di kalangan masyarakat desa. Pengenalan tanaman kopi dan penyerapan tenaga kerja menjadi pintu masuknya peredaran uang ke daerah lebih luas yang besar pengaruhnya dalam membawa pergeseran perekonomian desa ke arah kehidupan ekonomi pasar. Peredaran uang itu melalui sistem pembayaran upah kerja. Perkebunan kopi mempunyai peranan penting dalam perubahan kehidupan ekonomi masyarakat khususnya kehidupan ekonomi buruh perkebunan kopi yang bekerja di perkebunan. Pengaruh yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah keberadaan Perkebunan kopi Banaran membuka peluang kerja yang sangat besar bagi masyarakat sekitar. Perkebunan kopi Banaran membuka kesempatan kerja bagi ribuan orang untuk bekerja di perkebunan. Adapun macam-macam pekerja perkebunan kopi Banaran yaitu :

a. Buruh Harian Lepas Insiden b. Buruh Harian Lepas

c. Buruh Harian Lepas Teratur

d. Pembantu Pelaksana (golongan IA-IV D)

Dengan adanya pemberian upah standar UMR ditambah dengan berbagai tambahan pendapatan seperti premi kualitas dan premi produksi, menjadikan kehidupan buruh perkebunan kopi lebih meningkat dari yang sebelumnya hanya mengandalkan hasil pertanian. Pihak perusahaan berharap dengan adanya kenaikan

(40)

upah buruh dari waktu ke waktu dapat menjadikan buruh lebih baik dalam melakukan pekerjaan sehingga tercipta keseimbangan dalam bekerja dan menerima upah.

Masuknya ekonomi perkebunan yang mencakup faktor produksi berupa tanah, tenaga kerja, perdagangan dan pajak di pedesaan menambah beban hidup petani. stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat desa. Golongan yang berada di kelas atas dan kelas bawah, di kelas atas seperti pembesar desa, mandor perkebunan dan pabrik sedangkan di kelas bawah para buruh dan petani. Adanya stratifikasi tersebut banyak pemberontakan karena perbedaan kepentingan yang bersifat legal rasional. Lembaga tradisional tidak diberi hak hidup tetapi ditempatkan di bawah subordinasi lembaga kolonial sebab rendahnya tingkat kesejahteraan dan kepadatan penduduk yang membuat desa-desa menjadi miskin dan kurang sejahtera karena penduduk desa hanya mengandalkan pekerjaan dari perkebunan.

Di daerah Bawen memang penduduk banyak yang dialihkan menjadi petani kopi dengan tugas menanam, memelihara, memanen hingga pengangkutan ke pabrik kopi dan bekerja sebagai buruh di pabrik kopi Banaran. Peranan dari petani menjadi buruh yang tersebar di daerah perkebunan kopi Banaran menghadirkan pula pemukiman-pemukiman yang tersebar dan sekaligus membangun komunitas desa. Sistem perkebunan ini menciptakan pengelompakan batas-batas desa dengan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi penduduk desa.

Sebagai desa yang dijadikan perkebunan, desa Assinan memiliki tatacara dalam mengatur kebutuhan desa. Tatacara yang pertama adalah dengan mengadakan ronda malam yang dilakukan oleh dua orang yang bertugas untuk menjaga keamanan penduduk dari hal-hal yang meresahkan warga seperti pencurian, perampokan dan

(41)

lainnya. Ronda biasanya ditempatkan dalam gardu yang berbatasan dengan keluar masuknya wilayah desa. Gardu adalah bagian dari kebudayaan pedesaan yang tradisional yang sering mengambil bentuk “komunitas tergerbang”

Gardu mencitrakan suatu batas teritorial yang nyata dan asal muasalnya dapat dilacak ke sejarah politik ruang ala negara kolonial Belanda. Gardu mempresentasikan munculnya negara kolonial di Jawa pada abad ke-19 yang mereorganisasi ruang kota dan desa. Gardu sangat terkait dengan politik ruang kolonial dan wacana pembentukan jati diri sebuah komunitas. Pada abad ke-19 memang desa sudah memiliki batas yang kompleks yang terkait dengan komunitas desa, batas tersebut merupakan batas dari keamanan, disiplin, kekuasaan, wilayah dan identitas. Tatacara yang kedua, membuat semacam jembatan dan bendungan (kalen) untuk kepentingan bersama warga desa, jembatan ini berfungsi sebagai penyeberangan aliran sungai yang deras dan bendungan digunakan untuk menampung air hujan saat musim hujan agar tidak terjadi banjir. Tatacara yang ketiga, adanya bersih desa atau kerja bakti atau gugur gunung yang dilakukan oleh seluruh warga desa demi kenyamanan dan kebersihan desa. Bersih desa ini dilaksanakan pada hari hari raya, suran, ruwah, mulud, gumbregan. Tatacara yang keempat, apabila warga desa ada yang punya acara pernikahan (gadhah damel mantu), tayuban, sunatan, membangun rumah maka warga diwajibkan untuk membayar uang kepada desa yang diwakilkan oleh kebayan, uang tersebut digunakan untuk keperluan desa. Hal ini

(42)

dilakukan agar terjadi keselarasan antar warga desa lain dan hal di atas dapat diubah oleh warga desa dengan kesepakatan kepala desa.47

D. Struktur Organisasi di Perkebunan Kopi Banaran Tahun 1996-2009 Perkebunan merupakan suatu bagian dari sistem perekonomian pertanian komersial yang mempunyai peranan penting, tidak hanya bagi perekonomian negara namun juga dalam perekonomian masyarakat di sekitar wilayah perkebunan. Perkebunan sangat berpengaruh bagi masyarakat sekitar karena perkebunan memberikan kesempatan kerja dan sebagai sumber penghasilan bagi sejumlah penduduk.

Perusahaan perkebunan dalam menjalankan perusahaannya membutuhkan suatu organisasi kerja yang baik. organisasi kerja yang baik akan berpengaruh juga terhadap produk yang dihasilkan. Pengoperasian organisasi kerja di perkebunan sangat dipengaruhi oleh peranan inti organisasi. Seorang pimpinan tidak hanya berperan sebagai pemimpin unit, tetapi juga sekaligus sebagai perantara ke pihak atas.48 Kebun Getas merupakan salah satu unit usaha PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang berkantor direksi di Semarang. Struktur organisasi Kebun Getas dapat dilihat pada gambar berikut ini.

47

Wawancara dengan Suparjo, Tanggal 1 September 2016

48

(43)

Gambar 1 : Struktur Organisasi Kebun Getas PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)

(44)

Dari data pada gambar 1 dapat dilihat bahwa sistem atau struktur organisasi di Kebun Getas termasuk sistem organisasi garis. Pada sistem tersebut garis kekuasaan dan tanggung jawab bercabang pada tingkat kepemimpinan teratas hingga tingkat bawah. Setiap atasan mempunyai bawahan dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh atasannya. Penentuan kebijaksanaan dan mekanisme perintah selalu berjalan dari atas ke bawah sesuai dengan sistem organisasi yang telah ditetapkan. Pemimpin kebun tertinggi adalah administratur, dalam menjalankan tugasnya, administratur dibantu oleh seorang sinder kepala. Sinder kepala membawahi sinder kebun dan sinder teknik serta sinder kantor.

Administratur mempunyai tugas dan wewenang yaitu melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan, melakukan evaluasi penyusunan rencana anggaran tahunan (RAT) dan rencana anggaran bulanan (RAB). Administratur juga berwenang untuk mengelola kebun yang bersangkutan berdasarkan rencana kerja dan rencana anggaran yang telah disetujui oleh direksi. Administratur mendelegasikan rencana pemeliharaan alat dan mesin kepada sinder kepala dan para sinder.

Sinder kepala bertugas membantu administratur dalam melaksanakan tugas mengelola perkebunan terutama dalam bidang tanaman baik dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Sinder kepala mengkoordinir penyusunan rencana anggaran di bidang tanaman sesuai petunjuk dari administratur. Laporan harian dari semua afdeling kebun diteliti guna mengikuti segala kegiatan yang dilaksanakan untuk mencegah penyimpangan dari ketentuan yang berlaku. Sinder kepala mengadakan pengawasan dan penilaian pelaksanaan pekerjaan di semua afdeling

(45)

kebun dalam pertanaman meliputi pembibitan, persiapan dan penanaman tanaman baru, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan, panen dan pengangkutan hasil ke pabrik. Sinder kepala dapat mewakili administratur baik ke dalam maupun ke luar jika administratur berhalangan melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Dalam hubungan organisasi menerima tugas dan bertanggung jawab kepada administratur.

Kepala kantor atau sinder kantor bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan yang berhubungan dengan pekerja, asuransi penagihan dan asuransi pembayaran serta memberikan data informasi dan data pertimbangan tertentu kepada administratur. Kepala kantor menghimpun rencana anggaran bulanan (RAB) dari semua afdeling untuk disampaikan kepada administratur dalam bentuk ajuan rencana bulanan yang berlanjut ke direksi. Sinder kantor juga bertanggung jawab untuk perhitungan laporan keuangan kebun seperti rugi laba, nilai breakevent point (BEP) dan harga pokok produksi.

Sinder pabrik bertugas dan bertanggung jawab atas teknik-teknik pengolahan yang menyangkut mesin-mesin pengolahan agar tetap dalam kondisi normal, sehingga target, volume dan mutu produksi tercapai. Sinder pabrik menyusun anggaran biaya pemeliharaan alat dan mesin pengolahan setiap bulannya yang diajukan kepada sinder kepala.

Sinder afdeling bertanggung jawab untuk mengelola perkebunan baik segi perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan tugasnya, sinder afdeling menyusun rencana anggaran belanja afdeling kebun sesuai dengan petunjuk sinder kepala atau administratur,

Gambar

Gambar 1 : Struktur Organisasi Kebun Getas PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)

Referensi

Dokumen terkait

tahun. 68 Undang-undang No.13 tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai pasal 68, yang mana pasal ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak. Anak dianggap bekerja

Peran Buruh Harian Lepas Dalam Meningkatkan Sosial Ekonomi Keluarga Sesuai Dengan Pasal 4 Undang – Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus Di

Dalam Pasal 1 Butir 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan

Perkembangan hukum perburuhan dan ketenagakerjaan mengalami perubahan yang menuju ke arah perbaikan yakni dengan keluarnya Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Perspektif perluasan kesempatan kerja menurut Pasal 39 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “pemerintah bertanggung jawab

7 Dari Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut secara hukum jelas bahwa upah merupakan hak pekerja/ buruh dan bukan

buruh, yang telah diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000. Tentang Serikat Pekerja/Serikat

Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan upah adalah: “Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari