• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN RESMI PRATIKUM KIMIA ORGANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN RESMI PRATIKUM KIMIA ORGANIK"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRATIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN II

PENGUBAHAN ASAM MALEAT MENJADI ASAM FUMARAT Disusun Oleh

1. Niken Candra Habsari 24030113120035

2. Wulandari Kusuma 24030113120036

3. Fida Hidayatul Rafi’ah 24030113120037

4. Nia Siskawati 24030113120038

5. Ebtyani Arifana Trisnawati 24030113120039

6. Mega Fatimah 24030113120040

7. Tuti Widyatun 24030113120041

8. Amy Sugiati 24030113120042

Asisten Glar Donia Deni 24030111130067

KELAS B JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

SEMARANG 2015 ABSTRAK

Sintesis adalah proses reaksi kimia untuk menghasilkan produk kimia. Asam maleat adalah senyawa organik yang asam dikarboksilat yang terdiri dari gugus etilena yang berikatan dengan dua gugus asam karboksilat. Asam maleat adalah isomer cis dari asam butenadioat. Asam fumarat adalah isomer asam dikarboksilat tak jenuh asam maleat dan merupakan isomer trans dari asam butenadioat. Percobaan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat ini bertujuan untuk memahami prinsip dasar isomer ruang khususnya isomer geometri serta memahami perbedaan sifat fisik antara senyawa yang berisomer cis dan trans. Prinsip dari percobaan ini adalah reaksi adisi-eliminsi, yaitu memutuskan ikatan phi dengan reaksi adisi dan kemudian membentuk kembali dengan menggunakan reaksi eliminasi. Metode yang digunakan yaitu metode refluks serta metode kristalisasi. Refluks mempunyai prinsip pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan kristalisasi prinsipnya pemurnian dengan pembentukan kristal yang didasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan pelarutnya.. Rendemen asam fumarat sebesar 39,73 % & 51,33 % sedangkan asam maleat sebesar 24,93% & 38,66 %. Asam maleat dan asam fumarat dapat dibedakan sifat fisiknya berdasarkan perbedaan titik lelehnya Titik leleh asam maleat lebih rendah dari pada asam fumarat. Titik leleh asam maleat adalah 143 0 C - 148 C, sedangkan titik leleh asam0

fumarat adalah 205 0 C - 2150 C. Dari hasil penelitian kami, dihasilkan asam maleat yang

murni, hal ini dapat dilihat dari titik leleh asam maleat yang sesuai dengan literatur. Selain itu juga diperoleh asam fumarat tapi bukan asam fumarat yang murni. Dan dapat disimpulkan dari sifat fisiknya, asam maleat merupakan senyawa berisomer cis dari asam butenadioat dan asam fumarat merupakan senyawa berisomer trans dari asam butenadioat.

(3)

PENGUBAHAN ASAM MALEAT MENJADI ASAM FUMARAT

• TUJUAN PERCOBAAN

• Memahami prinsip dasar isomer ruang khususnya isomer geometri

• Mengetahui perbedaan sifat fisik antara senyawa yang berisomer cis dan trans

• TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ALKENA

Alkena merupakan senyawa hidrokarbon tak jenuh yang ditandai oleh adanya ikatan rangkap dua pada ikatan karbonnya. Rumus umum alkena adalah CnH2n. Beberapa sifat fisis

alkena diantaranya adalah titik didihnya semakin tinggi dengan bertambahnya jumlah atom C. Tiga suku pertama, yakni etena, propena dan butena berwujud gas, suku-suku berikutnya berwujud cair dan C ≥ 18 berupa padatan, serta bersifat non polar. Sedangkan sifat kimianya adalah dapat terbakar dengan nyala yang berjelaga, adanya ikatan rangkap dua menyebabkan alkena dapat mengalami beberapa reaksi kimia, yaitu:

• Dapat diadisi oleh H2 dengan katalis Pt atau Ni halus.

• Dapat diadisi oleh Cl2 dan Br2 tanpa katalis.

(Komarudin, 2010)

Alkena disebut juga olefin (pembentuk minyak) dengan sifat-sifat gas tek berwarna, mudah terbakar, bau yang khas, dibandingkan alkana-alkena lebih mudah larut dalam air. Alkena dapat digunakan sebagi obat bius (dicampur dengan O2), untuk

memasakkan buah-buahan, bahan baku industri plastik, karet sintetik, dan alkohol.(Adip, dkk, 2014)

(4)

Alkena lebih reaktif daripada alkana. Reaksi-reaksi penting alkena adalah sebagai berikut.

• Pembakaran

Alkena terbakar sempurna menjadi CO2 dan H2O

Contoh:

• Reaksi Adisi

Perbedaan utama antara alkana dan alkena adalah alkanan mengalami substitusi, sedangkan alkena mengalami adisi. Reaksi adisi adalah pengubahan ikatan tidak jenuh (rangkap) menjadi jenuh (tunggal) dengan cara menangkap atom lain.

Contoh:

• Dalam reaksi diatas, etena menangkap H2 sehingga etena (tidak jenuh) menjadi

etana (jenuh).

• Adisi hidrogen halida (HCl, HBr, HI)

Alkena dibagi menjadi dua jenis, yaitu alkena simetris dan alkena tidak simetris. Pada alkena simetris ikatan rangkapnya membagi molekul menjadi dua potongan yang sama, sedangkan pada alkena tidak simetris ikatan rangkapnya membagi molekul menjadi dua potongan tidak sama. Contoh:

Alkena simetris:

(5)

Reaksi alkena simetris dengan HCl

Pada reaksi alkena tidak simetris dengan hidrogen halida (HCl dan HBr) berlaku hukum markovnicov.

Hukum Markovnikov menyatakan atom H dari hidrogen halida masuk ke atom C rangkap yang mengikat H lebih banyak.

• Polimerisasi

Polimerisasi adalah penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar. Molekul kecil itu disebut monomer dan molekul besar hasil penggabungan disebut polimer. (Parning, dkk, 2006)

• ISOMER PADA ALKENA

Pada alkena kita pelajari tiga jenis isomer, yaitu isomer posisi, isomer kerangka dan isomer geometris.

• Isomer Posisi

Isomer posisi disebabkan posisi ikatan rangkapnya yang berbeda. Contohnya, yaitu

• Isomer rantai (kerangka)

Isomer rantai (kerangka) disebabkan nomor ikatan rangkap sama, tetapi kerangka karbon berbeda. Contohnya, yaitu

(6)

• Isomer Geometri atau cis-trans

Ikatan rangkap yang mempunyai isomer geometris. Alkena dengan dua gugus terletak pada sisi yang sama dari suatu ikatan rangkap disebut cis isomer. Alkena dengan dua gugus terletak pada sisi yang berlawanan disebut trans isomer. (Parning, dkk, 2006)

II.1.3 ISOMER GEOMETRI (CIS DAN TRANS)

Isomer geometrik ialah isomer yang diakibatkan oleh ketegangan dalam molekul dan hanya dijumpai dalam dua kelas senyawa, alkena dan senyawa siklik. Persyaratan isomer geometrik dalam alkena ialah bahwa tiap atom karbon yang terlibat dalam ikatan pi mengikat dua gugus yang berlainan. (Fessenden, 1986).

Trans: dari bahasa latin yang berarti "seluruh" - seperti dalam transatlantik. Cis: dari makna latin "pada sisi ini" (Clarck, 2008)

II.2 Reaksi Adisi

Reaksi adisi adalah reaksi pemutusan ikatan rangkap dua ataupun tiga. Suatu pereaksi mengalami reaksi adisi pada alkena tanpa terlepasnya atom-atom lain. Karakteristik utama senyawa tak jenuh adalah adisi pereaksi kepada ikatan phi. Dalam suatu reaksi adisi suatu alkena ,ikatan phi terputus dan pasngan elektronnya di gunakan untuk membentuk dua ikatan sigma baru. Senyawa yang mengandung ikatan phi biasanya berenergi lebih tinggi daripada senyawa yang mengandung hanya ikatan sigma, sehingga suatu reaksi adisi biasanya eksoterm.

(7)

Sp2 sp3

Gb. 2 Hibridisasi

(Fessenden,1982) • Reaksi Adisi Makrovnikov

Jika suatu alkena tak simetris (gugus yang terikat pada kedua karbon SP2 tidak

sama), akan terdapat kemungkinan diperoleh dua produk yang berlainan. Dalam suatu adisi elektrofilik yang dapat menghasilkan dua produk,niasanya satu produk lebih melimpah dari pada produk yang lain. Dalam 1896, seorang ahli kimia Russia,Vladimir Markovnikov,merumuskan aturan empiris berikut: dalam adisi HX

kepada alkena tak simetris,H+ dari HX menuju ke karbon berikatan rangkap yang

telah lebih banyak memiliki hydrogen.Menurut aturan Markovnikov ,reaksi antara

HCL dan propena akan menghasilkan 2-kloropropana(dan bukan isomer 1-kloro). (Fessenden, 1982)

• Reaksi Anti Makrovnikov

Adisi HBr terhadap alkena kadang-kadang berjalan mematuhi aturan markovnikov, tetapi kadang-kadang tidak.

Adisi Br kepada Alkena :

CH3CH = CH2 + Br CH3CHCH2 bukan CH3CHCH2

Br Br Gb. 3 Contoh reaksi Adisi antimarkovnikov

(Fessenden, 1982) II.3 Reaksi eliminasi

Reaksi eliminasi kebalikan dari reaksi adisi. Pada reaksi ini molekul senyawa yang berikatan tunggal (ikatan jenuh) berubah menjadi senyawa berikatan rangkap (ikatan tak jenuh) dengan melepaskan molekul yang kecil. Reaksi Eliminasi adalah suatu jenis reaksi organic dimana dua substitusi dilepaskan dari sebuah molekul baik dalam satu atau dua langakah mekanisme. Reaksi satu langkah disebut dengan reaksi E2. Sedangkan reaksi dua langkah disebut dengan reaksi E1. E2 dan E1 tidak melambangkan

(8)

jumlah langkah namun menyatakn kinetika reaksi, yaitu berturut-turut bimolekuler dan unmolekuler. Pada sebagian besar reaksi eliminasi organik, minimal satu hidrogen dilepaskan membentuk ikatan rangkap dua. Dengan kata lain akan membentuk tak jenuh. Hal tersebut memungkinkan sebuah molekul melangsungkan reaksi eliminasi reduktif, dimana valensi atom pada molekul menurun dua. Jenis reaksi eliminasi yang penting melibatkan alkil halida, dengan gugus pergi (leaving group) yang baik, bereaksi dengan basa lewis membentuk alkena.

Contoh reaksi eliminasi (Keenan, 1986)

CH3CHCH3 + NaOH CH2=CHCH3 + NaBr + H2O

Br • Reaksi E1

E1 merupakan reaksi eliminasi unimolekuler. E1 terdiri dari dua langkah mekanisme yaitu ionisasi dan deprotonasi. Ionisasi adalah putusnya ikatan karbon-halogen membentuk intermediet karbokation. Reaksi E1 biasanya terjadi pada alkil halida tersier. Reaksi ini berlangsung tanpa kuat, melainkan dengan basa lemah (dalam suasana asam dan suhu tinggi). Reaksi E1 mirip dengan reaksi SN1 karena sama-sama menggunakan intermediet karbokation.

Langkah 1 (ionisasi)

Langkah 2 (deprotonasi)

(9)

Mekanisme Reaksi E1

Mekanisme reaksi E1 merupakan alternative dari mekanisme reaksi SN1. Karbokation dapat memberikan sebuah proton kepada suatu basa dalam reaksi eliminasi . Mekanisme reaksi E1 terdiri dari dua tahap.

Tahap 1

Reaksi E1 berjalan lambat

Tahap 2

Reaksi E1 berjalan cepat

(10)

E2 merupakan reaksi eliminasi bimolekuler. Reaksi E2c hanya terdiri dari satu langkah mekanisme dimana ikatan karbon-hidrogen dan karbon-halogen terputus membentuk ikatan rangkap C=C. Reaksi E2 dilangsungkan oleh alkil halide primer dan sekunder. Reaksi ini hampir sama dengan reaksi SN2. Reaksi E2 secara khusus menggunakan basa kuat untuk menarik hidrogen asam dengan kuat.

(Suatu basa kuat digunakan untuk menarik hidrogen asam) Mekanisme Reaksi E2

Reaksi E2 menggunakan basa kuat seperti –OH, -OR dan juga membutuhkan kalor. Dengan memanaskan alkil

halide dalam KOH, CH3CH2ONa

(Keenan, 1986) II.4 Pengertian Kristalisasi

Kristalisasi adalah suatu pembentukan partikel padatan didalam sebuah fasa homogen. pembentukan partikel padatan dapat terjadi dari fasa uap, seperti pada proses pembentukan kristal salju atau sebagai pemadatan suatu cairan pada titik lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Kristalisasi dari suatu larutan merupakan proses yang sangat penting karena ada berbagai macam bahan yang dipasarkan dalam bentuk kristalin, secara umum tujuan kristalisasi adalah untuk memperoleh produk dengan kemurnian tinggi dan dengan tinggkat pemunggutan (yield) yang tinggi pula. 10 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008 Salah satu sifat penting kristal yang

(11)

perlu diperhatikan adalah ukuran kristal individual dan keseragaman ukuranya (Sebagai kristal bulk) Untuk alas an inilah distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD) harus selalu dikontrol (Mc Cabe et al, 1985 dalam Rasyidi,2008). Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Pada umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk pemisahan dan pemurnian. Adapun sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal yang mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga parameter berikut yaitu : distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD), kemurnia kristal (crystal purity) dan bentuk kristal (crystal habit/shape). Pada proses kristalisasi kristal dapat diperoleh dari lelehan (melt crystallization) atau larutan (crystallization from solution). Dari kedua proses ini yang paling banyak dijumpai di industri adalah kristalisasi dari larutan (Setyopratomo,2003).

• Proses-proses dalam kristalisasi • Kristalisasi dengan penguapan

Kelarutan sutu bahan yang berkurang sedikit demi sedikit dengan menurunnya suhu. Kondisi lewat jenuhnya dapat dipakai dengan penguapan sebagian pelarut (yang artinya pemikatan larutan). (Cahyono, 1991)

II.4.1.2 Kristalisasi dengan pendinginan

Untuk bahan-bahan yang kelarutannya berkurang drastis dengan menurunnya temperature, kondisi lewat jenuh dicapai dengan pendinginan larutan panas yang jenuh. Untuk mengkristalisasi dari lelehan, dapat juga dilkukan.(Cahyono, 1991)

II.4.1.3 Kristalisasi dengan salting out

Pemisahan bahan organic dari larutan akuatik dapat dilakukan dengan penambahan suatu garam yang harganya murah. Garam ini larut lebih baik dari pada bahan yang diinginkan. Sehingga terjadi penambahan bahan padat terkristalisasi. Hal ini merupakan proses fisika.(Cahyono, 1991)

II.4.1.4 Kristalisasi secara adiabatic

Metode ini sering disebut metode vakum, merupakan gabungn antara kristalisasi dengan pendinginan dan penguapan. Pendinginan bertujuan untuk memperkecil daya larut, sedangkan maksud dari penguapan adalah untuk membuat tekanan total dengan permukaan lebih kecil dari tekanan uap pada

(12)

suhu tersebut. Sehingga perubahan ini secara adiabatic karena pendinginan yang terjadi pada system penguapan itu sendiri. (Cahyono, 1991).

II.4.2 Tahapan Kristalisasi

Kristalisasi dari larutan terdiri dari dua phenomena yang berbeda:

pembentukan inti kristal/nukleasi (nucleation) dan pertumbuhan kristal (crystal growth). Baik nukleasi maupun pertumbuhan kristal memerlukan kondisi supersaturasi dari larutannya. Supersaturasi didefinisikan sebagai perbedaan antara konsentrasi aktual dalam larutan dan konsentrasi dimana fasa cair secara termodinamik berkesetimbangan dengan fasa padat (kelarutan). Keadaan supersaturasi dapat diperoleh dengan beberapa cara yaitu: dengan perubahan suhu (pendinginan untuk sistem yang gradien kurva kelarutannya positif atau pemanasan untuk sistem yang gradien kurva kelarutannya negatif), dengan pemisahan pelarut (biasanya dengan penguapan) atau dengan penambahan bahan tertentu (drowning-out agent). Pada diagram konsentrasi terhadap suhu , kelarutan suatu bahan digambarkan sebagai kurva kelarutan (solubility). Kelarutan suatu bahan ada yang naik terhadap kenaikan suhu (gradien positif), tetapi ada juga yang turun terhadap kenaikan suhu (gradien negatif). Ada bahan yang gradien kurva kelarutannya sangan besar, tetapi juga ada yang gradien kurva kelarutannya kecil. Semua sifat-sifat tadi ikut menentukan pemilihan metode kristalisasi yang akan digunakan. Daerah di bawah kurva solubility adalah daerah undersaturated, sehingga daerah ini dikatagorikan daerah stabil karena pada daerah ini tidak akan terjadi peristiwa pembentukan inti kristal (nukleasi). Kurva supersolubility adalah batas dimana nukleasi spontan mulai terjadi. Daerah antara kurva solubility dan supersolubility disebut metastable zone. Kedudukan kurva supersolubility dapat bergeser tergantung beberapa variabel proses, sehingga lebar daerah metastabil (metastable zone width) juga bisa berubah-ubah. Pada daerah metastabil ini bisa terjadi nukleasi sekunder. Daerah diatas kurva supersolubility disebut daerah labil karena pada daerah ini nukleasi spontan pasti terjadi yang mengakibatkan konsentrasi turun dan membawa kondisi keluar dari daerah ini. (Setyopratomo, 2003)

• Keadaan supersaturasi

Keadaan supersaturasi dapat diperoleh dengan beberapa cara yaitu dengan perubahan suhu (pendinginan untuk sistem yang gradien kurva kelarutannya positif atau pemanasan untuk sistem yang gradien kurva kelarutannya negatif), dengan pemisahan pelarut (biasanya dengan penguapan)

(13)

atau dengan penambahan bahan tertentu (drowning-out agent). Pada diagram konsentrasi terhadap suhu , kelarutan suatu bahan digambarkan sebagai kurva kelarutan (solubility). Kelarutan suatu bahan ada yang naik terhadap kenaikan suhu (gradien positif), tetapi ada juga yang turun terhadap kenaikan suhu (gradien negatif). Ada bahan yang gradien kurva kelarutannya sangan besar, tetapi juga ada yang gradien kurva kelarutannya kecil. Semua sifat-sifat tadi ikut menentukan pemilihan metode kristalisasi yang akan digunakan. Daerah di bawah kurva solubility adalah daerah undersaturated, sehingga daerah ini dikatagorikan daerah stabil karena pada daerah ini tidak akan terjadi peristiwa pembentukan inti kristal (nukleasi). Kurva supersolubility adalah batas dimana nukleasi spontan mulai terjadi. Daerah antara kurva solubility dan supersolubility disebut metastable zone. Kedudukan kurva supersolubility dapat bergeser tergantung beberapa variabel proses, sehingga lebar daerah metastabil (metastable zone width) juga bisa berubah-ubah. Pada daerah metastabil ini bisa terjadi nukleasi sekunder. Daerah diatas kurva supersolubility disebut daerah labil karena pada daerah ini nukleasi spontan pasti terjadi yang mengakibatkan konsentrasi turun dan membawa kondisi keluar dari daerah ini. (Setyopratomo, 2003)

• Nukleasi (nucleation)

Nukleasi adalah terbentuknya inti kristal yang muncul dari larutan. Teori nukleasi menyatakan bahwa ketika kelarutan dari larutan telah dilewati (supersaturated), molekul-molekul mulai mengumpul dan membentuk cluster. Cluster tersebut akhirnya akan mencapai ukuran tertentu yang disebut critical cluster. Penambahan molekul lebih lanjut ke critical cluster akan melahirkan inti kristal (nucleus). Untuk menjadi inti kristal yang stabil maka cluster harus mempunyai ketahanan terhadap kecenderungan unutk melarut kembali dan terorientasi pada lattice tertentu. Klasifikasi nukleasi digambarkan dengan skema sebagai berikut : Gambar 1 : Skema Klasifikasi Nukleasi Nukleasi primer adalah nukleasi pada sistem yang tidak mengandung kristal. Nukleasi spontan adalah nukleasi dalam larutan lewat jenuh yang terbebas dari padatan kristal adatu padatan lainnya. Sedangkan nukleasi heterogen adalah nukleasi dalam larutan lewat jenuh di mana terdapat substansi padatan asing dalam larutan.(Setyopratomo, 2003)

(14)

Tahap berikutnya dalam proses kristalisasi adalah inti bertumbuh menjadi lebih besar dengan penambahan molekul solut dari larutan lewat jenuh. Phenomena ini disebut pertumbuhan kristal (crystal growth). Berthoud (1912) dan Valeton (1924) menggambarkan model pertumbuhan kristal dengan model pertumbuhan dua tahap, yaitu proses difusi, di mana molekul solut berpindah dari bulk fase liquid ke permukaan solid, diikuti tahap reaksi orde satu, di mana molekul solut menyusun dirinya dalam geometri kristal (crystal lattice). Daya dorong terjadinya kedua tahap ini adalah perbedaan konsentrasi. (Setyopratomo, 2003)

• Pengotor (Impurities)

Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori, yaitu pengotor yang ada pada permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor yang ada pada permukaan kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan kristal pada saat proses pemisahan padatan dari larutan induknya (retention liquid). Pengotor pada permukaan kristal ini dapat dipisahkan hanya dengan pencucian .Cairan yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor tetapi tidak melarutkan padatan kristal. Salah satu cairan yang memenuhi sifat diatas adalah larutan jenuh dari bahan kristal yang akan dicuci,namun dapat juga dipakai pelarut pada umumnya yang memenuhi kriteria tersebut. Adapun pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan cara pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal adalah dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal tersebut kemudian mengkristalkannya kembali. Salah satu kelebihan proses kristalisasi dibandingkan dengan proses pemisahan yang lain adalah bahwa pengotor hanya bisa terbawa dalam kristal jika terorientasi secara bagus dalam kisi kristal. (Setyopratomo, 2003)

II.5 Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan suatu metode yang ampuh dalam pemurnian zat padat didasarkan pada perbedaan antara kelarutan zat yang diinginkan dengan dan kotorannnya. Dalam rekristalisasi suatu larutan mulai mengendap bila larutan tersebut mencapai titik jenuh terhdap senyawa tersebut . Dalam pelarutan, pelarut menyerang zat padat dan mensolvasinya dalam tingkat partikel individual. Dalam pengendapan terjadi

(15)

kebalikannya. Sebagai akibat proses rekristalisasi untuk pemurnian produk hasil reaksi harus dilakukan secara hati-hati. (Oxtoby,2001)

II.6 Refluks

Refluks adalah pemanasan suhu tinggi tanpa ada zat yang dilepaskan. Prinsip kerja : Pada rangkaian refluks ini terjadi empat proses, yaitu proses heating, evaporating, kondensasi dan cooling. Heating terjadi pada saat feed dipanaskan di labu didih, evaporating ( penguapan ) terjadi ketika feed mencapai titik didih dan berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut masuk ke kondensor dalam. Cooling terjadi di dalam ember, di dalam ember dimasukkan batu es dan air . Proses yang terakhir adalah kondensasi ( Pengembunan ), proses ini terjadi di kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang berisi uap panas dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini menyebabkan penurunan suhu dan perubahan fase dari steam tersebut untuk menjadi liquid kembali. (Wilcox,1995)

II.7 Melting Point

Jumlah terendah terakhir dari temperatur dimana kristal terakhir meleleh disebut titik leleh. Pemurnian titik leleh oleh pengotor adalah konsentrasi dari efek yang berbeda dalam tekanan uap dari campuran padat dan larutan. Titik leleh dari substansi murni adalah temperatur padatan dan cairan memiliki tekanan uap yang sama. Metode yang sering digunakan adalah melting point aparatus. Sampel diletakkan pada kaca, lalu diatas penangas otomatis, titik leleh akan diukur dengan termometer yang ada disebelahnya. (Gibson, 1956)

Titik leleh dicapai saat pola molekul pecah dan padatan berubah menjadi cair. Senyawa Kristal murni biasanya memiliki titik leleh tajam, yaitu meleleh pada suhu yang sangat kecil 0,5-10C. Titik leleh suatu Kristal adalah suhu dimana padatan

mula-mula menjadi cair,di bawah 1 atm. Senyawa murni keadaan padat menjadi cair sangat tajam (0,50C) sehingga suhu ini berguna untuk identifikasi. (Wilcox,1995)

II.8 Analisa Bahan • MSDS Aquadest

Sifat Fisik : cairan tidak berwarna, tidak berbau, tak berasa, titik didih 1000C, dan

(16)

Sifat Kimia : memiliki pH 7 (netral), merupakan pelarut universal, bersifat polar, termasuk basa lemah, stabilitas produknya stabil, larut dalam alcohol dan eter.

(Science Lab, 2013)

II.8.2 MSDS HCl

Sifat Fisik : cairan tak berwarna menyala kuning, bau menyengat, berat molekul 36,42 g/mol, densitas 1,267 g/ml, titik leleh -62.25°C (-80°F) (20.69% HCl dalam air ) -46.2 C (31.24% HCl dalam air ) -25.4 C (39.17% HCl dalam air ), titik didih 108.58 C @ 760 mm Hg ( 20.22% HCl dalam air) 83 C @ 760 mm Hg ( 31% HCl dalam air) 50.5 C ( 37% HCl dalam ), . Struktur :

Sifat Kimia : memiliki pH asam, larut dalam air dan dietil eter, akan terdispersi pada air dan dietil eter, bersifat korosif, dapat menyebabkan iritasi kulit dan kerusakan besar internal jika terhirup atau tertelan.

(Science Lab,2013) II.8.3 MSDS Anhidrid Maleat

Sifat Fisik : kristal putih tak berbau, berat molekul 98,06 g/mol, Densitas 3.4, titik leleh 52.8°C (127°F), titik didih 202°C (395.6°F).

Struktur :

Sifat Kimia : memiliki pH 7 (netral), reaktif terhadap agen pereduksi dan asam, sedikit larut dalam methanol, larut dalam air panas, air dingin, alcohol, eter .

(17)

(Science Lab, 2013) II.8.4 MSDS Asam Maleat

Sifat Fisik : padatan (bubuk) putih,baunya khas, massa molar 116,08 g/mol, densitas 4 g/cm³, titik lebur 138.5°C (281.3°F), titik didih 135°C (275°F).

Struktur :

Sifat Kimia : larut dalam air dan aseton, sedikit larut dalam dietil eter tidak larut pada benzene dan kloroform, stabilitas produknya stabil.

(Science Lab, 2013) II.8.5 MSDS Asam Fumarat

Sifat Fisik : padatan putih, massa molar 116,07 g/mol, Densitas 1,635 g/cm³, titik lebur 287 °C, kelarutan dalam air 0,63 g/100 mL, keasaman (pKa) pka1 = 3,03, pka2 = 4,44

Struktur :

Sifat Kimia : isomer trans dari asam butenadioat, stabil, tidak larut dalam air. (Science Lab, 2013)

• METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan bahan III.1.1 Alat

• Erlenmeyer 6. Pipet

• Alat refluks 7. Gelas bekker

(18)

• Penangas air 9. Corong bucher • Labu alas bulat

III.1.2 Bahan • Anhidrad maleat • Asam fumarat • HCl pekat • Aquadest • Kertas saring • Asam maleat

(19)

III.3 Skema kerja

Aquadest 50 ml Erlenmeyer

(20)

Pemanasan sampai mendidih Penambahan 7.5 g anhidrid maleat

Larutan jernih Erlenmeyer

Pendinginan hingga asam maleat mengendap Penyaringan dengan corong bucher

Filtrat Residu Labu alas bulat Penentuan titik leleh asam maleat

Penambahan HCl pekat 7,5 ml Refluks 5 menit

Pendinginan pada suhu kamar Penyaringan dengan corong bucher Kristalisasi dengan pelarut air Penentuan titik leleh asam fumarat

Penentuan titik leleh asan fumarat

Hasil

(21)

• DATA PENGAMATAN No Perlakuan Hasil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 10 ml Aquadest + 7.5 g Anhidrid maleat dipanaskan dan diaduk

Pendinginan dengan air kran Penyaringan

Kristal asam maleat dikeringkan pada lemari penyimpanan

Filtrat ditambah HCl pekat 7.5 ml lalu di refluks selama 10 menit Pendinginan larutan pada suhu kamar

Penyaringan

Penimbangan Kristal a. asam maleat I & II b. asam fumarat I & II Penentuan titik leleh a. asam maleat I & II b. asam fumarat I & II Perhitungan rendemen a. Asam Maleat b. Asam Fumarat

Larutan jernih

Terbentuk Kristal Maleat Filtrat dan residu terpisah Kristal Kering

Larutan Jernih Terbentuk Kristal

Didapat kristal berwarna putih 2.28 gram & 3.31gram

2,98 gram & 3,85 gram 143 – 149 0C & 144 – 148 0C

205 – 210 0C & 205 – 215 0 C

24,93 % & 38,66 % 39,73 % & 51,33 %

(22)

• HIPOTESIS

Percobaan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat ini bertujuan untuk memahami prinsip dasar isomer ruang khususnya isomer geometri serta memahami perbedaan sifat fisik antara senyawa yang berisomer cis dan trans. Dalam hal ini senyawa yang berisomer cis dan trans adalah asam maleat dan asam fumarat. Prinsip dari percobaan ini adalah reaksi adisi-eliminsi, yaitu memutuskan ikatan phi dengan reaksi adisi dan kemudian membentuk kembali dengan menggunakan reaksi eliminasi. Metode yang digunakan yaitu metode refluks dan metode kristalisasi. Hasil yang akan diperoleh kristal asam maleat dan asam fumarat berwarna putih. Diduga asam fumarat lebih stabil karena asam fumarat senyawa berisomer trans, sedangkan asam maleat tidak stabil karena senyawa berisomer cis.

• PEMBAHASAN

Percobaan yang tela dilakukan berjudul “Pengubahan Asam Maleat menjadi Asam Fumarat”, bertujuan untuk pengubahan senyawa yang memiliki stereoisomer cis menjadi senyawa yang memiliki stereoisomer trans. Prinsip dari percobaan yaitu reaksi adisi dang reaksi eliminasi, pengubahan bentuk cis ke bentuk trans dengan pemutusan ikatan phi pada ikatan rangkap melalui reaksi adisi dan pengembalian ikatan melalui reaksi eliminasi. Metode yang digunakan yaitu refluks, kristalisasi dan rekristalisasi. Prinsip dari kristalisasi yaitu pemurnian dengan pembentukan kristal yang didasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan pelarutnya. Prinsip rekristalisasi adalah pemurnian kembali pada kristal yang telah didapatkan.

Pertama dilakukan pendidihan aquadest. Tujuannya dengan adanya kalor temperatur akan meningkat sehingga mempermudah pemutusan ikatan dan dapat membentuk ikatan baru dengan H2O membentuk asam maleat. Asam maleat diperoleh

(23)

dari anhidrida maleat yang dilarutkan dalam aquadest panas. Lalu kristal asam anhidrida maleat dilarutkan dalam aquadest yang mendidih, diikuti dengan pengadukan.Pelarutan dalam aquadest fungsinya agar anhidrida maleat menjadi asam maleat karena anhidrida maleat merupakan dehidrasi dari asam maleat( Hart, 1995 ).Pengadukan dilakukan untuk mempercepat pelarutan anhidrida maleat dan untuk memperbanyak tumbukan. Penagadukan menyebabkan pergerakkan partikel menjadi cepat sehingga mempercepat tumbukan antar partikel sehingga mempercepat reaksi yang dibantu dengan kenaikkan temperatur yang dapat menurunkan energi aktivasi. Dengan turunnya energi aktivasi menyebabkan energi aktivasi dapat terlampaui sehingga reaksi dapat terjadi. Larutan yang diperoleh berwarna bening.

Reaksi yang terjadi :

( Hart, 1995 )

Setelah itu dilakukan kristalisasi dengan pendinginan larutan menggunakan air kran, tujuannya agar terjadi pembentukan kristal asam maleat. Pembentukan kristalnya jangan sampai keseluruhan, karena filtrat asam maleat akan digunakan untuk pembentukan asam fumarat. Lalu kristal putih yang terbentuk disaring, tujuan penyaringan agar kristal dan filtrat terpisah. Berdasarkan prinsip pembentukan kristal pada suhu kamar, inti kristal terbentuk terlebih dahulu kemudian permukaan kristalnya sehingga kristal yang terbentuk kuat dan banyak. Kelarutan zat dalam air pada suhu tinggi lebih besar dari suhu rendah, saat larutan dalam suhu tinggidibuat dalam keadaan cukup jenuh, lalu diturunkan suhunya maka saat suhu turun akan terbentuk Kristal dari senyawa asam maleat.

(24)

Tujuan percobaan Pengubahan Anhidrida Maleat menjadi Asam Maleat untuk mengubah anhidrida maleat yang tersedia menjadi asam maleat dengan metode refluks yang mempunyai prinsip pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.

Isomer memiliki arti keasaman suatu senyawa dengan senyawa lain dari rumus molekulnya, namun mimiliki pengaturan yang berbeda dari rumus strukturnya. Asam maleat memiliki rumus molekul yang sama dengan asam fumarat yaitu C4H4O4 asam maleat adalah isomer cis dan asam fumarat adalah

isomer transnya.

Sebelum dilakukan pengubahan menjadi asam fumarat, terlebih dahulu dilakuakan pembuatan asam maleat yang menggunakan anhidrida maleat sebagai bahan utama. Pada percobaan ini digunakan anhidrida maleat bukan asam maleat langsung, karena anhidrida maleat lebih stabil daripada asam maleat. Hal itu disebabkan anhidrida maleat mempunyai kebebasan untuk bergerak daripada asam maleat yang lebih kaku karena adanya ikatan phi. Untuk memecah anhirid maleat diperlukan energy yang besar untuk memutus ikatan C-O sehingga reaksi dilakukan pada suhu yang tinggi. Oleh karena itu aquadest (yang bertujuan untuk menghidrolisis/memecah anhidrid maleat menjadi asam maleat) yang akan ditambahkan dalam keadaan panas. Suhu tinggi (pemanasan aquadet) ini dimaksudkan untuk memutuskan ikatan C-O. Pada proses pelarutan dengan aquades panas terjadi reaksi adisi. Reaksi adisi ini dipercepat dengan pengadukan. Pengadukan menyebabkan pergerakkan partikel menjadi cepat sehingga mempercepat tumbukan antar partikel sehingga mempercepat reaksi yang dibantu dengan kenaikkan temperatur yang dapat menurunkan energi aktivasi. Dengan turunnya energi aktivasi menyebabkan energi aktivasi dapat terlampaui sehingga reaksi dapat terjadi. Dari hasil pemanasan didapatkan larutan berwarna bening.

(25)

(Anonim, 2015)

Setelah itu larutan didinginkan dengan air kran, tujuannya agar terjadi pembentukan kristal asam maleat secara sempurna. Pada proses pengkristalan dilakukan dengan pengeyangan agar kristal semakin cepat terbentuk. Pada proses ini pembentukan kristalnya jangan sampai keseluruhan, karena filtrat asam maleat akan digunakan untuk pembentukan asam fumarat. Lalu kristal putih yang terbentuk disaring, tujuan penyaringan agar kristal dan filtrat terpisah. Berdasarkan prinsip pembentukan kristal pada suhu kamar, inti kristal terbentuk terlebih dahulu kemudian permukaan kristalnya sehingga kristal yang terbentuk kuat dan banyak.

Dari hasil percobaan di dapatkan kristal I asam maleat berwarna putih kekuningan dengan massa 1,87 gram dan rendemen 24,93 %, dan kristal II asam maleat berwarna putih sebesar 2,9 gram dengan rendemen 38,66 %

Selanjutnya kristal tersebut diuji sifat fisikanya dengan pengujian titilk leleh. Titik leleh adalah dimana suatu padatan berubah menjadi cairan. Dari literature diketahui bahwa asam maleat memiliki titik leleh 287 0C sedangkan dari hasil

pengujian didapatkan kristal I maleat meleleh pada suhu 143 – 148 0C dan kristal II

maleat meleleh pada suhu 144 – 1480C.

(26)

Tujuan Pengubahan Asam Maleat menjadi Asam Fumarat untuk mengubah asam maleat menjadi fumarat. Filtrat dari hidrolisis anhidrida maleat terhadap HCl pekat dimasukkan dalam labu bulat dan ditambahkan HCl pekat lalu dilakukan proses refluks. Penambahan HCl pekat berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk memprotonasi atau mengadisi, salah satu gugus karbonil sehingga ikatan rangkap C=C pada asam maleat pada atom karbon yang dapat beresonansi dan terjadi rotasi pada ikatan tunggal. Asam klorida menganding ikatan H-Cl yang sangat polar dan dapat dengan mudah melepaskan H+ kepada ikatan pi asam maleat. Hasil

serangan H+ adalah suatu karbokation antara yang dengan cepat bereaksi

dengan ion negatif halida dan menghasilkan suatu alkil halida (asam klorosukrinat). Reaksi ini merupakan reaksi adisi elektofilik karena serangan awal dilakukan oleh sebuah elektrofil. Reaksi adisi ini menghasilkan ikatan tunggal C-C yang mudah berotasi sehingga terjadi perubahan letak gugus-gugus yang terikat pada dua atom C tersebut. Molekul ini dapat mengalami rotasi karena gugus-gugusnya hanya terikat oleh ikatan sigma, bukan ikatan rangkap (ikatan phi) karena ikatan phi lebih lemah daripada ikatan sigma, sehingga bentuk keseluruhan sebuah molekul selalu berubah berkesinambungan. Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi akan terbentuk kembali pada produk. Reaksi adisi adalah reaksi penambahan suatu ikatan baru dengan pemutusan ikatan phi menjadi sigma

Meka

(27)

(Fessenden, 1999)

Proses rotasi asam maleat berisomer cis menjadi asam fumarat berisomer trans

(Fessenden, 1999)

Gugus yang terikat pada kedua atom karbon tersebut mengalami rotasi karena ikatan sigma pada C-C lebih memudahkan rotasi daripada ikatan phi. Rintangan sterik bentuk isomer cis pada gugus karboksilat lebih besar sehingga dua ugus kaboksilat saling berdesakan, maka rotasi menjadi bentuk trans yang cenderung lebih stabil. Atom dan gugus yang terikat oleh ikatan sigma dapat berotasi, sedangkan pada ikatan rangkap tidak dapat berotasi dengan ikatan rangkap itu sebagai sumbu, tanpa memutuskan ikatan phi.

Penambahan HCl pekat dalam air akan mengahsilkan campuran produk,karena air dapat pula mengadisi ikatan rangkap.

(28)

Pembentukan kembali ikatan phi ( ikatan rangkap ) melalui reaksi eliminasi. Reaksi eliminasi adalah reaksi pengurangan suatu ikatan dengan penambahan ikatan baru yaitu ikatan phi.

Mekanisme eliminasi yang terjadi:

Setelah direfluks, larutan kemudian didinginkan pada suhu kamar. Pendinginan pada suhu kamar bertujuan agar terbentuk kristal yang dapat dipisahkan dari larutannya. Pendinginan pada suhu kamar, membuat inti kristal menjadi kuat, dan bentuk kristalnya kecil-kecil, tapi kristalnya kuat karena inti kristalnya terbentuk terlebih dahulu. Kristal yang terbentuk disaring. Kristal putih hasil penyaringan merupakan kristal asam fumarat. Kemudian dilakukan rekristalisasi yaitu pencucian kristal dengan aquadest hangat, yang berfungsi untuk melarutkan zat-zat pengotor yang masih tertinggal pada kristal. Pengotor tersebut berupa HCl, H2O dan asam maleat

yang tidak bereaksi sempurna. HCl dan asam maleat dapat larut dalam air hangat karena asam fumarat termasuk senyawa yang polar sehingga akan larut dalam pelarut yang polar pula (like dissolve like). Kelarutan asam fumarat dalam air lebih kecil dibandingkan asam maleat karena dalam asam fumarat tidak terdapat ikatan hidrogen intra molekulat disebabkan struktur geometrisnya. Kristal asam fumarat kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut serta pengotor yang masih ada, dan kristal menjadi kering. Setelah pengeringan diperoleh kristal putih asam fumarat berwarna putih. Kristal asam fumarat cenderung lebih halus, kuat dan kecil-kecil. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan suhu (pendinginan). Pendinginan asam fumarat penurunan suhunya lebih cepat maka pertumbuhan

(29)

inti kristal lebih cepat dari pertumbuhan kristal sehingga kristal yang terbentuk kecil-kecil dan halus, serta agak rapuh.

Dalam hasil percobaan diperoleh kristal asam maleat yang pertama berwarna putih sedikit menkilap, bentuknya lebih besar, teksturnya sedikit kuat sebanyak 1,87 gram dengan 24,93 % dan titik leleh asam maleat 1430C

-1480C serta kristal asam maleat yang kedua berwarna putih sedikit menkilap,

bentuknya lebih besar, teksturnya sedikit kuat sebanyak 2,9 gram dengan rendemen yang 38,66 % dan titik leleh asam maleat 1440C - 1480C. Sedangkan

kristal asam fumarat yang pertama berwarna putih mengkilat, bentuknya lebih kecil, dan teksturnya kuat sebanyak 2,98 gram dengan rendemen 39,73 % dan titik leleh asam fumarat 205⁰C - 215⁰C serta kristal asam fumarat yang kedua berwarna putih mengkilap, bentuknya lebih kecil dan teksturnya kuat sebanyak 3,85 gram dengan 51,33 % dan titik leleh asam fumarat 205⁰C -210⁰C. Penentuan titik leleh asam maleat dan asam fumarat dilakukan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik antara senyawa isomer cis (asam maleat) dengan senyawa berisomer trans (asam fumarat). Bedasarkan literatur titik leleh asam maleat adalah 131 - 1390C (James, 1974) sedangkan titik leleh

asam fumarat yaitu 2870C (Miles, 1943).

Dari percobaan menunjukan hasil positif karena diperoleh range titik leleh asam maleat yang sesuai dengan literatur yaitu pada suhu 1310C - 1390C,

sedangkan titik leleh asam fumarat tidak sesuai dengan literatur yaitu pada suhu yang pertama 2050C - 2100C dan titik leleh kristal asam fumarat kedua

2050C - 2150C dikareanakan yang meleleh terlebih dahulu adalah pengotornya

yaitu berupa asam maleat, HCl, dan H2O.

Dari percobaan dapat diketehui bahwa titik leleh asam fumarat (senyawa berisomer trans) lebih tinggi dari titik leleh asam maleat (senyawa berisomer trans). Hal ini disebabkan oleh senyawa yang berisomer trans cenderung lebih stabil sehingga diperlukan kalor yang cukup besar untuk memutuskan ikatan pada atom-atomnya. Selain itu kestabilan senyawa yang berisomer cis dan trans dapat dijelaskan dengan ikatan hidrogen. Asam maleat (senyawa cis) memiliki ikatan hidrogen intramolekul yang merupakan ikatan hidrogen yang terjadi dalam satu molekul. Sedangkan pada asam fumarat (senyawa trans) membentuk ikatan intermolekul yang merupakan ikatan hidrogen yang terjadi

(30)

antar molekul- molekul satu sama lain. Senyawa yang membentuk ikatan hidrogen intermolekul cenderung lebih stabil sehingga titik lelehnya lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa yang membentuk ikatan hidrogen intramolekul. Selain itu rintangan sterik asam maleat lebih besar daripada asam fumarat sehingga lebih stabil dan ikatan hidrogen pada asam fumarat lebih banyak daripada asam maleat sehingga asam fumarat lebih stabil.

(31)

• PENUTUP VII.1 KESIMPULAN

• Asam maleat dan asam fumarat merupakan isomer geometric is-trans. Asam maleat berisomer cis, sedangkan asam fumarat berisomer trans.

• Prinsip dasar pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat adalah berdasarkan reaksi adisi-eliminasi

• Titik leleh asam maleat lebih rendah dari pada asam fumarat. Titik leleh asam maleat adalah 143 – 148 0C sedangkan titik leleh asam fumarat 205 – 215 0C

• Asam maleat yang di dapatkan sebesar 1,87 gram dan 2,9 gram,dan di dapatkan rendemen sebesar24,93 % dan 38,66 %

• Asam fumarat yang di dapatkan sebesar 2,98 gram dan 3,85 gram, dan di dapatkan rendemen sebesar 39,73 % dan 51,33 %

VII.2 SARAN

• Hati-hati dalam menggunakan bahan- bahan kimia yang di gunakan dalam percobaan ini terutama HCL 12 N

• Lakukan percobaan sesuai prosedur

LEMBAR PENGESAHAN

(32)

MENGETAHUI,

PRAKTIKAN,

NIKEN CHANDRA AYU H WULANDARI KUSUMA

24030113120035 24030113120036

FIDA HIDAYATUL R NIA SISKAWATI

24030113120037 24030113120038

EBTYANI ARIFANA. T MEGA FATIMAH

24030113120039 24030113120040

TUTI WIDYATUN AMY SUGIATI

24030113120041 24030113120042

ASISTEN,

GLAR DONIA DONI 24030111130067

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015, Petunjuk Praktikum Kimia Organik, Universitas Diponegoro, Semarang Cahyono, Bambang. 2001. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik. Semarang: UNDIP Press.

Fachry, Rasyidi, Juliyadi Tumanggor, Ni Putu Endah Yuni L, 2008, Pengaruh Waktu Kristalisasi Dengan Proses Pendinginan Terhadap Pertumbuhan Kristal Amonium Sulfat Dari Larutannya, Jurnal Teknik Kimia, No .2, Vol. 15.

Fessenden,1982,Kimia Organik,jilid 1 edisi ketiga,Erlangga, Jakarta.

Gibson,Charles,s.,1956,Essential Principles of Organik Chemistry,Cambridge of The University Press,London.

Keenan, W Charles,1986,Ilmu Kimia Untuk Universitas,Erlangga,Jakarta. Oxtoby,2001,Prinsip-Prinsip Kimia Modern,Erlangga,Jakarta.

Material Safety Data Sheet, MSDS, Science Lab.com, Chemicals & Laboratory Equipment, Last Updated: 05/21/2013 12:00 PM

Setyopratomo, dkk.,2003,Studi Experimental Pemurnian Garam Nacl Dengan Cara Rekristalisasi,Jurusan Teknik Kimia,Universitas Surabaya,vol.II no 2.

Wilcox,C.F.,1995, Experimental Organik Chemistry, 2 nd edition,Prentice Hall,New Jersey.

LAMPIRAN • Perhitungan Rendemen Asam Maleat

Diperoleh melalui proses hidrolisis Massa anhidrida Maleat : 7,5 g

Massa kristal asam Maleat I : 1,87 g Massa kristal asam Maleat II : 2,9 g

(34)

Sehingga:

• Rendemen kristal I

• Rendemen kristal II

• Perhitungan Rendemen Asam Fumarat Massa anhidrida maleat : 7,5 g

Massa kristal asam fumarat I : 2,98 g Massa kristal asam fumarat II : 3,85 g Sehingga:

• Rendemen kristal I

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem yang berjalan selama ini masih terdapat permasalahan yang harus diperbaiki sesuai dengan perkembangan teknologi yang semakin berkembang ditambah

Untuk membuat sistem administrasi database Front office hotel, diperlukan perancangan suatu sistem yang sesuai dengan kebutuhan front office hotel, yang terdiri dari : pemesanan

Pengolahan data indikator merumuskan variabel percobaan, siswa yang berada pada kategori tidak terampil sebesar 36,1%, setelah diberi pelatihan dengan model inkuiri

kepatuhan atas pengungkapan khususnya aset tetap pada laporan keuangan pemerintah. daerah di

model pembelajaran sepak bola. permainan ini dibuat dengan tujuan mengenalkan dan membiasakan anak untuk belajar tentang sepak bola dan memahami teknik-teknik dasar

Atas dasar tersebut, pada penelitian ini dua algoritma: Naïve Bayesian dan ID3 akan dibandingkan untuk menemukan mana yang lebih baik dengan cara menguji pada lingkungan

Penelitian lain dilakukan oleh Handal dan Bobis (2009: 1-18) dengan judul “ Instructional Styles in the Teaching Mathematics Thematically ”. Fokus penelitian yang dilakukan

Mengacu pada periode waktu produksi atau horizon perencanaan produksi, di mana semua input dalam proses produksi merupakan input variabel, tidak ada input