• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata sebagai salah satu aspek eksternal, menjadi salah satu industri yang tumbuh dominan dan memiliki peran penting dalam aspek kehidupan manusia. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami proses metamorpose dalam berbagai aspeknya.

Seperti halnya candi Budha terbesar di dunia Candi Borobudur yang mendapatkan pengakuan dari dunia internasional sebagai World Cultural Heritage dengan nomer 592 oleh UNESCO pada bulan November 1991 memberikan pengaruh terhadap perubahan kawasan disekitarnya. Kondisi ini didukung dengan keputusan pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti pengakuan tersebut dengan mengeluarkan Keppres No. 1/1992 tentang Pengelolaan Kawasan Candi Borobudur berdasarkan zonasi. Zona I dikelola oleh Dirjen Kebudayaan (sekarang Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata), zona II oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan, dan zona III oleh Pemerintah Kabupaten Magelang. (Keppres, 1992).

Seiring dengan ditetapkannya kawasan Borobudur sebagai World Cultural Heritage, Borobudur mulai banyak dikunjungi wisatawan mancanegara maupun domestik. Rata-rata kunjungan per tahun berdasarkan data dari PT. Taman Wisata Candi Borobudur adalah sekitar 2-3 juta wisatawan. Banyaknya kunjungan wisatawan memberikan pengaruh besar terhadap proses metamorfosis baik masyarakat maupun kondisi fisik desa di sekitar Candi Borobudur. Masyarakat beralih profesi dan beberapa ruang desa berubah menjadi ruang-ruang wisata. Desa-desa wisata yang mengalami perubahan biasanya memiliki potensi wisata, keunikan dan karakteristik wisata tersendiri. Kondisi demikian berbeda antara desa satu dengan desa yang lainnya.

(2)

2 Dicanangkannya beberapa desa di sekitar Candi Borobudur sebagai desa wisata oleh pemerintah pusat melalui PNPM Pariwisata telah mengantarkan desa-desa yang awalnya terabaikan dan tidak banyak diminati oleh wisatawan karena kondisinya, sejak saat itu mulai banyak dikunjungi wisatawan. Wisata pedesaan yang dikemas sebagai bentuk desa wisata tersebut ternyata menjadi alternatif pilihan bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan selain tujuan utama kunjungan mereka ke Candi Borobudur. Wisata pedesaan seperti yang disampaikan Edward Inskeep (1999) adalah sekelompok kecil wisatawan yang tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional yang bisa mereka dapatkan di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan serta lingkungan setempat. Berubahnya orientasi wisatawan untuk memilih back to nature tourism merupakan peluang yang baik terutama untuk desa agar lebih berkembang. Desa tidak lagi merupakan desa yang tertinggal namun berangsur-angsur berubah menjadi desa yang lebih modern dengan merespon kegiatan pariwisata sehingga desa menjadi lebih berkembang dan memberikan nilai positif bagi masyarakatnya. Meningkatnya kunjungan wisatawan ke masing-masing desa wisata, sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan Candi Borobudur, karena desa wisata melibatkan secara aktif dan menyeluruh peran serta masyarakat. Keikutsertaan masyarakat dalam mendukung kegiatan wisata diantaranya adalah melakukan kegiatan konsolidasi ruang terhadap desanya yakni dengan menetapkan dan meneguhkan ruang-ruang wisata yang digunakan sebagai sarana utama penunjang kegiatan wisata. Seperti yang dikatakan Wearing (2001) dalam bukunya bahwa sukses atau keberhasilan jangka panjang industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan dari komunitas lokal.

Mengambil pemahaman tentang konsolidasi lahan yang disampaikan Hamid (1998), maka konsolidasi terhadap ruang-ruang yang terjadi di desa wisata akibat kegiatan pariwisata merupakan upaya penataan kembali penguasaan, pengadaan, kepemilikan lahan/potensi wisata oleh masyarakat melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan yang siap bangun dan menyiapkan kapling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Berdasarkan fenomena yang

(3)

3 terjadi di lapangan, proses konsolidasi antara desa wisata yang satu dengan desa wisata yang lain berbeda tergantung dari bentuk respon masyarakat dalam menanggapi pariwisata. Desa Candirejo, Wanurejo, dan Karanganyar adalah contoh desa-desa di sekitar Candi Borobudur yang ditetapkan sebagai desa wisata dalam penelitian ini. Adapun posisi ketiga desa penelitian tersebut terhadap objek wisata Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar peta berikut :

Gambar 1.1. Peta Desa Penelitian Terhadap Candi Borobudur

Berdasarkan grandtour yang telah dilakukan ditangkap fenomena-fenomena awal yang cukup unik dari ketiganya. Secara fisik ketiganya dapat dikatakan mengalami perubahan terutama semenjak wisatawan mulai masuk ke desa mereka. Namun demikian tidak semua desa mampu merespon kegiatan pariwisata secara cepat dan baik; ada desa yang sudah berhasil menjadi desa wisata (desa Candirejo), ada desa yang sedang merintis untuk berkembang menjadi desa wisata (desa Wanurejo) dan ada pula yang belum berhasil (desa Karanganyar). Desa Candirejo sebagai satu-satunya desa yang paling berhasil menjadi desa wisata di

(4)

4 kawasan Borobudur, merupakan embrio pengembangan desa wisata di kawasan Candi Borobudur sejak tahun 2006 dan telah dicanangkan sebagai desa wisata Jawa Tengah. Sejak pencanangan tersebut masyarakat sangat antusias merespon kegiatan wisata dan berusaha menciptakan beberapa kreasi wisata baru yang dapat ditawarkan kepada pengunjung dan mulai saat itu desa Wisata Candirejo dibenahi secara fisik maupun non fisik.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari beberapa narasumber, sekitar 60% dari wisatawan Borobudur datang berkunjung ke desa Candirejo. Wisatawan mulai tertarik mengunjungi desa Candirejo karena di desa tersebut mereka dapat melihat kembali beberapa nilai budaya seperti tradisi lokal merti desa, tarian jatilan, saparan, dll. Bahkan beberapa rumah tradisional Jawa yang ada dipertahankan dan dijadikan sebagai homestay untuk para wisatawan. Desa Candirejo kemudian berkembang menjadi desa wisata yang berbasis pada budaya dan potensi alam.

Desa Wanurejo untuk saat ini sudah mulai dikunjungi wisatawan, dengan rata-rata kunjungan dalam satu bulan bisa mencapai kurang lebih 800 orang, lebih sedikit dibanding Candirejo. Desa Wanurejo merupakan desa tradisional tepatnya di Kabupaten Magelang, berada di lingkungan taman wisata Borobudur yang memiliki daya tarik untuk dapat dikembangkan dan disajikan sebagai komoditas wisata dalam bentuk paket wisata budaya. Berdasarkan narasumber yang ditemui, desa ini dihuni oleh sekolompok masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat dan memiliki budaya kuno peninggalan nenek moyang yang khas. Masyarakat Wanurejo hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekat. Namun sampai saat ini desa Wanurejo masih menjadi desa wisata binaan dari pemerintah daerah karena secara kesiapan masih banyak masyarakat yang belum andil dalam kegiatan pariwisata seperti halnya di desa Candirejo. Cerita-cerita rakyat sebagai tradisi lisan di desa Wanurejo dapat ditemukan dan dikumpulkan serta seringkali ditampilkan pada event-event wisata Wanurejo seperti pada saat bulan Sapar pada acara Saparan dan di festival kesenian tahunan Wanurejo. Saat ini dapat

(5)

5 dikatakan bahwa desa Wanurejo sudah mulai dikenal wisatawan sebagai desa wisata yang lebih menonjolkan aspek budaya.

Desa wisata Karanganyar identik dengan salah satu dusun di desa Karanganyar yang sudah dikunjungi wisatawan dan ditetapkan sebagai desa wisata rintisan yakni dusun Klipoh. Dusun Klipoh adalah sebuah dusun yang dijadikan sebagai salah satu aset desa penggerak kegiatan wisata berbasis pada kerajinan tradisional gerabah (satu-satunya dusun yang masih mempertahankan gerabah di Candi Borobudur). Berdasarkan keterangan aparat desa tingkat kunjungan wisatawan masih relatif kecil. Rata-rata kunjungan tiap bulan hanya sekitar 30 wisatawan. Keunikan Klipoh adalah dari beberapa jenis gerabah yang dihasilkan masyarakat menurut penelitian yang dilakukan oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur (1999) ada beberapa jenis yang mempunyai kesamaan bentuk dengan yang tergambar pada relief Karmawibhangga, relief Jataka dan relief Lalitavistara di Candi Borobudur. Pembuatan gerabah sendiri diawali dengan lengkap Legenda Nyonyah Kundi yang makamnya terdapat di dusun Ngadiwinatan I (Dusun Nggunden). Tradisi pembuatan gerabah sekarang bergeser ke dusun Klipoh (Banjaran I). Gerabah dibuat hanya oleh kaum wanita pada saat itu, sedangkan pembakaran dan pemasaran gerabah dilakukan oleh kaum pria. Gerabah yang dibuat masih merupakan gerabah tradisional yang digunakan untuk perabot dan keperluan sehari-hari seperti cowek (kondisi sekarang cowek identik dengan alat untuk melembutkan cabe/bumbu, berbeda dengan masyarakat jaman dulu cowek identik dengan piring), kuali/periuk yang identik dengan peralatan memasak, wajan identik dengan peralatan memasak/menggoreng, kekep/tutup dandang identik untuk kegiatan menanak nasi, cuwo/mangkukan identik sebagai wadah makanan, anglo identik sebagai tempat alat-alat untuk memasak, pot bunga sebagai hiasan ruangan, empluk/periuk dengan ukuran kecil identik dengan tempat sesaji, dan ceperan/lengseran identik dengan tempat untuk menyajikan makanan ataupun tempat menyajikan sesaji.

(6)

6 1.2. Rumusan dan Batasan Masalah

Adapun lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah fokus kepada pemahaman mendalam tentang keterkaitan antara pariwisata, proses konsolidasi ruang desa wisata, dan kelompok sosial di 3 desa wisata di Borobudur yakni desa wisata Candirejo, desa wisata Wanurejo serta desa wisata Karanganyar. Pada penelitian tersebut akan diamati bagaimana peran kelompok sosial sebagai salah satu faktor dominan dalam proses konsolidasi ruang desa wisata. Demikian juga dengan sistem nilai dan norma yang berlaku pada kelompok masyarakat di kawasan desa-desa sekitar Candi Borobudur khususnya desa Candirejo, Wanurejo dan Karanganyar dalam melakukan proses konsolidasi ruang desa, mengamati pula respon masyarakat terhadap implementasi keputusan konsolidasi terhadap ruang-ruang desa serta proses perubahan fisik dan sosial. Faktor-faktor sosial lain selain faktor pariwisata akan diamati juga khususnya hal-hal yang mempengaruhi proses konsolidasi ruang desa wisata seperti peran local leader, partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam proses pembentukan ruang desa wisata serta seberapa besar peran masyarakat dalam proses peneguhan pemanfaatan ruang-ruang untuk kegiatan wisata akan diteliti lebih lanjut. Penelitian ini memperlihatkan bagaimana sebenarnya masyarakat mampu menganalisis keterkaitan antara pariwisata dengan proses konsolidasi ruang desa wisata dan selanjutnya mengadaptasi perilakunya dalam implementasi ruang-ruang wisata skala desa wisata yang artinya baik individu maupun kelompok masyarakat memiliki kemampuan berpikir secara kompleks dan berbuat sesuai dengan kemampuannya dalam memanfaatkan dan menterjemahkan apa yang ada serta menyampaikan apresiasinya dalam bentuk serta wujud tertentu.

Hasil temuan penelitian diharapkan dapat menjadi pijakan bagi pemerintah daerah maupun bagi pemahaman umum, bahwa di dalam penataan maupun pengembangan suatu kawasan desa wisata harus memperhatikan aspek dari masyarakat khususnya peran kelompok-kelompok masyarakat yang berpengaruh dalam memberikan aspirasi dan apresiasinya terhadap keberhasilan proses konsolidasi ruang desa wisata dan mewujudkannya dalam perubahan dan penambahan tata ruang desa.

(7)

7 1.3.Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Borobudur sudah banyak yang dilakukan. Namun demikian penelitian Borobudur yang menyeluruh membahas tentang peran kelompok sosial sebagai modal terjadinya proses konsolidasi ruang desa wisata dengan fokus desa Candirejo, Wanurejo dan Karanganyar di Borobudur belum pernah ada yang melakukan penelitian. Penelitian ini lebih menekankan pada bagaimana masyarakat mensikapi dan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan struktur kawasan desa wisata sebagai dampak kegiatan wisata melalui aspirasi mereka dalam kelompok sosial masyarakat. Di samping itu, faktor waktu juga merupakan variabel yang sangat berpengaruh, sebab perubahan struktur tata ruang kawasan permukiman dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Terdapat konsep-konsep lokal yang memberi karakteristik tersendiri terhadap perubahan-perubahan struktur tata ruang permukiman yang terjadi di lokasi penelitian.

Guna menunjukkan keaslian penelitian, berikut adalah beberapa studi yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain di kawasan Borobudur. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Parmono Atmadi, 1979, beliau melakukan penelitian terhadap beberapa patokan perancangan bangunan candi berdasarkan pengamatan dan analisa gambar-gambar bangunan yang dipahat sebagai relief pada dinding-dinding candi Borobudur. Penelitian tersebut banyak memberikan informasi terkait dengan pemahaman bangunan rumah konstruksi kayu yang mempunyai bentuk atap pelana, limasan dan tajug berdasarkan dari gambaran yang ada pada relief Candi Borobudur. Sementara Yudi Suhartono (2008), dengan judul Dampak Pariwisata di Kawasan Borobudur Khususnya Zone 3, 4 dan 5 yang membahas tentang multiplier effect dari kegiatan pariwisata di Borobudur. Penelitian ini hanya terfokus pada sebagian kecil desa-desa yang diambil sebagai sampel penelitian dari keseluruhan desa-desa-desa-desa yang berada di dalam kawasan Borobudur yang mewakili seluruh kawasan Borobudur terutama pada zone 3, zone 4 dan zone 5 sehingga belum dapat menggambarkan secara menyeluruh dampak pariwisata yang timbul pada masyarakat yang tinggal di kawasan Borobudur. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Taufik Muhammad (2000), yang membahas tentang dampak pemanfaatan Candi

(8)

8 Borobudur. Di dalam penelitian tersebut dikaji tentang dampak sosial, ekonomi, dan budaya dari pengembangan dan pemanfaatan kawasan Candi Borobudur, semenjak dibukanya kembali Candi Borobudur untuk umum pada tahun 1983. Hasil kajian ini memberikan informasi yang cukup memadai tentang situasi sosial, ekonomi, dan budaya dari masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Candi Borobudur, serta kemungkinan perkembangannya di masa-masa yang akan mendatang, dan kemungkinan pengaruhnya terhadap kawasan Candi Borobudur itu sendiri.

Penelitian lain tentang Borobudur juga dilakukan oleh Winarni (2006). Winarni dalam penelitiannya mengkaji tentang struktur tata ruang kawasan wisata Candi Borobudur. Penelitian ini membahas tentang perubahan struktur ruang, pola pemanfaatan ruang dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Sementara Nikma Zuhairoh, 2006, melakukan penelitiannya di dusun Klipoh. Dalam penelitiannya, Nikma membahas tentang Industri Kerajinan Gerabah di dusun Klipoh desa Karanganyar Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Dikatakan juga bahwa kegiatan industri gerabah di Dusun Klipoh merupakan industri turun-temurun yang diwariskan oleh leluhur masyarakat Dusun Klipoh serta sempitnya lahan pertanian yang biasa diandalkan untuk bercocok tanam. Industri gerabah di Klipoh merupakan industri pokok bagi kehidupan masyarakatnya dan merupakan kegiatan yang mampu menarik wisatawan. Esti Susilaningtyas dalam bukunya tentang Komunitas di sekitar Candi Borobudur (1996) membahas secara detail mengenai permukiman dekat candi yang tersirat dalam beberapa prasasti seperti halnya di Borobudur. Komunitas yang bermukim di Borobudur selain rahib dan pemelihara candi juga terdiri dari beberapa aktivitas antara lain, benda-benda kaca, industri logam dan beberapa jenis ternak yang dapat dibuktikan dengan adanya sisa-sisa pembuatan yang dianggap sebagai limbah produksi dan alat pembuatan benda logam.

Dari penelitian-penelitian diatas terlihat bahwa penelitian tentang proses konsolidasi ruang desa wisata di desa-desa Borobudur belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tersebut.

(9)

9 1.4.Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada paparan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami pengaruh kegiatan pariwisata terhadap proses konsolidasi ruang yang terjadi di ke tiga (3) desa penelitian

2. Mengetahui dan memahami sejauh mana peran kelompok sosial dalam mensukseskan proses konsolidasi ruang desa wisata.

3. Mengetahui secara detail ruang-ruang wisata yang terbentuk dari proses konsolidasi ruang desa wisata

Temuan yang diharapkan adalah diperoleh teori lokal tentang peranan kelompok sosial dalam menentukan keberhasilan proses konsolidasi ruang desa wisata. Pada penelitian ini juga ditemukan konsep-konsep yang digunakan kelompok sosial sebagai landasan strategis dalam proses konsolidasi ruang, sehingga dicapai satu kata peneguhan dalam penentuan ruang-ruang wisata yang diciptakan untuk mendukung kegiatan desa wisata. Temuan ini dapat dipergunakan sebagai pendekatan pengembangan desa wisata sekaligus pengkayaan terhadap teori konsolidasi ruang arsitektur.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat ilmu pengetahuan, untuk pengembangan ilmu arsitektur dan penelitian pariwisata, khususnya dalam menerapkan dan mengembangkan teori-teori berkenaan dengan peran kelompok sosial dalam proses konsolidasi ruang desa wisata. Di bidang arsitektur teori tentang konsolidasi ruang khususnya desa wisata yang belum pernah dibahas. Oleh karena itu hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya khasanah ilmu arsitektur khususnya di bidang konsolidasi ruang desa wisata.

Manfaat pengambil kebijakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal masyarakat agar tetap lestari dan dapat dijadikan sebagai aset atraksi budaya yang dapat dikemas dan ditawarkan kepada wisatawan. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam penataan dan pengembangan ruang suatu kawasan khususnya kawasan wisata harus memperhatikan aspek-aspek lokal yang

(10)

10 ada di dalam masyarakat dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dan kelompok masyarakat.

1.6. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengaruh kegiatan pariwisata terhadap proses konsolidasi ruang yang terjadi di ke tiga (3) desa wisata

2. Bagaimana peran kelompok sosial dalam mensukseskan proses konsolidasi ruang desa wisata.

3. Bagaimana ruang-ruang wisata terbentuk dari proses konsolidasi ruang desa wisata

1.7. Sistematika Penelitian Bab I: Pendahuluan

Bagian ini menguraikan tentang latar belakang permasalahan, konteks penelitian, keaslian penelitian dan kerangka laporan. Latar belakang permasalahan menguraikan tentang kondisi sekilas tentang perubahan beberapa desa sebagai akibat adanya kegiatan pariwisata. Konteks penelitian terdiri atas permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan dan lingkup pembahasan, serta manfaat penelitian. Keaslian penelitian menguraikan tentang posisi penelitian yang akan dilakukan diantara penelitian bidang arsitektur dan pariwisata, terakhir adalah kerangka laporan menguraikan tentang sistimatika penulisan dari Bab I sampai bab yang terakhir.

Bab II: Tinjauan Teori

Merupakan uraian tentang teori-teori yang mendasari terbentuknya landasan teori. Bagian ini terdiri atas teori-teori tentang pariwisata dan lingkungan, konsolidasi ruang, konsolidasi ruang desa wisata, kelompok sosial, kohesi sosial.

Bab III: Metode Penelitian

Bagian metode penelitian menguraikan tentang metode penelitian Case Study Research sebagai metode utama yang digunakan pada penelitian ini.

(11)

11 Uraian ini dilanjutkan dengan langkah-langkah didalam melakukan proses penelitian, mulai dari proses, mekanisasi dan teknik penelitian.

Bab IV: Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Berisi tentang deskripsi kawasan Borobudur secara umum khususnya tentang kebijakan tata ruang, konservasi dan pariwisata yang terjadi di kawasan Borobudur sekaligus tentang penetapan 12 desa wisata..

Bab V: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bagian ini akan diuraikan secara lengkap kajian data lapangan tentang pengaruh pariwisata terhadap proses konsolidasi ruang desa wisata yang terjadi di ketiga desa wisata penelitian. Rumusan dari bagian ini akan digunakan untuk memformulasikan tahapan proses perubahan baik fisik desa maupun non fisik, karena dengan demikian akan dapat diarahkan untuk mengetahui peran kelompok sosial patembayan yang muncul dari masing-masing desa sebagai akibat dari respon masyarakat terhadap pariwisata dalam konteks keruangan. Bagian ini juga merupakan inti dari seluruh isi disertasi yang menguraikan tentang analisis arsitektural terkait dengan pengaruh pariwisata terhadap proses konsolidasi ruang desa wisata. Uraian dimulai dari gambaran detail desa wisata penelitian sebelum pariwisata dan setelah pariwisata sebagai lokus penelitian serta kasus-kasus yang digunakan khususnya dalam konteks pengaruh pariwisata terhadap konsolidasi ruang, peran kelompok sosial dalam mensukseskan konsolidasi ruang dan ruang-ruang wisata. Pada bagian akhir merupakan kesimpulan lintas kasus dari analisis yang telah dilakukan.

Bab VI: Temuan

Bagian ini merupakan tahapan untuk mengembalikan temuan penelitian terhadap proposisi yang telah dibangun. Sekaligus merupakan tahapan untuk proses konsep terhadap kemungkinan munculnya teori-teori yang local yang baru yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya teori tertentu.

(12)

12 BAB VII. Kesimpulan

Bagian ini menguraikan kesimpulan dari keseluruhan analisis, sumbangan dan saran secara akademis dan praktis sebagai langkah untuk melanjutkan penelitian ini.

(13)

13 1.8. Skema Alur Pikir

LATAR BELAKANG :

Borobudur ditetapkan sbg kawasan wisatadampak kebijakan pada masyarakat diantaranya konsolidasi ruang desa-desa menjadi desa wisata . Fenomena saat ini yang terjadi adalah terdapat keragaman respon dari desa wisata sebagai akibat dari perbedaan pandangan masyarakat terhadap pariwisata sehingga muncul perubahan-perubahan yang berpengaruh pada kondisi fisik dan non fisik desa-desa wisata.

FOKUS PENELITIAN: segala bentuk perubahan desa yang terjadi di 3 desa wisata sebagai respon terhadap pariwisata

Modifikasi Teori: Konsolidasi Ruang Desa Wisata Berbasis Konsep Patembayan

TUJUAN :

1. Mengetahui dan memahami pengaruh pariwisata terhadap proses konsolidasi ruang yang terjadi di ke tiga (3) desa wisata

2. Mengetahui dan memahami sejauh mana peran kelompok social dalam

mensukseskan konsolidasi ruang desa wisata.

3. Mengetahui secara detail bagaimana masyarakat mewujudkan ruang-ruang wisata hasil kesepakatan kelompok social sebagai wujud aktualisasi konsolidasi ruang desa wisata

Tinjauan Teori : Pariwisata dan Konsolidasi Desa Wisata, Konsolidasi, Ruang, Desa Wisata, Adaptasi, Partisipasi, Kelompok Sosial, Patembayan, Kohesi Sosial

METODOLOGY

PENELITIAN : Case Study Research

Analisis Lintas Kasus

Proposisi Gambaran umum

Modifikasi Teori: Konsolidasi Ruang Desa Wisata Berbasis Konsep Patembayan

Analisis Lintas Kasus

Modifikasi Teori: Konsolidasi Ruang Desa Wisata Berbasis Konsep Patembayan

Proposisi Gambaran umum

Analisis Lintas Kasus LATAR BELAKANG :

Borobudur ditetapkan sbg kawasan wisatadampak kebijakan pada masyarakat diantaranya konsolidasi ruang desa-desa menjadi desa wisata . Fenomena saat ini yang terjadi adalah terdapat keragaman respon dari desa wisata sebagai akibat dari perbedaan pandangan masyarakat terhadap pariwisata sehingga muncul perubahan-perubahan yang berpengaruh pada kondisi fisik dan non fisik desa-desa wisata.

FOKUS PENELITIAN: segala bentuk perubahan desa yang terjadi di 3 desa wisata sebagai respon terhadap pariwisata

TUJUAN :

1. Mengetahui dan memahami pengaruh kegiatan pariwisata terhadap proses konsolidasi ruang yang terjadi di ke tiga (3) desa penelitian

2. Mengetahui dan memahami sejauh mana peran kelompok sosial dalam

mensukseskan proses konsolidasi ruang desa wisata.

3. Mengetahui secara detail ruang-ruang wisata yang terbentuk dari proses konsolidasri ruang desa wisata

Tinjauan Teori : Pariwisata dan Lingkungan,

Konsolidasi Ruang, Konsolidasi Ruang Desa Wisata, Adaptasi, Partisipasi, Kelompok Sosial, Kohesi Sosial

METODOLOGY

PENELITIAN : Case Study Research

PERTANYAAN PENELITIAN :

1. Bagaimana pengaruh kegiatan pariwisata terhadap proses konsolidasi ruang yang terjadi di ke tiga (3) desa wisata

2. Bagaimana peran kelompok sosial dalam

mensukseskan konsolidasi ruang desa wisata.

3. Bagaimana ruang-ruang wisata terbentuk dari proses konsolidasi ruang desa wisata

4.

Kesimpulan : Proses Konsolidasi Ruang Desa Wisata Berbasis Konsep Patembayan

Proposisi Gambaran umum

Gambar

Gambar 1.1. Peta Desa Penelitian Terhadap Candi Borobudur

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum ada dua komponen tekanan darah, yaitu tekanan darah sistolik (angka atas) yaitu tekanan yang timbul akibat pengerutan bilik jantung

[r]

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG. Universitas Pendidikan Indonesia |

[r]

Hasil analisis fitokimia ekstrak daun kapur menun- jukkan bahwa ekstrak heksan mengandung senyawa metabolit sekunder steroid, ekstrak etil asetat me- ngandung senyawa metabolit

Efek dari temperatur terhadap kekuatan impact pada beberapajenis material dapat menahan. energi impact yang relatif tinggi wala.upun pada temperatur

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menghasilkan media pembelajaran fisika berupa modul berbasis inkuiri terbimbing pada pokok bahasan getaran, gelombang, bunyi, cahaya dan alat-alat

Kegiatan pembelajaran tersebut berjalan 2 jam pelajaran akan tetapi diselingi dengan pemberian reward kepada anak dan pembelajaran dilakukan sesuai dengan