• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU, SUHU DAN PERBANDINGAN BAHAN BAKU-PELARUT PADA EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) DENGAN PELARUT ASETON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH WAKTU, SUHU DAN PERBANDINGAN BAHAN BAKU-PELARUT PADA EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) DENGAN PELARUT ASETON"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216

PENGARUH WAKTU, SUHU DAN PERBANDINGAN BAHAN BAKU-PELARUT

PADA EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza

Roxb.) DENGAN PELARUT

ASETON

Bambang Srijanto

(1)

Gustini Syabirin , Aan , Mahreni

(2) (2)

, Idah Rosidah , Eriawan Rismana ,

(1) (1)

(3)

Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Farmasi dan Medika-BPPT (1)

Jl. MH Thamrin No 8 Jakarta, telp (021)3169533, fax (021) 3169505, e-mail : zuhairzulfa @yahoo.com

(2) (3)

Jurusan Teknik Kimia, Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”, Yogyakarta Departemen Kimia, FMIPA, Institut Pertanian Bogor

Abstrak

Telah dilakukan penelitian pengaruh perubahan waktu, suhu dan perbandingan bahan baku-pelarut pada proses ekstraksi kurkumin dari temulawak terhadap jumlah ekstrak kasar dan kandungan kurkumin dalam ekstrak.

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap 3 (tiga) faktor dengan 2 (dua) kali ulangan. Variabel penelitian yang digunakan adalah waktu ekstraksi : 2, 6, 12, 18 dan 24 jam; suhu : suhu kamar dan 35 oC ; dan perbandingan bahan baku – pelarut : 1:5 dan 1: 8.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi, semakin tinggi suhu dan semakin besar perbandingan bahan baku – pelarut yang digunakan maka semakin banyak ekstrak kasar yang didapat. Rendemen ekstrak tertinggi terjadi pada ekstraksi selama 24 jam, suhu 35 oC dan perbandingan bahan baku –pelarut 1:8. Sedangkan kadar kurkumin dalam ekstrak per bobot sampel tertinggi terjadi pada ekstraksi selama 12 jam, suhu 35 oC dan perbandingan bahan baku – pelarut 1:8. Hasil uji secara statistik menunjukkan bahwa waktu dan suhu berpengaruh secara bermakna terhadap rendemen ekstrak kasar sedangkan perbandingan bahan baku-pelarut tidak berpengaruh secara bermakna pada F tabel 0,05 dan 0,01. Terhadap kadar kurkumin dalam ekstrak per bobot sampel, variabel waktu, suhu dan perbandingan bahan baku-pelarut berpengaruh secara bermakna pada F tabel 0,05 dan 0,01.

Kata kunci : Ekstraksi, kurkumin, temulawak

Pendahuluan

Temulawak (Curcuma xanthorriza Robx.) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak digunakan oleh masyarakat sebagai ramuan jamu dan industri obat alami sebagai bahan baku. Sebagai obat tradisional, temulawak dapat digunakan untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit diantaranya penyakit lever, memperbaiki pencernaan dan peredaran darah. Berdasarkan penelitian, salah satu senyawa aktif yang terdapat pada temulawak adalah kurkuminoid. Hasil penelitian Liang, dkk (1985), kurkuminoid rimpang temulawak berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah pembentukan lemak dalam sel hati dan sebagai antioksidan.

Secara kimiawi, kurkuminoid pada rimpang temulawak merupakan turunan dari diferuloilmetan yakni senyawa dimetoksi diferuloilmetan (kurkumin) dan monodesmetoksi diferuloilmetan (desmetoksikurkumin). Menurut Sidik, dkk (1993) kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering berkisar 3,16 %. Sedangkan kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temulawak sekitar 58 – 71 % dan desmetoksikurkumin berkisar 29 – 42 %.

Meskipun telah lama digunakan sebagai bahan baku di dalam industri obat alami, masih banyak dijumpai perusahaan obat alami di Indonesia yang hanya melakukan ekstraksi tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi proses. Di samping itu, kualitas ekstrak yang dihasilkan belum seragam kandungan senyawanya untuk setiap batch yang berbeda. Perbedaan ini diakibatkan belum diterapkannya sistem produksi yang baik pada tahap budidaya, pasca panen dan proses ekstraksinya.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK F-1-1

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Salah satu tahapan penting dalam memproduksi ekstrak tanaman obat adalah proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan istilah yang digunakan untuk mengambil senyawa tertentu dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

(2)

Sidik (1985) melakukan isolasi kurkuminoid dengan menggunakan metode dan pelarut yang berbeda . Berdasarkan hasil yang diperoleh, sistem dengan sokletsai menggunakan aseton menghasilkan kurkuminoid yang lebih banyak daripada sistem yang lain.

Ria (1989) mengekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan metode maserasi untuk melihat pengaruh jumlah pelarut, lama ekstraksi dan ukuran butir bahan terhadap rendeman dan mutu oleoresin dengan kondisi ekstraksi : jumlah pelarut 400, 600, dan 800 ml, lama ekstraksi 1, 3 dan 5 jam dan ukuran sampel 40 dan 60 mesh pada suhu 50 oC, kecepatan pengadukan 700 rpm menggunakan pelarut metanol. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rendemen diperoleh berkisar antara 1,86 – 3,06 %, kadar kurkumin terbesar diperoleh pada saat perlakuan pelarut 400 ml, lama ekstraksi 1 jam dan ukuran partikel 40 mesh.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu, suhu dan perbandingan bahan baku - pelarut pada proses ekstraksi kurkumin dari temulawak dengan menggunakan pelarut aseton.

Bahan dan Metode Penelitian

Bahan : rimpang temulawak dari Balitro, aseton teknis, aseton p.a (Merck), kurkumin standar (Sigma), methanol grade HPLC dan bahan – bahan analisis lainnya.

Alat : labu leher tiga dengan dilengkapi pengaduk, kontrol suhu, pemanas, rotavapour Buchi, HPLC Knouer, dan peralatan analisis lainnya.

Ekstraksi dilakukan dengan ukuran partikel –40 / + 80 mesh dan pengadukan pada putaran 280 rpm dengan kondisi operasi sebagai berikut :

a. Variabel suhu : suhu ruang (27 oC ) dan suhu 35 oC b. Perbandingan pelarut – bahan : 5 : 1 dan 8 : 1

c. Waktu ekstraksi : 2 jam, 6 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap tiga faktor dengan dua kali ulangan. Perlakuan pertama suhu (A1 , A2) , perlakuan kedua perbandingan pelarut- bahan baku ( B1, B2) dan perlakuan ketiga waktu ekstraksi (C1, C2, C3, C4, C5).

Model rancangan :

Yijkm = µ +Aj + Bk + Cm + (AB)jk + (AC)jm + (BC)km + (ABC)jkm + εijkm

Analisis KLT ekstrak dilakukan dengan menggunakan fase gerak benzene :kloroform : etanol (49 : 49 : 2) dan diamati pada lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm dan 254 nm. Sedangkan analisis HPLC dilakukan dengan menggunakan jenis kolom hypersill C-18, panjang kolom 25 cm, diameter kolom 4,6 mm, fase gerak metanol : air (60 : 40 ), laju alir 1 ml/ menit, panjang gelombang 254 nm, detektor UV model K-2501.

Sampel temulawak basah dari Balitro dipotong dengan ketebalan rerata 5 mm, kemudian dikeringkan pada oven pada suhu 60 C hingga tercapai kadar air maksimal 10 %. Sampel yang telah kering kemudian digiling dan diayak. Serbuk yang berukuran –40/+80 mesh dan disimpan dalam plastik untuk dijadikan sebagai bahan baku ekstraksi. Serbuk temulawak yang diperoleh dianalisis kandungan air, abu, kurkumin, lemak,minyak atsiri, kurkumin,protein dan pati.

o

Sebanyak 50 gram serbuk temulawak dimasukkan ke dalam labu leher tiga dengan perbandingan pelarut – bahan baku, suhu dan waktu ekstraksi sesuai dengan kondisi operasi yang dinginkan. Pelarut terlebih dahulu dipanaskan sampai kondisi operasi yang diinginkan, kemudian sampel dimasukkan. Setelah ekstraksi selesai dilakukan penyaringan, filtrat dipekatkan dalam rotavapour pada suhu 40 C sampai tidak adanya destilat yang menetes. Ekstrak yang diperoleh selnajutnya dianalisis kandungan kurkuminnya dengan menggunakan KLT dan HPLC.

o

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis proksimat rimpang temulawak seperti pada tabel 1. Hasil penelitian yang dilakukan Sidik, dkk (1993) menyatakan bahwa kandungan kurkuminoid pada rimpang temulawak berkisar antara 3,16 %. Perbedaan hasil yang diperoleh diduga karena adanya perbedaan perlakuan pendahuluan, perbedaan usia rimpang dan letak geografis tempat temulawak tumbuh.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK F-1-2

(3)

Tabel 1. Analisis Proksimat Rimpang Temulawak Kering

Komposisi Senyawa Kadar, %

Air 15,59 Abu 3,77 Kurkumin 2,43 Lemak 7,74 Minyak Atsiri Tr Protein 10,87 Pati 60,09 Rendemen hasil ekstraksi untuk berbagai kondisi dapat dilihat pada gambar 1. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa waktu ekstraksi 24 jam menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan waktu 2, 6, 12 dan 18 jam.

Gambar 1. Kurva Hubungan antara waktu ekstraksi dan rendemen pada berbagai kondisi operasi

0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 0 10 20 30 Waktu, jam Rendemen suhu 27 oC, 1:5 suhu 27 oC; 1:8 suhu 35 oC; 1:5 suhu 35 oC; 1:8

Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan, waktu kontak antara sampel dan pelarut semakin lama sehingga jumlah senyawa yang terekstraksi semakin banyak. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tercapai kondisi kesetimbangan antara konsentrasi senyawa di dalam bahan baku dengan konsentrasi senyawa di pelarut.

Perbandingan pelarut – bahan baku 8 : 1 menghasilkan rendemen rerata yang lebih besar dibandingkan perbandingan pelarut – bahan baku 5 : 1. Hal ini dikarenakan semakin banyak pelarut yang digunakan maka semakin besar driving force antara konsentrasi senyawa di dalam bahan dengan konsentrasi senyawa di pelarut.

Suhu ekstraksi 35 C menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih besar dibandingkan suhu 27 C. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu ekstraksi, permeabilitas dinding sel sampel bertambah sehingga pelarut lebih mudah masuk dan keluar dari dinding sel dengan membawa senyawa yang terekstrak..

o o

Hasil uji statistik analisis ragam (Anova) memperlihatkan bahwa waktu ekstraksi dan suhu yang digunakan memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen pada F tabel 0,05 dan 0,01, sedangkan perbandingan pelarut – bahan tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa lama ekstraksi 6, 12, 18 dan 24 memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap jumlah rendemen yang diperoleh, sedangkan waktu ekstraksi 2 jam terhadap 6 jam tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Suhu ekstraksi 27 C dan suhu 35 C memberikan hasil yang berbeda nyata, yang berarti bahwa jumlah ekstrak yang diperoleh berubah dengan berubahnya suhu yang digunakan.

o o

Hasil analisis KLT menunjukkan kromatogram kurkumin standar terdiri dari 3 spot, sedangkan kromatogram sampel rata-rata terdiri dari 6 spot.. Data analisis KLT menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm terlihat pada tabel 2.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK F-1-3

(4)

Tabel 2. Data analisis KLT menggunakan lampu UV Deteksi UV Spot no Rf 366 nm Standar 1 0,09 Kuning 2 0,17 Kuning Coklat 3 0,30 Kuning Coklat

Sampel 1 0,16 Kuning Coklat

2 0,29 Kuning Coklat 3 0,69 Jingga Biru 4 0,81 Jingga Kuning 5 0,87 Jingga Hijau 6 0,93 Jingga Hijau 254 nm Kuning

Senyawa target (kurkumin) ditentukan berdasarkan kemiripan Rf antara sampel dan standar. Menurut Standar of ASEAN Herbal Medicine (1993), besarnya Rf kurkumin dengan campuran eluen benzena: kloroform : etanol (49:49:2) adalah 0,28 –0,34. Berdasarkan hal tersebut maka spot kurkumin pada sampel adalah spot nomor 3 dan pada standar adalah spot nomor 2.

Kromatogram hasil HPLC memperlihatkan bahwa sampel terdiri dari 3 puncak senyawa yang kadarnya tinggi, sedangkan kromatogram standar hanya terdiri dari satu puncak. Berdasarkan kromatogram HPLC, kurkumin muncul pada waktu retensi antara 14,30 – 14,55 menit. Kadar kurkumin yang diperoleh dari hasil analisis ekstrak dapat dilihat pada gambar 2.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar kurkumin yang terekstraksi beertambah dengan bertambahnya suhu, waktu dan perbandingan bahan baku – pelarut. Suhu 35 oC menghasilkan kadar kurkumin terekstraksi yang lebih besar daripada suhu 27 oC. Kadar kurkumin rerata yang terekstrak dengan perbandingan pelarut –bahan baku 8 : 1 lebih tinggi daripada perbandingan 5 :1. Sedangkan pengaruh waktu pada kadar kurkumin dalam ekstrak menunjukkan bahwa secara umum kadar kurkumin yang diperoleh pada waktu 24 jam justru lebih rendah dibandingkan dengan ekstraksi pada 12 jam dan 18 jam. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya degradasi kurkumin oleh cahaya selama proses ekstraksi dan atau disebabkan adanya senyawa lain yang terekstrak dalam jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan senyawa kurkumin.

Hasil uji statiska keragaman memperlihatkan bahwa wakrtu, suhu dan perbandingan bahan – pelarut yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap kadar kurkumin ekstrak per bobot sampel pada F tabel 0,05 dan 0,01. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa variasi waktu ekstraksi 2, 6 , 12, 18 jam satu sama lain memberikan hasil berbeda nyata.

Gambar 2. Kurva hubungan antara waktu ekstraksi dan kadar kurkumin dalam ekstrak per bobot sampel

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 0 10 20 30 Waktu, jam Kadar kurkumin, % suhu 27 oC, 1:5 suhu 27 oC, 1:8 suhu 35 oC, 1:5 suhu 35 oC, 1:8

Sedangkan waktu ekstraksi 12 dan 24 jam tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar kurkumin dalam ekstrak per bobot sampel. Perlakuan suhu 27 oC dan 35 oC serta perlakuan perbandingan bahan baku – pelarut 1 : 5 dan 1 : 8 memberikan hasil yang berbeda nyata pada F tabel 0,05 dan 0,01.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK F-1-4

(5)

Kadar kurkumin di dalam ekstrak tertinggi yang dapat diperoleh terjadi pada ekstraksi selama 12 jam, suhu 35 oC dan perbandingan bahan baku –pelarut 1:8.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan waktu, suhu dan perbandingan pelarut – bahan baku memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar kurkumin ekstrak per bobot sampel.

Kadar kurkumin tertinggi di dalam ekstrak per bobot sampel terjadi pada ekstraksi selama 12 jam, suhu 35 oC dan perbandingan bahan baku –pelarut 1:8.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan secara pasti penyebab menurunnya kadar kurkumin dalam ekstrak per bobot sampel setelah waktu ekstraksi 12 jam.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pimpinan Proyek Pengkajian dan Penerapan Bioteknologi, Farmasi dan Medika Jakarta atas pendanaan yang telah diberikan dalam penelitian ini.

Daftar Notasi :

Yijkm : Nilai response yang diamati µ : Rerata umum

Aj : Pengaruh ke-j dari perlakuan suhu

Bk : Pengaruh ke-k dari perlakuan perbandingan bahan baku –pelarut Cm : Pengaruh ke-m dari perlakuan waktu ekstraksi

(AB)jk: Pengaruh interaksi antara suhu ke-j dengan perbandingan bahan baku – pelarut ke-k (AC)jm : Pengaruh interaksi antara suhu ke-j dengan waktu ekstraksi ke-m

(BC)km : Pengaruh interaksi antara perbandingan bahan baku – pelarut ke-k dengan waktu ekstraksi ke –m; (ABC)jkm: Pengaruh interaksi antara suhu ke-j, perbandingan bahan baku – pelarut ke-k dan waktu ekstraksi ke –m

εijkm : Galat dari perlakuan.

Daftar Pustaka

1. Aan, 2004, Pengaruh Waktu, Suhu dan Nisbah Pelarut pada Ekstraksi Kurkumin dari Temulawak dengan Pelarut Aseton, Skripsi FMIPA IPB, Bogor.

2. AOAC, 1984, Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, Virginia USA, AOAC Incorporation

3. Liang, O.B., Widjaya & Puspa S., 1985, Beberapa Aspek Isolasi, Identifikasi, dan Penggunaan Komponen-Komponen Curcuma Xanthorriza Roxb. Dan Curcuma Domestica, Prosiding Simposium Nasional Temulawak, Universitas Pajajaran Bandung.

4. List, P.H. & Schmidt, P.C., 1989, Phytopharmaceutical Technology, Boston, CRC Press Inc. 5. Ria, E.B., 1989, Pengaruh Jumlah Pelarut, Lama Ekstraksi dan Ukuran Bahan Terhadap Rendemen

dan Mutu Oleoresin Temulawak, Skripsi Fateta IPB, Bogor

6. Sidik, Mulyono M.W., & Muhtadi A., 1986, Temulawak (Curcuma xanthorriza Robx.), Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica, Jakarta.

7. Sinambela, J.M., 1985, Fitoterapi, Fitostandar dan Temulawak, Prosiding Simposium nasional Temulawak, Universitas Pajajaran Bandung.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK F-1-5

Gambar

Gambar 1. Kurva Hubungan antara waktu ekstraksi dan rendemen  pada berbagai kondisi operasi
Tabel 2. Data analisis KLT menggunakan lampu UV  Deteksi UV Spot no Rf  366 nm  Standar 1  0,09 Kuning   2  0,17  Kuning  Coklat   3  0,30  Kuning  Coklat

Referensi

Dokumen terkait

Knowledge base yang dikembangkan ini berbasis pertanian teliti bisa dilihat dari jenis-jenis pengetahuan yang disajikan memberi arahan ke kegiatan pertanian teliti, antara lain

Sebelum sakit klien mengatakan biasa tidur malam dari pukul 22.00 sampai pukul 06.00, klien jarang tidur siang klien tidak ada keluhan saat tidur dan tidak ada kebiasaan saat

Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam

KEBIJAKAN SEKTOR PERSAMPAHAN Berdasarkan analisa Pokja Sanitasi Kota Surabaya 2016, tujuan dari sektor persampahan Kota Surabaya adalah mewujudkan lingkungan yang

Sama halnya dengan penelitian Savitri, Rinda 2014 yang berjudul “Pengukuran Kinerja Keuangan Menggunakan Rasio Keuangan dan Economic Value Added EVA Studi Kasus Pada Perusahaan

Slika 34 - prikaz sučelja LMS sustava baziranog na Moodlu za dodavanje logotipa obrazovne ustanove ili poduzeća koje koristi sustav u svrhu održavanja online edukacije (Dostupno

E-učenje je omogućilo niz drugih mogućnosti u suvremenom pristupu u obrazovanju. Suvremeni pristupi u obrazovanju uz adekvatnu primjenu IKT-a pridonose aktivnom učenju

Hasil pengelompokkan dan distribusi patotipe bakteri Xoo yang berasal dari areal pertanaman padi di Sulawesi Selatan menunjukkan keragaman varietas dengan