• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Jamaica Forum For Lesbians, All-sexuals, And Gays (J-flag) dalam Melawan Homophobia di Jamaika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Upaya Jamaica Forum For Lesbians, All-sexuals, And Gays (J-flag) dalam Melawan Homophobia di Jamaika"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 1 UPAYA JAMAICA FORUM FOR LESBIANS, ALL-SEXUALS, AND GAYS

(J-FLAG) DALAM MELAWAN HOMOPHOBIA DI JAMAIKA Oleh :

Nurul Hidayah

Pembimbing : Drs. Tri Joko Waluyo, M.Si

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Riau

Kampus bina widya jl. H.R. Soebrantas Km. 12,5 Simp. Baru Pekanbaru 28293- Telp/Fax. 0761-63277

Abstract

This research explains about how the efforts Jamaica Forum for Lesbians, All-Sexuals, and Gays in against homophobia in Jamaica.J-FLAG is the foremost organisation in Jamaica advocating for the rights of lesbian, gay, bisexual and transgender (LGBT) people.Jamaica has a rich history of human rights advocacyfor the LGBT community. The movement began in the 1970s with the Gay Freedom Movement, spearheaded by Larry Chang who also later cofounded J-FLAG with several others. In those days, more pockets of tolerance and gay social spaces existed.

JaPDLFD¶V DQWL-VRGRP\ RU ³EXJJHU\´ ODZV WKDW SURKLELW VDPH-sex conduct betweenconsenting adult males date to 1864 when Jamaica was a British colony. Sections 76, 77 and 79 of the Offences Against the Person Act make the abominable crime of buggery.

Prosecutions under these laws are rarely pursued. Nevertheless the laws have a real and negative impact. Criminalizing sexual intimacy between men offers legal sanction todiscrimination against sexual and gender minorities, and in a context of widespreadhomophobia, gives social sanction to prejudice and helps to create a context in whichhostility and violence is directed against LGBT people.

Key Words: J-FLAG, Homophobia, LGBT, Buggery

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Setiap manusia memiliki hak atas perlindungan hukum dari tindak kekerasan dan diskriminasi, termasuk dalam hak untuk memilih jati dirinya. Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) merupakan issue yang paling intens karena menyinggung

masalah gender dan HAM. Issue

kelompok penyuka sesama jenis dan transgender tersebut telah berhembus

sejak lama dan pada tahun 2011 PBB mengeluarkan resolusi tentang LGBT yang menyebutkan bahwa kelompok LGBT dipandang sebagai hak asasi manusia yang patut dilindungi.

Diskriminasi dan kekerasan

terhadap kaum homoseksual dan

transgender menjadi alasan

dikeluarkannya resolusi tersebut.

Sebelumnya, LGBT dikategorikan

sebagai penyandang cacat mental. Namun, pada tahun 1975, Asosiasi

(2)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 2 resolusi yang mendukung penghapusan

LGBT dari kategori penyandang cacat mental. Meskipun, kelompok LGBT

tidak lagi dikategorikan sebagai

penyandang cacat mental, tapi

kelompok LGBT masih belum bisa

diakui dan diterima dikalangan

masyarakat, karena bertentangan

dengan moral dan agama.1

Homophobia didasari karena

ketidaktahuan dan kekurangtahuan

masyarakat ditambah dengan stigma negatif dan resistensi moral dari norma

dan agama, sehingga pasangan

homoseksual tidak diterima dengan baik dan tidak nyaman apabila orientasi seksual mereka diketahui oleh publik. Homophobia adalah ketakukan berada dekat dengan homoseksual.

Jamaika merupakan negara yang berada di Laut Karibia, Amerika Latin.

Negara Jamaika memiliki tingkat

pembunuhan tertinggi di dunia dan

kriminalisasi merajalela terhadap

kelompok homoseksual, hal ini

mendorong aktivis-aktivis dan

kelompok-kelompok HAM menyebut

Jamaika sebagai ³7KH 0RVW

+RPRSKRELF 3ODFH RQ (DUWK´.2 Homophobia di Jamaika bermacam-macam, yang lebih menakutkan adalah dibunuh oleh masyarakat dan dimutilasi seperti yang terjadi pada aktivis LGBT yaitu Brian Williamson di Kingston. Setelah kematian Brian, kelompok

homoseksual semakin merasakan

1

Ariyanto dan Rido Triawan. Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah? Studi Kasus Diskriminasi dan Kekerasan Terhadap LGBTI, (Jakarta: Arus Pelangi & Yayasan Tifa, 2008) hal 22-23

2

Tim Padgett. The Most Homophobic Place on Earth?, diakses dari

<http://www.time.com/time/world/article/0,8 599,1182991,00.html> Pada tanggal 05 Agustus 2014 pukul 17.00 WIB

ketakutan. Jamaica Observer

menerbitkan surat yang berbunyi ³7R

EH JD\ LQ -DPDLFD LV WR EH GHDG´3 Jamaica Forum for Lesbians, All Sexuals, and Gays (J-FLAG) merupakan sebuah organisasi nasional

yang menyuarakan pentingnya

pengakuan atas kelompok LGBT. J-FLAG didirikan pada tahun 1998 oleh 12 orang yang terdiri dari berbagai bidang dan merupakan organisasi bagi kelompok LGBT pertama di Jamaika. Tujuan dibentuknya J-FLAG adalah menciptakan masyarakat Jamaika yang menghormati dan melindungi hak asasi manusia, serta mertabat semua individu terlepas dari orientasi seksual dan identitas gender mereka. Selain menjadi pusat pelayanan bagi kelompok LGBT,

perannya yang paling diutamakan

adalah memperjuangkan hak bagi

kelompok homoseksual dan berupaya agar parlemen menghapus

undang-undang The Offences Against the

Person of Act of 1864 (OAPA) dan

melegalkan undang-undang untuk

melindungi kelompok LGBT.4

Oleh karena itu dengan adanya tekanan dari dalam diri maupun lingkungan dan segala permasalahan

yang dialami kaum gay peneliti merasa

tertarik untuk meneliti hambatan dan tantangan J-FLAG dalam melawan homophobia di Jamaika.

3

Diana Taylor. 'If you're gay in Jamaica, you're dead'. Diakses dari

<http://www.theguardian.com/world/2004/au g/02/gayrights.gender> pada tanggal 05 Agustus 2014 pukul 10:00 WIB

4

J-FLAG. Jamaican LGBT Guide on Human Rights, Sexuality & Gender. Diakses dari

<http://jflag.org/wp- content/uploads/2013/11/J-FLAG-FAQs-on-Human-Sexuality-and-Gender.pdf> pada tanggal 25 September 2014 pukul 8:46 WIB

(3)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 3 1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

Menganalisa latar belakang atau

penyebab munculnya J-FLAG sebagai organisasi yang memperjuangkan

hak-hak homoseksual di Jamaika,

Menjelaskan upaya yang dilakukan J-FLAG dalam melawan homophobia di Jamaika dan Menjelaskan hambatan dan tantangan J-FLAG dalam melawan homophobia di Jamaika.

1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat

menambah khasanah pengetahuan

mahasiswa Hubungan Internasional

Universitas Riau khususnya dan

mahasiswa pada umumnya. Selanjutnya peneliti mengharapkan penelitian ini juga mampu mengilhami para peneliti

selanjutnya untuk mengeksplorasi

kasus-kasus yang berkaitan dan serupa yang belum tercakup dalam penelitian ini, sehingga terjadi pengembangan wacana yang akan menambah ilmu pengetahuan.

2.1Sejarah Homoseksual dalam Peradaban Klasik

2.1.1 Homoseksual dalam Peradaban Yunani Kuno Sejumlah cerita pada Masa

Yunani kuno berkisah tentang

penculikan dan cinta seorang pemuda. Homoseksual pada masa Yunani kuno terjadi ketika seorang lelaki muda yang belajar kepada lelaki tua (guru) yang

dijadikan teladan. Mitos yang

berkembang dalam hal ini sudah menjadi hal yang cukup sering terjadi

dimana adanya suatu penculikan

(mengambil) dan perjalanan keluar kota atau perjalan ke hutan untuk belajar

mengenai pengetahuan tentang

kehidupan kepada lelaki remaja tersebut yang juga dibumbui dengan hubungan seks, sebelum akhirnya menjadi seorang prajurit dewasa.

Masyarakat Creta telah lama mengenal pemujaan terhadap prostitusi maskulinitas yang disebut perjantanan Creta. Perjantanan Creta melibatkan ritual penculikan anak-anak oleh laki-laki dewasa dari kelas aritokrat dengan persetujuan oleh ayah anak tersebut.

Kekasih laki-laki dewasa disebut

Erastes dan kekasih anak-anak (eromenos) yang diambil dan diajak ke

hutan-hutan, dimana mereka

menghabiskan waktu selama 2 bulan untuk berburu dan berpesta dengan teman-temannya. Kemudian, setelah menjalaninya selama 2 bulan, ia akan

mengubah gelarnya menjadi

Parastates.5 Sesuai dengan adat istiadat masyarakat Creta, anak laki-laki yang biasanya diambil oleh laki-laki dewasa adalah yang paling berani dan pandai, bukan anak laki-laki yang tampan. Jika anak tersebut tidak mempunyai kekasih laki-lakinya dan tidak menjadi objek

penculikan sama sekali, maka

keluarganya akan diiputi rasa malu

terhadap masyarakat. Pasangan

homoseksual dalam mitologi Yunani yang paling terkenal adalah Ganymede dan Zeus, Apollon yang menarik

perhatian pemuda-pemuda tampan

seperti Cyparisse, Admete, Hymenee, Carnus dan lain-lain. Selain itu juga Dionysos yang pernah menculik Adonis (Spencer. 2004; 19).

2.1.2 Homoseksual dalam Peradaban Romawi Kuno

Nilai-nilai etis kuno tidak

biasanya didasarkan pada norma-norma agama saja, yang hanya menunjukkan ritual maupun otoritas yang tepat. Kekuatan moral kurang lebih moral

kurang lebih mengikat mereka

didasarkan pada konsensus sosial yang menyebabkan rasa kehormatan atau malu, dampak psikologis yang sangat

5http://en.wikipedia.org/wiki/Cretan_pederast y

(4)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 4 kuat dimasyarakat klasik. Pada masa

Romawi Kuno, budaya, lingkungan, politik dan keluarga menimbulkan sikap

yang berbeda terhadap hubungan

homoseksual. Dalam tradisi Romawi Kuno, tujuan pendidikan adalah untuk melatih masyarakat yang benar-benar jantan, jantan dalam hal seks dan juga mendominasi dan tidak didominasi.

³.ejantanan´ merupakan benda yang

paling penting bagi laki-laki karena menjadikan lambang kekuatan dan dominasi sebagai penakluk. Pemuda Romawi dididik untuk menguasai dunia dan tidak terlihat lemah karena ia adalah seorang prajurit. Seksualitas pada masa itu merupakan bentuk pelanggaran

hukum pemerkosaan.6 Oleh karena itu,

kerajaan Romawi melarang perbuatan homoseks apabila mereka melakukan peran seksual pasif (yang dipenetrasi) melalui berbagai undang-undang.

Anak laki-laki dilindungi oleh

KXNXP GDUL WLQGDN ³GLUD\X´ +XNXP

pada masa itu bebas menghukum hubungan homoseks dengan anak laki-laki, meskipun anak tersebut setuju (stuprum cum puero). Berbeda dengan budak, mereka orang-orang yang tidak dipertimbangkan oleh masyarakat dan juga hukum. Pelacur laki-laki dan wanita juga dibatasi, serta hubungan seksual dengan seorang anak lelaki

yang bukan budak akan didenda (Lex

Scantinia).7

2.1.3 Homoseksual Pada Abad Renaisans di Inggris

Abad Renaisans dimulai pada abad ke 14 sampai abad ke 17, dimulai

6

Collin Spencer. Sejarah Homoseksualitas: dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. (Bantul: Kreasi Wacana, 2011) hal 71

7

Angelo Di Berardino. Christian Anthropology And Homosexuality- 2 Homosexuality In Classical Antiquity. Diakses dari

<http://www.ewtn.com/library/humanity/hom o2.htm>

di Italia pada abad pertengahan akhir hingga menyebar keseluruh wilayah

Eropa.8 Istilah Renaissance berasal dari

bahasa Latin ³UHQDLWUH´ yang berarti

³KLGXS NHPEDOL´ DWDX ³ODKLU NHPEDOL´

Abad renaissance merupakan kelahiran

kembali budaya klasik terutama budaya Yunani kuno dan Romawi kuno. Konsep Renaissance adalah menghargai tubuh dan manusia dapat hidup bebas

menentukan jalan hidupnya tanpa

terikat oleh doktrin gereja.

Pada masa pemerintahan Ratu

Elizabeth I (7 September 1533 ± 24

Maret 1603), menurut Alan Bray (1990) masyarakat belum memiliki gagasan

yang jelas mengenai kelompok

minoritas homoseksual, meskipun

EHJLWX KRPRVHNVXDO GLSDQGDQJ ³KRUURU´ atau hal yang menakutkan. Pada

prinsipnya, sodomi merupakan

kejahatan yang dapat dilakukan oleh

siapaun, seperti pembunuhan dan

penghujat. Istilah Ganymede, Bugger,

dan Catamite adalah beberapa istilah yang digunakan untuk merujuk pada homoseksual dan istilah yang paling banyak digunakan masyarakat adalah ³VRGRPLWH´ atau sodomi.

HOMOPHOBIA DI JAMAIKA DAN MUNCULNYA J-FLAG (JAMAICA FORUM FOR LESBIAN, ALL SEXUALS, AND GAY)

3.1Homoseksualitas di Jamaika Hukum mengenai seksualitas merupakan bagian dari sejarah kolonial. Saat itu, akhir abad ke-19 bahwa permusuhan langsung terhadap tindakan homoseksual menjadi umum, khususnya pada masa pemerintahan Victoria. Kecemasan terhadap homoseksualitas dipicu oleh kekhawatiran menurunnya nilai kelas menengah dan dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan Inggris.

8

(5)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 5 Akar homophobia di Jamaika memiliki

banyak sulur, salah satunya dari sejarah Jamaika yang pernah dijajah oleh

Inggris. Hukum Inggris memiliki

pengaruh yang besar terhadap undang-undang di Jamaika. Inggris memiliki sejarah panjang mengutuk keberadaan seks antar laki-laki. Seks antar laki-laki di Inggris merupakan hal yang ilegal pada abad ke-16.

Menurut laporan The United

Nations Development Programme (UNDP) yang merupakan jaringan pembangunan global PBB pada tahun 2012 bahwa kejahatan dan kekerasan merupakan masalah utama di Jamaika dan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan, seperti wanita, anak-anak dan kaum miskin yang menjadi target kekerasan di Jamaika. Selain itu,

kelompok LGBT yang berisiko

mengalami viktimisasi dan kekerasan sebagai akibat dari orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender.

Menurut Guztmore (2004, dalam Gaskins, 2013) berpendapat bahwa homophobia di Jamaika didukung oleh 5 imperatif ideologis atau disebut

dengan ³KRPophobic ideological

LPSHUDWLYHV´ yang dibagi menjadi

imperatif primer dan sekunder.

Pertama, imperatif primer

fundamentalis agama yang

anti-homoseksualitas. Guztmore

menunjukkan bahwa fundamentalis

agama menggunakan Alkitab untuk mengancam kaum homoseksual dengan

memperlihatkan fakta-fakta yang

tercantum didalam Alkitab menyatakan

homoseksualitas merupakan bentuk

kekejian. Mayoritas masyarakat

Jamaika menganut agama Kristen, sehingga bagi mereka homoseksual sama saja dengan penyimpangan dari ajaran-ajaran dan orang-orang yang melakukan dosa ini harus dihukum oleh Tuhan.

Kedua, imperatif primer, yaitu KRPRVHNVXDOLWDV ³WLGDN ZDMDU´ 3HUVHSVL ini juga populer dikalangan masyarakat. Mereka berpendapat bahwa dasar dari hubungan seks adalah bertujuan untuk

menghasilkan keturunan, tetapi

hubungan seks sesama jenis tidak dapat menghasilkan keturunan dan merupakan cara yang sesat. Menurut Chavannes (2004, dalam Ian Boxill, dkk, 2011)

laki-laki muda dianjurkan untuk

melakukan hubungan seks

heteroseksual untuk mengembangkan rasa maskulinitas. Perspektif lainnya adalah homoseksualitas dan pedofilia, dimana para pedofil menargetkan anak-anak dibawah umur yang tidak berdosa dan tidak berdaya untuk kepuasan seksualnya, baik dengan anak laki-laki maupun anak perempuan (Gutzmore, 2004).

Ketiga, imperatif sekunder kemurnian dan keaslian premodial

homoseksualitas ± globalisasi budaya

bebas Afrika. King (2006, dalam Ian

Boxill, dkk, 2011) memperluas

persepesi homoseksualitas sebagai

bagian dari konflik rasial. Anderson dan Gutzmore juga mencamtumkan bahwa homoseksualitas sebagai imperialisme budaya. Dalam penelitiannya mengenai homophobia di Jamaika, Gutzmore menemukan bahwa homoseksualitas merupakan penyimpangan orang-orang kulit putih yang telah dikenakan kepada

orang-orang Afrika yang datang

berulang-ulang kali.

Keempat, Imperatif sekunder keharusan untuk melindungi anak-anak muda yang rentan menjadi target homoseksual, hal ini berkaitan dengan pedofilia. Para pedofil lebih menyukai

anak-anak sebagai pemuas nafsu

seksualnya, baik dengan anak laki-laki ataupun dengan anak perempuan.

Kelima, imperatif dari

ilegalitas homoseksual. Keberadaan

(6)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 6

pidana bagi kelompok gay dan lesbian.

Akibatnya, mereka menjadi sasaran

tindak kekerasan, pelecehan dan

diskriminasi karena status kriminal kelompok homoseksual. Jamaika masih

menerapkan Buggery law sama seperti

yang aslinya dari hukum Inggris 1861.

Di Jamaika, homoseksual

dikenal dengan sebutan ³EDWW\ PDQ´

atau ³FKL FKL PDQ´. Batty man atau chi

chi man adalah istilah yang mengacu

pada merendahkan laki-laki yang

berhubungan seks dengan laki-laki, seperti anal seks yang dipandang

sebagai tindakan tersebut.9

Pada tanggal 9 Juni 2004,

Brian Williamson, aktivis hak-hak gay

terkemuka di Jamaika, dibunuh di rumahnya, tubuhnya dimutilasi dan beberapa luka benda tajam. Dalam waktu satu jam setelah tubuhnya

ditemukan, seorang peneliti Human

Rights Watch menyaksikan kerumunan berkumpul di luar TKP. Seorang pria

tersenyum berseru, "Battyman

terbunuh!". Beberapa orang lain merayakan pembunuhan Williamson,

tertawa dan berteriak. Kemudian

menyanyikan lagu ³%RRP %\H %\H´

merupakan lagu dari Buju Banton yang

berkisah tentang membunuh dan

membakar orang-orang gay.10

Lingkungan sosial budaya dan hukum telah memberikan kontribusi terhadap prevalensi diskriminasi dan

tindak kekerasan terhadap LGBT

Jamaika selama bertahun-tahun. Insiden ini meliputi, antara lain, pembunuhan, pengusiran paksa, pemukulan, dan serangan massa. Ancaman kekerasan menyebabkan banyak LGBT Jamaika

hidup dalam ketakutan yang

diidentifikasi sebagai kelompok non-heteroseksual atau homoseksual. Oleh

9

Human Rights Watch, Vol. 16, No. 6

10

Jamaica t Tourist Advisory. Diakses dari http://www.jamaicancaves.org/boom-bye-bye-lyrics.html

karena itu, banyak LGBT di Jamaika yang merahasiakan identitas seksual,

identitas gender dan ekspresi gender

merasa tidak berdaya. Akibatnya sulit bagi kelompok LGBT untuk hidup di Jamaika karena diberi status rendah

dibandingkan dengan kelompok

heteroseksual.

3.2Bentuk Homophobia Di Jamaika Menurut J-FLAG, homophobia

adalah ketakutan irasional, jijik,

kebencian kepada kaum gay, lesbian, dan biseksual dan ideologi sosial yang membuat perspektif mengintimidasi homoseksual. Hal ini mengacu kepada ketidaknyamanan terhadap perilaku, keyakinan atau sikap yang tidak sesuai dengan stereotip peran seks tradisional yang dapat menyebabkan ekspresi permusuhan atau bahkan kekerasan

terhadap kelompok LGBT.

Homophobia tidak terbatas pada satu kelompok atau segmen masyarakat. Sebagai konseksuensi, salah satu jenis

insiden homophobic yang lebih

mungkin menjadi umum di antara yang

berbeda segmen, terlepas dari

bagaimana mereka dikategorikan oleh ras, etnis, agama, kelas, ataustatus sosial-ekonomi. Seseorang dikatakan homophobic apabila ia menyatakan permusuhan atau bermusuhan dan atau menghasut kekerasan atau melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang

dianggap gay, lesbian, biseksual atau

transgender.11

Menurut Boxill (2011, dalam J-FLAG, 2014) menemukan bahwa pada tahun 2011 Survey Nasional Sikap

dan Persepsi Jamaika umumnya

homophobic dan kaum LGBT lebih

rentan mengalami kekerasan.

Ditemukan bahwa sikap anti-gay dan

11

J-FLAG. Jamaican LGBT Guide on Human Rights, Sexuality & Gender . (Kingston: J-FLAG, 2014) hal. 5-6

(7)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 7

pandangan yang paling umum

diantaranya orang-orang yang

berpenghasilan rendah dan orang-orang yang tidak memiliki pendidikan.

3.2.1 Penyerangan terhadap Kelompok Homoseksual

Serangan fisik maupun verbal terhadap individu LGBT kerap terjadi di Jamaika, kasus insiden penyerangan yang paling mencolok yaitu kasus pembunuhan Brian Williamson yang terjadi pada bulan Juni 2004 dan kasus pembunuhan Steve Harvey pada bulan November 2005.

3.2.2 Diskriminasi dalam Musik (Reggae/Dance Hall)

Dancehall juga disebut sebagai ³PXUGHU PXVLF´ karena beberapa liriknya mengandung tentang kekerasan dan anti-gay. Beberapa seniman Reggae telah dikritik karena lirik lagunya yang mengandung ajakan untuk membenci

homoseksual (homophobia). Murder

music memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi masyarakat Jamaica untuk menghasut kekerasan terhadap homoseksual karena bagi masyarakat, khususnya bagi kalangan kelas sosial ekonomi rendah, musik dancehall adalah hidup mereka. Oleh sebab itu, untuk menghentikan aliran musik tersebut, berbagai aktivis LGBT membentuk sebuah kampanye yang

disebut ³6WRS 0XUGHU 0XVLF´

Kampanye Stop Murder Music adalah

gerakan internasional oleh aktivis-aktivis dihampir setiap benua, yang mendesak sponsor untuk menarik dana dari seniman tersebut, mendesak untuk tidak menjual buku-buku mereka, dan mengatur pemboikotan dan protes saat

seniman-seniman murder music

melakukan show.12

12

Leah Nelson. Harmonies of hate promote violence against gays to millions in the United States and elsewhere. diakses dari

https://www.splcenter.org/fighting-3.2.3 Diskriminasi Dalam Politik

4 Selama pemilu 2001, Partai Buruh

Jamaika (partai oposisi utama)

mengadopsi ³FKL FKL PDQ´ sebagai

yel-yel kampanye mereka. Chi Chi

Manmerupakan istilah untuk merendahkan seorang laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Chi Chi Man adalah lagu yang

dinyanyikan oleh T.O.K. lagu

tersebut sangat kontroversial karena

mempromosikan pembunuhan

terhadap gay.13

3.3Munculnya J-FLAG (Jamaica Forum for Lesbians, All Sexuals, and Gays)

Penelitian menunjukkan bahwa

kriminalisasi keintiman same-sex

berdasarkan konsensual atau kegiatan lainnya yang menjadi bahan bakar stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang LGBT. Hal ini mendorong komunitas LGBT bawah tanah dan jauh

dari hukum, kesehatan, sosial

perlindungan atau kesejahteraan, dan jasa lainnya dari aktor negara dan non-negara untuk memperjuangkan hak-hak mereka agar diakui oleh masyarakat nasional maupun internasional.

Jamaica Forum for Lesbian, All-Sexuals and Gays (J-FLAG) didirikan

pada pada tahun 1998 sebagai

organisasi hak asasi manusia yang

didedikasikan untuk pelayanan

kebutuhan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) orang di Jamaika. Organisasi ini beroperasi jauh lebih dalam mode LSM hak asasi manusia tradisional, dan terutama ditujukan untuk menebus diskriminasi hukum dan sosial terhadap kelompok minoritas

hate/intelligence-report/2015/jamaicas-anti-gay-murder-music-carries-violent-message

13Homophobia in Jamaica and its role in driving the HIV/AIDS epidemic. Diakses dari

http://www.hrw.org/reports/2004/jamaica110 4/6.htm

(8)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 8 seksual. Munculnya J-FLAG diantar

dalam gelombang baru advokasi, yang menekankan keterlibatan politik formal pada lembaga-lembaga negara. Dalam konteks ini, advokasi lebih tegas terfokus pada bidang hukum dan khususnya pada lingkup dan jangkauan

perlindungan konstitusional bagi

kelompok minoritas.

J-FLAG didirikan oleh 12 orang dari berbagai bidang. Belum ada data resmi mengenai keanggotaan

J-FLAG dan J-FLAG membuka

sukarelawan bagi siapa saja yang ingin bergabung dalam memperjuangkan hak-hak LGBT di Jamaika. Misi J-FLAG

adalah berusaha untuk mengubah

konstitusi Jamaika dan memasukkan orientasi seksual dalam klausul non diskriminasi. J-FLAG bekerja untuk mendorong penerimaan dan pengayaan kehidupan kelompok LGBT menjadi

bagian integral masyarakat.14 J-FLAG

menyediakan layanan bagi LGBT, meliputi:

a. Pengembangan pribadi dan

membangun hubungan

masyarakat di komunitas gay.

b. Konseling dan rujukan

pelayanan kepada para gay dan keluarga mereka.

c. Konsultasi dan kolaborasi

dengan pihak lokal dan internasional dalam bidang

hak asasi manusia,

kesehatan, dan

kelompok-kelompo politik, serta

bekerjasama untuk merubah konstitusional.

d. Pengajuan tertulis kepada

Joint Select Committe di

Parlemen untuk

memasukkan

14

J-FLAG Celebrates Tenth Anniversary, diakses dari http://www.ukblackout.com/news- mainmenu-84/caribbean-news/917-j-flag-celebrates-tenth-anniversary.html

diskriminasi berdasarkan

³RULHQWDVL VHNVXDO´ GLGDODP undang-undang.

e. Mendokumentasikan dan

meyediakan

dokumen-dokumen untuk kasus-kasus

berdasarkan diskrimnasi

seksual dan kekerasan di

Kanada, Inggris dan

Amerika Serikat.

f. Menyediakan arsip-arsip

untuk penelitian akademis. J-FLAG merupakan organisasi advokasi yang memperjuangkan hak-hak LGBT dan menginginkan adanya toleransi dan menghormati sesama tanpa memandang orientasi seksual. Visi J-FLAG yaitu untuk mempromosikan perubahan sosial

dengan memberdayakan komunitas

LGBT dan membangun rasa toleransi serta penerimaan komunitas LGBT

sebagai bagian dari masyarakat

Jamaika. Misi dibentuknya J-FLAG yaitu menciptakan masyarakat Jamaika yang menghormati dan melindungi hak asasi manusia dan mertabat semua individu terlepas dari orientasi seksual dan identitas gender mereka, Jamaika yang memiliki kebebasan untuk menjadi seseorang, untuk semua orang. J-FLAG

mempromosikan nilai-nilai semua

inklusivitas, keragaman, kesetaraan,

keadilan, dan cinta.15

Untuk mencapai tujuan tersebut, J-FLAG memiliki 4 strategi yaitu:

membuat brand J-FLAG yang kuat dan

menjanjikan kepedulian sebuah

organisasi yang berbasis nilai dedikasi

untuk mempromosikan mertabat

manusia dan hak-hak kebebasan,

memperkuat kepemimpinan proaktif kelompok LGBT, bekerjasama dengan

organisasi-organisak HAM dan

kelompok-kelompok kepentingan, dan membuat keunggulan dari budaya

15

(9)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 9 kreatif dan menarik dari

anggota-anggotanya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, J-FLAG memiliki 4 strategi yaitu:

membuat brand J-FLAG yang kuat dan

menjanjikan kepedulian sebuah

organisasi yang berbasis nilai dedikasi

untuk mempromosikan mertabat

manusia dan hak-hak kebebasan,

memperkuat kepemimpinan proaktif kelompok LGBT, bekerjasama dengan

organisasi-organisak HAM dan

kelompok-kelompok kepentingan, dan membuat keunggulan dari budaya kreatif dan menarik dari anggota-anggotanya.

3.4Upaya dan Keberhasilan J-FLAG

3.4.1 We Are Jamaica

J-FLAG meluncurkan kampanye We Are Jamaica di media sosial (Youtube) untuk memungkinkan LGBT Jamaika dan lainnya untuk saling berbicara tentang identitas LGBT,

masyarakat, dan hak-hak, serta

diskriminasi dan kekerasan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah J-FLAG, ada kampanye yang dilakukan oleh beberapa LGBT secara terbuka untuk berbagi pengalaman pribadi mereka yang tinggal di Jamaika dan apa artinya menjadi seorang lesbian, gay, biseksual

dan trangender. Kampanye yang

dihasilkan merupakan sumber harapan bagi LGBT, masyarakat, keluarga dan teman-teman mereka.

3.4.2 Tantangan untuk Undang-Undang

Buggery

Belum pernah terjadi

sebelumnya dalam perjuangan LGBT di Jamaika, AIDS-Free World mengajukan

gugatan menantang konstitusional

hukum Buggery atas nama Javed Jaghai pada bulan Juni 2013. Javed merupakan seorang aktivis HAM terkenal, lulusan dari Universitas Dartmouth dan calon Phd di Universitas Yale. Ia bekerja

dengan J-FLAG sebagai Education &

Outreach Officer saat gugatan itu diajukan.

Kasus tersebut telah

mengumpulkan banyak dukungan dari masyarakat Jamaika dan juga LSM Jamaika. Selain J-FLAG bergabung

sebagai co-claimant (penuntut) pada

tanggal 3 September 2013, Caribbean

Dawn, organisasi hak perempuan, juga

bergabung sebagai pihak yang

berkepentingan. Namun, Jamaicans for

Justice menolak untuk ikut bergabung. J-FLAG berupaya mencari koalisi yang lebih luas untuk mendapatkan dukungan penuh dari mereka. Sidang tersebut

rencananya dimulai pada bulan

November 2014.

3.4.3 Pemerintah Mengambil Sikap Terhadap Hate Music/Pidato

Kementerian Pemuda,

Olahraga dan Kebudayaan Jamaika menyatakan penyesalan respon terhadap suatu peristiwa yang melibatkan artis

dalam acara Independence Grand Gala

yang membuat pernyataan anti-gay. 20.000 orang termasuk anak-anak yang berada di stadion nasional Jamaika dan ribuan lainnya menonton di televisi dan online. Komitmen untuk meninjau keterlibatan sistem keterlibatan kontrak seniman dan pemasok event nasional serta meningkatkan kontrol kualitas untuk memastikan tidak ada kejadian seperti itu terulang lagi.

3.4.4 Kementerian

Keamanan Nasional Riset di kalangan LGBT Jamaika

Kementerian Keamanan

Nasional (Ministry of National

Security/MNS) dan Jamaica National Crime Victimization Survey (JNCVS)

menyertakan pertanyaan tentang

kejahatan yang diyakini hasil dari

asumsi atau pengetahuan tentang

(10)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 10 150 orang LGBT dari berbagai latar

belakang sosial ekonomi dari seluruh negara diwawancarai oleh Kementerian dalam kemitraan dengan J-FLAG.

3.4.5 Kerjasama J-FLAG dan Pemerintah untuk Melatih Pekerja Kesehatan Masyarakat.

Antara September dan

November 2013, J-FLAG dalam

kerjasamanya dengan Program HIV

Nasional (dari Dewan Keluarga

Berencana Nasional) atau National

Family Planning Board (NFPB) menggunakan pelatihan dasar sepuluh modul untuk membangun kapasitas

enam puluh pekerja kesehatan

masyarakat untuk memberikan layanan HIV untuk gay, biseksual dan lainnya.

3.4.6 Pendidikan Umum dan Peningkatan

Kesadaran

Aktivis LGBT dan aktivis

lainnya terus menciptakan dan

memanfaatkan peluang Jamaika untuk belajar tentang hak asasi manusia, gender dan seksualitas.

3.4.7 Peningkatan Hubungan dengan Polisi

J-FLAG terus mendapatkan

keuntungan dari hubungan kerja

ditingkatkan dengan Jamaica

Constabulary Force (JCF), termasuk dan terutama dengan Kantor Komisaris Polisi, Pusat Investigasi Pelanggaran

Seksual & Pelecehan Anak (Centre for

Investigation of Sexual Offences & Child Abuse/CISOCA), dan petugas di pos polisi Half Way Tree dan pos polisi di New Kingston. Kelompok LGBT

juga telah mengembangkan dan

meningkatkan kepercayaan untuk polisi dan di setiap divisi setidaknya satu

sekutu dapat diidentifikasi yang

bersedia dan mampu untuk menangani hal-hal mengenai seks dan minoritas

gender. Hasilnya, telah terjadi

peningkatan korban melaporkan ke

polisi mengenai insiden LGBT, yang telah didokumentasikan oleh J-FLAG.

3.5Respon Internasional

Melalui presentasi-presentasi

yang dilakukannya dalam

memperjuangkan hak para homoseksual

juga telah berhasil memperoleh

dukungan dari banyak pihak. Aktivis-aktivis homoseksual telah berupaya agar pemerintah dan kepolisian untuk dapat menindak lanjuti kekerasan yang terjadi pada kelompok LGBT di Jamaika.

Salah satu organisasi yang juga

membantu perjuangan dan pelayanan bagi LGBT di Jamaica adalah ILGA-LAC (International Lesbian, Gay

Bisexual, Trans and Intersex Association for Latin America and Caribbean).

ILGA-LAC bekerjasama dengan J-FLAG dalam membuat laporan dan

kampanye untuk mendapatkan

kesetaraan para homoseksual dengan heteroseksual dan juga mendapatkan hak-hak mereka tanpa memandang orientasi seksual mereka. Organisasi J-FLAG juga memperoleh dukungan dari ILGA (Internatonal Lesbian and Gay

Associations) dan IGLHRC

(International Gays and Lesbian

Human Right Community).

Amnesti Internasional

mendukung perjuangan J-FLAG. Hal

ini dilihat dari dokumen yang

dikeluarkan oleh Amnesti Internasional,

yang menjelaskan penentangannya

terhadap kekerasan yang diterima oleh

para homoseksual tersebut, dan

meminta kepada pemerintah Jamaika untuk mencegah dan memberikan hukuman terhadap orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap para

homoseksual tersebut. AIDS-Free

World mengajukan petisi dan mencari deklarasi dari Komisi yang menyatakan bahwa pemeliharaan dan penegakan hukum oleh Jamaika dalam kaitannya dengan perilaku seksual konsensual

(11)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 11 melanggar kewajiban Jamaika di bawah

hukum internasional, dan secara khusus berdasarkan Pasal 1, 4 , 5, 11 dan 26 dari konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia.

Isyarat radikal dari penindasan dan penghapusan telah mendorong bentuk baru dari advokasi pada bagian dari aktivis lokal. Daripada fokus pada politik domestik, pelaku lokal kini

mulai melihat melampaui negara

terhadap potensi liberasionis dari

lingkup internasional. Secara khusus, aktivis telah berpaling ke hukum

internasional sebagai forum atas

penegasan dan pembenaran dari status yang sama sebagai warga negara.

3.6Respon Pemerintah

Sebelum pemilihannya pada tahun 2011, Perdana Menteri Portia Simpson Miller menyerukan legislatif untuk meninjau kembali undang-undang

buggery Jamaika, yang

mengkriminalisasikan perilaku sesama jenis antara laki-laki tersebut. di tahun 2013, ia menunjukkan bahwa ia akan melakukan pemungutan suara parlemen

mengenai hukum buggery. Namun,

pada tanggal 4 April 2014, dia menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa membatalkan hukum harus didasarkan pada kehendak konstituen dan pencabutan hukum tersebut bukan prioritas pemerintahan karena tidak

menyangkut mayoritas masyarakat

Jamaika.16 Opini publik tampaknya

mengakar kuat terhadap reformasi hukum yang akan menegakkan hak

kelompok LGBT tersebut, jajak

pendapat menunjukkan bahwa persepsi pemerintah akan berdampak negatif jika hukum buggery ditinjau atau diubah.

Beberapa departemen

pemerintah telah konstruktif dalam

16

http://www.pinknews.co.uk/2014/05/19/lawye r-jamaican-prime-minister-has-betrayed-gay-voters-by-refusing-to-lift-buggery-law/

tindakan dan respon mereka terhadap Hak LGBT, meskipun ini sering tidak konsisten, dan akan menjadi ruang untuk perbaikan ketika datang reformasi

hukum dan memastikan

non-diskriminasi dan akses yang sama ke pelayanan sosial, termasuk kesehatan

dan pendidikan terhadap LGBT.

Menteri Kehakiman Mark Golding telah mengeluarkan respon verbal positif lebih kuat untuk perlindungan hukum dan legislatif hak-hak orang LGBT Jamaika, tapi pernyataannya belum diimbangi dengan tindakan signifikan. Pada Januari 2013, dalam menanggapi laporan IACHR tentang hak asasi manusia di Jamaika, yang termasuk

pelanggaran terhadap orang-orang

LGBT di Jamaika, Menteri Golding

mengisyaratkan bahwa legislatif

intervensi mungkin diperlukan untuk

mengatasi diskriminasi terhadap

kelompok minoritas, tapi di tahun berikutnya pernyataan ini, ia belum memperkenalkan anti diskriminasi yang komprehensif.

BAB IV

HAMBATAN DAN TANTANGAN JAMAICA FORUM FOR LESBIANS,

ALL SEXUALS, AND GAYS (J-FLAG) DALAM MELAWAN

HOMOPHOBIA

4.1Hambatan dan Tantangan J-FLAG dalam Melawan Homophobia

4.1.1 Legitimasi Negara

a. Adanya Hukum The Offences Against the Person Act (OAPA)

Permasalahan banyaknya korban pembunuhan dengan latar belakang

diskriminasi terhadap kaum

homoseksual di Jamaika disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor hukum.Jamaika memiliki

undang-undang anti-sodomi yang

(12)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 12 Article 76 Unnatural Oflences:

Whosoever shall be convicted of the abominable crime of buggery, committed either with mankind or with any animal, shall be liable to be imprisoned and kept to hard labour for a term not exceeding ten years.

[Barangsiapa akan dihukum jika melakukan kejahatan keji dari buggery baik melakukannta dengan manusia atau binatang akan dihukum dan kerja paksa kurang lebih 10 tahun]

Article 77:

Whosoever shall attempt to commit the said abominable crime, or shall be guilty of any assault with intent to commit the same, or of any indecent assault upon any male person, shall be guilty of a misdemeanour, and being convicted thereof, shall be liable to be imprisoned for a term not exceeding seven years, with or without hard labour.

[Barangsiapa yang mencoba

melakukan kejahatan keji tersebut,

bersalah atas penyerangan untuk

melakukan hal yang sama, atau

serangan yang tidak senonoh terhadap laki-laki dinyatakan bersalah untuk tindak pidana ringan, akan dihukum penjara kurang lebih 7 tahun, dengan atau tanpa kerja paksa]

Article 79 Outrages on Decency:

Any male person who, in public or private, commits, or is a party to the commission of, or procures or attempts to procure the commission by any male person of, any act of gross indecency with another male person, shall be guilty of a misdemeanour, and being convicted there of shall be liable at the discretion of the court to be imprisoned for a term not exceeding two years, with or without hard labour.

[Setiap laki-laki di depan umum

maupun pribadi, melakukan atau

merupakan pihak yang berbuat, atau

pengadaan, atau mencoba untuk

mendapatkan komisi oleh setiap laki-laki, setiap tindakan yang tidak senonoh dengan laki-laki, dinyatakan bersalah dan dihukum penjara untuk jangka waktu kurang lebih 2 tahun, dengan atau tanpa kerja paksa.]

4.1.2 Keadaan Sosial Masyarakat

a. Homophobia yang Berlebihan

Homophobia atau ketakutan yang berlebihan terhadap kelompok homoseksual bukan saja dipengaruhi oleh keberadaan aturan hukum yang

menentang keberadaan kelompok

homoseksual ini, tetapi terdapat pula pengaruh pola pikir yang salah, yang

telah melekat dalam setiap mind set

individu yang ada di masyarakat Jamaika tersebut.

Menurut Dr. Heather Royes, salah satu pendukung JAS dan J-FLAG menjelaskan bahwa masalah ini berasal dari penyangkalan dari sifat dasar manusia dan tentang politik seksual Jamaika itu sendiri. Secara historis, Jamaika adalah masyarakat perkebunan dan ada jenis hubungan seksual dan antar ras yang terjadi, antara pemilik dan budak, pria dan wanita, dan tentu saja diantara jenis kelamin yang sama. Namun, hal itu ditolak dan tentu saja sesuatu yang ditolak akan membuat masyarakat ragu-ragu dan merasa tidak aman. Hal tersebut telah menjadi salah satu penyebab maraknya kekerasan dan

diskriminasi terhadap homoseksual

karena dianggap sebagai ancaman untuk citra macho atau maskulinitas yang dimiliki oleh pria. Banyak pria Jamaika merasa bahwa memiliki banyak istri atau pacar merupakan ukuran dari

(13)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 13 maskulinitas. Masyarakat Jamaika biasa

mengalami kebingungan tentang

homoseksualitas dan mereka tidak mempunyai siapapun untuk bertanya dan tidak punya ide bagaimana untuk menyelesaikan sesuatu hal yang tidak mereka mengerti. Mereka bereaksi

dengan apa yang disebut

µNHWLGDNVHVXDLDQ NRJQLWLI¶ WLGDN DGD

tempat bagi pikiran mereka untuk menaruh sesuatu yang aneh dan buruk tersebut. Mereka tidak mengerti akan hal-hal yang mereka anggap tabu, dan jika mereka tidak paham, mereka menjadi takut maka mereka menyerang dan berusaha untuk menghancurkannya.

b. Pendidikan yang Rendah

Jamaika memiliki reputasi

buruk terhadap prasangka

anti-gay. Pulau kecil di Karibia ini telah

menjadi terkenal tidak hanya

untuk undang-undang anti-gay, retorika politik dan pembunuhan, tetapi juga penerimaan masyarakat luas mengenai prasangka seksual yang parah dan

musik secara terbuka membenci

kelompok homoseksual. Pengetahuan yang kurang mengenai homoseksualitas memberikan dampak yang negatif, karena bagi mereka hubungan yang alami dan dapat diterima oleh akal adalah hubungan heteroseksual.

4.1.3 Religion (Agama)

Agama Kristen Protestan

khususnya memiliki pengaruh kuat di Jamaika. Politisi sering menggambarkan

negara sebagai ³negara Kristen´ dan

masyarakat Jamaika sebagai ³orang

yang takut akan Tuhan´. Beberapa

orang Kristen menggabungkan retorika agama dengan homofobia. Mayoritas masyarakat Jamaika adalah Rastafarian. Sebuah agama dengan keyakinan politik yang mendalam, gerakan Rastafari mulai di daerah kumuh Jamaika pada

tahun 1920 dan 30-an. Tradisi

keagamaan Afrika telah banyak

dipengaruhi budaya Rastafarianism dan

tema alkitabiah telah sangat dipengaruhi sistem keyakinan agama. Rastafarian percaya pada Tuhan Yahudi-Kristen, yang mereka sebut Jah. Secara umum, keyakinan Rastafarian yang berbasis di agama Yahudi dan Kristen, dengan penekanan pada hukum Perjanjian Lama dan nubuat dan Kitab Wahyu 4.1.4 Budaya

Homoseksual di Jamaika

dianggap sebagai imperialisme budaya yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih. Perbudakan ditargetkan sebagai

titik dimana homoseksualitas

diperkenalkan kepada orang-orang

keturunan Afrika. Hindia Barat dan anggota gerakan Pan-Afrika, mencatat

bahwa seseorang tidak dapat

menyangkal sejarah masyarakat

perkebunan dan dampaknya, peran seksual yang dimainkan dari berbagai bentuk eksploitasi seksual yang terjadi seperti homoseksualitas sangat sensitif

di Jamaika.17

4.1.5 Funding dan Networking

Kondisi keuangan J-FLAG

menjadi salah satu tantangan yang harus mereka hadapi dan menjadi hambatan mereka dalam memperjuangkan hak-hak kelompok LGBT. Selama ini keuangan J-FLAG berasal dari donasi-donasi yang dikirimkan oleh orang-orang yang peduli tentang HAM. Hal tersebut tentu tidak akan cukup untuk membiayai kebutuhan dasar mereka.

Sedangkan, isu homoseksual ini

bukanlah merupakan isu komersial yang dapat dengan mudah menjadi perhatian bagi masyarakat dan juga didukung, terutama masyarakat domestik Jamaika itu sendiri.

4.2Peluang

Dengan hadirnya J-FLAG

sebagai organisasi yang melayani, melindungi dan memperjuangkan

17

Jamilah King. Outing the Center: Homophobia in Jamaica.

(14)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 14 hak kelompok minoritas seksual ini,

memberikan peluang bagi mereka untuk dapat menjadi dirinya sendiri tanpa

takut akan kekerasan ataupun

diskriminasi yang mereka hadapi.

Prestasi J-FLAG di tahun 2013

menunjukkan bahwa J-FLAG telah mendapat respon baik dari berbagai kalangan. Akan tetapi, dalam hal ini J-FLAG membutuhkan langkah taktis dan strategis untuk memperbesar peluang dan memperkecil tantangan dalam melawan homophobia di Jamaika. Beberapa peluang yang dapat direbut

oleh J-FLAG dalam melawan

homophobia di Jamaika, yaitu:

Pertama, keberhasilan misi dalam upaya untuk meningkatkan akan pengetahuan mengenai LGBT melalui

seminar-seminar dapat memberikan

peluang bagi masyarakat dalam

memahami persamaan hak tanpa

memandang orientasi seksual mereka. Sehingga membentuk stigma yang positif terhadap LGBT.

Kedua, keanggotaan J-FLAG di ILGA dapat memperkuat kerjasama J-FLAG dengan organisasi-organisasi

nasional dan organisasi-organisasi

internasional dalam memperjuangkan hak-hak LGBT serta dalam melawan homophobia di Jamaika.

Ketiga, keberhasilan yang telah dicapai memberikan peluang bagi kaum homoseksual untuk dapat membuka identitas seksualnya tanpa takut akan

ancaman dan diskriminasi yang

ditujukan padanya. PENUTUP

5.1Kesimpulan

Meskipun undang-undang

buggery di Jamaika berasal dari masa lalu kolonial, namun keberadaaannya telah membawa dampak bagi kelompok homoseksual. Dasar-dasar dari budaya homophobia yang menginfeksi Jamaika adalah sisa-sisa dari sistem dominasi

kolonial dan asimilasi budaya yang dipaksa. Peran kolonial meningkatkan stigma tentang jalinan ras, jenis

kelamin, gender dan kelas yang

membuat keterikatan yang rumit. Mind

set yang telah ditanamkan pada masa kolonial menjadi akar permasalahan kekerasan dan diskriminasi terhadap homoseksual.

Hukum diskriminatif dan

kurangnya perlindungan khusus terus

berkontribusi pada timbulnya

diskriminasi, kekerasan dan bentuk-bentuk lain kekerasan terhadap

orang-orang LGBT.Masalah diskriminasi

homoseksual yang terjadi di Jamaika diakibatkan oleh banyak faktor, baik internal ataupun eksternal, namun faktor

utama ialah homophobia yang

berlebihan yang telah terkonstruk dalam pikiran masyarakat Jamaika. J-FLAG

sebagai organisasi pertama yang

menyuarakan hak-hak kelompok LGBT di Jamaika. Perjalanan J-FLAG dalam mencapai tujuan tidak lah mudah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh J-FLAG agar masyarakat dapat menerima dan menghormati kelompok LGBT sebagai bagian dari masyarakat.

5.2Saran

1. Untuk mencapai visi dan misi

J-FLAG dalam menghadapi

homophobia masyarakat

Jamaika, maka perlu lebih

banyak melakukan promosi dan pengetahuan mereka mengenai homoseksual, agar kaum LGBT

dapat kesempatan untuk

mempublikasikan dirinya tanpa

adanya tekanan maupun

diskriminasi dari masyarakat.

2. Untuk menghadapi tantangan

legitimasi negara, J-FLAG perlu memperluas akses dan jaringan

kerjasama dari berbagai

organisasi lain, serta demi

tercapainya harmonisasi antara J-FLAG dan pemerintah perlu

(15)

Jom fisip Vol. 3 No. 1 Februari 2016 Page 15

adanya upaaya peningkatan

komunikasi, koordinasi dan

pemahaman untuk

menyelasaikan permasalahan

tersebut dengan baik. Daftar Pustaka

Boxill, Ian, - Dkk. 2011. National Survey Of Attitudes And Perceptions Of Jamaicans Towards Same Sex Relationships. Department Of Sociology, Psychology And Social Work

Collin Spencer. 2011. Sejarah

Homoseksualitas: dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. Bantul: Kreasi Wacana

Gaskins Jr, Joseph. 2013. %XJJHU\¶ DQG

the Commonwealth Caribbean: a comparative examination of the Bahamas, Jamaica, and Trinidad and Tobago. London: School of Advanced Study, University of London

Human Right Watch. 2014. Not Safe at

Home: Violence and Discrimination against LGBT People in Jamaica. USA: Human Right Watch

- 2008. 7KH 2ULJLQV RI ³6RGRP\´

Laws in British Colonialism. USA. Human Right Watch

ILGA. 2014. State-Sponsored

Homophobia Edisi 9. ILGA

J-FLAG. 2014. Jamaican LGBT Guide

on Human Rights, Sexuality & Gender. Kingston: J-FLAG

- 2013. Promoting Respect for

Diversity: Annual Report 2013. Kingston: J-FLAG

Anonim. Tantangan dan Hambatan

J-FLAG dalam Mengurangi Tingkat Diskriminasi Terhadap Gay di Jamaika.

diakses dari <https://www.google.co.id/url?sa=t&rc t=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ca d=rja&uact=8&ved=0CB0QFjAA&url=ht tp%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fg roups%2F20920762%2F433518185%2F name%2Fmakalahmastran-tanpapenutup.doc&ei=o8FoVOOYH8Os uQTswIGICg&usg=AFQjCNFoAEeq9i-3QO_4QfoIMtdgvPzn7g> pada tanggal 18 Agustus 2014

Bray, Alan. 1990. Homosexuality and

the Signs of Male Friendship in Elizabethan England. Diakses dari <http://www.jstor.org/stable/4288956> tanggal 20 Juli 2015 pukul 20:00 WIB

Charles, Christopher A.D. 2011.

Representations of Homosexuality in Jamaica. Social and Economic Studies Kirby, Michael. 2011. The sodomy RIIHQFH (QJODQG¶V OHDVW ORYHO\ FULPLQDO law

export?. Journal of Commonwealth Criminal Law

Rahardjo, Wahyu. 2007. Homophobia

dan Penolakan Masyarakat Serta Hubungannya dengan Bicultural Identity Pada Covert Homoseksual. Jurnal Penelitian Psikologi Universitas Gunadharma

Amnesty International submission to the UN Universal Periodic Review. Diakses dari

<http://lib.ohchr.org/HRBodies/UPR/D ocuments/Session9/JM/AI_AmnestyInt ernational.pdf> pada tanggal 05 Agustus 2014

Declaration of Montreal diakses dari <http://www.declarationofmontreal.or

g/declaration/> pada tanggal 05

Agustus 2014

Diana Taylor. 'If you're gay in Jamaica, you're dead'. Diakses dari

<http://www.theguardian.com/world/ 2004/aug/02/gayrights.gender> pada tanggal 05 Agustus 2014

Human Rights First. LGBT Issues In

Jamaica diakses dari <

http://www.humanrightsfirst.org/sites/

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R&amp;D). Hasil penelitian penilaian ahli media, ahli materi pembelajaran, ahli desain dan peserta

unit kearsipan dan unit pengolah yang belum memiliki Arsiparis, untuk sementara tugas, fungsi, dan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan kearsipan dilaksanakan

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya penulis dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul “ PERANCANGAN BUKU

Dasar pertimbangan Permen KP Nomor 56 Tahun 2014 yang ditetapkan pada 3 November 2014 dan telah diperpanjang dengan Permen KP Nomor 10 Tahun 2015 hingga 31 Oktober 2015 adalah

dimana : ITP overlay = ITP kebutuhan – ITP eksisting ao = koefisien kekuatan relatif bahan yang digunakan untuk overlay ITP kebutuhan dihitung berdasarkan perhitungan kebutuhan

Register Kode Barang Buku / Perpustakaan Keterangan Kondisi Barang Asal usul Tahun Cetak / Pem- belian. Harga Satuan Harga (Rp)

Setelah selesainya kegiatan ini diharapkan kepada anak-anak, orang tua dan para guru untuk dapat meneruskannya dalam kegiatan sehari-hari untuk mencuci tangan dan