• Tidak ada hasil yang ditemukan

IPB Today. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Dirjen Dikti Tinjau Pelaksanaan UTBK di Kampus IPB University. Volume 410 Tahun 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IPB Today. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Dirjen Dikti Tinjau Pelaksanaan UTBK di Kampus IPB University. Volume 410 Tahun 2020"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Penanggung Jawab: Yatri Indah Kusumastuti Pimpinan Redaksi: Siti Nuryati Redaktur Pelaksana: Rio Fatahillah CP Editor : Siti Zulaedah, Rosyid Amrulloh Reporter : Dedeh H, Awaluddin, Rizki Mahaputra Fotografer: Cecep AW, Bambang

A, Rifqi Wahyudi Layout : Dimas R, M Rifki Ihsan Alamat Redaksi: Biro Komunikasi IPB Gd. Andi Hakim Nasoetion, Rektorat Lt. 1, Kampus IPB Dramaga Telp. : (0251) 8425635, Email: humas@apps.ipb.ac.id

IPB Today

Volume 410 Tahun 2020

Dirjen Dikti Tinjau Pelaksanaan UTBK di Kampus IPB University

D

irektur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof Nizam melakukan peninjauan lokasi pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2020 gelombang 2 di kampus IPB University, Dramaga, Bogor, (22/7). Peninjauan tersebut dilakukan bersama dengan Ketua Pelaksana Eksekutif LTMPT, Prof Budi Prasetyo Widyobroto, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Prof Aris Junaedi, Rektor IPB University, Prof Arif Satria dan Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan yang juga Kepala Pusat UTBK IPB University, Dr Drajat Martianto.

Saat kunjungan tersebut, Prof Nizam dan rombongan mengunjungi tempat pelaksanaan UTBK di Gedung Pusat Komputer (GPK) dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) untuk melihat dan memastikan pelaksanaan ujian termasuk protokol kesehatan yang diterapkan mulai dari proses pengukuran suhu tubuh sebelum masuk gedung hingga masuk ruang ujian serta penerapan physical distancing di ruang ujian.

Prof Nizam mengatakan, pelaksanaan UTBK gelombang kedua hari ketiga hingga saat ini berjalan lancar dan baik di IPB University. Prof Nizam sangat mengapresiasi kerja sama panitia maupun peserta di dalam mematuhi protokol kesehatan saat persiapan hingga ujian berlangsung. “IPB University dapat menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19 dan berkomitmen untuk tetap memberikan pelayanan bagi calon mahasiswa karena hak mereka untuk menempuh perguruan tinggi tidak bisa diabaikan. Kesehatan dan keselamatan peserta ujian UTBK harus diutamakan sehingga protokol kesehatan harus dipatuhi dengan baik,” ujarnya.

Sementara itu, Prof Arif Satria mengatakan bahwa IPB University memastikan ruangan ujian telah memenuhi standar kesehatan. Yakni dengan melakukan pembersihan sebelum dan sesudah ujian dilaksanakan,

mengoptimalkan sirkulasi udara segar di dalam ruangan, menyediakan fasilitas cuci tangan dan hand sanitizer di seluruh lokasi ujian.

“Kami berharap pelaksanaan UTBK gelombang kedua di IPB University dapat berjalan lancar hingga akhir dan segenap pihak yang terlibat selalu dilimpahkan kesehatan,” imbuhnya.

Pada kunjungannya ini, Dirjen Dikti dan rombongan juga berkesempatan melakukan penanaman pohon buah-buahan di Common Class Room (CCR) dan dilanjutkan melihat kebun inovasi pertanian di Agribusiness and Technology Park (ATP) IPB University. (Awl/Zul)

(2)

P

engembangan industri hilir sagu selain

menargetkan kepada kuantitas dan kualitas juga perlu untuk mengedepankan keterpaduan dan keberlanjutan. Hal ini mendorong Dewan Guru Besar IPB University untuk membahas mengenai Pengembangan Industri Hilir Sagu melalui webinar (21/7).

“Insyaa Allah jika potensi yang luar biasa ini didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan seperti jalan dan transportasi, konektivitas logistik, kanal, pelabuhan ekspor impor dan bongkar muat, energi listrik dan jaringan komunikasi yang disediakan oleh pemerintah dan insentif yang menarik, maka dapat diyakini perusahaan modern dan berskala besar (hanya tiga perusahaan) akan bergairah untuk memproduksi sagu. Sehingga industri sagu bisa bertambah maju dan ditambah dengan penguatan peran bulog dalam industri sagu. Insentif menarik itu seperti keringanan pajak, subsidi, perizinan terpadu untuk proses investasi yang lebih mudah,” ungkap Prof Dr Evy Damayanthi dalam sambutannya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Guru Besar (DGB) IPB

University. Srie Agustina sebagai Inspektur Jenderal/Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengatakan bahwa tahun 2020, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global diprediksi oleh banyak lembaga akan turun lebih dalam dari tahun-tahun sebelumnya. Namun ada peluang ekspor produk pati karena adanya peningkatan

permintaan dunia, peningkatan ekspor selama pandemi, tren digitalisasi dan adanya upaya diversifikasi bahan pangan.

Untuk itu, pada kesempatan ini, Dr Titi Candra Sunarti, dosen IPB University dari Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) Fakultas Teknologi Pertanian mengupas tentang Teknologi Produksi dan Modifikasi Pati Sagu dan Olahan Sagu. Menurutnya pati sagu merupakan bahan pangan lokal dengan potensi yang sangat besar, dengan karakteristik yang sesuai sebagai bahan pangan, bahan baku industri dan bahan baku pati termodifikasi.

“Sehingga sebagai pati alami maka aplikasi pati sagu sangat ditentukan dari kualitas dan teknologi proses pengolahannya. Kunci suskses pemanfaatan sagu itu adalah kita harus mencari keunggulannya dengan mengeksplorasi lebih lanjut pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan dan energi. Perlu juga program bersama antara A-B-G yaitu kalangan Academician, business, dan government baik pemerintahan pusat maupun daerah,” ujar Adhi S Lukman sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).

Sementara itu, Prof Dr Tajuddin Bantacut, anggota Dewan Guru Besar IPB University mengatakan bahwa kalau saja lima juta hektar lahan sagu di Papua itu dimanfaatkan dengan baik, maka kita tidak perlu “potong gunung mengambil emas” untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Karena itu, dibutuhkan kerjasama antar sektor dari semua pelaku.

“Tidak ada kompetisi antara masyarakat dan pengusaha sebagai pelaku, dunia perbankan sebagai pendukung pendanaan, pemerintah sebagai fasilitator. Dan jangan lupa kita memiliki knowledge economy yang harus dikembangkan. Maka teknologi-teknologi yang sekarang sedang berkembang dikapitalisasi menjadi suatu kekuatan sehingga produk sagu kita menjadi produk yang unik,” pungkasnya. (SMH/Zul)

(3)

S

etidaknya ada lima hal yang diperlukan dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Pertama, memastikan protokol kesehatan dijalankan dengan baik. Kedua, bagaimana serapan belanja negara kita kawal bersama. Kemudian mengawal pembukaan sektor-sektor ekonomi dengan protokol kesehatan. Restrukturisasi kredit, dan pengembangan digital ekonomi.

Hal itu disampaikan Aida S Budiman, PhD, asisten Gubernur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia dalam Webinar Efektivitas Kebijakan Moneter Masa Pandemi COVID-19 di Indonesia yang digelar oleh International Center for Applied Finance and Economics (Intercafe) Lembaga Penelitian dan

Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB University, (20/7). “Kami perkirakan kontraksi perekonomian global akan terus berlanjut, lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Aktivitas ekonomi masih tertahan dengan keyakinan konsumen rendah. Ini berdampak pada indikator eksternal lainnya. Volume perdagangan dunia menurun, termasuk komoditas ekspor Indonesia semua mengalami negatif, kecuali pada beberapa hal seperti Crude Palm Oil (CPO), kopi dan beberapa harga barang logam yang tidak sedalam penurunan di 2019,” kata Aida.

Sama halnya yang terjadi di global, lanjut Aida, berbagai macam high frequency data digunakan big data untuk melihat perkembangan COVID-19 di Indonesia. Hasil tersebut menunjukkan terjadi penurunan sangat tajam akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena dilarangnya mobilitas warga. “Seperti mobilitas index di berbagai kota terlihat palung yang terus turun sejak Februari sampai April. Baru kemudian mulai naik pelan-pelan. Di berbagai indikator lain juga menunjukkan palung terdalam pada kuartal kedua tetapi sekarang sudah mulai bergerak naik ke atas, seperti job vacancy, konsumsi, transaksi nasabah dan lainnya,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Prof Dr Hermanto Siregar, Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB University menerangkan, terlalu dini untuk menilai jika Mei 2020 sebagai titik bottom atau

minimum. Sebab kurva kasus positif, baik harian ataupun kumulatif masih menanjak. Sementara gelombang satu pun belum terlihat.

Menurutnya, indikator ekonomi yang mulai meningkat itu, bisa jadi turun kembali. "Saya khawatir minimum ini masih local minimum. Karena COVID-19 nya sendiri dari

gambarnya masih naik terus, baik kurva kumulatif maupun daily. Orang ekonometrik bilang itu masih nonstasioner. Kalau masih begitu, lalu kita menyimpulkan sesuatu itu spurious, bahaya. Kita tunggu dia sampai stasioner, baru kita simpulkan. Ada kemungkinan turun kembali seperti di Amerika,” terang Prof Hermanto.

Belajar dari negara-negara lain, yang dikatakan sebagai successful countries mengatasi COVID-19 ini, kata Prof Hermanto adalah mereka yang mampu membatasi atau menyetop direct dan indirect impact daripada pandemi. Ditunjukkan oleh kemampuan negara menghindari trade off antara COVID-19 dan dampak sosial ekonomi. “Vietnam berhasil karena komitmen dalam menjaga supaya tidak ada transmisi antar daerah dan negara, dia betul-betul lockdown. Kemudian Jerman, enabling environment-nya yang luar biasa baik untuk medis

maupun ekonominya. Sementara Korea Selatan belajar dari MERS,” ujarnya.

Akibat COVID-19 terhadap ekonomi itu, Prof Hermanto menyimpulkan bahwa stimulus ekonomi penting dilakukan. Hal tersebut dapat mempertahankan atau meningkatkan konsumsi rumah tangga di kawasan

perdesaan dan perkotaan yang menurun karena COVID-19. Stimulus ekonomi juga diperlukan untuk pemulihan sektor riil berorientasi ekspor. “Ketahanan pangan juga harus dijaga. Stimulus ekonominya bisa dengan penyediaan benih unggul gratis dan pupuk subsidi, bantuan pakan ternak serta sarana perikanan,” ujarnya.

Pemerintah pusat dan daerah, kata Prof Hermanto, perlu memastikan distribusi logistik bahan baku dan output sektor riil berjalan lancar. Penggunaan APBN/APBD perlu diterjemahkan untuk menopang pertanian dalam arti luas. Di era new normal, pemerintah juga perlu memastikan efektivitas implementasi. “Dunia usaha menyesuaikan proses bisnis sejalan dengan protokol kesehatan. Untuk masyarakat, selain mematuhi berbagai anjuran dan aturan yang diberlakukan pemerintah, juga sambil

mengembangkan peluang bisnis mikro atau rumah tangga yang memungkinkan dijalankan,” kata Prof Hermanto.

(RZ/Zul)

Intercafe IPB University Bahas Efektivitas

(4)

K

emarau basah merupakan kondisi musim kemarau yang ditandai dengan tingginya intensitas curah hujan. Perubahan intensitas curah hujan yang telah dikalenderkan, memiliki pengaruh erat dengan proses pemenuhan pangan yakni pertanian. Jenis komoditas pangan, penjadwalan pemupukan, penjadwalan panen, penjadwalan irigasi dan lain sebagainya akan disesuaikan dengan kondisi iklim berdasarkan data iklim beberapa tahun sebelumnya. Hal ini mendorong Departemen Geofisika dan Meteorologi (GFM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University

menyelenggarakan diskusi “Kemarau Basah 2020: Tantangan dan Peluang di Sektor Pertanian” melalui aplikasi Zoom dan Live Streaming Youtube (21/7).

Dr Rahmat Hidayat, dosen IPB University yang juga Ketua Departemen GFM menyampaikan bahwa tema ini dipilih karena iklim tahun 2020 (perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika/BMKG) berada pada kondisi iklim global akibat pengaruh interannual seperti el nino dan la nina yang merupakan kondisi netral cenderung menuju la nina. “Kajian ini menjadi sarana sangat menarik untuk mendapatkan info lebih seksama dari para pemateri dalam menghadapi kemarau basah 2020. Ini karena kemarau basah sudah banyak kita dengar di berbagai media,” ujarnya.

Dalam pembahasannya Deputi Klimatologi BKMG, Drs Herizal, MSi mengungkapkan sebanyak 64 persen wilayah di Indonesia yang sedang mengalami musim kemarau. Namun begitu, beberapa daerah tetap berpotensi mendapatkan hujan dengan intensitas tinggi sampai

dengan sangat tinggi. “Untuk daerah yang sedang mengalami musim kemarau dengan HTH (Hari Tanpa Hujan) lebih dari 20 hari dihimbau untuk waspada

kekeringan yang dapat menyebabkan kekurangan air baku untuk pertanian dan rumah tangga, kebakaran semak, lahan hutan, dan perumahan, serta kesehatan untuk kelompok umur tertentu. Untuk daerah yang masih berpotensi mendapatkan hujan dengan kriteria tinggi hingga sangat tinggi dihimbau waspada longsor dan banjir bandang,” ujarnya.

Sementara itu, Prof Dr Rizaldi Boer, dosen IPB University dari Departemen Geofisika dan Meteorologi dalam pemaparannya menyampaikan bahwa dampak kemarau basah beragam antar komoditas. “Kelebihan produksi pangan tidak menjamin ketersediaan pangan bagi sebagian kelompok masyarakat yang terkena dampak COVID-19, karena daya beli masyarakat menurun. Ini perlu menjadi perhatian bagi kita semua,” ungkapnya.

Sementara itu, Tarsono mewakili Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim Indramayu menyampaikan bahwa hal yang perlu diperhatikan dalam kemarau basah adalah hama penyakit. Sehingga untuk sementara dihimbau untuk jangan menanam semangka. “Kalaupun terpaksa jangan tanam banyak-banyak. Dari pengalaman itu kami terus belajar dan terus bersemangat, baik dari menginformasikan, pembelajaran dan lain sebagainya karena basic kami adalah agrometeorologi. Agro itu pertanian dan meteorologi itu adalah curah hujan dan lain sebagainya,” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Alfi Irfan, SE yang merupakan CEO dan Founder Agrisocio, menyampaikan strategi ke depan yang dapat dilakukan. Yakni

memperkuat inovasi onfarm seperti pembenihan dan budidaya serta melakukan produksi dengan nilai tambah melalui cutting fresh food, frozen food, dan processed food. “Ternyata di beberapa perusahaan di luar negeri, mereka telah melakukan beberapa upaya teknologi untuk mengemas frozen food ini yang sama sekali tidak berbeda dengan fresh food. Nah ini yang kita coba sedang riset,” jelasnya. (SMH/Zul)

Sebanyak 64 Persen Wilayah Indonesia

Sudah Masuki Musim Kemarau

(5)

D

epartemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University kembali menggelar webinar nasional Seri Pendalaman Biologi bagi guru biologi dan IPA serta masyarakat umum, Selasa (21/7). Webinar kali ini menghadirkan Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MS, dosen IPB University pada Divisi Fisiologi dan Genetika

Tumbuhan Departemen Biologi sekaligus Ketua

Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI) Pusat. Menurutnya, guru-guru akan lebih nyaman dan percaya diri bila lebih memahami dan meyakini materi yang diajarkan.

Lebih baik lagi bila dapat membuktikan kepada siswanya. Dengan mengambil topik biologi sel, Prof Ence mengajak peserta untuk memperdalam topik tersebut, khususnya mengenai totipotensi sel tumbuhan.

Dalam paparannya, Prof Ence menjelaskan secara mendalam mengenai teori sel modern hingga ciri sel sebagai makhluk hidup, beserta kaitannya dengan totipotensi sel. Totipotensi sel sendiri memiliki definisi kemampuan sel untuk berdiferensiasi membentuk semua tipe sel dalam organisme atau berkembang menjadi

organisme utuh. Di kehidupan sehari-hari, totipotensi sel sering dimanfaatkan untuk produksi massal tanaman dengan teknik kultur sel dan jaringan in-vitro, misalnya pada budidaya pisang.

Selain itu, telah dikembangkan juga teknik kultur mikrospora untuk industri agribisnis. Contohnya pada golongan Brassicaceae seperti pakcoy dan brokoli. “Demostrasi teknik kultur jaringan pada siswa SMA tentu dapat dilakukan secara mudah dan murah, tidak perlu peralatan yang canggih. Kalaupun tidak bisa dengan model begitu, misalnya pada kasus perbanyakan anakan pisang, ada teknologi antara. Tidak langsung ke kultur jaringan, tapi kita tidak hanya mengandalkan hanya dari anakan, tapi membuat antara itu,” jelasnya.

Di samping itu, dalam kesempatan tersebut, Ade Suryanda, SPd, MSi, dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Jakarta, juga menyampaikan bagaimana pembelajaran biologi secara jarak jauh untuk melatih kemampuan berpikir siswa. Menurutnya, pembelajaran biologi tidak harus menggunakan metode praktikum, namun dapat melalui sastra biologi. Dengan begitu, siswa dapat memahami materi bahkan hingga menemukan teori-teori baru bila digabungkan dengan praktikum rumahan dengan menggunakan material lokal. Tentunya, pembelajaran jarak jauh memerlukan fasilitas teknologi yang mumpuni juga, sehingga perlunya persiapan dan adaptasi baik oleh siswa maupun guru. Adapun tahapan pembelajaran jarak jauh ialah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Selain itu, perencanaan praktikum dapat dilakukan dengan pembuatan panduan, video tutorial, kemudian membagikannya kepada siswa. Terlebih lagi saat ini terdapat teknologi laboratorium virtual yang dapat diakses oleh siswa dimanapun dan kapanpun, sehingga

pembelajaran akan lebih mudah. (MW/Zul)

(6)

S

ebagai negara tropis, Indonesia memiliki beragam tanaman yang berfungsi sebagai obat. Tanaman ini biasa diracik menjadi ramuan herbal yang banyak dikenal dengan jamu. Ramuan tradisional ini dikenal luas masyarakat Indonesia sebagai salah satu obat bagi berbagai macam penyakit. Khasiatnya sudah teruji secara turun temurun bahkan hingga saat ini.

“Indonesia memiliki hutan tropis sebanyak 143 juta hektar yang menjadi rumah bagi 80 persen tanaman obat di dunia. Diperkirakan ada sekitar 25.000 sampai 30.000 tanaman yang berpotensi dijadikan sebagai tanaman obat. Penelitian terakhir dari pakar IPB University, teridentifikasi 1.845 spesies tanaman herbal yang bisa dijadikan obat,” ungkap Rudi Heryanto, MSi, peneliti Pusat Studi

Biofarmaka Tropika (TropBRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University pada webinar yang diadakan oleh TropBRC, (22/7) Web seminar ini merupakan seri kelima yang fokus membahas tentang pengembangan jamu. Hadir sebagai pemateri Prof Dr Arry Yanuar, ahli Laboratorium

Komputasi Biomedik dan Rancangan Obat, Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia. Selanjutnya Dr Farit Mochamad Afendi, dosen IPB University dari Departemen Statistika dan peneliti TropBRC. Lalu Dr Rudi Heryanto, dosen IPB University dari Departemen Kimia dan peneliti TropBRC.

Prof Arry Yanuar menyebutkan bahwa banyak obat herbal dikenal di seluruh dunia sebagai salah satu alternatif obat untuk menyembuhkan penyakit. Jamu merupakan

formulasi dari berbagai tanaman herbal. Banyak senyawa dari alam dapat dijadikan sebagai bahan pengobatan. Hal ini membutuhkan metode-metode untuk mengetahui senyawa dalam bahan tersebut.

“Jamu bisa ditemukan dengan metode saintifik dengan menggabungkan berbagai bahan herbal. Ramuan jamu ini harus melewati berbagai uji klinik obat herbal sebelum bisa dikonsumsi. Formulasi jamu dapat menggunakan berbagai metode, salah satunya adalah menggunakan jejaring etnofarmakologi. Pendekatan ini diterapkan pada bahan alam dengan aktivitas tertentu dengan

menggunakan data eksperiman,” ungkapnya. Dalam kesempatan ini Dr Farit Mochamad Afendi

menambahkan informasi bahwa setiap tanaman memiliki khasiat yang berbeda-beda. Bahkan ada tanaman dengan berbagai khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Ada yang spesifik terhadap penyakit tertentu dan banyak juga yang memilki khasiat yang umum. Keterampilan dalam memahami khasiat ini penting untuk meracik ramuan jamu.

“Tanaman yang paling sering dipakai dalam membuat jamu adalah jahe dan kunyit. Beberapa tanaman memiliki fungsi untuk meringankan rasa nyeri, antbiotik, stimulant dan fungsi yang lainya. Pengembangan jamu harus dilakukan dengan cara pendekatan praktikal berbasis pada konsep multi komponen, multi target dan sinergitas,” ungkap Dr Farit. (NA/Zul)

(7)

S

outheast Asian Food and Agricultural Science and Technology (Seafast) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University menggelar Webinar yang membahas Tren Teknologi Kopi Saat Ini: Tantangan dan Peluang, (21/7). Dr Dian Herawati, peneliti Seafast menerangkan bahwa Indonesia berada di empat besar dunia untuk produksi dan eksportir biji kopi. Uniknya, jika di internasional yang paling banyak adalah kopi arabika, sementara di Indonesia, 90 persen adalah robusta. “Ada fenomena menarik. Dalam lima tahun terakhir, produksi kopi kita trennya naik, tapi ekspornya menurun. Kita tahu karena belakangan ini konsumsi kopi dalam negeri sedang booming sekali. Banyak café atau kedai kopi bermunculan,” kata Dr Dian. Hal tersebut menurutnya merupakan kabar baik bagi petani. Meski tidak semua. Konon harga kopi dalam negeri lebih mahal dibanding ekspor. Yang juga penting, produk yang banyak dipasarkan di dalam negeri adalah produk

turunan, sudah berupa kopi jadi sehingga added valuenya lebih banyak.

Namun demikian, menurut dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian (Fateta) ini, dari sisi ekspor juga harus dengan melakukan variasi produk. Saat ini, di empat negara pengekspor kopi, yang lebih banyak dijual keluar adalah kopi dalam bentuk biji atau green bean. Sementara produk turunannya sangat rendah. Teknologi harus berperan di sini agar ke depan ekspor mencakup produk dari hulu sampai hilir. Inovasi produk dari kopi juga mustahil tanpa pengaruh teknologi.

Kopi sendiri punya traditional market dengan wilayah Uni Eropa, USA, Jepang, Korea Selatan, dan sebagainya. Belakangan, muncul pasar baru atau emerging market seperti China dan Timur Tengah. Seperti Saudi Arabia, yang permintaannya lebih banyak adalah produk hilir atau produk jadi seperti kopi instan. “Kita masih punya

tantangan untuk memperkuat hilir. Dengan begitu kita bisa meraih kesempatan di luar sana, terutama pada emerging market itu. Kita juga perlu riset-riset kopi dari sisi ilmu dan teknologi untuk menciptakan kopi dengan tren yang baru. Dengan meningkatkan penelitian kopi, kopi kita bisa lebih terkenal dan bisa memberikan informasi yang berharga untuk industri kopi kita,” kata Dr Dian. Dalam kesempatan yang sama, Dr Mulyana Hadipernata, peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Kementerian Pertanian mengatakan, dalam prosesnya, kopi perlu mendapat perhatian secara holistik bahkan sejak awal proses penanaman. Tidak hanya berfokus pada kopinya, penting juga memperhatikan kondisi petani kopinya, sejahtera atau tidak. “Banyak aspek untuk bisa melihat mutu kopi, tidak hanya dari hilir tapi mulai spesiesnya. Spesies juga bergantung dari iklim dan kondisi wilayah. Kondisi lahan tanam, kondisi cuaca, proses apakah kering atau basah, sampai cara penyimpanan dan pengemasan juga

menentukan. Teknik roasting juga berpengaruh,” katanya. Dalam webinar tersebut juga hadir Muhammad Eka Pramudita, STP selaku Co Founder Kemenady Coffee and Coworking Space yang menjelaskan berbagai

perkembangan teknologi brewing kopi saat ini. (Rz/Zul)

Seafast Center IPB University Bahas Peluang

dan Tantangan Teknologi Kopi

(8)

M

asa pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan pola manajemen peternakan unggas. Kebutuhan daging unggas khususnya daging ayam yang sehat dan berkualitas harus bisa direspon dengan baik oleh praktisi dan peternak. Hal ini mendorong Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University bersama Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) kembali mengadakan kegiatan pelatihan manajemen ternak, (22/7).

Dalam paparannya, Prof Dr Ulupi, Pakar Bidang Produksi Ternak Unggas sekaligus dosen IPB University dari Fapet menjelaskan mengenai sistem manajemen di Rumah Potong Hewan (RPH) Unggas dan praktik penanganan unggas, mulai pra pemotongan hingga unggas menjadi karkas yang siap untuk dimasak.

Menurut Prof Ulupi, produksi ayam pedaging di Indonesia mencapai angka 319.139 ton tiap bulannya. Produksi ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging ayam masyarakat. Peran RPH Unggas sangat penting untuk menyediakan daging unggas yang berkualitas dan berdaya saing. Tentunya hal ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi standar yang ditetapkan. “Rumah Potong Hewan Unggas berfungsi untuk

melakukan praktik pemotongan unggas. Fungsi utamanya juga untuk mendeteksi dan memonitor penyakit. Daging unggas yang berkualitas dihasilkan dari RPH Unggas yang memiliki laboratorium pengecekan penyakit,

penampungan unggas, dan instalasi penanganan limbah yang baik,” ungkap Prof Dr Ulupi.

Menurutnya RPH Unggas harus memiliki tenaga kesmavet yang bisa memeriksa keadaan ayam dan juga mengecek penyakit di laboratorium. Sebuah rumah potong unggas dikatakan berdaya saing saat mempunyai kesanggupan, kemampuan dan kekuatan untuk bersaing dengan perusahaan yang lain.

“Merespon masa pandemi rumah potong harus bisa mengembangkan inovasi produk dan meningkatkan sistem manajemen. Perlu juga untuk melengkapi fasilitas sarana dan prasarana sesuai dengan standar. Terakhir adalah kemampuan sumberdaya manusia juga harus ditingkatkan lagi menyesuaikan dengan penanganan di masa pandemi,” ujarnya.

Sementara itu, dalam sambutannya, Dr Rudi Afnan, Wakil Dekan Bidang Sumberdaya, Kerja Sama dan

Pengembangan, Fapet IPB University mengatakan bahwa pelatihan ini merupakan agenda rutin untuk membagun sinergitas antar lembaga dan stakeholder yang bergerak di bidang peternakan. Sehingga banyak permasalahan dalam bidang peternakan dapat dibahas solusinya.

“Kegiatan ini juga berfungsi untuk meningkatkan pemahaman para praktisi usaha peternakan agar memenuhi standar mutu dan kebutuhan pasar. Mudah-mudahan upaya kita ini bisa berkontribusi dalam memajukan peternakan Indonesia,” ujarnya. (NA/Zul)

(9)

P

rof Jhohanes Gunawan, Tokoh Inspiratif 2016 menyampaikan bahwa Standar Pengendalian Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi tidak bisa lepas dari perintah Undang-undang Perguruan Tinggi No 12 Tahun 2012. Pada pasal 52 ayat 2 disebutkan ada kewajiban bagi perguruan tinggi untuk menjalankan penjaminan mutu internal.

SPMI dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan Standar Pendidikan Tinggi (Standar Dikti). "Melalui SPMI perguruan tinggi yang diterapkan secara terus menerus diharapkan akan tercipta budaya mutu di perguruan tinggi tersebut. Adapun sistem budaya mutu itu meliputi pola pikir, pola sikap dan pola perilaku. Budaya mutu tercipta dan berkembang jika seluruh internal stakeholder bersikap berdasarkan standar pendidikan tinggi. Disebut sudah berbudaya mutu apabila semua stakeholder sudah berprilaku berdasarkan standar,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Webinar SPMI dalam Membangun Budaya Mutu di Perguruan Tinggi yang digelar Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia (P2SDM), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB University, (21/7).

Dr Amiruddin Saleh, Kepala P2SDM dalam sambutannya menyampaikan bahwa selain membangun budaya mutu di perguruan tinggi, P2SDM juga ingin membangun sharing terkait penyusunan dokumen SPMI dan Audit Mutu Perguruan Tinggi. Penyusunan SPMI dan Pelatihan Audit Non Akademik ini sesuai undang-undang merupakan suatu keharusan untuk dibangun. Sehingga perubahan yang ada harus disikapi dan diikuti perguruan tinggi supaya perguruan tinggi tidak terlindas perubahan. “Melalui webinar ini, seperti apa SPMI dan Audit Mutu keterkaitannya dengan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Bagaimana evaluasi yang harus dilakukan terhadap departemen, fakultas dan perguruan tinggi. Untuk itu kita perlu mendapat pencerahan dari narasumber yang kompeten tentang aturan baru berkaitan dengan membangun budaya mutu, materi berdasarkan kebijakan nasional, penetapan standar nasional, juga pemanfaatan aplikasi yang dibangun,” tambahnya. (dh/Zul)

Tokoh Inspiratif 2016 Ini

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembuatan iklan motion graphic ini penulis menggunakan beberapa perangkat lunak atau software seperti Adobe Illustrator CS6 (64Bit) yang di gunakan untuk membuat

Ketentuan tersebut kemudian diperkuat oleh ketentuan lainnya, yaitu Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa saat perusahaan dinyatakan

Dampak sosial ekonomi petani ditunjukkan dengan ancaman terhadap ketahanan pangan keluarga, kesempatan kerja petani yang semakin berkurang dalam sektor pertanian, semakin

Tanpa memperhatikan aspek psikis yang menyebabkan konflik batin si penderita, penyakit psikosomatis tidak bisa disembuhkan dengan baik walaupun menggunakan obat

Data Contoh selama hamil dan outcome persalinannya (bayi yang dilahirkan) serta kondisi contoh pada masa nifas dikumpulkan diantaranya data antropometri dan biokimia yang

Peubah yang diamati adalah panjang ubi, diameter ubi, jumlah ubi per tanaman, bobot per ubi, bobot basah ubi per petak, dan bobot kering ubi per petak yang dilakukan pada saat

Universitas Merdeka Malang harus mempertahankan serta meningkatkan budaya organisasi, sebab dari penelitian yang telah dilakukan yang dominan mempengaruhi kinerja adalah

DATA BASE ANGGOTA PERHIPTANI KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU TAHUN