• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAMALAN CURAH HUJAN DI KABUPATEN KUBU RAYA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAMALAN CURAH HUJAN DI KABUPATEN KUBU RAYA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 191-200.

191

PERAMALAN CURAH HUJAN DI KABUPATEN KUBU RAYA

DENGAN MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI

TRANSFER MULTIVARIAT

Indra, Muhlasah Novitasari Mara, Shantika Martha

INTISARI

Model fungsi transfer merupakan metode yang menggambarkan bahwa nilai prediksi masa depan dari suatu deret waktu (disebut deret output) didasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari deret waktu itu sendiri dan didasarkan pada satu atau lebih deret waktu yang berhubungan (disebut deret input) serta dipengaruhi oleh input lain yang digabungkan dalam satu kelompok (disebut deret noise). Model fungsi transfer dengan variabel input lebih dari satu deret waktu disebut dengan model fungsi transfer multivariat. Prosedur pembentukan model fungsi transfer multivariat dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembentukan model fungsi transfer pada masing-masing input yang didapat dari proses pemodelan ARIMA dan pembentukan model fungsi transfer secara serentak dari semua variabel inputnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model dan hasil peramalan curah hujan di Kabupaten Kubu Raya dengan menggunakan model fungsi transfer multivariat. Data yang digunakan berupa data curah hujan sebagai deret outputnya dan sebagai deret inputnya adalah data kelembaban udara dan suhu udara. Berdasarkan model fungsi transfer multivariat yang didapat, peramalan curah hujan pada bulan ini dipengaruhi oleh curah hujan satu bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh kelembaban udara pada bulan ini dan satu bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh suhu udara pada enam bulan sebelumnya dan tujuh bulan sebelumnya serta dipengaruhi oleh residual pada bulan ini dan satu bulan sebelumnya.

Kata Kunci : fungsi transfer multivariat, ARIMA, curah hujan

PENDAHULUAN

Perubahan iklim global merupakan salah satu dampak dari pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akibat berbagai aktivitas yang mendorong meningkatnya suhu di bumi. Perubahan iklim ini terjadi hampir disemua belahan dunia, termasuk di Indonesia. Dampak dari perubahan iklim di Indonesia adalah dengan meningkatnya suhu udara, kenaikan muka air laut, berubahnya pola curah hujan dan meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim seperti El-Nino dan La-Nina serta terjadinya pergeseran musim hujan dan musim kemarau yang tidak menentu [1].

Salah satu sektor yang merasakan dampak akibat pergeseran musim hujan dan musim kemarau yang tidak menentu adalah sektor pertanian. Salah satu wilayah di Kalimantan Barat yang memiliki sektor pertanian yang cukup besar adalah di wilayah Kabupaten Kubu Raya. Kabupaten Kubu Raya

memiliki luas wilayah sebesar 6.985,24 km2 dengan luas lahan panen pertanian sebesar 482.573

Hektar. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor utama dalam menopang perekonomian dengan kontribusi PDRB tahun 2013 sebesar 17,88 persen dari total PDRB Kabupaten Kubu Raya [2].

Sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap kondisi iklim yang ada, khususnya kondisi curah hujan. Informasi mengenai curah hujan sangat penting bagi para petani untuk menentukan awal musim tanam pada tanaman. Informasi yang tidak akurat mengakibatkan berbagai dampak negatif yang dapat mendatangkan resiko gagal panen. Sehingga menyebabkan kekurangan pasokan pangan dari dalam negeri yang berujung pada pengimporan dan meningkatnya harga pangan.

Selain itu, informasi mengenai curah hujan sangat bermanfaat dalam bidang perhubungan. Dimana bandar udara terbesar di Kalimantan Barat terletak di Kabupaten Kubu Raya, yaitu Bandara Supadio Pontianak. Informasi curah hujan sangat membantu seorang pilot dalam proses penerbangan, baik ketika pesawat akan mendarat maupun pesawat akan lepas landas. Selain itu, keadaan geografis

(2)

192

INDRA, M.N. MARA, S. MARTHA

Kabupaten Kubu Raya merupakan perairan laut yang memiliki sejumlah pulau. Informasi mengenai curah hujan yang akurat sangat bermanfaat bagi pengguna transportasi darat dan air, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya kecelakaan dalam perjalanan.

Informasi yang berkaitan dengan kondisi dimasa yang akan datang tidak dapat ditentukan secara pasti, tetapi bisa diramalkan. Salah satu dari model peramalan yang dapat digunakan untuk peramalan deret waktu multivariat adalah dengan menggunakan model fungsi transfer. Model fungsi transfer merupakan model yang menggabungkan pendekatan analisis regresi dan analisis deret waktu [3].

Berdasarkan paparan diatas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model dan hasil peramalan curah hujan di Kabupaten Kubu Raya dengan menggunakan model fungsi transfer multivariat. Masalah pada penelitian ini dibatasi pada pembentukan model fungsi transfer multivariat untuk meramalkan curah hujan di Kabupaten Kubu Raya dari Januari 2015 sampai Desember 2015. Data yang digunakan berupa data curah hujan, kelembaban udara dan suhu udara Kabupaten Kubu Raya periode Januari 2009 sampai Desember 2014.

Penelitian ini menggunakan metodologi yang dimulai dengan mempersiapkan data deret input dan deret output. Selanjutnya dilakukan pemodelan ARIMA pada data deret input dan deret output. Setelah model ARIMA didapatkan, langkah berikutnya dilakukan prewhitening deret input dan deret output. Kemudian dilakukan korelasi silang antara deret input dan deret output yang telah di

prewhitening sebelumnya. Selanjutnya mencari nilai ( , , )b s r yang nantinya menjadi parameter model

fungsi transfer sementara dan menetapkan model ARIMA deret noise. Selanjutnya dilakukan estimasi parameter dan diagnosis model untuk mendapatkan model akhir fungsi transfer. Untuk menentukan model fungsi transfer multivariat, dapat dilakukan dengan mencari model fungsi transfer multivariat

sementara yang didapat dari nilai ( , , )b s r gabungan dari masing-masing input yang telah

diidentifikasi sebelumnya. Kemudian menetapkan model ARIMA deret noise pada model fungsi transfer multivariat. Selanjutnya dilakukan estimasi parameter dan diagnosis model untuk model fungsi transfer multivariat sementara dan model ARIMA deret noise. Jika model akhir fungsi transfer multivariat sudah dinyatakan layak digunakan, maka model tersebut dapat dipakai dalam peramalan.

ANALISIS DERET WAKTU

Deret waktu merupakan serangkaian data pengamatan yang disusun menurut waktu, dimana data pengamatan tersebut bersifat acak dan saling berhubungan secara statistik. Suatu data dikatakan stasioner ketika tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Dengan kata lain, fluktuasi data berada disekitar suatu nilai mean dan varian yang konstan [4]. Ketidakstasioneran data terbagi menjadi dua, yaitu data tidak stasioner dalam varian dan data tidak stasioner dalam mean. Apabila data tidak stasioner dalam varian, maka data dapat distasionerkan menggunakan transformasi Box-Cox. Adapun transformasi Box-Cox dapat dirumuskan sebagai berikut [5] :

1 , 0 ( ) ln , 0 t t t Z T Z Z            

dengan lambda ( )

merupakan nilai parameter transformasi dan T Z( t) merupakan fungsi

transformasi terhadap Zt. Berikut ini merupakan nilai lambda ( )

beserta transformasinya.

Tabel 1. Nilai Lambda ( )

dan Transformasi

Nilai ( )

-1,0 -0,5 0 0,5 1,0 Bentuk Transformasi 1 t Z 1 t Z lnZt Zt Zt

(3)

Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Kubu Raya ...

193

Selanjutnya untuk data yang tidak stasioner dalam mean, data dapat distasionerkan dengan cara melakukan pembedaan (differencing) dengan orde d. Secara umum differencing orde ke-d dapat dirumuskan sebagai berikut [4] :

(1 )

d d

t t

Z  B Z

dengan Z merupakan data pada waktu ke t setelah differencing, td (1B)d merupakan differencing orde

ke-d dan Zt merupakan data pada waktu ke t.

Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) pertama kali diperkenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Uji ADF digunakan untuk menguji ketidakstasioneran data dalam mean. Adapun persamaan yang digunakan pada uji ADF adalah sebagai berikut [6] :

0 1 1 p t t i t i t i Z

Z

Z a     

 

dengan  Zt ZtZt1 dan hipotesis yang digunakan adalah H0:Zt tidak stasioner dan H1:Zt

stasioner. Jika nilai statistik uji ADF memiliki nilai yang kurang dibandingkan nilai daerah kritis

dalam tabel Dickey-Fuller, maka keputusan yang diambil adalah menolak H0 yang berarti bahwa data

telah stasioner.

Koefisien autokorelasi adalah korelasi deret waktu dengan deret waktu itu sendiri dengan selisih waktu 0,1,2 periode atau lebih [4]. Kumpulan koefisien autokorelasi untuk lag yang berbeda pada

suatu waktu disebut Autocorrelation Function (ACF). Suatu proses Zt yang stasioner akan

mempunyai mean yang konstan E Z( t) dan varian yang konstan 2 2

( t) ( t )

Var ZE Z   . Kovarian antara Zt dan Zt k adalah kCov Z Z( t, t k )E Z( t )(Zt k ). Koefisien autokorelasi

populasi (k) antara Zt dan Zt k pada lag k adalah

0 0 0 ( , ) ( ) ( ) t t k k k k t t k Cov Z Z Var Z Var Z            dengan 0 ( t) ( t k)

Var ZVar Z  dan k dinamakan fungsi autokovarian. Adapun koefisien autokorelasi sampel

(rk) adalah 1 2 1 ( )( ) ( ) n k t t k t k n t t Z Z Z Z r Z Z        

,

dengan Zt merupakan data pada waktu ke t, Z merupakan

rata-rata seluruh data, Zt k merupakan data pada waktu ke (tk) dan n adalah banyaknya data.

Koefisien autokorelasi parsial merupakan tingkat keeratan hubungan antara variabel Zt dan Zt k

setelah hubungan linier dengan variabel Zt1,Zt2, ...,Zt k 1 dihilangkan [5]. Kumpulan koefisien

autokorelasi parsial untuk lag yang berbeda pada suatu waktu disebut Partial Autocorrelation

Function (PACF). Koefisien autokorelasi parsial sampel (rkk) dapat dihitung dengan rumus

1 1 1 1 1, 1 , 1 k k k k j j kk k k j j j r r r r r r          

, dengan rkjadalah koefisien autokorelasi parsial untuk lag k setelah pengaruh dari

variabel j dihilangkan dimana rkjrk1jr rkk k1,kj.

MODEL ARIMA

(4)

194

INDRA, M.N. MARA, S. MARTHA

deret waktu yang tidak stasioner agar data memenuhi kondisi stasioner. ARIMA merupakan gabungan

antara model autoregressive AR ( )p dan model moving average MA ( )q yang mengalami proses

differencing orde ke d. Bentuk umum dari model ARIMA ( , , )p d q adalah sebagai berikut [4] :

( )(1 )d ( )

p B B Zt q B at

  

dengan p merupakan parameter AR ( )p , q merupakan parameter MA ( )q , (1 )

d B

 merupakan

differencing orde ke d dan at adalah nilai residual pada waktu ke t.

MODEL SUBSET ARIMA

Model subset ARIMA ini merupakan himpunan bagian dari model ARIMA. Perbedaan antara model ARIMA dan model subset ARIMA adalah terletak pada penentuan orde dari modelnya. Sebagai contoh model subset ARIMA ([1, 5], 0,[1,12]) dapat ditulis sebagai berikut [7] :

5 12

1 5 1 12

(1BB Z) t  (1 B B )at MODEL FUNGSI TRANSFER

Model fungsi transfer adalah model yang menggambarkan bahwa nilai prediksi masa depan dari suatu deret waktu (disebut deret output) didasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari deret waktu itu sendiri dan didasarkan pada satu atau lebih deret waktu yang berhubungan (disebut deret input) dengan deret output tersebut serta dipengaruhi oleh input lain yang digabungkan dalam satu kelompok (disebut deret noise). Model fungsi transfer dapat ditulis dalam dua bentuk umum, bentuk pertama adalah sebagai berikut [4] :

( )

t t t

Zv B XN (1)

dengan Zt merupakan deret output yang stasioner, Xt merupakan deret input yang stasioner, Nt

merupakan deret noise dan ( ) ( 0 1 ... )

k k

v Bvv B v B dengan k merupakan orde fungsi transfer.

Deret output dan deret input pada persamaan (1) telah ditransformasi dan di differencing, maka nilai

t

Z , Xt dan Nt dapat ditulis dengan menggunakan huruf kecil. Sehingga model fungsi transfer dapat

ditulis dalam bentuk umum yang kedua, yaitu [4] :

( ) ( ) ( ) ( ) q t p s t t b r B a B B z x B       

dengan s( )B 01B .. sBs merupakan parameter nilai s, r( )B  1 1B ... rBrmerupakan

parameter nilai r, b merupakan parameter nilai b, p( )B  1 1B ... pBp merupakan parameter AR,

1

( ) 1 ... q

q B B qB

     merupakan parameter MA dan at adalah nilai residual pada waktu ke t.

Adapun bentuk umum model fungsi transfer multivariat dengan beberapa variabel input adalah sebagai berikut [5] : 1 ( ) ( ) ( ) ( ) m j bj q t jt t j j p B B Z B X a B B      

Prosedur pembentukan model fungsi transfer adalah sebagai berikut : Tahap 1 : Identifikasi Model

a. Prewhitening deret input ( )t dan deret output ( )t

Prewhitening deret input ( )t didapat dengan menyusun kembali persamaan ARIMA dengan

mengubah deret xt ke dalam deret

t. Sehingga prewhitening deret input ( )t dapat ditulis dengan

(5)

Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Kubu Raya ...

195

( )(1 ) ( ) d p t t q B B x B    

. Sedangkan prewhitening deret output ( )t dapat ditulis dengan persamaan

( )(1 ) ( ) d p t t q B B z B      .

b. Penghitungan korelasi silang antara ( )t dan ( )t

Penghitungan korelasi silang antara ( )t dan ( )t menggunakan persamaan ( ) t t( )

t t t t C k r k S S        .

c. Penetapan nilai ( , , )b s r untuk model fungsi transfer.

Nilai ( , , )b s r ditentukan berdasarkan plot korelasi silang antara ( )t dan ( )t . Adapun cara

menentukan nilai ( , , )b s r adalah sebagai berikut [4] :

1. Nilai b menunjukkan nilai penundaan sebelum deret input xt mempengaruhi deret output zt

dan ditentukan berdasarkan lag yang pertama kali signifikan pada plot korelasi silang.

2. Nilai

s

menyatakan berapa lama deret output zt secara terus menerus dipengaruhi oleh deret

input xt dan dilihat dari lag berikutnya setelah lag pertama yang signifikan.

3. Nilai r menunjukkan bahwa deret output zt berkaitan dengan nilai masa lalu deret output zt

itu sendiri. Nilai r0 apabila plot pada korelasi silang tidak menunjukkan suatu pola tertentu.

Nilai r1 apabila plot pada korelasi silang menunjukkan suatu pola eksponensial. Nilai r2

apabila plot pada korelasi silang menunjukkan suatu pola sinus. d. Penaksiran sementara nilai parameter model fungsi transfer

Penaksiran berdasarkan nilai ( , , )b s r sehingga diperoleh persamaan ( )

( ) s t t b t r B z x n B      .

e. Penetapan model ARIMA deret noise

Penetapan model ARIMA deret noise menghasilkan persamaan ( ) ( )

( ) ( ) q s t t b t r p B B z x a B B        .

Tahap 2 : Estimasi Parameter

Estimasi parameter model fungsi transfer dengan menggunakan metode Least Square Estimation. Tahap 3 : Diagnosis Model

Model fungsi transfer sementara dan ARIMA deret noise yang telah didapatkan, selanjutnya dilakukan diagnosis model dengan menggunakan uji signifikansi parameter, uji independensi residual, uji

normalitas residual dan uji korelasi silang antara residual ( )at dengan deret input yang telah di

prewhitening ( )t .

MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan objek atau data yang akan diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan sebagai deret outputnya dan sebagai deret diambil dari BMKG Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak dalam bentuk data bulanan dari Januari 2009 sampai Desember 2014 dengan jumlah data sebanyak 72 data. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Kubu Raya dari Januari 2009 sampai Desember 2014 tercatat sebesar 267,5 mm dengan nilai standar deviasi sebesar 123,3. BMKG Stasiun Klimatologi Siantan mencatat bahwa curah hujan terendah sebesar 50 mm yang terjadi pada bulan Juni 2012 dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember 2009 dengan intensitas curah hujan sebesar 668 mm.

(6)

196

INDRA, M.N. MARA, S. MARTHA

Gambar 3.Plot Box-Cox Data Curah Hujan

Setelah Transformasi Gambar 2. Plot Box-Cox Data Curah Hujan

Gambar 1. Plot Data Curah Hujan

Dari gambar 1 menunjukkan bahwa data curah hujan memiliki pola kenaikan dan penurunan data ditiap bulannya. Selanjutnya dilakukan pengecekan kestasioneran data dalam varian dengan menggunakan transformasi Box-Cox. Berdasarkan gambar 2 terlihat bahwa data belum stasioner

dalam varian, karena nilai 0, 05 sehingga harus ditransformasi menggunakan Zt . Sehingga pada

gambar 3 menunjukkan bahwa data telah stasioner dalam varian dengan nilai 1, 00.

Selanjutnya data curah hujan dicek kestasioneran dalam mean dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller (ADF). Secara statistik data curah hujan yang telah ditransformasi belum stasioner dalam

mean, karena nilai Pvalue

yakni sebesar 0,5796 atau nilai statistik uji ADF lebih dari nilai kritis

0, 05

  yakni 0, 284880  1, 945745. Setelah mengetahui bahwa curah hujan belum stasioner

dalam mean, maka dilakukan proses differencing sebanyak satu kali. Hasilnya terlihat bahwa data

curah hujan telah stasioner dalam mean, kar ena nilai Pvalue

yakni sebesar 0,0000 atau nilai

statistik uji ADF kurang dari nilai kritis  0, 05 yakni sebesar 14, 29966  1, 613760.

Gambar 4. Plot PACF dan ACF Data Curah Hujan

Setelah data curah hujan telah stasioner dalam varian dan mean, selanjutnya adalah menentukan model ARIMA curah hujan. Pada gambar 4 terlihat bahwa nilai koefisian PACF yang berada diluar batas interval adalah pada lag 1, 2, 4, 6, 9, 12 dan 21. Sedangkan nilai koefisian ACF yang berada diluar batas interval adalah pada lag 0, 1 dan 7. Maka dugaan model ARIMA sementara adalah model ARIMA(4,1,1), ARIMA(4,1,0), ARIMA(2,1,1), ARIMA(2,1,0), ARIMA(1,1,1), ARIMA(0,1,1), ARIMA([9],1,1) dan ARIMA([21],1,1). Setelah dilakukan estimasi parameter dan diagnosis model, maka model ARIMA terbaik curah hujan adalah model ARIMA([9],1,1) dengan persamaan :

Year Month 2014 2013 2012 2011 2010 2009 Jan Jan Jan Jan Jan Jan 700 600 500 400 300 200 100 0 C u ra h H u ja n

Time Series Plot of Curah Hujan

Year Month 2014 2013 2012 2011 2010 2009 Jan Jan Jan Jan Jan Jan 700 600 500 400 300 200 100 0 C u ra h H u ja n

Time Series Plot of Curah Hujan

5 4 3 2 1 0 -1 -2 600 500 400 300 200 100 Lambda S tD e v Lower CL Upper CL Limit Estimate 0,47 Lower CL 0,08 Upper CL 0,95 Rounded Value 0,50 (using 95,0% confidence) Lambda Box-Cox Plot of Curah Hujan

5,0 2,5 0,0 -2,5 -5,0 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 Lambda S tD e v Lower CL Upper CL Limit Estimate 0,94 Lower CL 0,11 Upper CL 1,90 Rounded Value 1,00 (using 95,0% confidence) Lambda Box-Cox Plot of Sqrt Curah Hujan

70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag P a rt ia l A u to co rr e la ti o n

Partial Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to co rr e la ti o n

Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

(7)

Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Kubu Raya ...

197

Gambar 8. Plot Data Suhu Udara

Gambar 6.Plot Box-Cox Data Kelembaban Udara

Gambar 5. Plot Data Kelembaban Udara

Gambar 9.Plot Box-Cox Data Suhu Udara

1 0, 34442 9 0, 34442 10 1

t t t t t t

ZZZZaa

Setelah model ARIMA deret output curah hujan didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah mencari model ARIMA untuk deret input yang mempengaruhi curah hujan, yaitu kelembaban udara. Berdasarkan gambar 5, data kelembaban udara cenderung mengalami kenaikan, penurunan dan kestabilan dari bulan ke bulan. Selanjutnya dilakukan pengecekan kestasioneran data kelembaban udara dalam varian dan mean .

Gambar 7. Plot PACF dan ACF Data Kelembaban Udara

Pada gambar 6 menunjukkan bahwa data telah stasioner dalam varian dengan nilai 1, 00pada

plot Box-Cox data kelembaban udara. Selanjutnya data dicek kestasioneran dalam mean dengan

menggunakan uji ADF. Secara statistik nilai Pvalue

yakni sebesar 0, 7975 atau nilai statistik uji

ADF lebih dari nilai kritis 0, 05 yakni sebesar 0, 404429 1, 945596. Maka data kelembaban

udara harus dilakukan differencing agar data dapat stasioner dalam mean. Setelah di differencing, data

kelembaban udara telah stasioner dalam mean. Karena nilai Pvalue

sebesar 0,0000 atau nilai

statistik uji ADF kurang dari nilai kritis yakni sebesar 8, 566443  1, 945596 dengan  0, 05

.

Berdasarkan gambar 7 terlihat bahwa nilai koefisian PACF yang berada diluar batas interval adalah lag 1, 2 dan 9. Sedangkan nilai koefisian ACF yang berada diluar batas interval adalah pada lag 1. Maka dugaan model ARIMA sementara adalah ARIMA(2,1,1), ARIMA(2,1,0), ARIMA(1,1,1), ARIMA(1,1,0) dan ARIMA(0,1,1). Setelah melewati proses estimasi parameter dan diagnosis model, maka model ARIMA(1,1,1) menjadi model terbaik dan layak digunakan dalam peramalan. Adapun persamaan model ARIMA(1,1,1) adalah sebagai berikut :

1 2 1 1, 61134 0, 61134 t t Xt at t XX  a Year Month 2014 2013 2012 2011 2010 2009 Jan Jan Jan Jan Jan Jan 90 88 86 84 82 80 K e le m b a b a n U d a ra

Time Series Plot of Kelembaban Udara

5 4 3 2 1 0 -1 -2 90 88 86 84 82 80 Lambda S tD e v Lower CL Upper CL Estimate 1,25 Lower CL 0,72 Upper CL 1,88 Rounded Value 1,00 (using 95,0% confidence) Lambda Box-Cox Plot of Kelembaban Udara

Limit 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag P a rt ia l A u to co rr e la ti o n

Partial Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to co rr e la ti o n

Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

Year Month 2014 2013 2012 2011 2010

2009Jan Jan Jan Jan Jan Jan

29,5 29,0 28,5 28,0 27,5 27,0 26,5 26,0 S u h u U d a ra

Time Series Plot of Suhu Udara

5 4 3 2 1 0 -1 -2 29,5 29,0 28,5 28,0 27,5 27,0 26,5 26,0 Lambda S tD e v Lower CL Upper CL Estimate 1,25 Lower CL 0,52 Upper CL 2,06 Rounded Value 1,00 (using 95,0% confidence) Lambda Box-Cox Plot of Suhu Udara

(8)

198

INDRA, M.N. MARA, S. MARTHA

Gambar 10. Plot PACF dan ACF Data Suhu Udara

Terlihat bahwa nilai Pvalue

dengan  0, 05 yakni sebesar 0,7271 atau nilai statistik uji

ADF lebih dari nilai kritis 0, 05 yakni 0,152097 1, 945525. Maka data suhu udara harus

dilakukan proses differencing pertama. Sehingga didapat nilai Pvalue

sebesar 0,0000 dengan

0, 05

  atau nilai statistik uji ADF kurang dari nilai kritis 0, 05 yakni sebesar

-12, 91435 1, 945525. Maka data suhu udara telah stasioner dalam varian dan meannya.

Setelah data suhu udara telah stasioner dalam varian dan meannya, langkah berikutnya adalah mencari model ARIMA suhu udara. Berdasarkan gambar 10 menunjukkan bahwa nilai koefisien PACF yang tidak berada dalam batas interval adalah pada lag 1 dan nilai koefisian ACF yang berada dalam batas interval adalah pada lag 1. Maka dapat diduga model ARIMA sementara yang didapatkan adalah ARIMA(1,1,1), ARIMA(1,1,0) dan ARIMA(0,1,1). Setelah melewati tahapan estimasi parameter dan diagnosis model, maka model ARIMA(1,1,0) menjadi model terbaik dan dapat dipakai dalam peramalan. Adapun persamaan model ARIMA(1,1,0) adalah sebagai berikut :

2t 0, 58591X2t1 0, 41409X2t 2 at

X

    

Tahap awal dalam pemodelan fungsi transfer deret input kelembaban udara terhadap curah hujan

adalah melakukan prewhitening deret input xt, yaitu dengan persamaan

(1 0, 61134 )(1 ) (1 0, 61134 ) t t B B x B     

dan prewhitening deret output

z

t, yaitu (1 0, 61134 )(1 )

(1 0, 61134 ) t t B B z B    

 . Selanjutnya adalah mencari

korelasi silang antara deret input dan deret output yang telah di prewhitening. Hasil korelasi silang

akan digunakan untuk mencari nilai ( , , )b s r . Adapun nilai ( , , )b s r yang didapat adalah b0, s0

dan r0. Sehingga model fungsi transfer sementara yang didapat adalah zt

0xtnt.

Selanjutnya dicari model ARIMA deret noise yang didapat dari output model fungsi transfer sementara. Model ARIMA deret noise yang telah memenuhi persyaratan dalam pembentukan model fungsi transfer adalah model ARIMA(0,0,[1,9]). Sehingga model ARIMA(0,0,[1,9]) dapat dinyatakan

dalam persamaan 9

1 9

(1 )

t t

n  B B a. Adapun model akhir fungsi transfer curah hujan yang

dipengaruhi oleh kelembaban udara adalah sebagai berikut :

1 1, 39581 1, 39581 1 0, 58716 1 0, 41284 9

t t t t t t t

ZZXX  a aa

Langkah selanjutnya adalah mencari model fungsi transfer curah hujan yang dipengaruhi oleh suhu

udara. Langkah pertama adalah proses prewhitening deret input

x

2t, yaitu (1 0, 41409 )(1 BB x) 2t t

dan proses prewhitening deret output zt, yaitu (1 0, 41409 )(1 BB z) t

t. Setelah proses

prewhitening deret input dan deret output telah didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah mencari

korelasi silang antara deret input

tdan deret output

t yang telah di prewhitening.

Adapun hasil korelasi silang menghasilkan nilai ( , , )b s r yaitu, b6, s0, r0 dengan model

fungsi transfer sementara adalah zt

6

x

2t6nt. Tahap selanjutnya adalah mencari model ARIMA

70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to co rr e la ti o n

Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag P a rt ia l A u to co rr e la ti o n

Partial Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to co rr e la ti o n

Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag P a rt ia l A u to co rr e la ti o n

Partial Autocorrelation Function for Differencing 1 (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

(9)

Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Kubu Raya …

199

deret noise yang diperoleh dari model fungsi transfer sementara. Adapun model ARIMA deret noise yang telah memenuhi tahapan estimasi parameter, uji signifikansi parameter, uji independensi residual, uji normalitas residual dan uji korelasi silang antara residual dengan deret input yang telah di prewhitening adalah model ARIMA([9],0,1). Sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan

1 9 9 (1 ) (1 ) t t B a n B    

 . Adapun model akhir fungsi transfer curah hujan yang dipengaruhi oleh suhu udara

adalah sebagai berikut :

1 9 10 2 6 2 7 2 15 2 16 1 0, 27824 0, 27824 4,15676 4,15676 1,15666 1,15666 0, 97244 t t t t t t t t t t Z Z Z Z X X X X a a                 

Dalam menentukan model fungsi transfer multivariat, langkah pertama adalah mencari parameter

model fungsi transfer multivariat sementara yang didapat dari nilai ( , , )b s r gabungan dari

masing-masing input yang telah diidentifikasi sebelumnya. Nilai ( , , )b s r untuk curah hujan yang dipengaruhi

oleh kelembaban udara adalah b0, s0, r0 sedangkan nilai ( , , )b s r untuk curah hujan yang

dipengaruhi oleh suhu udara adalah b6, s0, r0. Sehingga persamaan model fungsi transfer

multivariat sementara adalah zt (

0

x

t) (

6

x

2t6)nt.

Setelah model fungsi transfer multivariat sementara didapatkan, langkah selanjutnya adalah mencari model ARIMA deret noise. Adapun model ARIMA deret noise yang telah memenuhi persyaratan dalam pemodelan fungsi transfer multivariat adalah model ARIMA(0,0,1) dimana seluruh parameternya telah signifikan, residual bersifat white noise atau independen, residual berdistribusi normal dan tidak ada korelasi silang antara residual dengan deret input kelembaban udara dan suhu udara yang telah di prewhitening. Maka model ARIMA(0,0,1) dapat dinyatakan dalam persamaan

1

(1 )

t t

n  B a . Sehingga model fungsi transfer multivariat curah hujan yang dipengaruhi oleh

kelembaban udara dan suhu udara adalah sebagai berikut :

1 0,82798 0,82798 1 1,86105 2 6 1,86105 2 7 0, 91674 1

t t t t t t t t

ZZXXX X  a a

Adapun hasil prediksi dan peramalan curah hujan Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Data Asli, Prediksi dan Peramalan Curah Hujan Kabupaten Kubu Raya Tahun 2015 Pada gambar 11 menunjukkan bahwa prediksi curah hujan di Kabupaten Kubu Raya secara umum mendekati dengan pola data asli curah hujan di Kabupaten Kubu Raya. Hanya saja prediksi curah hujan mengalami pergeseran sebanyak satu periode terhadap data aslinya, dikarenakan model akhir curah hujan mengalami proses differencing sebanyak satu kali. Adapun hasil peramalan curah

0 100 200 300 400 500 600 700 800 Jan -0 9 Ap r-0 9 Ju l-0 9 Ok t-0 9 Jan -1 0 Ap r-1 0 Ju l-1 0 Ok t-1 0 Jan -1 1 Ap r-1 1 Ju l-1 1 Ok t-1 1 Jan -1 2 Ap r-1 2 Ju l-1 2 Ok t-1 2 Jan -1 3 Ap r-1 3 Ju l-1 3 Ok t-1 3 Jan -1 4 Ap r-1 4 Ju l-1 4 Ok t-1 4 Jan -1 5 Ap r-1 5 Ju l-1 5 Ok t-1 5

Data Asli Curah Hujan (mm) Prediksi Curah Hujan (mm)

(10)

200

INDRA, M.N. MARA, S. MARTHA

hujan di Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2015 mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya pada bulan Januari sebesar 304,26 mm, namun mengalami penurunan pada bulan Februari dengan intensitas curah hujan sebesar 225,00 mm dan mengalami kenaikan pada bulan Maret sebesar 272,27 mm. Curah hujan kembali turun pada bulan April sebesar 235,61 mm, bulan Mei sebesar 220,30 mm dan bulan Juni sebesar 212,40 mm. Namun pada bulan Juli curah hujan mengalami kenaikan sebesar 213,18 mm dan di bulan berikutnya berturut-turut mengalami penurunan sebesar 211,35 mm pada bulan Agustus, 211,19 mm pada bulan September, 210,69 mm pada bulan Oktober, 210,56 mm pada bulan Nopember dan sampai bulan Desember 2015 curah hujan mengalami penurunan dengan intensitas curah hujan sebesar 210,40 mm. Adapun hasil peramalan curah hujan yang telah didapatkan, memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik terhadap data aslinya, jika digunakan dalam peramalan jangka pendek selama empat bulan kedepan.

PENUTUP

Keadaan kondisi curah hujan di Kabupaten Kubu Raya secara umum tidak tergantung terhadap musim kemarau dan musim penghujan. Karena melihat data yang ada, kondisi pola musim kemarau dan musim penghujan mengalami pergeseran yang tidak menentu. Adapun hasil peramalan curah hujan yang telah didapat, memiliki tingkat keakuratan yang baik untuk jangka waktu selama empat bulan kedepan.

Pemodelan curah hujan dengan menggunakan model fungsi transfer multivariat menunjukkan bahwa kelembaban udara dan suhu udara dapat dijadikan faktor dalam mengukur intensitas curah hujan di Kabupaten Kubu Raya. Adapun peramalan curah hujan di Kabupaten Kubu Raya pada bulan ini dapat dipengaruhi oleh curah hujan satu bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh kelembaban udara pada bulan ini dan satu bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh suhu udara pada enam bulan dan tujuh bulan sebelumnya serta dipengaruhi oleh residual pada bulan ini dan satu bulan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Las, Irsal. Strategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim. Jakarta. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. 2007.

[2]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kubu Raya. Kabupaten Kubu Raya Dalam Angka 2014. Kabupaten Kubu Raya. BPS KKR. Katalog : 1102001.6112. 2014.

[3]. Fathurahman, M. Pemodelan Fungsi Transfer Multi Input. Jurnal Informatika Mulawarman, Nomor 2, Volume 4 : Halaman 8-17. 2009.

[4]. Makridakis, S., Wheelwright, S.C., and McGee, V.E. Metode dan Aplikasi Peramalan Jilid 1. Jakarta. Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith (alih bahasa). Erlangga. 1999.

[5]. Wei, W.W.S. Time Series Analaysis Univariate and Multivariate Methods. New York. Second Edition. Pearson Education, Inc. 2006.

[6]. Enders, Walter. Applied Econometric Time Series. Canada. John Wiley and Sons, Inc. 2004. [7]. Tarno. Kombinasi Prosedur Pemodelan Subset ARIMA Dan Deteksi Outlier Untuk Prediksi Data

Runtun Waktu. Prosiding Seminar Nasional Statistika. Universitas Diponegoro. Semarang. ISBN: 978-602-14387-0-1. 2013.

INDRA : FMIPA UNTAN, Pontianak, [email protected]

MUHLASAH NOVITASARI MARA : FMIPA UNTAN, Pontianak, [email protected]

Gambar

Gambar 4. Plot PACF dan ACF Data Curah Hujan
Gambar 9. Plot Box-Cox Data Suhu Udara
Gambar 10. Plot PACF dan ACF Data Suhu Udara
Gambar 11. Data Asli, Prediksi dan Peramalan Curah Hujan Kabupaten Kubu Raya Tahun 2015  Pada gambar 11 menunjukkan bahwa prediksi curah hujan di Kabupaten Kubu Raya secara umum  mendekati  dengan  pola  data  asli  curah  hujan  di  Kabupaten  Kubu  Raya

Referensi

Dokumen terkait

Dari plot bersama antara data aktual, model fungsi transfer, dan model ARIMA produksi kelapa sawit pada Lampiran 20, diketahui pola data aktual lebih mirip dengan model fungsi

Model fungsi transfer yang merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan beberapa karakteristik model-model ARIMA satu peubah dengan beberapa

Berdasarkan hasil MAPE yang diperoleh, dapat diketahui bahwa hasil peramalan model fungsi transfer lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA curah hujan, dengan nilai MAPE yang

Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan model ARCH/GARCH model ARIMA dan model fungsi transfer, dengan IHSG sebagai deret output dan harga minyak mentah dunia

Dari plot bersama antara data aktual, model fungsi transfer, dan model ARIMA produksi kelapa sawit pada Lampiran 20, diketahui pola data aktual lebih mirip dengan model fungsi

Model fungsi transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang dapat menjelaskan pengaruh curah hujan terhadap produksi kelapa sawit.. Model fungsi transfer

Berdasarkan hasil MAPE yang diperoleh, dapat diketahui bahwa hasil peramalan model fungsi transfer lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA curah hujan, dengan nilai MAPE

Pemodelan Fungsi Transfer untuk menggambarkan nilai IHSG yang berperan sebagai deret output dan deret indeks Nikkei, indeks Hangseng, indeks DJI, dan Kurs