• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Strategis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rencana Strategis"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

Rencana Strategis 2010-2014

(2)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Kondisi Umum

Sistem Inovasi Nasional telah menjadi topik yang sangat populer dalam beberapa tahun terakhir ini dan diyakini oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang wajib diwujudkan secara nyata, karena inovasi diyakini sebagai senjata ampuh untuk menumbuhkan perekonomian nasional, yang pada gilirannya diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Walaupun inovasi sangat dibutuhkan dalam pembangunan segala sektor perekonomian, namun pada saat ini pemahaman publik tentang apa yang dimaksud dengan inovasi masih sangat beragam, bahkan sering tercampur pengertiannya dengan invensi. Banyak pula yang mereduksi pengertian inovasi hanya sebagai sesuatu yang baru, cara baru, atau produk baru. Ada pula yang mengasosiasikan inovasi sebagai sesuatu yang canggih atau sesuatu yang berbasis teknologi maju.

Inovasi terlahir dari olah fikir yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Inovasi lazimnya merupakan buah dari serangkaian kegiatan riset. Namun demikian, kegiatan riset tidak selalu melahirkan inovasi. Kegiatan riset yang tidak didasarkan pada persoalan nyata, kemungkinan besar tidak akan menghasilkan inovasi – walaupun mungkin saja menghasilkan sesuatu yang secara akademik mengesankan.

Untuk memahami inovasi, baiknya disimak kriteria berikut ini: “... what is not disseminated and used is not an innovation” 1. Maknanya hasil riset atau teknologi yang berhasil dikembangkan hanya dapat dikategorikan sebagai inovasi jika ia didiseminasikan dan digunakan oleh masyarakat, dunia usaha, pemerintah, atau para pengguna lainnya.

Dengan demikian, Sistem Inovasi Nasional hanya akan terwujud jika teknologi domestik secara sadar dan terencana dikembangkan untuk menjadi solusi bagi persoalan-persoalan nyata, baik pada tingkat

(3)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 2 lokal maupun nasional, atau dirancang sebagai jawaban untuk pemenuhan kebutuhan nyata. Dengan demikian, riset yang dilaksanakan harus berorientasi pada kebutuhan (demand-driven) dan tidak hanya diposisikan sebagai academic exercise semata.

ISU FUNDAMENTAL SISTEM INOVASI NASIONAL Isu paling mendasar dalam mewujudkan Sistem Inovasi Nasional adalah menjamin keberlanjutan aliran informasi kebutuhan atau persoalan teknologis yang dihadapi oleh para pengguna ke pihak pengembang teknologi dan aliran paket teknologi buah karya pengembang teknologi dalam negeri yang sesuai kebutuhan ke pihak penggunanya. Ada dua prasyarat agar aliran infromasi dapat terjadi, yakni: (1) keterbukaan dan keinginan dari pihak pengguna untuk berbagi, dan (2) sensitivitas pihak pengembang teknologi terhadap kebutuhan dan persoalan nyata dan keinginan dan dedikasinya untuk merespon hal tersebut. Demikian pula ada dua prasyarat agar aliran teknologi dapat terjadi, yakni: (1) teknologi yang dikembangkan relevan dengan kebutuhan pengguna, dan (2) teknologi yang tawarkan sesuai dengan kapasitas adopsi pihak pengguna, baik teknis maupun ekonomis.

(4)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 3 Pembiayaan kegiatan riset perlu dikategorikan dan dipahami sebagai bagian dari investasi pembangunan, sehingga dituntut untuk menghasilkan sesuatu yang bisa digunakan dan berpotensi memberikan kontribusi terhadap perbangunan perekonomian nasional. Hal ini hanya dapat terjadi jika aliran teknologi dari pihak pengembang ke pengguna berlangsung lancar dan sebaliknya aliran informasi kebutuhan teknologi juga mengalir lancar dari pihak pengguna ke pengembang teknologi. Esensi pokok dari upaya mewujudkan Sistem Inovasi Nasional adalah menjamin agar aliran dua arah tersebut dapat berjalan lancar. Pra-syarat untuk ini terjadi adalah pihak pengembang teknologi memahami betul kebutuhan dan persoalan yang dihadapi oleh para pengguna teknologi, serta memiliki kapasitas yang cukup untuk mengembangkan teknologi sebagai solusinya. Di sisi lain, para pengguna teknologi bersedia mengungkapkan secara jelas dan utuh tentang persoalan dan kebutuhan teknologinya, serta mempunyai keyakinan akan kehandalan teknologi domestik. Kepercayaan atas kehandalan teknologi dalam negeri tentu tidak serta-merta akan timbul, pada awalnya perlu dipicu dengan semangat nasionalisme.

Realita saat ini mengindikasikan bahwa upaya mewujudkan Sistem Inovasi Nasional masih akan menempuh perjalanan panjang. Pembenahan masih perlu dilakukan hampir di semua aspek, termasuk kelembagaan, sumberdaya, dan jaringan. Selain itu, isu relevansi dan produktivitas kegiatan pengembangan teknologi, serta upaya pendayagunaannya masih perlu mendapat perhatian.

Isu utama dalam konteks kelembagaan, mencakup upaya-upaya untuk: [1] menetapkan arah dan strategi pengembangan kelembagaan dalam rangka mewujudkan Sistem Inovasi Nasional; [2] menata kembali kelembagaan yang ada agar dapat berfungsi secara lebih efektif dan efisien; [3] meningkatkan kompetensi kelembagaan agar lebih mampu mengelola tugas dan fungsinya secara produktif dan sesuai kebutuhan; [4] memantapkan peran legislasi dalam pengaturan internal kelembagaan maupun untuk hubungan antar-kelembagaan; dan [5] menumbuhkan budaya dan etika dalam rangka mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

(5)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 4

TUMBUH-KEMBANG KELEMBAGAAN IPTEK Upaya menumbuhkembangkan kelembagaan iptek dapat dianalogikan dengan budidaya tanaman. Kelembagaan iptek untuk menopang Sistem Inovasi Nasional Indonesia harus ditumbuhkan pada substrat yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang berasaskan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Legislasi perlu dirancang dan diimplementasikan dalam rangka mewujudkan iklim yang kondusif untuk optimalisasi peran kelembagaan iptek. Arah pengembangan kelembagaan iptek harus pula diformulasikan dengan baik, agar efektif dalam menopang Sistem Inovasi Nasional yang secara nyata berkontribusi dalam pembangunan perekonomian bangsa dan diharapkan pula mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Setiap kelembagaan iptek perlu ditata agar efisien dan terfokus pada sasaran sesuai dengan arah pengembangan yang telah ditetapkan. Sedangkan kompetensi kelembagaan perlu terus ditingkatkan produktivitas dan relevansinya sehingga dapat diandalkan dalam akselerasi upaya pencapaian sasaran.

1.2.

Potensi dan Permasalahan

Indonesia memiliki sumberdaya alam yang besar dan beragam, tetapi tidak tak-terbatas. Indonesia juga memiliki sumberdaya manusia yang besar dan beragam, tetapi secara kolektif belum optimal berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara. Kedua potensi yang besar dan beragam ini

(6)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 5 (alam dan manusia) hanya akan dapat berdampak nyata terhadap kesejahteraan rakyat jika mampu dikelola secara tepat dan bijak.

Indonesia sangat sering didengungkan sebagai negara yang kaya akan sumberdaya alam. Pernyataan ini dirasakan telah membuat sebagian komponen bangsa terlena dan menganggap bahwa kekayaan sumberdaya alam tersebut secara 'otomatis' akan menyejahterakan rakyat. Anggapan ini jelas keliru. Setelah eksploitasi tanpa henti selama lebih dari setengah abad, kekayaan sumberdaya alam tersebut terbukti tidak mampu ditranslasi menjadi kesejahteraan rakyat.

Paling tidak ada dua 'ingredients' yang kurang dalam pembangunan Indonesia yang berbasis sumberdaya alam tersebut, yakni: [1] kemampuan pengelolaan yang baik dan bijak dan [2] penguasaan teknologi yang memadai dan relevan.

Kemampuan pengelolaan yang baik dan bijak selain membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas (intelektual) dan berdedikasi (moral), juga perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan yang berasaskan keadilan agar dapat mewujudkan suasana yang kondusif bagi para pelaku pembangunan untuk berkarya.

Dalam konteks teknologi untuk kesejahteraan rakyat,2 relevansi antara bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai dengan kebutuhan dan/atau persoalan nyata yang dihadapi dalam berbagai sektor pembangunan perekonomian menjadi lebih penting dibandingkan dengan upaya 'mengikuti' perkembangan teknologi maju. Perlu diingat bahwa teknologi yang relevan tidak dapat diasosiasikan secara langsung dengan teknologi sederhana ataupun teknologi maju. Teknologi yang relevan dapat mempunyai rentang spektrum yang sangat lebar, mulai dari teknologi yang paling sederhana sampai teknologi yang ultra-maju, tergantung pada kebutuhan dan/atau persoalan nyata yang dihadapi, serta fisibilitas teknis dan ekonomi untuk implementasinya.

Ironisnya, relevansi merupakan isu yang sangat kurang mendapat perhatian para pelaku pengembangan teknologi di Indonesia. Sebagai akibatnya, sangat sedikit hasil riset dan teknologi domestik yang diadopsi oleh para pengguna dalam proses produksi barang/jasa. Fakta ini tidak dapat (dan tidak perlu) dipungkiri. Yang perlu dilakukan adalah memperbaiki kondisi ini.

2 Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan iptek 2010-2014 adalah “Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban” (Rencana Strategis Kementerian Riset dan teknologi tahun 2010-2014).

(7)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 6 Genderang telah ditabuh sebagai sinyal untuk melakukan perbaikan ini, antara lain dengan telah dibentuknya Komite Inovasi Nasional (KIN) oleh Presiden Republik Indonesia. KIN bertugas untuk: (a) membantu Presiden dalam rangka memperkuat sistem inovasi nasional dan mengembangkan budaya inovasi nasional; (b) memberi masukan dan pertimbangan mengenai prioritas program dan rencana aksi, termasuk alokasi pembiayaan dan fasilitas untuk penguatan sistem inovasi nasional yang menghasilkan produk-produk inovatif; dan (c) melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan program penguatan sistem inovasi nasional.3

Indikator utama penguatan Sistem Inovasi Nasional adalah meningkatnya hasil riset dan teknologi domestik yang digunakan dalam proses produksi barang/jasa. Pada tahap awal, tentu lebih fokus pada proses produksi di dalam negeri. Setelah teknologi domestik lebih kompetitif, penggunaan oleh industri di luar negeri perlu diperhitungkan (walaupun saat ini telah ada teknologi kreasi putra Indonesia yang digunakan oleh industri di luar negeri).

Sistem Inovasi Nasional sangat bergantung pada kelancaran aliran teknologi dari pihak pengembang ke pengguna; dan sebaliknya aliran informasi kebutuhan dari pengguna ke pengembang teknologi. Saat ini, kedua aliran ini masih tersendat. Lembaga intermediasi4 yang diharapkan berperan memperlancar aliran ini sampai saat ini masih belum berperan secara optimal. Demikian pula dengan beberapa peraturan perundang-undangan5 yang telah lama diberlakukan tetapi juga belum optimal mendorong agar aliran teknologi dan informasi antara pengembang dan pengguna ini berjalan lancar.

3 Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi Nasional, Pasal 3 ayat (1).

4 Sejak tahun 2003 sampai sekarang telah dibentuk Business Technology Center (BTC) sebagai lembaga intermediasi di 8 lokasi, yakni Batam, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar, Salatiga, Jababeka, dan Kendari; serta telah pula dibentuk Business Innovation Center (BIC) di Jakarta.

5 UU18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; PP35/2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi.

(8)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 7

PERAN GANDA LEMBAGA INTERMEDIASI Lembaga intermediasi idealnya tidak hanya berperanan dalam ‘memasarkan’ teknologi, tetapi juga menjadi ‘indera yang sensitif’ untuk merekam persoalan dan kebutuhan pihak pengguna untuk diteruskan ke pihak pengembang teknologi. Peningkatan pemahaman pihak pengembang atas kebutuhan pengguna diharapkan akan menghasilkan paket teknologi yang lebih sesuai kebutuhan. Pada gilirannya, akan memudahkan peran lembaga intermediasi dalam memasarkan teknologi tersebut, karena pengguna-sasarannya (target users) telah teridentifikasi dengan baik. Peraturan perundang-undangan yang tepat, budaya cinta produk dalam negeri, dan etika profesi yang berhasil ditumbuhkan, akan bermuara pada terwujudkan ekosistem yang kondusif untuk memacu peran lembaga intermediasi dalam mendorong aliran informasi kebutuhan pengguna ke pihak pengembang, dan sebaliknya aliran paket teknologi yang berhasil dikembangkan ke para (calon) pengguna potensial.

Sistem Inovasi Nasional yang belum berjalan sesuai harapan, selain disebabkan oleh berbagai faktor, juga merupakan cerminan dari kelembagaan inovasi yang belum berfungsi dan berinteraksi secara optimal. Kelembagaan yang dimaksud bukan hanya sosok organisasi pemerintah dan non-pemerintah yang jelas struktur dan fungsinya; tetapi juga mencakup aturan formal dan non-formal yang

(9)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 8 memengaruhi atau mengendalikan pola perilaku manusia.6

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pada Pasal 6 ayat (1) menegaskan bahwa kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri dari perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang.

Peran yang masih belum optimal dari perguruan tinggi sebagai lembaga pengembang teknologi dalam mewujudkan Sistem Inovasi Nasional melalui kegiatan riset yang dilakukannya secara tersirat maupun tersurat diakui secara terbuka oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia.7 Patut untuk menduga bahwa peran lembaga pengembang teknologi lainnya juga belum berfungsi optimal, termasuk lembaga pemerintah non-kementerian maupun badan penelitian dan pengembangan pada kementerian teknis.8 Komunikasi dan interaksi antar-lembaga risetpun masih belum intensif, terbukti dengan masih sering terjadi kegiatan yang tumpang tindih atau duplikasi. Tumpang tindih kegiatan juga terjadi karena pembagian tugas untuk kegiatan riset dan pengembangan oleh berbagai institusi pemerintah sekarang tidak tegas dan/atau jelas. Ini menjadi kendala bagi pembenahan Sistem Inovasi Nasional.9

Dari sisi pengguna, dunia usaha umumnya masih enggan untuk berkolaborasi dalam kegiatan inovasi. Mayoritas masih secara tertutup mengembangkan sendiri produk barang/jasa.10 Paling tidak ada dua

6 This National System of Innovation concept rests on the premise that understanding the linkages among the institutions, especially how these institutions

relate to each other as elements of a collective system of knowledge creation, diffusion and use, is a crucial instrument to improving a country’s innovative performance (OECD, 1997: 9). These institutions include both ‘things that pattern behavior’ like norms, rule and laws; and ‘formal structure with an explicit purpose’ such as firms, industrial R&D laboratories, universities, and public R&D institutes (Edquist, 1997: 26).

7 Rektor Institut Teknologi Bandung (Ahmaloka) menyatakan bahwa kesenjangan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aplikasinya oleh masyarakat di Indonesia masih tinggi. Hal itu akibat minimnya insiatif pendidikan tinggi untuk mentransfer teknologi kepada masyarakat. Akibatnya tujuan mencapai kesejahteraan masyarakat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak tercapai (Kompas, 13 Juli 2010). Selanjutnya, Rektor Universitas Gajah Mada (Sudjarwadi) juga menyatakan bahwa riset yang dihasilkan peneliti UGM harus bisa dimanfaatkan untuk membangun bangsa ... Hasil penelitian tidak bermakna apabila berhenti pada laporan penelitian saja (Media Indonesia, 13 Juli 2010).

8 Hasil survei LIPI (2007) menyimpulkan bahwa perguruan tinggi dan lembaga litbang pemerintah masing-masing hanya 2,7% kontribusinya sebagai sumber gagasan inovasi untuk sub-sektor industri manufaktur. Sumber gagasan yang utama adalah dari konsumen atau client (40%) dan pesaing (39%).

9 Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Zuhal, ketua Komite Inovasi Nasional (Kompas, 15 Juli 2010).

(10)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 9 kemungkinan alasan utamanya, yakni: (a) dunia usaha tidak ingin kegiatan inovasinya diketahui oleh para kompetitor; dan (b) dunia usaha belum percaya atas kemampuan lembaga-lembaga pengembang teknologi dalam negeri.

Komunikasi dan interaksi antara lembaga pengembang dengan lembaga pengguna pada dasarnya merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan Sistem Inovasi Nasional, untuk menjamin kelancaran aliran teknologi dari pengembang ke pengguna dan sebaliknya aliran informasi kebutuhan dan/atau permasalahan yang menbutuhkan solusi teknologi dari pengguna ke pengembang.

Potret saat ini mengindikasikan bahwa interaksi pengembang-pengguna masih tersendat, lembaga intermediasi diharapkan berperan memperlancar aliran teknologi dan informasi dalam Sistem Inovasi Nasional tersebut. Namun harapan ini masih belum mampu direalisasikan dengan memuaskan. Masih terkendalanya peran lembaga intermediasi antara lain disebabkan: (a) teknologi yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna; (b) teknologi yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan pengguna, tetapi secara teknis masih kalah handal dan/atau secara ekonomis masih lebih mahal nilai investasi maupun biaya operasionalnya dibandingkan dengan teknologi impor yang telah tersedia di pasar; (c) kemampuan pemasaran (marketing skills) personel lembaga intermediasi yang belum baik dan/atau strategi pemasarannya yang kurang tepat.

Pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan yang diniatkan sebagai dasar regulasi untuk memfasilitasi dan mengakselerasi proses aliran teknologi sehingga Sistem Inovasi Nasional dapat terwujud. Namun demikian, walaupun sudah tersedia landasan hukumnya, tetapi realita menunjukkan bahwa produk hukum ini belum diimplementasikan sehingga belum berdampak positif terhadap upaya membangun Sistem Inovasi Nasional.

Budaya masyarakat yang belum bangga dengan produk dalam negeri memperberat beban untuk mewujudkan Sistem Inovasi Nasional. Walaupun banyak kampanye 'Cinta Produk Indonesia' yang telah dilakukan, namun tak banyak mengubah perilaku konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkannya. Etika profesi-profesi yang terkait dengan Sistem Inovasi Nasional juga belum menjadi jiwa, semangat, dan budaya kerja para pelaku Sistem Inovasi Nasional tersebut.

Keberhasilan membangun Sistem Inovasi Nasional tidak hanya tergantung pada padu-serasi kebijakan dan aksi antara lembaga pengembang dan pengguna teknologi semata. Keberhasilan akan pula ditentukan oleh peran antara lain: (a) lembaga pendidikan tinggi dalam fungsinya sebagai pemasok

(11)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 10 sumberdaya manusia yang cocok dan mampu untuk mengawaki lembaga pengembang dan pengguna

teknologi; dan (b) lembaga pembiayaan yang akan sangat menentukan dalam eksekusi setiap aksi untuk penguatan Sistem Inovasi Nasional.

Kompleksitas persoalan yang harus dibenahi memberikan gambaran bahwa membangun Sistem Inovasi Nasional di Indonesia merupakan tantangan yang akan menguras banyak tenaga, pikiran, biaya, dan waktu. Ini baru dari dimensi kelembagaan, belum lagi dari sisi penyiapan dukungan sumberdaya. Banyak pula energi yang dibutuhkan untuk merajut jaringan antar-pelaku Sistem Inovasi Nasional.

Secara ringkas dapat dirangkum bahwa tantangan utama untuk membangun Sistem Inovasi Nasional dari perspektif kelembagaan adalah:

1. Kegiatan internal lembaga pengembang teknologi masih belum terencana dengan baik, sehingga tidak efisien dalam pengelolaan sumberdaya yang ada dan tidak efektif dalam menghasilkan produk teknologi.11 Malah banyak kegiatan yang hanya separuh jalan, berhenti hanya sampai pada laporan kegiatan dan tidak menghasilkan teknologi yang siap ditawarkan kepada pihak (calon) pengguna potensial;

2. Komunikasi dan interaksi antara lembaga pengembang dan pengguna teknologi masih sangat terbatas, cenderung hanya bersifat formalitas, tanpa didasari oleh asas saling-membutuhkan. Akibatnya, aliran teknologi dari pengembang ke pengguna maupun sebaliknya aliran informasi dari pengguna ke pengembang masih terkendala, sehingga banyak kegiatan yang tumpang-tindih dan/atau sering terjadi replikasi. Selain itu, para pengguna teknologi banyak pula yang memutuskan untuk mengembangkan sendiri inovasinya;

3. Peran lembaga intermediasi masih belum efektif dan terkesan baru fokus pada upaya mempromosikan produk teknologi domestik yang telah dihasilkan, belum secara total memfasilitasi aliran teknologi dan informasi antara pengembang dan pengguna;

4. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan untuk mendukung penguatan Sistem Inovasi Nasional masih belum efektif dalam implementasinya;

5. Budaya kerja komunitas pengembang teknologi, semangat nasionalisme pengguna teknologi

11 Kurangnya sumberdaya yang ada, termasuk SDM, sarana dan prasarana, serta anggaran sering diyakini sebagai faktor penyebab tidak efektif dan

(12)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 11 dan masyarakat konsumen, serta etika profesi yang terkait upaya penguatan Sistem Inovasi Nasional masih perlu diperbaiki;

6. Sinkronisasi kebijakan dengan lembaga pendidikan tinggi (sebagai pemasok SDM pengembang dan pengguna teknologi) dan lembaga pembiayaan masih sangat perlu untuk diintensifkan.

(13)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 12

BAB II

VISI, MISI, DAN TUJUAN

Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Nomor 03/M/PER/VI/2010 (Permenristek 03/2010) tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi, tugas Deputi Bidang Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Kedeputian Kelembagaan) adalah menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 67 ayat 1).

Selanjutnya, dalam melaksanakan tugasnya, Kedeputian Kelembagaan menyelenggarakan fungsi (Pasal 68):

a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi; b) koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi; c) pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di bidang

kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

d) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Tugas dan fungsi berdasarkan Permenristek 03/2010 tersebut menjadi panduan utama dalam merumuskan visi, misi, dan tujuan Kedeputian Kelembagaan. Selanjutnya juga diselaraskan dengan Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014.

2.1.

Visi Kedeputian Kelembagaan

Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan Iptek 2010-2014 yang telah dicanangkan adalah “Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban”. Dengan demikian maka setiap kegiatan

(14)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 13 riset dan pengembangan iptek harus memberikan hasil yang mencerminkan academic excellence,

economic value, dan social impact bagi bangsa dan negara.12

Oleh sebab itu, kegiatan pengembangan teknologi di masa yang akan datang harus lebih berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan nyata (demand-driven) atau untuk menyediakan solusi teknologi dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan nyata yang dihadapi negara, daerah, atau masyarakat.

Wakil Presiden RI, Prof. DR. Boediono, menyatakan banyak hasil riset tidak sesuai kebutuhan masyarakat dan itu terjadi di berbagai bidang.13 Realita ini tentu perlu diubah. Penetapan penguatan Sistem Inovasi Nasional sebagai program tunggal Kementerian Riset dan Teknologi periode 2010-2014 merupakan bentuk tekad pemerintah untuk menggiring agar kegiatan pengembangan teknologi lebih terkait langsung dengan permasalahan nyata.

Kerangka pembangunan Iptek berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 menempatkan kelembagaan iptek sebagai salah satu pilar utama dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional.

Selain itu, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, pembangunan iptek harus difokuskan pada 7 (tujuh) bidang, yakni: (a) ketahanan pangan; (b) ketahanan energi; (c) teknologi informasi dan komunikasi; (d) teknologi transportasi; (e) teknologi pertahanan dan keamanan; (f) teknologi kesehatan; dan (g) teknologi material maju. Sesuai dengan fungsi Kedeputian Kelembagaan (Pasal 68 butir d Kepmenristek 03/2010), maka Kedeputian Kelembagaan mendapat tugas lain dari Menegristek untuk mengawal pembangunan iptek di bidang ketahanan pangan.

Sesuai Kontrak Kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II 2009-2014, di antara indikator kinerja yang lain, terdapat 2 (dua) indikator yang langsung berkaitan dengan bidang pangan/pertanian, yakni pada butir c indikator kinerja yang menyebutkan bahwa Menteri Negara Riset dan Teknologi harus memastikan tercapainya Prioritas Nasional yang mencakup namun tidak terbatas pada: (i) memastikan peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi; dan (ii)

12 Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014.

(15)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 14 memastikan peningkatan investasi di bidang pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk

lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau.

Untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi, maka Visi Kedeputian Kelembagaan adalah:

Kelembagaan iptek sebagai pilar penopang sistem inovasi nasional

Visi ini merupakan ekspresi dari tekad seluruh jajaran Kedeputian Kelembagaan untuk mendukung penuh upaya penguatan Sistem Inovasi Nasional.

2.2.

Misi Kedeputian Kelembagaan.

Dalam rangka mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka misi Kedeputian Kelembagaan adalah: a) Menyiapkan perumusan kebijakan arah pengembangan kelembagaan iptek, koordinasi

pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam rangka mendorong upaya-upaya memperkuat Sistem Inovasi Nasional di masa yang akan datang;

b) Menyiapkan perumusan kebijakan penataan internal dan interaksi antara kelembagaan iptek, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan sumberdaya dan efektivitas upaya mencapai tujuan untuk menyejahterakan rakyat;

c) Menyiapkan perumusan kebijakan penguatan kompetensi kelembagaan iptek, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam

(16)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 15 rangka meningkatkan produktivitas dan kemampuan dalam menjawab permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat;

d) Menyiapkan perumusan rancangan peraturan perundang-undangan sebagai landasan legal formal untuk setiap kebijakan kelembagaan iptek, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional;

e) Menyiapkan perumusan kebijakan untuk menumbuh-kembangkan budaya iptek menuju masyarakat kreatif dan inovatif, budaya kerja dalam komunitas pengembang dan pengguna teknologi, serta etika profesi bagi semua pelaku Sistem Inovasi Nasional, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporannya; dan f) Melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka pengawalan pembangunan iptek bidang

ketahanan pangan.

2.3.

Tujuan Kedeputian Kelembagaan

Tujuan yang ingin dicapai oleh Kedeputian Kelembagaan pada tahun 2014 adalah meningkatnya peran dan kontribusi kelembagaan iptek dalam memperkuat Sistem Inovasi Nasional. Sebagai upaya untuk pencapaian tujuan tersebut, maka akan dilakukan langkah-langkah antara lain: (a) membuat roadmap

pengembangan kelembagaan iptek; (b) melakukan upaya revitalisasi dan reformasi birokrasi lembaga iptek; (c) menumbuhkan pusat-pusat unggulan pengembangan teknologi yang berbasis sumberdaya dan kebutuhan lokal; (d) menyiapkan blueprint pengembangan Sistem Inovasi Nasional; (e) menumbuh-kembangkan budaya iptek masyarakat agar kreatif dan inovatif serta menyusun kode etik profesi para pelaku Sistem inovasi Nasional; dan (f) mengawal program dan kegiatan pengembangan iptek bidang ketahanan pangan.

(17)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 16

BAB III

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

3.1.

Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian

Arah Kebijakan. Dalam Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 telah ditetapkan arah kebijakan kementerian, yakni menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, dan menciptakan iklim yang kondusif guna terwujudnya Sistem Inovasi Nasional, melalui: (a) kelembagaan iptek yang efektif, (b) sumberdaya iptek yang kuat, (c) jaringan antar-kelembagaan iptek yang saling memperkuat (mutualistik), (d) relevansi dan produktivitas iptek yang tinggi, dan (e) pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Secara nasional paling tidak ada 3 elemen dasar yang membangun efektivitas Sistem Inovasi Nasional, yaitu:

a. Kapasitas pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan SDM berkualitas,

b. Kapasitas investasi yang terbangun oleh adanya iklim kondusif bagi industri berbasis ilmu pengetahuan, serta

c. Kapasitas kelembagaan inovasi (riset, bisnis dan universitas).

Pada Rakornas Ristek 2008, telah disepakati bahwa kerangka kebijakan inovasi nasional terdiri atas 6 (enam) agenda kebijakan inovasi pokok, yaitu:

a) Mengembangkan (reformasi) kerangka umum yang kondusif bagi perkembangan inovasi dan bisnis: misalnya penataan insentif pajak (insentif struktural) bagi aktivitas inovasi; penetapan kepastian peraturan perundangan pembiayaan berisiko (risk capital, seperti modal ventura); penataan kebijakan perijinan investasi dan bisnis; pengembangan standar atau ketentuan teknis-teknologis dan pengembangan kelembagaan khusus tertentu, reformasi

(18)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 17 peraturan perundangan yang menghambat atau yang dinilai kurang efektif atau tidak sesuai lagi.

b) Memperkuat kelembagaan dan daya dukung litbang Iptek dan meningkatkan kemampuan absorpsi dunia usaha, khususnya UKM: misalnya reformasi kelembagaan Iptek/inovasi; peningkatan kualitas SDM dan insentif non-struktural; pengembangan pusat-pusat unggulan (center of excellence); dan pengembangan kapasitas teknologis dan bantuan teknis (technical assistance) bagi dunia usaha (terutama pelaku UKM).

c) Menumbuh kembangkan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi, praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbangyasa: misalnya penguatan kelembagaan intermediasi dan aliansi strategis antarpelaku dan pengembangan Pusat Inovasi UMKM;

d) Mendorong Budaya Kreatif - Inovatif: misalnya peningkatan apresiasi atas karya kreatif-inovatif; edukasi dini dan dukungan pengembangan technopreneurship; pengembangan standar literasi teknologi; migrasi ke penggunaan TIK legal; dukungan bagi perlindungan hukum dan pengembangan indigenous knowledge/technology.

e) Menumbuh kembangkan dan memperkuat keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan klaster industri nasional dan daerah: misalnya program kolaboratif pengembangan industri unggulan dan strategis nasional-daerah; percontohan e-development daerah;

f) Penyelarasan dengan perkembangan global: misalnya kerjasama teknis regional dan internasional; pengembangan interoperabilitas (adopsi dan adaptasi) dalam bidang yang telah menjadi kesepakatan internasional (misalnya implementasi teknologi baru CNS/ATM system

dalam sistem manajemen transportasi udara); pengembangan kapasitas nasional-daerah bagi antisipasi implementasi open standar technology.

Strategi. Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi diarahkan untuk menjalankan peran intermediasi dalam pembangunan Sistem Inovasi Nasional, yakni:

a. Mengkoordinir kebersamaan lembaga penelitian dalam aspek perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan di bidang litbang Iptek (supply-push technology).

(19)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 18 b. Mempromosikan hasil litbang Iptek untuk didayagunakan bagi kemajuan dan kesejahteraan

masyarakat.

c. Menyerap kebutuhan masyarakat (termasuk pasar) dalam rangka mengarahkan aktivitas litbang iptek (demand-driven approach).

Strategi dalam menjalankan peran intermediasi dan fungsi “koordinasi” dan “sinkronisasi” kelembagaan litbang (LPNK, LPK, Pemda, Swasta/industri/badan usaha, dan perguruan tinggi) dan program litbang adalah dengan menjalankan sinergi fungsional, yaitu sinergi yang mengedepankan kebersamaan antar berbagai pemangku kepentingan dalam menjalankan fungsi-fungsi kelitbangan iptek.

Orientasi untuk melakukan sinergi fungsional ini sesuai dengan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara Pasal 25, yaitu ayat (1): “Hubungan fungsional antara Kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan", dan ayat (2):”Lembaga pemerintah non-kementerian berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui menteri yang mengkoordinasikan.”

Kementerian Riset dan Teknologi menempatkan posisi sebagai “nakhkoda” untuk mendorong proses pendayagunaan berbagai hasil litbang iptek menjadi produk inovasi yang bernilai tambah tinggi (value creation), merubah orientasi pengembangan teknologi yang bersifat supply-push menjadi

demand-driven dalam bingkai Sistem Inovasi Nasional.

3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kedeputian

Arah Kebijakan. Untuk mendukung program Kementerian Riset dan Teknologi dalam penguatan Sistem Inovasi Nasional, maka kebijakan Kedeputian Kelembagaan Iptek adalah melaksanakan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan Permenristek 03/2010 secara konsisten, dan memberikan dukungan penuh terhadap upaya-upaya untuk penguatan Sistem Inovasi Nasional, bersinergi dengan semua

(20)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 19 kedeputian dan unit kerja lainnya, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kementerian Riset dan

Teknologi.

Tiga elemen dasar untuk membangun efektivitas Sistem Inovasi Nasional (sebagaimana yang diuraikan pada arah kebijakan kementerian) mengisaratkan tentang pentingnya peran kelembagaan iptek, yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 mencakup tidak hanya lembaga pengembang dan pengguna iptek secara langsung, tetapi juga mencakup peran lembaga pendidikan dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas dan sesuai kebutuhan, lembaga regulasi yang menyiapkan peraturan perundang-undangan untuk menciptakan ekosistem yang kondusif, serta lembaga pembiayaan untuk menopang tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional.

Sedangkan enam butir kesepakatan Rakornas Ristek 2008 memberikan indikasi bahwa untuk membangun Sistem Inovasi Nasional perlu: [1] peraturan perundang-undangan yang mendukung dan dapat diimplementasikan agar tercipta iklim yang kondusif; [2] peningkatan relevansi dan produktivitas lembaga pengembang teknologi yang diimbangi dengan peningkatan kapasitas adopsi lembaga pengguna; [3] peningkatan intensitas komunikasi dan interaksi antar-lembaga inovasi dimana lembaga intermediasi diharapkan dapat berperan secara efektif; [4] penumbuh-kembangan budaya kreatif-inovatif masyarakat dan etika profesi di kalangan pelaku inovasi; [5] harmonisasi, sinkronisasi, dan integrasi kegiatan inovasi antar-kelembagaan pusat dan daerah; dan [6] peningkatan kepekaan terhadap dinamika perkembangan global.

Strategi. Ada dua acuan pokok yang dipetik dari strategi Kementerian Riset dan Teknologi untuk penguatan Sistem Inovasi Nasional, yakni: [1] mengedepankan peran intermediasi; dan [2] menggeser orientasi pengembangan teknologi agar lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna (demand-driven). Mengikuti dua strategi pokok tersebut dan disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang diamanahkan Permenristek 03/2010, maka langkah strategis yang dipilih Kedeputian Kelembagaan Iptek adalah:

1) Menyiapkan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional (aspek legislasi);

2) Merangsang dan memfasilitasi tumbuh-kembang budaya kreatif dan inovatif di kalangan pengguna teknologi (masyarakat, dunia usaha, dan pemerintahan);

3) Meningkatkan kompetensi kelembagaan dan sensitivitas komunitas pengembang teknologi terhadap permasalahan nyata;

(21)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 20 4) Menyiapkan konsepsi penataan kelembagaan iptek yang realistis dan dapat diimplementasikan

dengan mempertimbangkan dimensi teknis, ekonomi, sosial budaya, dan hukum;

5) Memformulasikan rencana pengembangan kelembagaan iptek dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional dengan mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan strategis dalam negeri maupun global.

Untuk implementasi lima langkah strategis ini, inisiatif dan pengelolaannya didistribusikan kepada lima asisten deputi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Semangat kerjasama yang sinergis akan dibangun antara para asisten deputi dengan dilandasi asas kebersamaan dalam mengemban amanah dan tanggung jawab ini. Kerjasama dengan kedeputian dan unit kerja lainnya, baik dalam maupun luar lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi, akan dibina dan diintensifkan sesuai dengan derajat kedekatan lingkup dan substansi tugas.

Upaya. Langkah-langkah strategis yang telah ditetapkan di atas akan dioperasionalisasikan dalam bentuk aksi/kegiatan yang lebih teknis dan terukur sebagai berikut:

1) Aksi untuk menyiapkan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional dilakukan dengan: (a) menginventarisasi semua produk hukum yang secara langsung berkaitan dengan atau sebagai penunjang Sistem Inovasi Nasional; (b) melakukan penelaahan substantif untuk menghasilkan peta kesesuaiannya dengan konsepsi Sistem inovasi Nasional; (c) melakukan analisis mendalam tentang kendala implementasi produk hukum yang sudah ada dan langkah perbaikannya agar lebih implementatif, termasuk upaya sinkronisasi dan harmonisasi produk legislasi dengan berbagai sektor terkait; dan (d) melaksanakan program penyusunan produk legislasi iptek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan produk legislasi lainnya sesuai kebutuhan dan mendesak, terutama konsepsi atau

blueprint pembangunan Sistem Inovasi Nasional, sebagai landasan pengembangan kebijakan penguatan inovasi nasional.

2) Aksi untuk memfasilitasi tumbuh-kembang budaya inovasi di kalangan pengguna teknologi dilakukan dengan: (a) membina kawasan percontohan budaya masyarakat yang kreatif dan inovatif; (b) memberikan apresiasi/penghargaan kepada berbagai kelompok masyarakat, dunia usaha, atau institusi tertentu yang telah menjadikan iptek sebagai bagian penting dalam kehidupannya; (c) memfasilitasi kerjasama/kolaborasi antara komunitas iptek

(22)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 21 dengan masyarakat; (d) melakukan pembinaan terhadap pemuda dan pelajar untuk menumbuhkan kreativitas dan inovasi; dan (e) menyusun kode etik profesi yang berkaitan dengan Sistem Inovasi Nasional.

3) Aksi untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan dan sensitivitas komunitas pengembang teknologi terhadap permasalahan nyata dilakukan dengan memfasilitasi tumbuh-kembang pusat-pusat unggulan pengembangan teknologi yang berbasis sumberdaya lokal dan sesuai kebutuhan setempat dengan ditopang bidang-bidang fokus yang relevan.

4) Aksi menyiapkan konsepsi penataan kelembagaan iptek dilakukan untuk: (a) mendorong proses revitalisasi lembaga litbang agar secara nyata dapat berkontribusi langsung terhadap upaya penguatan Sistem Inovasi Nasional; dan (b) mendorong proses reformasi birokrasi pada lembaga iptek.

5) Aksi untuk pengembangan kelembagaan iptek dilakukan dengan: (a) melakukan kajian untuk menyusun roadmap pengembangan kelembagaan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional dengan mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan strategis dalam negeri maupun global; (b) menyusun rekomendasi kebijakan pembentukan badan hukum lembaga litbang; dan (c) menyusun peta kualitas tata kelola lembaga litbang.

Secara kolektif, aksi/kegiatan di atas dilakukan dalam rangka pencapaian target program penguatan kelembagaan iptek tahun 2010-2014, yakni melahirkan rekomendasi tentang: 5 (lima) rumusan kebijakan penguatan kelembagaan iptek; peta kualitas tata kelola lembaga litbang; 7 (tujuh) konsepsi revitalisasi lembaga litbang; 3 (tiga) pusat unggulan pengembangan teknologi; Blueprint Pembangunan Sistem Inovasi Nasional; 4 (empat) kawasan percontohan budaya masyarakat kreatif dan inovatif.

(23)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 22

BAB IV

PENUTUP

Rencana Strategis Kedeputian Kelembagaan Iptek tahun 2010-2014 ini merupakan penjabaran lebih spesifik dari Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi untuk periode yang sama. Selanjutnya akan digunakan sebagai pedoman utama dalam penyusuan rencana kegiatan tahunan sampai tahun 2014 dan digunakan pula sebagai dasar evaluasi kinerja untuk tahun-tahun yang sudah dilalui pada periode tersebut di lingkungan Kedeputian Kelembagaan Iptek.

Sebagai dokumen perencanaan, maka rencana strategis sesungguhnya tidak bersifat statis, dimungkinkan untuk dievaluasi kembali sesuai dengan dinamika internal maupun lingkungan strategis dimana rencana strategis tersebut diimplementasikan. Namun demikian, sebagai dasar untuk evaluasi kinerja, maka dokumen rencana strategis harus pula dibatasi upaya merevisinya agar evaluasi yang dilakukan menjadi lebih bermakna.

(24)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 23

REFERENSI

Referensi Akademik

Edquist, C. (ed.), 1997. Systems of Innovation: technologies, institutions and organisations, Pinter Publishers. OECD, 1997. National Innovation System, OECD Publications. Paris.

World Bank. 2010. Innovation Policy: a guide for developing countries. Washington DC.

Referensi Legislasi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Peraturan Pemerintah Republik Inodonesia Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi

Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi Nasional

Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Nomor 03 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi.

Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Nomor 03 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014

(25)

Renstra Kelembagaan Iptek 201 0 -210 4 24 DRAFT 1 – Unedited version

DRAFT 2 – Accomodating corrections and suggestions from Deputi’s Assistants DRAFT 3 – Enrichments

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis SWOT, strategi pengembangan Litkajibangrap-Iptek dirumuskan strategi pengembangan lembaga PUI (Standarisasi Budidaya, Pengolahan Hasil dan Benih)

Dengan menggunakan analisis rangkaian ekivalen, maka didapatkan parameter rangkaian ekivalen motor induksi 3 fasanya seperti yang tertulis pada Tabel 6.. Gambar rangkaian

(1) Seksi Pengembangan Kapasitas Masyarakat mempunyai tugas mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengembangan kapasitas masyarakat. Menyiapkan bahan dan memfasilitasi

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Pusat Inovasi LIPI menyusun Rencana Strategis (Renstra) Implementatif Rencana Aksi 2015-2019, yang berisi rencana program dan

Penentuan jumlah brake yang diperkirakan akan removal pada tahun 2010 berdasarkan MTBR aktual menggunakan beberapa tahap perhitungan dalam formulasi 2.1 dan

Hasil penelitian ini menunjukkan genotip kedelai yang memperlihatkan respons paling baik pada pertanaman tumpangsari kedelai jagung dibandingkan kultivar cek

Hal ini mendorong asrama Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU) yang bekerjasama dengan Direktorat Kerjasama dan Hubungan Alumni (DKHA) Institut Pertanian Bogor (IPB)

Pernyataan ibu WY, tentang persiapan karir yang dilakukan selama ini adalah sekarang saya sudah tua jadi tidak terlalu mempersiapkan diri terhadap peluang karir