• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA AUTIS PADA FASE PUBERTAS DI SLBN CIBIRU DAN SLB PELITA HAFIDZ BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA AUTIS PADA FASE PUBERTAS DI SLBN CIBIRU DAN SLB PELITA HAFIDZ BANDUNG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA AUTIS PADA FASE PUBERTAS DI SLBN CIBIRU DAN

SLB PELITA HAFIDZ BANDUNG

Annisa Sholihatina1, Ai Mardhiyah1, Bangun Simangunsong2 1

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung,Jawa Barat

2

Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat

ABSTRAK

Pendidikan seksual mencakup beberapa aspek dalam kehidupan, terdiri dari: Anatomi tubuh, kesehatan, personal hygiene, sistem reproduksi, hubungan antar manusia, respon seksual, agama, dan ekspresi cinta. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual remaja autis pada fase pubertas. Penelitian dirancang menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian berjumlah 32 orang tua dari remaja autis dan menggunakan teknik Sampling Jenuh. Hasil penelitian menunjukkan 11 orang (34.37%) memiliki pengetahuan cukup dan 9 orang (28.13%) memiliki pengetahuan kurang, dan sebanyak 18 orang (56,25%) memiliki sikap yang temasuk dalam kategori unfavorable terhadap pendidikan seksual. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan orang tua masih kurang dan sebagian besar orang tua memiliki sikap unfavorable terhadap pendidikan seksual yang dapat dipengaruhi adanya perasaan tabu canggung dalam mengkomunikasikan pendidikan seksual sehingga anak berpotensi melakukan perilaku seksual menyimpang seperti masturbasi ditempat umum.

Kata Kunci : Pendidikan Seksual, Remaja Autis

ABSTRACT

Sexual education encompasses many aspects of life, such as: anatomy, health, personal hygiene, reproduction, relationships, the sexual response cycle, religion, and expression of love. The purpose of this research was to find out a description about parents knowledge and attitude of sexual education to autism teenager in puberty. The research was designed to use descriptive research method with quantitative approach. The research sample consists of 32 parents of autism teenager who are taken with the total sampling technique. The results showed based on knowledge,11 respondents (34,37%) included in the category is able enough, 9 respondents (28,13%)include in the category is less, and most of respondent as much 18 respondents (56,25%) include in the category of attitudes is unfavorable. The results of research can be said that’s parents knowledge of sexual education to autism teenager is still less. Most of respondents include in the category of attitudes is unfavorable, it could because there is a “taboo” feeling to communicate the sexual education, so that can cause the possibility autism teenager can be potencially doing a bad sexual behaviour like masturbate in the public area.

(2)

PENDAHULUAN

Autisme merupakan salah satu dari lima tipe gangguan perkembangan pervasive atau PDD (pervasif developmental disorders), autisme juga merupakan tipe yang paling popular dari 5 tipe PDD (Chantal Sicille-Kira, 2004). Autisme didefinisikan sebagai gangguan perkembangan yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada komunikasi, dan keterbatasan minat serta kemampuan imajinasi, yang gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun (Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorder IV, 2000 h.

75). Hingga saat ini, data akurat mengenai prevalensi penyandang Autis belum

tersedia di Indonesia. Di Amerika, riset terakhir menyebutkan bahwa Autisme terjadi kurang lebih pada 10 anak dari 10.000 kelahiran. Kemungkinan terjadinya empat kali lebih sering pada anak laki-laki. Di Australia menurut Autism Association of

Australia mengungkapkan bahwa 1 dari 100 penduduknya memiliki karakteristik

Autisme.

Pada umumnya individu autis mengalami perkembangan fisik yang kurang lebih sama dengan anak lain seusianya, namun perkembangan emosi, keterampilan sosial, dan hasrat seksual mereka tidak berimbang mungkin mengalami keterlambatan atau bahkan lebih cepat (Sullivan & Caterino, 2008).Saat memasuki masa pubertas akan timbul hasrat seksual pada anak autis sehingga akan menambah berat beban seorang remaja autis dalam menghadapi pubertas apabila dibandingkan dengan remaja biasa lainnya dalam usia yang sama. (Chantal Sicile-Kira, 2006). Masalah

(3)

mereka begitu kuat, namun mereka tidak dapat mengkomunikasikan dan mengontrolnya dengan baik seperti layaknya remaja normal lain (Pamoedji, 2010).

Bentuk perilaku seksual yang sering ditunjukkan oleh anak autis yang mengalami puber yaitu menyentuh organ-organ vital atau alat kelamin, melakukan masturbasi ditempat umum, membuka baju atau celana di tempat umum, menyentuh orang lain sembarangan, menyingkap rok, dan memeluk orang lain secara mendadak (Lawrie & Jilling, 2004 dan ray, Marks & bray garethson, 2004). Sekitar 75% remaja autis menunjukan beberapa perilaku seksual dan kebanyakan melakukan masturbasi (Sulivan & Caterino, 2008). Kebanyakan dari mereka melakukan masturbasi dalam waktu yang lama, dan melakukan masturbasi yang berdampak menyakiti diri sendiri (Cambridge, carnabay & Mc cartny, 2003 Waish, 2006).

Menurut Schwier & Hingsburger (2000),diperlukan upaya dari orang tua dan guru untuk menurunkan frekuensi anak dalam melakukan bentuk perilaku seksual menyimpang berupa usulan untuk mengajarkan pendidikan seksual. Adapun pedoman pendidikan seksual untuk remaja autis diantaranya mengenai pubertas dan perubahan fisik, menstruasi, mimpi basah, konsep publik dan pribadi, cara mengenali sentuhan baik dan menolak sentuhan seksual, perasaan dan dorongan seksual, dan masturbasi (Rustamadji, 2008).

Spragg, 2001 mengatakan ada sebuah prinsip yang bisa dijadikan acuan bagi orang tua dalam memberikan pendidikan seksual yang ringan bagi remaja autis yaitu ciptakan suasana keterbukaan sehingga anak tidak sungkan berespon atau bertanya mengenai pubertas dan hal-hal yang bersifat seksual. Sebaiknya sebelum

(4)

mengajarkan pendidikan seksual orang tua harus mempersiapkan cara untuk berkomunikasi yang baik dengan anak. (Lee, 2004 Straling-Turner & Jordan, 2007).

Pendidikan seksual memang jarang diajarkan pada anak autis, mungkin salah satu penyebabnya karena keterbatasan pengetahuan orang tua tentang apa saja yang harus dipelajari anak tentang seksualitas (Pamoedji, 2010). Selain itu, banyak orang tua yang tidak memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya karena mereka berpendapat bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang alamiah yang akan diketahui setelah menikah dan menganggap masalah seks sebagai masalah yang tabu untuk dibicarakan, walaupun banyak media yang telah memfasilitasi tentang pendidikan seksual (Mu'tadin, 2002).

Berdasarkan data hasil studi pendahuluan diketahui bahwa orang tua sudah pernah mendapatkan penyuluhan tentang pemberian pendidikan seksual remaja autis yang dilaksanakan oleh pihak sekolah, orang tua juga menyadari bahwa anak mereka akan mengalami pubertas. Namun, masih ada perasaan malu dan enggan dari orang tua untuk memberikan pendidikan seksual seksual kepada anak. Hal ini yang membawa ketertarikan peneliti untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenai

“Pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual remaja autis pada fase pubertas di SLBN Cibiru dan SLB Pelita Hafidz”.

(5)

Bagaimanakah pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual remaja autis pada fase pubertas.

Tujuan Penelitian

Mengetahui tentang gambaran pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual remaja autis pada fase pubertas pada anak autis di SLBN Cibiru

dan SLB Pelita Hafidz Bandung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Peneliti akan berusaha memaparkan mengenai variabel penelitian berupa pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pendidikan seksual pada remaja autis yang meliputi pubertas dan perubahan fisik, menstruasi, mimpi basah, cara mengenali sentuhan baik dan menolak sentuhan seksual oleh orang lain, konsep publik dan pribadi, perasaan dan dorongan seksual, dan masturbasi untuk memperoleh pemahaman tentang fenomena yang diteliti.

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah orang tua dari remaja autis di SLBN Cibiru dan SLB Pelita Hafidz Bandung sebanyak 32 orang dengan menggunakan teknik sampling jenuh dimana seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen untuk mengetahui pengetahuan orang tua terhadap pendidikan seksual berupa kuisioner tertutup dalam

(6)

bentuk multiple choice dengan skala Guttman dan instrumen yang digunakan untuk mengetahui sikap orang tua terhadap pendidikan seksual berupa kuesioner dalam bentuk checklist berskala Likert. Pengujian instrumen dilakukan untuk menguji ketepatan suatu item dalam instrumen. Uji validitas untuk menguji variabel pengetahuan menggunakan skor dikotomi, uji validitas sikap menggunakan rumus korelasi Pearson - product moment. Uji reliabilitas pengetahuan menggunakan teknik perhitungan Koefisien Reliabilitas Kuder – Rachardson (KR-20) dengan interval skor 0-1. Uji reliabilitas sikap menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan interval skor 1-4. Analisa data item kuesioner pengetahuan dilakukan dengan cara mentabulasikan data sehingga diperoleh total nilai dari semua item, kemudian ditentukan persentasenya. Untuk item kuesioner sikap berskala Likert digunakan perhitungan skor standar yaitu Skor T. Setelah dihitung dengan skor T lalu data di presentasikan

dengan menggunakan rumus analisis persentase distribusi frekuensi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Orang Tua Terhadap Pendidikan Seksual Pada Remaja Autis (n = 32)

No Pengetahuan F %

1 Baik 12 37.5

2 Cukup 11 34.37

(7)

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Orang Tua Terhadap Pemberian Pendidikan Seksual Pada Remaja Autis (n = 32)

No Subvariabel Baik Cukup Kurang

F % F % F %

1 Perubahan Fisik 7 21.87 14 43.75 11 34.37

2 Menstruasi Dan Mimpi Basah 7 21.87 8 25 17 53.13

3 Konsep Publik dan Konsep Pribadi 10 31.35 13 40.63 9 28.13

4 Cara Mengenali Sentuhan Seksual 14 43.75 0 0 18 56.25

5 Dorongan Seksual 19 59.37 0 0 13 40.63

6 Masturbasi 13 40.63 7 21.87 12 37.5

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sikap Orang Tua Terhadap Pemberian Pendidikan Seksual Pada Remaja Autis (n = 32)

No Sikap F %

1 Favourable 14 43.75

2 Unfavourable 18 56.25

PEMBAHASAN

Pendidikan seksual mencakup beberapa aspek dalam kehidupan, terdiri dari: Anatomi tubuh, kesehatan, personal hygiene, sistem reproduksi, hubungan antar manusia, respon seksual, agama, dan ekspresi cinta (Boehning, 2006). Pedoman pemberian pendidikan seksual untuk remaja autis diantaranya mengenai pubertas dan perubahan fisik, menstruasi, mimpi basah, konsep publik dan pribadi cara mengenali sentuhan baik dan menolak sentuhan seksual, perasaan dan dorongan seksual, dan

(8)

masturbasi (Rustamadji, 2008). Berdasarkan data dari table 4.1, diketahui sebanyak 12 orang (37.5%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap pendidikan seksual, Hal ini dapat berdampak positif terhadap kesiapan orang tua dalam menyampaikan pendidikan seksual. Sebanyak 11 orang (34,37%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan sebanyak 9 responden (28,13%) memiliki pengetahuan yang masih kurang terhadap pendidikan seksual. Pendidikan seksual memang jarang diajarkan pada anak autis, mungkin salah satu penyebabnya karena keterbatasan pengetahuan orang tua tentang apa saja yang harus dipelajari anak tentang seksualitas (Pamoedji, 2010).

Menurut penelitian Adam (2000) terhadap anak – anak autis menunjukkan bahwa masa remaja pada individu autis terjadi pada usia yang berbeda – beda. Diantara mereka ada yang sudah mengalami perubahan fisik dan dorongan seksual sejak usia 8 tahun, sementara yang lain terjadi sekitar usia 13 – 18 tahun. Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa berdasarkan subvariabel pengetahuan orang tua mengenai perubahan fisik pada remaja autis, sebanyak 7 orang (21,87%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 14 orang (43,75%) memiliki pengetahuan dalam kategori cukup, hal ini akan berdampak positif pada kesiapan orang tua dalam memberikan pendidikan seksual meliputi perubahan fisik pada anak. Sebanyak 11 orang (34,37%) memiliki pengetahuan dalam kategori kurang, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh keterbatasan informasi orang tua dan dapat berdampak negatif terhadap kesiapan dari orang tua untuk mengkomunikasikan kepada anak mengenai perubahan fisik yang akan mereka alami saat masa pubertas (Azwar, 2011).

(9)

Masa pubertas adalah saat dimana kriteria kematangan seksual muncul. Pada anak perempuan akan mengalami menstruasi dan pada laki – laki akan mengalami mimpi basah. Ciri – ciri seks sekunder akan terus berkembang dan sel yang diproduksi dalam organ seks juga akan ikut berkembang (Hurlock, 2000). Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui untuk subvariabel pengetahuan orang tua mengenai menstruasi dan mimpi basah meliputi tanda anak menstruasi, memvisualisasikan cara penggunaan pembalut, dan cara menjaga kebersihan area genital pada anak perempuan juga memahami tanda anak mengalami mimpi basah, memvisualisasikan cara menjaga kebersihan area genital bagi anak laki – laki (Rustamadji, 2008). Sebanyak 7 orang (21,87%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik,sebanyak 8 orang (25%) memiliki pengetahuan dalam kategori cukup, hal ini dapat berdampak positif pada sikap orang tua dalam memberikan pendidikan seksual meliputi menstruasi pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki - laki pada fase pubertas. Sebagian besar dari responden sebayak 17 orang (53,13%) memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yang dapat berdampak negative terhadap kesiapan orang tua dalam mengkomunikasikan mengenai mentruasi pada anak perempuan atau mimpi basah pada anak laki - laki yang dapat dipengaruhi oleh keterbatasan informasi yang didapatkan oleh orang tua (Azwar, 2011).

Saat anak menjelang pubertas, orang tua perlu mengajarkan pengetahuan tentang bagian tubuh yang dapat disentuh dan yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, mengajarkan anak autis tentang bagian tubuh mana yang harus ditutup dan bagian tubuh mana yang boleh terlihat oleh umum (Rustamadji, 2006). Berdasarkan

(10)

data pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa untuk subvariabel pengetahuan orang tua tentang konsep publik dan konsep pribadi, sebanyak 10 orang (31,35%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, hal ini dapat berdampak positif terhadap sikap orang tua untuk dapat mengkomunikasikan konsep publik dan konsep pribadi, sebanyak 13 orang (40,63) mempunyai pengetahuan dalam kategori cukup, dan sebanyak 9 orang (28,13%) mempunyai pengetahuan dalam kategori kurang yang kemungkinan dipengaruhi oleh keterbatasan informasi orang tua sehingga dapat berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua dalam menyampaikan konsep publik dan konsep pribadi kepada anak (Azwar, 2011).

Memasuki masa pubertas orang tua perlu mengajarkan anak mengenai cara mengenali sentuhan yang baik dan menolak sentuhan seksual yang bertujuan untuk mencegah anak dari pelecehan seksual dengan memahami perbedaan antara sentuhan yang baik dan sentuhan yang sentuhan yang tidak baik misalnya disentuh atau menyentuh bagian tubuh pribadi (Chantal Sicile-kira, 2006). Berdasarkan data pada tabel 4.2 diketahui sebanyak 14 orang (43,75%) mempunyai pengetahuan yang baik dan dapat berdampak positif terhadap kesiapan orang tua dalam mengkomunikasikan cara mengenal sentuhan yag baik dan menolak sentuhan seksual sehingga dapat mencegah anak dari pelecehan seksual oleh orang lain. Sebagian besar responden sebanyak 18 orang (56,25%) mempunyai pengetahuan yang kurang sehingga dapat berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua dalam menyampaikan cara mengenal sentuhan yang baik dan menolak sentuhan seksual oleh orang lain sehingga anak

(11)

Saat memasuki masa pubertas akan timbul hasrat seksual pada anak autis sehingga akan menambah berat beban seorang remaja autis dalam menghadapi pubertas apabila dibandingkan dengan remaja biasa lainnya dalam usia yang sama. (Chantal Sicile-Kira, 2006). Bentuk perilaku seksual yang sering ditunjukkan oleh anak autis yang mengalami puber diantaranya menyentuh organ-organ vital atau alat kelamin, melakukan masturbasi ditempat umum, membuka baju atau celana di tempat umum, menyentuh orang lain sembarangan, menyingkap rok, dan memeluk orang lain secara mendadak (Lawrie & Jilling, 2004 dan ray, Marks & bray garethson, 2004). Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui untuk subvariabel pengetahuan orang tua tentang dorongan seksual yaitu sebagaian besar responden sebanyak 19 orang (59,37%) mempunyai pengetahuan dalam kategori baik, hal ini dapat berdampak positif pada sikap orang tua dalam mengelola dorongan seksual remaja autis dan sebanyak 13 orang (40,63%) termasuk dalam kategori kurang hal ini dapat berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua untuk mengkomunikasikan cara mengontrol dorongan seksual kepada anak (Azwar, 2011).

Terdapat tiga masalah utama yang sering dialami oleh anak autis yaitu : Mereka cenderung masturbasi didepan umum, mereka menunjukkan perilaku seksual yang kurang pantas terhadap orang lain, dan kebanyakan dari mereka melakukan masturbasi dengan cara berlebihan dan cenderung menyakiti diri sendiri. (Gillberg,1983 ; dalam Rustamadji, 2008). Menurut penelitian Sullivan & Caterino (2008) Sekitar 75% remaja autis menunjukan beberapa perilaku seksual dan kebanyakan melakukan masturbasi. Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat diketahui

(12)

bahwa untuk subvariabel pengetahuan orang tua mengenai masturbasi sebanyak 13 orang (40,63%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, sebanyak 7 orang (31,87%) termasuk dalam kategori cukup hal ini dapat berdampak positif terhadap pada sikap orang tua dalam memahami pengertian masturbasi, namun sebanyak 12 orang (37,5%) termasuk memiliki pengetahuan yang kurang mengenai masturbasi, hal ini dapat berdampak negatif terhadap kesiapan orang tua untuk mencegah dan mengalihkan perhatian anak jika anak melakukan masturbasi berlebihan atau melakukan masturbasi di tempat umum (Rustamadji, 2008).

Menurut Spragg (2001), ada sebuah prinsip yang bisa dijadikan acuan bagi orang tua dalam memberikan pendidikan seksual bagi remaja autis yaitu ciptakan suasana keterbukaan sehingga anak tidak sungkan berespon ataupun bertanya mengenai pubertas dan hal-hal yang bersifat seksual. Pendidikan seksual yang diberikan pada remaja autis juga tergantung pada sikap orang tua, apabila sikap orang tua menyiratkan “tabu”, atau “enggan”, maka anak akan bingung tidak tahu harus berbuat apa dan dikhawatirkan pula anak akan lebih mendengarkan informasi dari luar rumah, yang mungkin saja tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Menurut Berkowitz, 1972 (dalam Azwar, 2011) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada obyek tersebut.

Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa untuk subvariabel sikap orang tua terhadap pemberian pendidikan seksual meliputi pubertas dan perubahan fisik,

(13)

seksual oleh orang lain, konsep publik dan pribadi, perasaan dan dorongan seksual, dan masturbasi. Sebanyak 18 orang (56,25%) mempunyai sikap yang temasuk dalam kategori unfavorable terhadap pendidikan seksual. Menurut Azwar (2011), sikap merupakan proses evaluatif dalam diri seseorang. Respon evaluatif berarti bentuk reaksi yang dinyatakan dalam bentuk sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai positif-negatif, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap, reaksi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk sikap orang tua apakah menerima atau tidak terhadap pemberian pendidikan seksual kepada remaja autis. Sikap orang tua yang unfavorableter terhadap pendidikan seksual pada remaja autis dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan orang tua mengenai pendidikan seksual. Dalam pembahasan mengenai variabel pengetahuan diungkapkan bahwa, kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pendidikan seksual dapat dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang didapatkan orang tua mengenai pendidikan seksual. Informasi mengenai pendidikan seksual penting didapatkan orang tua karena adanya informasi baru mengenai suatu hal akan memberi landasan kognisi baru bagi terbentuknya sikap terhadap suatu hal tersebut (Azwar, 2011).

SIMPULAN

Pada umumnya, hanya 12 orang (37.5%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap pendidikan seksual, dan sebanyak 18 orang (56,25%) mempunyai sikap yang temasuk dalam kategori unfavorable. Maka, pengetahuan orang tua terhadap

(14)

pendidikan seksual remaja autis masih kurang hal ini dapat dipengaruhi oleh perolehan informasi yang dimiliki orang tua, sebagian besar orang tua memiliki sikap yang unfavorable terhadap pendidikan seksual yang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan orang tua yang sejalan dengan adanya perasaan tabu atau canggung dalam mengkomunikasikan pendidikan seksual terhadap anak sehingga dapat mempengaruhi kecenderungan anak berpotensi melakukan perilaku seksual yang menyimpang seperti masturbasi didepan umum.

SARAN

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam bidang keperawatan anak untuk menambah pengetahuan tentang kehidupan remaja autis pada masa pubertas. Untuk dapat mengembangkan penelitian ini menjadi lebih mendalam, hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pendidikan seksual kepada remaja autis. 2. Hasil penelitian dapat dijadikan rujukan bagi pihak sekolah untuk dapat melakukan

penyuluhan mengenai pendidikan seksual secara lebih intensif untuk dapat berkomunikasi mengenai masalah yang dihadapi anak saat memasulki masa puber. 3. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi awal untuk melakukan penelitian lebih

lanjut mengenai peran caregiver terhadap pendidikan seksual

DAFTAR PUSTAKA

(15)

Azwar, S . 2011 . Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Boehning, A. 2006. Sex Education For Student With Disability, page : 59 - 66

Special Education, Junior, Indiana University

Chatal, Sicile-Kira.Adolescents on the Autism Spectrum : A Parent’s Guide to the

Cognitif, Social, Physical, and Transition Needs of Teenagers with Autism Spectrum Disorder; Chantal Publisher: Perigee Trade; 1 edition (February

28,2006)

Lawrie, B. & Jillings, C. (2004). Assessing and addressing inappropriate sexual

behaviour in brain-injured clients, Rehabilitation Nursing, 29(1): 9-13.

Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. PT Rineka Cipta : Jakarta Pamoedji, G. 2010. 200 Pertanyaan dan Jawaban Seputar Autisme. Yayasan

MPATI:Jakarta

Rustamadji, B & Sudaryati, S. 2008. Suka Duka Orang Tua Penyandang Autis. BPFE : Yogyakarta

Schwier, K.M & Hingsburger, Dave, Sexuality – Your Sons & Daughters with

Intellectual Disabilities, 2000, Paul.H.Brookes Publishing Co., Maryland-USA

Spragg, P.A. Ed.D; On Birds, Bees and Disabilities in Autism-Asperger’s Digest

Magazine, Jan-Feb 2001, Future Horisons Publishing Co., USA.

Sullivan, A. & Caterino, L.C. (2008). Addressing the sexuality and sex education of

individuals with autism spectrum disorders, Education and Treatment of Children, 31(3): 381-391.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Ke dalam tabung berisi air dimasukkan sebuah bola besi yang berjari-jari 6 cm, sehingga permukaan airA. dalam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuji pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa sistem dapat berfungsi dengan baik, dapat mendeteksi nyala api pada lilin sejauh

Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) belum sepenuhnya 100% terealisasi khususnya untuk kawasan pesisir kabupaten Bantul, ini terlihat dari ada beberapa poros

Gambar 4.138 Rancangan Layar Halaman Laporan Pelanggan / Partner Baru

Hal lain yang menjadi kekuatan dari portofolio ini adalah sejalan dengan pengajaran untuk orang dewasa (andragogi) sehingga pengalaman belajar yang tersimpan dalam

Usіng ЅQL іnјесtіоn, tо bу-раss wеb аррlісаtіоn lоgіn аlgоrіthms thаt аrе wеаk, dеlеtе dаtа frоm thе dаtаbаsе, еtс.. Руthоn, Rubу, Ваsh, Реrl - Ніgh

KONTRIBUSI KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA MADRASAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MUTU MADRASAH ALIYAH SWASTA DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.. Universitas Pendidikan Indonesia

terjadi perubahan warna dari yang awalnya bening menjadi biru muda.Selain itu bisa juga saat kita memanaskan lempeng tembaga yang berwarna merah dengan serbuk belerang yang