• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. 1. htt2%~bem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. 1. htt2%~bem"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1. h t t 2 % ~ B e m

#

Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan un- tuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan pem- bangunan diarahkan untuk memanfaatkan sumberdaya nasio- nal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pendapatan.

Sebagai negara agraris sektor pertanian masih tetap menempati posisi yang sangat penting di dalam pembentuk- kan pendapatan nasional. Dengan target pertumbuhan eko- nomi sebesar lima persen per tahun yang harus dicapai se-

lama Pelita

IV,

maka diharapkan sektor pertanian akan mampu lebih meningkatkan peranannya. Hal ini terutama me-

lihat adanya kecenderungan peranan sektor migas yang se- lama ini diandalkan sebagai sumber devisa, semakin menu- run akibat ketidakpastian harga pada pasar internasional. Dalam konteki demikian peranan wilayah dalam proses pem- bangunan era Pelita

IV

sudah merupakan tunatan yang men- dasari keberhasilan pencapaian perkembangan ekonomi Indo- nesia ke arah yang optimal.

Kebijaksanaan nasional dapat diorientasikan ke arah sisi penawaran (mobilitas sumberdaya) atau ke arah sisi permintaan (distribusi manfaat) daripada proses pemba- ngunan atau integrasi keduanya. Tipe masalah regional di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah

(2)

bagaimana menciptakan pembangunan ekonomi dengan memoder- nisasikan daerah-daerah kurang berkembang yang didasar- I kan atas perekonomian pertanian dan terkonsentrasi di wi-

layah pedesaan. Terdapat indikasi bahwa orang-orang mis- kin di pedesaan seringkali gaga1 memperoleh manfaat, bahkan tidak jarang menjadi penanggung beban dari usaha- usaha pembangunan. Adapun penyebab dari kegagalan pem- bagian manfaat-manfaat pembangunan tersebut adalah aki- bat dari kegagalan sistem pasar di dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada sehingga pareto optimum tidak pernah dicapai.

Fenomena umum yang dihadapi masyarakat pedesaan ada- lah (a) adanya proses pengalihan yang lamban dari pendu- duk untuk keluar dari produktivitas rendah di bidang per- tanian, ( b ) massa penduduk di wilayah pedesaan terdiri dari berbagai derajat kemiskinan dengan terbatasnya sum- berdaya, teknologi dan institusional, (c) daerah pedesa- an memiliki ,tenaga kerja melimpah, lahan relatip sempit dan sedikit modal yang jika dimobilisasikan dapat mengu- rangi kamiskinan dan memperbaiki kualita; hidup. Oleh karena itu pembangunan juga diharapkan merupakan perlaku- an terhadap orang-orang miskin agar dapat keluar dari keseimbangan lingkaran kemiskinannya.

Menurut Sidikprawiro ( d u r n : Mathur, 19801, kebijak- sanaan pembangunan di Indonesia berkisar pada empat tu- juan dasar, yaitu: (1) meningkatkan keseimbangan antara

(3)

pembangunan sektoral dan regional sehingga perencanaan respons terhadap potensi dan prioritas regional, (2) me- * ningkatkan pertumbuhan yang harmonis di antara daerah- daerah, (3) meningkatkan inisiatif dan partisipasi pen- duduk lokal dalam proses pembangunan dan (4) memperta- hankan keserasian antar pusat-pusat perkotaan dan bFnLer-

kradnya. Kebijaksanaan tersebut d i tingkat regional ter- masuk Jawa Tengah dicerminkan dalam bentuk kerjasama an- tar regional dan sektoral, upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat melalui lembaga formal dan informal, pemben- tukkan satuan-satuan wilayah pembangunan utama serta pe- netapan prioritas kegiatan pembangunan berdasarkan po- tensi sumberdaya wilayah.

Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa sampai Pelita IV Pemerintah masih tetap memberikan prioritas utama kepada sektor pertanian. Secara historis dan PO- tensial memang sektor pertanian rnernpunyai peranan yang sangat sealistis dalam kemajuan ekonomi nasional. Akan tetapi kontribusi tersebut terhadap Produk Nasional Bru- to semakin menurun sebagai akibat terjadinya transfor- masi struktural dalam sistem perekonomian. Demikian pula keputusan-keputusan alokasi sumberdaya pada sub sektor- sub sektor di dalam sektor pertanian seringkali tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip keunggulan komparatif. Tekanan dan semakin meningkatnya kebutuhan pengguna- an lain terhadap lahan pertanian terutama di Pulau Jawa,

(4)

menimbulkan permasalahan penting dan sukar dihindarkan. Oleh karena itu harus ada bentuk pertanian lain yang *

menggunakan lahan yang makin menyempit di wilayah pede- saan.

Untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan petani dalam kondisi seperti tersebut di atas, maka stra- tegi pembangunan pertanian tidak bisa lagi semata-mata menyandarkan diri kepada penggunaan lahan luas (land base

.

Sebaliknya harus melalui upaya pem- bangunan komoditi pertanian yang tidak berorientasi ke- pada lahan luas b ~ d4 ~

4 a h u w a ) .

s Perobahan orientasi tersebut menimbulkan persoalan yaitu di sam- ping masalah alokasi surnber lahan juga menyangkut alo- kasi sumberdaya tenaga kerja dan modal yang mempunyai kelangkaan relatif berbeda. Sumberdaya tenaga kerja se- cara kuantitatip berlimpah di sektor pertanian pangan, sedangkan modal sangat langka bagi petani.

Salah sdtu usahatani yang tidak berorientasi kepada lahan luas adalah usahatani peternakan sapi perah untuk menghasilkan susu. Sub sektor ini merupakan alternatif dalam upaya menanggulangi berbagai persoalan yang diha- dapi masyarakat pedesaan. Dengan pemilikan lahan yang relatif sempit dapat digunakan lebih banyak tenaga kerja -

untuk memungkinkan penghasilan yang lebih tinggi bagi keluarga petani. Ini merupakan salah satu jalan keluar yang sesuai bagi pemecahan masalah kelangkaan sumberdaya

(5)

lahan terutama di Pulau Jawa yang sebagian besar petani hanya memiliki lahan kurang dari 0.5 hektar. Namun de- mikian di dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masya- rakat pedesaan melalui usaha peternakan sapi perah yang tergolong mahal, peternak dihadapkan pada masalah ke- langkaan sumberdaya modal yang merupakan kendala utama. Untuk mengatasi ha1 tersebut Pemer-intah terpaksa harus memberikan subsidi kepada peternak dalam jumlah besar.

Sebenarnya usahatani sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad 17. Akan tetapi perkembangan dari ta- hun ke tahun sampai 1979 nampak berjalan lamban baik di bidang populasi , produksi susu, usaha pemasaran maupun peningkatan pendapatan peternak. Lebih kurang 75 persen dari peternak sapi perah merupakan usaha peternakan rak- yat yang pemilikannya berkisar antara 1

-

10 ekor tiap keluarga peternak. Penyebaran populasi sapi perah seki- tar 90 persen berada di Pulau Jawa. Pada umumnya lokasi pengembangan'sapi perah terkonsentrasi di wilayah-wila- yah yang berpenduduk padat. Secara nasional populasi sa- pi perah dan penyebarannya pada tahun 1979 disajikan pa- da Tabel Lampiran l.

Tingkat pertumbuhan populasi sapi perah sampai de- ngan sebelum Pelita I sekitar 4 . 7 persen per tahun, se- dangkan pada Pelita

I

dan I 1 rata-rata sebesar 6.9 per- sen per tahun. Sejak tahun 1979 peternakan sapi perah mulai berkembang pesat. Pesatnya perkembangan tersebut

(6)

tercermin dari data populasi sapi perah yang pada tahun 1979 mencapai 94 000 ekor, pada tahun 1982 telah mening- kat menjadi sekitar 140 000 ekor (Ditjen Peternakan,

1983) atau kenaikan rata-rata per tahun sebesar 11 per- sen. Hal ini dimungkinkan karena adanya campur tangan Pe- merintah melalui ( 1 ) kebijaksanaan impor sapi perah yang diikuti dengan pelayanan reproduksi, (2) bimbingan penyu-

luhan yang disertai dengan fasilitas perkreditan dan (3) kebijaksanaan pengkaitan pemasaran susu segar dengan In- dustri Pengolahan Susu (IPS).

Usaha-usaha Pemerintah dalam pengembangan sapi pe- rah secara nasional bertujuan: (1) meningkatkan gendapat- an para peternak dan kesempatan kerja, (2) meningkatkan kemampuan produksi susu dalam negeri agar secara berta- hap dapat mengurangi ketergantungan impor bahan asal su- su, (3) mencukupi serta memperbaiki gizi masyarakat akan pangan protein asal susu sapi.

Secara potensial permintaan akan susu tumbuh paralel dengan pertumbuhan populasi penduduk dan tingkat penda- patan per kapita. Dalam jangka panjang jika tidak dila- kukan kebijaksanaan yang tepat dalam meningkatkan pro- duksi susu dalam negeri, akan menciptakan jurang pemisah antara permintaan efektif dengan tingkat penawaran domes- tik yang semakin melebar. Kekurangan ini terpaksa dipe- nuhi dengan susu impor yang berarti Pemerintah harus me- nyediakan devisa yang cukup besar setiap tahunnya.

(7)

Gambaran secara agregat mengenai dampak pengembang- an usahatani susu dan peternakan sapi perah selama-tahun

*

1978 - 1982 disajikan pada Tabel Lampiran 2.

Dari Tabel Lampiran 2 dapat dilihat peningkatan pro- duksi susu sapi perah domestik cukup pesat, yaitu dari 62 300 ton pada tahun 1978 meningkat menjadi 116 800 ton pada tahun 1982 atau rata-rata sebesar 17.51 persen per tahun. Sedangkan konsumsi susu pada tahun 1982 adalah sebesar 638 100 ton yang berarti kekurangan penawaran se- besar 521 300 ton harus dipenuhi melalui impor.

Uraian-uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa Pe- merintah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap program pengembangan peternakan sapi perah mulai dari sub sistem produksi hingga sub sistem pemasaran output. Pada ha1 setiap intervensi Pemerintah di dalam sistem perekonomian adalah merupakan biaya. Akan tetapi dalam konteks demikian Pemerintah berkepentingan untuk turut

7

campur tangan baik dari segi politis, sosial maupun eko- nomi.

Dari segi politis upaya peningkatan produksi susu domestik adalah untuk mengurangi atau jika mungkin meng- hilangkan ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri. Dan secara sosial merupakan alih teknologi dalam sistem persusuan yang akan meningkatkan pengetahuan serta ke- trampilan masyarakat di pedesaan. Sedangkan dari aspek e- konomi upaya substitusi impor secara nasional diharapkan

(8)

akan menghemat devisa negara, dan secara lokal memberi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan melalui perbaik- kan distribusi pendapatan di antara berbagai kelompok ma- syarakat khususnya para petani di Pulau Jawa yang sema- kin terhimpit oleh masalah kelangkaan sumberdaya lahan.

Pada tingkat lokal terdapat ketimpangan ekonomi da- lam transaksi komoditi susu di antara para pelaku yang mengarah kepada ketidak-sempurnaan pasar, seperti bentuk oligopsonistis. Ketimpangan kekuatan ekonomi tersebut jelas merupakan sumber permasalahan yang akan menentukan efisiensi alokasi sumberdaya yang tersedia. Pada gilir- annya keadaan tersebut cenderung mengarah kepada tindak- an eksploitasi terhadap pihak-pihak yang mempunyai posi- si tawar lebih rendah dan pada akhirnya menuju kepada misalokasi daripada surnberdaya yang keadaannya semakin langka. Apabila ha1 ini berkelanjutan terus, tidak saja akan menghambat tingkat efisiensi ekonomi akan tetapi juga akan menimbulkan kesenjangan, ketidak-adilan dan ke- resahan dalam sistem kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu campur tangan Pemerintah diperlukan terutama dalam jangka pendek guna merangsang perkembang- an peternakan sapi perah yang diasumsikan rnemiliki keung- gulan komparatif, sedangkan dalam jangka panjang diharap- kan pengelolaannya sepenuhnya ditangani oleh masyarakat.

(9)

Sebelum dikemukakan berbagai permasalahan yang di- hadapi, terlebih dahulu akan diungkapkan aspek evaluasi ekonomi secara umum yang berkaitan dengan usahatani susu dan peternakan sapi perah.

Sistem usahatani susu dan peternakan sapi perah me- rupakan sumber penambahan pendapatan keluarga petani, terutama yang memiliki lahan relatip sempit.

Program pengembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah mencerminkan upaya pemerataan pembagian penda- patan kepada petani-petani kecil dengan memberikan paket kredit sapi perah yang dikelola secara kelembagaan oleh

KUD.

Bunga kredit yang dibebankan BRI kepada peternak

adalah sebesar 10.5 persen per tahun, lebih rendah dari tingkat bunga komersial sebesar 18 persen per tahun. De- ngan demikian program pengembangan usahatani susu dan pe- ternakan sapi perah menciptakan peluang bagi keluarga pe-

?

ternak untuk melakukan investasi yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi keluarga.

Dengan kemampuan modal pemerintah yang terbatas, jangkauan program tersebut belum mampu menjamah lapisan masyarakat petani secara menyeluruh dan baru sebagian ke- cil dengan cara bertahap. Untuk mendukung pencapaian sa- .saran tersebut di atas, Pemerintah juga menetapkan harga

susu pada tingkat peternak yang dilakukan secara perio- dik.

(10)

Dari sudut aliran pendapatan peternak, Koperasi se- bagai lembaga yang mengkoordinir kegiatan usahatani susu *

dan peternakan sapi perah menetapkan siklus pembayaran susu secara teratur, yaitu dengan periode 1 x 10 hari.

Di samping susu sebagai produk utama, maka usahata- ni susu dan peternakan sapi perah juga memberikan hasil sampingan berupa anak ternak yang lahir. Anak ternak jantan dan induk sapi tua yang sudah tidak berproduksi lagi dapat dijual sebagai ternak potong.

Pupuk hijau juga merupakan hasil ikutan peternakan sapi perah dan bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan serta dapat juga digunakan se- bagai sumber energi biogas.

Dalam ha1 penyediaan kesempatan kerja, program ini memberikan kontribusi pada tahun 1978 sebesar 78 700 STP (satuan tenaga kerja pria) secara nasional, dan kemudian meningkat menjadi 139 900 STP pada tahun 1983.

,

Ditinjau dari segi perbaikan gizi masyarakat terda- pat kecenderungan bahwa konsumen susu adalah masyarakat perkotaan yang mempunyai tingkat pendapatan relatip ting- gi. Masyarakat pedesaan dengan tingkat pendapatan yang rendah belum mampu mengkonsumsi susu sebagai sumber pro- tein hewani kecuali peternak yang kadang-kadang menyisih- kan sebagian kecil produksinya bagi peningkatan gizi ke- luarga

.

(11)

Dengan adanya pengembangan usahatani susu dan peter- nakan sapi perah, sumberdaya pertanian berupa limbah ter- #

utama yang berasal dari sub sektor tanaman pangan dapat digunakan secara lebih efisien.

Dari segi sosial usahatani susu dan peternakan sapi perah dapat merupakan upaya alih teknologi kepada masya- rakat pedesaan dan sekaligus sarana bagi pendidikan or- ganisasi sosial. Secara agregat terjadi peningkatan ko- perasi susu yang membina peternak dari jumlah 11 buah pa- da tahun 1978, kemudian meningkat menjadi 173 buah pada tahun 1983.

Secara nasional, program pengembangan' susu dan pe- ternakan sapi perah telah menghemat devisa negara sebe- sar US $ 25.29 juta pada tahun 1982. Demikian pula ter- jadi peningkatan rasio penyerapan susu produksi domestik terhadap susu impor dari 1 : 25 pada tahun 1978 menjadi 1 : 6 pada tahun 1982.

Dalam m&ncapai perkembangan seperti dikemukakan di atas, Pemerintah mengimpor induk sapi perah setiap tahun yang hingga tahun 1982 jumlah nilai modal ternak sebesar

Rp 42.0 milyar.

Di dalam sistem perekonomian rang tengah berlang- sung, sektor susu dan peternakan sapi perah mendorong permintaan suatu sektor tertentu terhadap output sektor lainnya. Misalnya, meningkatnya permintaan sektor susu dan peternakan sapi perah terhadap input konsentrat akan

(12)

mendorong permintaan sektor industri makanan ternak ter- hadap output sektor pertanian berupa palawija yang meru-

+

pakan komponen input dari konsentrat. Demikian pula pe-

ningkatan penawaran output sektor susu dan peternakan sa- pi perah akan mendorong berkembangnya sektor-sektor yang menggunakan output tersebut sebagai inputnya. Dengan de- mikian sektor susu dan peternakan sapi perah memberikan

rangsangan-rangsangan terhadap pertumbuhan sektor-sektor lainnya di dalam sistem perekonomian.

Dari uraian di atas tampak bahwa usahatani susu dan peternakan sapi perah secara umum memberikan manfaat eko- nomi yang berarti terutama bagi peternak.. Akan tetapi sejalan dengan perkembangannya, sistem usahatani terse- but menghadapi persoalan-persoalan kompleks yang menyang- kut aspek teknis, sosial, ekonomi dan kelembagaan seba- gai berikut:

(1) Hingga tahun 1983 investasi yang telah ditanamkan Pemerintah melalui paket kredit sapi perah mencapai jumlah Rp 4 874 milyar untuk Jawa Tengah. Tampaknya program impor sapi perah ini akan berlanjut terus secara intensip dalam upaya kebijakan substitusi im- por susu. Bahkan selama Pelita IV ditargetkan ke- butuhan sapi perah di Jawa Tengah sejumlah 28 600

- -

ekor dari 149 750 ekor target nasional akan dipe- nuhi dari dalam negeri dan luar negeri (Dit Jen Pe- ternakan, 1984 )

.

(13)

Impor sapi perah secara pesat yang dilakukan Pemerintah pada masa qiil hQPm 1979

-

1982 terjadi pada saat harga ekspor minyak di pasar internasio- nal membubung tinggi, mencapai U S $ 35.0 per barrel Akan tetapi setelah periode tersebut, terdapat ke-

cenderungan penurunan harga minyak secara drastis' *t yang merupakan andalan sumber devisa negara. Bah- kan diperkirakan bisa mencapai di bawah US $ 10 per barrel sehingga akan sangat memprihatinkan pereko- nomian nasional.

Dalam keadaan demikian apakah ~ m d - 5 2 ~ &

QX

mEila1

iwcsLmen&

pilihan kebijakan pengaloka- sian sumberdaya pembangunan yang sifatnya semakin langka kepada proyek impor sapi perah masih memberi- kan manfaat optimal dari segi pemanfaatan sumber de- visa? Posisi keuangan Pemerintah sedemikian rupa menuntut cara pengalokasian dana pembangunan pada berbagaf proyek secara lebih ketat dan harus memi- liki keunggulan komparatif.

Oleh karena itu yang menjadi persoalan apakah program impor sapi perah merupakan alternatip ter- baik dalam upaya pemerataan pendapatan di wilayah pedesaan? Harga sapi perah impor sebesar Rp 760 000

-

per ekor pada tahun 1983 dan diperkirakan menjadi RP 1.2 juta per ekor pada tahun 1987 akan menjadi

(14)

(2) Dari pandangan wilayah proyek peternakan sapi perah hanya merupakan salah satu alternatip dari berbagai kegiatan ekonomi yang memerlukan injeksi investasi dalam jumlah relatip besar. Diharapkan agar kebi- jakan alokasi dari setiap rupiah yang diinvestasi- kan kepada sesuatu kegiatan perekonomian dapat mem- berikan dampak positip paling tinggi terhadap kese- jahteraan masyarakat. Ini dapat dicerminkan melalui peningkatan output, peningkatan pendapatan serta pe- ningkatan terhadap kesempatan kerja. Demikian pula diharapkan agar kegiatan tersebut mempunyai sifat daya mendorong dan daya menarik yang kuat terhadap industri-industri yang berada di hilir dan di hulu- nya. Dengan demikian sektor yang bersangkutan akan mernberikan manfaat yang lebih tinggi memacu pertum- buhan ekonomi wilayah.

(3) Pada tahun 1983 harga susu impor-adalah sebesar Rp 142 per liter (c. i. f )

,

jauh lebih rendah diban- dingkan dengan harga susu lokal yang dibayar

IPS

ke- pada MT/GKSI sebesar Rp 308

-

Rp 328 per liter. Per- bedaan harga secara menyolok tersebut ternyata me- nimbulkan ekses yang meny;babkan

IPS

cenderung ti- dak bersedia memanfaatkan susu peternak sebagai ba- han baku. Oleh karena itu perlu upaya bagaimana ca- ra menekan harga susu domestik dengan tetap memberi- kan keuntungan yang memadai kepada peternak. Salah

(15)

satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi perma- salahan tersebut adalah meningkatkan efisiensi peng- gunaan faktor-faktor produksi serta rneningkatkan produktivitas usahatani peternak. Ternyata produksi susu sapi perah di wilayah Jawa Tengah relatip ren- dah, rata-rata 6

-

7 liter per ekor per hari, rang berarti jauh berada di bawah potensi genetiknya. Di-

duga salah satu faktor penyebab utama adalah sistem penanganan yang kurang profesional dan masih bersan- dar kepada pola tradisional. Peternak dengan sega- la keterbatasannya terutarna dalam ha1 pengetahuan dan modal, tidak mampu menerapkan teknologi yang se- suai dengan tuntutan sapi perah jenis unggul. Oleh karena itu masalah yang mendasar yang perlu dita- ngani adalah mengarahkan sistem organisasi produksi susu dan peternakan sapi perah tersebut menjadi sua- tu sistem usahatani yang tangguh.

(4) Aspek ~enanganan pascapanen masih belum seperti yang diharapkan sehingga seringkali menyebabkan su- su menjadi rusak. Kerusakan susu terutama disebab- kan terjadinya kontaminasi dengan organisme terten- tu baik pada saat pemerahan maupun dalam ha1 penem- patan setelah pemerahan. Produksi yang mengalami kerusakan tidak dapat diproses lebih lanjut dan ter- paksa ditolak IPS atau dibuang. Ini merupakan rnisa- lokasi sumberdaya dan setiap bulan bisa mencapai

(16)

puluhan ribu liter susu segar, yang pada akhirnya menjadi beban peternak.

L ( 5 ) Sistem penyaluran dan pemasaran susu segar di Jawa

Tengah masih lemah sehingga kurang mendorong berkem- bangnya usahatani sapi perah. Hal ini meliputi (a) bentuk pasar dan proses pembentukan harga, (b) fasi- litas pemasaran dan (c) struktur kelembagaan. Ben- tuk pasar komoditi susu segar tidak lagi mengikuti pasar bersaing terutama bagi peternak rakyat yang mempunyai ikatan kredit induk sapi perah pada

KUD.

Produk susu dari peternak yang bersangkutan harus disalurkan melalui KUD. Proses pembentukan harga susu segar ditetapkan secara kelembagaan dan bukan merupakan hasil interaksi antara kekuatan penawaran

C

dan permintaan di pasar. Dalam ha1 ini kedudukan pe- ternak produsen hanya bersifat sebagai E ~ S Z P ~

w~

dan tidak mempunyai posisi tawar yang kuat. Konse- kuensi logisnya, peternak belum menerima harga yang layak dari produksi susunya walaupun harga susu di pasar menunjukkan disparitas yang cukup tinggi. Me- mang, sistem penyaluran susu segar ini harus dita- ngani secara profesional mengingat sifatnya yang mu- dah rusak ( ~ ~ t d & r a h ; L P t ) . Kecuali harga susu di pasar umum yang ditentukan oleh kekuatan pasar sebesar Rp 250

-

Rp 350 per liter, maka di tingkat peter- nak KUD, MT/GKSI dan IPS, harga susu segar tersebut

(17)

ditentukan oleh IPS bersama GKSI sebagai berikut: (a) harga pembelian

IPS

ke

MT

adalah sebesar Rp 308 per liter, (b) harga pembelian

MT

ke

KUD

sebesar Rp 250 per liter dan (c) harga pembelian KUD ke pe- ternak sebesar Rp 220 per liter.

(6) Perkembangan ekonomi peternak sapi perah rakyat pa- da umumnya berjalan lamban dari tahun ke tahun. Di- duga para peternak tidak mampu memanfaatkan SMQ-

m l pf ~ =g& dari sistem usahatani susu dan peter-

nakan sapi perahnya. Indikasi yang dapat dilihat adalah bahwa skala pemilikan induk sapi perah dari sebagian besar peternak hanya berkisar antara 1

-

3 ekor saja. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah pada skala usaha tersebut secara ekonomis telah cu- kup memberi peluang untuk memperoleh keuntungan yang layak?

(7) Pengalokasian investasi melalui kredit pengadaan in- duk sap2 perah oleh Pemerintah tampaknya kurang mem- pertimbangkan aspek ekonomi lokasional. Hal ini ter- lihat dari penyebaran sapi perah melalui program tersebut hampir merata pada wilayah-wilayah Kabupa- ten/Kotamadya dalam jumlah masing-masing relatip ke- cil. Kebijaksanaan itu walaupun mungkin ditujukan

-

untuk mempercepat pemerataan antar sub wilayah me- lalui penciptaan kantong-kantong produksi, akan te- tapi menimbulkan biaya tinggi terutama dari segi

(18)

transportasi baik menyangkut pengadaan input maupun O

dari segi pemasaran outputnya.

Pola pengembangan program usahatani susu dan peter- nakan sapi perah mempunyai sifat wawasan jangka pan-

jang. Strategi pengembangan program tersebut tidak bisa lepas dari aspek penawaran dan permintaan akan komoditi susu sapi perah. Dengan demikian perlu pe- ngetahuan akan ramalan kecenderungan

(urn$)

dari pola penawaran dan permintaan tersebut di dalam wi- layah yang bersangkutan. Berdasarkan masukan data tersebut dapat disusun perencanaan pengembangan usa- hatani peternakan sapi perah sekurang-kurangnya un- tuk jangka menengah.

Persoalan-persoalan usahatani susu dan peternakan sapi perah baik yang bersifat makro maupun yang bersifat mikro mempunyai kaitan satu sama lain di dalam wilayah.

Dengan demikian penanganan persoalan-persoalan ter- sebut harus Aecara terintegrasi guna mendukung pengem- bangan usahatani susu sapi perah dalam Jangka panjang yang merupakan salah satu bagian dari program pada Peli- ta-Pelita selanjutnya. Oleh karena itu dituntut perha- tian dan penanganan serius guna memecahkan permasalahan yang dihadapi untuk mencapai keberhasilannya.

Bertolak dari keadaan tersebut, penulis tergugah un- tuk menelaah hal-ha1 seperti diungkapkan di atas melalui

(19)

suatu ruang lingkup penelitian baik dari aspek makro maupun dari aspek mikro.

3

-

T a m B ; % ~ b n f m L = ~ h

Tujuan dari studi ini adalah untuk merumuskan stra- tegi atau pola pengembangan usahatani susu dan peternak- an sapi perah yang diselaraskan dengan keadaan lingkung- an wilayah produksi, meliputi faktor fisik, ekonomi, so- sial dan kelembagaan yang berlaku sehingga mengarah ke- pada pola alokasi sumberdaya yang optimal dalam kerangka upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di pedesaan.

Penelaahan persoalan dilakukan dari tinjauan makro, yaitu kontribusi terhadap pembangunan wilayah dan dari tinjauan mikro yang menyangkut sistem usahatani peternak serta kaitan kedua aspek tersebut.

Dari telaahan makro akan dilihat bagaimana keduduk- an dan sumbangan serta saling keterkaitan usahatani susu

?

dan peternakan sapi perah sebagai salah satu sektor ter- hadap sektor-sektor lainnya di dalam struktur perekonomi- an wilayah serta dampaknya terhadap kesempatan kerja dan pendapatan regional. Selanjutnya diukur tingkat efisien- si ekonomi pemanfaatan sumberdaya domestik yang bersifat langka--di dalam aktivitas susu dan peternakan sapi perah Sedangkan pada telaahan mikro akan mengungkapkan hubung- an antara input dan output dalam sistem produksi di tingkat peternak serta kaitannya dengan pendapatan dan

(20)

kesempatan kerja. Kemudian hasil telaahan makro dan mi- kro diharapkan dapat memberi arah kepada cara pengaloka-

,

sian sumberdaya dalam wilayah secara optimal.

Dalam kerangka mencapai sasaran-sasaran pernbangunan usahatani susu dan peternakan sapi perah seperti disebut- kan di atas, maka dilakukan pendekatan melalui peneliti- an ini yang tujuannya secara spesifik meliputi:

1 Penyusunan Tabel 1-0 Jawa Tengah untuk mengetahui struktur perekonomian wilayah serta hubungan saling ketergantungan antara sektor susu dan peternakan sa- pi perah dengan sektor-sektor lainnya. Selanjutnya digunakan sebagai alat analisis dampak untuk menge- tahui (a) kontribusi sektor susu dan peternakan sa- pi perah terhadap pendapatan dan kesempatan kerja melalui pengaruh pengganda, ( b ) kontribusi sektor susu dan peternakan sapi perah terhadap output re- gional.

, (2) Menelaah,kelayakan usahatani susu dan peternakan sa-

pi perah ditinjau dari segi efisiensi pemanfaatan sumberdaya domestik

(3) Menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi susu sapi perah.

(4) Mengetahui sumbangan usahatani susu dan peternakan sapi perah terhadap pendapatan keluarga peternak. (5) Mengetahui skala usah.a minimal yang layak bagi usa-

(21)

(6) Membuat proyeksi produksi susu sapi perah bagi ke- perluan perencanaan pengembangan.

Penelitian ini diharapkan mampu memberi sajian yang lebih terinci dari berbagai permasalahan yang menyangkut sistem usahatani susu dan peternakan sapi perah serta peubah-peubah penting yang merupakan kunci bagi pemecah- an persoalan yang dihadapi secara terintegrasi beserta kendala-kendala yang menyertainya.

Dengan demikian informasi yang diungkapkan melalui penelitian ini dapat bermanfaat sebagai arahan guna mem- bantu para pengambil keputusan di dalam menetapkan kebi- jakan pembangunin sub sektor peternakan, khususnya di da- lam melakukan pilihan di antara berbagai rencana pengem- bangan persusuan.

Bagaimanapun, hasil penelitian ini akan menambah pus- taka yang berkaitan dengan pembangunan peternakan, khu- susnya sistem usahatani susu dan peternakan sapi perah.

+

4 .

Prmnimsa3wsi.#=

Cakupan dari studi ini terdiri dari 11 bab, yang da- pat digolongkan atas tiga bagian. Bagian pertama berisi Bab I1

-

IV,

mendiskusikan gambaran umum wilayah peneli- tian, landasan serta metodologi yang digunakan di dalam penelitian ini. Selanjutnya, pdaa bagian ke dua mulai dari Bab

V

-

IX menguraikan hal-ha1 yang berkenaan de- ngan hasil penelitian. Bagian terakhir yang terdiri dari

(22)

Bab X

-

XI menyajikan pembahasan, kesimpulan, implikasi kebijakan dan saran.

L

Secara lebih spesifik, Bab I1 dari tulisan ini meng- uraikan keadaan lingkungan fisik dan sosial ekonomi wila- yah pada bagian pertamanya, sedangkan pada bagian akhir bab ini menggambarkan perkembangan persusuan serta sis- tem usahatani sapi perah. Pandangan teoritis dari pemi- lihan model-model yang digunakan, diuraikan pada Bab 111 baik yang menyangkut 1-0, kelayakan ekonomi sumberdaya domestik, fungsi produksi, penentuan skala usaha maupun proyeksi populasi dan produksi susu. Selanjutnya Bab

IV

menyajikan metodologi yang berkenaan dengan model-model tersebut.

Bab V mendiskusikan struktur Tabel 1-0 wilayah yang meliputi tabel transaksi, koefisien teknologi, biaya dan nilai produksi serta interdependensi antar sektor. Struk- tur perekonomian dalam kaitannya dengan pertumbuhan eko- nomi wilayah'diuraikan pada Bab VI. Dampak sektor susu dan peternakan sapi perah terhadap wilayah diungkapkan pada Bab VII.

Bab VIII dan

IX

memberikan uraian mengenai tinjauan mikro dari sistem usahatani susu dan peternakan sapi pe- rah serta perspektip pengembangannya di masa mendatang.

Bab ke dua terakhir mengulas hasil-hasil penelitian yang kemudian diakhiri dengan kesimpulan, implikasi ke- bijakan dan saran pada Bab XI.

Referensi

Dokumen terkait

Pada delay 30 detik dan juga 60 detik, rata-rata selisih waktu tamu terdeteksi yang didapatkan dengan delay 30 detik yaitu 6.05 detik dan delay 60 detik didapatkan

Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok, sehingga peserta didik mampu menyajikan informasi tentang karakteristik ruang dan

Hasil kalibrasi model antara indeks dari citra spasial dengan data nilai lengas tanah pada 40 titik pengamatan BRG selama periode 2018-2019 menunjukkan performa

Dihimbau kepada para Koordinator Sektor Pelayanan “NAZARETH”, “FILADELFIA” dan “MAKEDONIA”/Pengurus PelKat/Komisi, serta Warga Jemaat GPIB “CINERE” Depok

Untuk itulah guru (peneliti) merancang suatu bentuk pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan melalui strategi pembelajaran berbasis Multiple Intelligence untuk

Fokus penelitian ini pada kegiatan Musrenbang pada tingkat desa dan kelurahan sebagai forum komunikasi stakeholder yang mewakili masyarakat desa/kelurahan untuk mengaspirasikan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa uji t menunjukkan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap arus kas masa depan, disebabkan karena arus kas