BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kimono jarang digunakan masyarakat Jepang kecuali pada acara-acara khusus saja. Dari abad ke abad kekaisaran Jepang, mulai dari kekaisaran Muromachi, dinasti Nara, dinasti Heian, atau dinasti Edo, kimono tampil dengan gaya dan ciri khas masing-masing. Sampai kini kimono yang dipakai keluarga Jepang pada acara perkawinan atau penobatan masih memakai gaya dinasti Heian yang nampak anggun dan kharismatik. Namun untuk pakaian keseharian, kimono memang tidak lagi banyak dijumpai. Kimono juga banyak menjadi inspirasi para disainer untuk menciptakan gaun-gaun modern, khususnya para perancang busana keturunan Jepang sangat fasih menerjemahkan gaya kimono dalam busana modern yang bisa diterima masyarakat luar. Diantara para disainer tersebut adalah Junko Koshino, Kenzo, dan Akira Issogawa. Di Indonesia, kita memiliki pebisnis fashion di bidang kimono batik, yaitu Florentine Widyastuti yang memberi nama produknya Utsukushii. Pada awalnya, Florentine hanya merancang kimono batik untuk orang-orang Jepang saja, namun karena berkembang dengan baik dan pesat Florentine meluaskan usahanya dengan membuat kimono berbahan batik. Kimono batik menjadi komiditas yang menarik bagi orang Jepang (Fashionpromagazine.com, 2011, diunduh 20 November 2014).
Prof. Masakatsu Tozu, pengajar di Kokushikan University, Tokyo, Jepang, menggagas sebuah pagelaran kimono batik pada Indonesia Japan Expo 2008 di
Kemayoran Jakarta. Menurut Tozu, mengenakan kimono nampak rumit tetapi bila dipadukan dengan batik terlihat simpel dan elegan dan menjadi sebuah karya fashion yang luar biasa. Pagelaran yang menjadi pameran 50 tahunan itu menjadi bukti bahwa hubungan Indonesia dan Jepang tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi dan politik saja, namun seni dan budaya yang menggambarkan dinamika masyarakat. Metamorfosis kimono dan batik seperti yang ditampilkan pada Indonesia Japan Expo 2008 membuat kedua pakaian tradisional tersebut bermetamorfosis menjadi pakaian yang mengikuti mode, praktis dan elegan. Kimono yang disebut oleh Tozu sebagai Kawai-Fashion yang artinya manis dan lucu itu pun diplesetkan menjadi kimono gaya Harajuku (Kompas.com, 10 November 2008, diunduh 20 November 2014).
Harajuku atau kini lebih dikenal dengan Harajutik (Harajuku-Batik) menjadi busana kontemporer anak muda Jepang dan Indonesia. Dalam pagelaran di salah satu klub di kawasan Roppongi, Tokyo pada tahun 2008, Harajutik mampu menghipnotis ratusan kawula muda Jepang yang memadatai klub tersebut. Sebanyak 44 koleksi dari perancang busana Tiarma Sirait yang telah mendapatkan penghargaan bergengsi dari Olympic Fine Art, karyanya ditampilkan oleh model-model dari Jepang. Batik bergaya Harajuku bisa menjadi awal pengenalan tentang Indonesia dengan cara yang bisa diterima dengan mudah oleh kalangan muda di Jepang. Menurut Tiarma, batik memang sudah cukup terkenal di Jepang, namun belum menjadi suatu fashion pilihan, meskipun potensi batik untuk menjadi busana dunia sangat luar biasa. Kota Tokyo yang merupakan salah satu pusat trend mode dunia menjadi tempat yang tepat diadakannya pagelaran batik agar
batik bisa mendunia. Jusuf Anwar mengemukakan bahwa Harajutik yang mengangkat perpaduan antara gaya Harajuku dan Batik yang menampilkan karya kreatif di luar negeri itu merupakan suatu keberanian anak muda Indonesia, sebagai warga Indonesia bangga akan hal tersebut (Bisniskeuangan.kompas.com, 29 November 2008, diunduh 20 November 2014 ).
Trend busana batik belakangan ini menjadi item yang sangat digemari di dunia. Di Indonesia salah satu kota yang sedang mengalami trend batik-kimono adalah Malang. Harajuku batik digemari oleh kaum muda karena lebih fashionable dan simpel. Harajuku style memiliki model kemeja yang mulai meninggalkan pakem dengan potongan yang lebih bervariasi dan menggunakan kerah dan kancing model China. Tidak hanya itu, disain bajunya juga lebih simpel dengan sedikit penggunaan aksen batik di beberapa sisinya biasanya di lengan, saku, atau pada bagian depan dengan mengkombinasikan dengan kain lurik. Batik-kimono ini memiliki potongan lebih bodyfit dengan berbagai ukuran. Salah satu gerai batik di Malang, Ina Batik, selalu menyajikan model batik-kimono dengan berbagai model dan ukuran. Indah Sriwijayanti sang pemiliki gerai menuturkan peminat Harajuku style ini berasal dari kalangan mahasiswi (jpnn.com, 5 Juni 2012, diunduh 20 November 2014).
Salah satu batik-kimono rancangan disainer Yogyakarta yang berhasil menorehkan prestasi di Jepang adalah Nita Azhar dengan karyanya Sakura Java Dwipa (Sakura dari Tanah Jawa). Kain batik-kimono sutra Java Dwipa yang diperagakan di dalam ajang Sakura Collection yang diselenggarakan Adventure Japan Inc di Tokyo Tower, Tokyo. Nita memadukan kain batik tulis tangan
dengan pewarna alami yang mengangkat tema kekayaan alam dan budaya pada rancangannya yang melambangkan kemakmuran. Hasil rancangan Nita yang menarik adalah OBI yang pada aslinya terkesan ribet dalam penggunaannya menjadi simpel seperti stagen dalam kebaya. Bagi Nita, Indonesia dan Jepang memiliki budaya atau tradisi yang sama seperti tenun yang bukan mesin atau manual dan pewarnaan seperti dalam batik dan bahkan dalam pembuatan Shibori sama dengan di Indonesia adalah jumputan (Jawa) atau sasirangan (Kalimantan). Banyak kesamaan membuat busana tradisional Jawa dan Jepang begitu pas dan mudah dipadukan, bahkan teknik pembuatannya juga mirip. Salah satu model yang paling diminati adalah Sarimbit Batik Kerah Kimono, sarimbit batik dengan potongan model menyamping seperti kimono dengan dihiasi obi yang bisa dilepas dan detail bross bunga, dengan bahan alami sutera dengan paduan satin menghasilkan perpaduan yang sangat cantik memberikan kesan jenjang pada bagian leher dan lebih proporsional nan elegan (female.kompas.com, 28 Oktober 2013, diunduh 20 November 2014).
Batik memang sudah menjadi bagian dari negeri ini, di samping sebagai identitas juga sebagai trend fashion di negeri ini dan sudah diakui di berbagai negara. Bahkan di Jepang batik sudah terkenal dengan kemajuannya dan batik Indonesia telah mengalah kimono Jepang. Di Roppongi Mid-Town, salah satu tempat bergengsi di Tokyo terjadi parade batik. Beberapa peraga busana nan cantik jelita dalam acara Festival Indonesia Batik pun dengan bangga berbaju batik yang dibawa langsung dari Indonesia (batik Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Cirebon). Salah satu koreografer terkenal Ari Tulang ikut terjun dalam peragaan
busana batik ini. Mereka memperagakan baju tradisional warisan budaya dan pusaka Indonesia di tengah masyarakat Jepang di Tokyo dengan rasa bangga. Beberapa pengunjung pun nampak mengenakan busana batik berwarna-warni meramaikan suasana termasuk istri dubes RI untuk Jepang, Ibu Bianca A. Lutfhi. Sejak batik dinobatkan sebagai warisan pusaka tak teraba (Intangible Heritage) oleh UNESCO pada tahun 2009, batik telah mendunia, termasuk di ibu kota Jepang, Tokyo. Meskipun Jepang juga mempunyai warisan budaya yang juga terkenal dan indah, yakni kimono, tetapi kenyataannya kimono ini masih kalah dengan pamor sang batik. Kimono meskipun sangat indah dan begitu kental cerita sejarahnya namun sampai saat ini belum termasuk dalam warisan pusaka dunia, Batik Indonesia digunakan luas oleh siapa saja, baik dari kalangan tradisional kelas bawah, menengah, atau kalangan elite. Batik biasa ditemukan di mana saja dari pasar tradisional hingga butik mewah. Budaya batik juga dilakukan oleh rakyat biasa bukan komunitas-komunitas tertentu. Berbeda dengan batik, kimono yang merupakan pusaka Jepang hanya dikenakan pada saat-saat tertentu dengan bantuan orang-orang yang memiliki keahlian mengenakan kimono. Harga kimono juga sangat mahal. Hal ini menjadikan kimono tidak bisa dimiliki sembarangan orang. Agar kimono dan batik tetap eksis maka perlu diadakan perpaduan dalam bidang fashion diantara keduanya seperti Harajuku batik sehingga dapat tetap diminati oleh para penggemar batik dan kimono, (sosbud.kompasiana.com, 1 Oktober 2012, diunduh 20 November 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian sebelumnya maka dapat dirumuskan 3 (tiga) permasalahan, sebagai berikut :
1. Sejak kapan kimono masuk di Indonesia?
2. Mengapa kimono dijadikan fashion batik di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh kimono terhadap proses produksi batik di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini ialah :
1. Untuk mengetahui sejarah masuknya kimono di Indonesia
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat kimono menjadi fashion batik di Indonesia
3. Untuk mengetahui pengaruh kimono dalam proses batik di Indonesia
1.4 Metode Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini menggunakan metode deskriptif kaulitatif. Adapaun langkah-langkah dan analisis data dilakukan dalam tahap-tahap sebagai berikut :
1. Menelusuri sejarah batik di Indonesia
2. Mencari data-data yang berkaitan dengan pengaruh kimono terhadap fashion batik di Indonesia
3. Mencari data-data yang terkait dengan pengaruh kimono terhadap proses produksi batik di Indonesia
4. Penyajian dan analisis data dilanjutkan dengan merangkum tentang perkembangan dua fashion batik kimono di Indonesia
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II menguraikan isi, dalam bab ini menguraikan tentang perkembangan batik dan kimono dari masa ke masa serta berbagai macam motif dan coraknya hingga menjelaskan pengaruh kimono terhadap proses produksi batik, menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan kimono menjadi fashion batik di Indonesia.
BAB III merupakan penutup, yang merupakan rangkuman dari analisis sebelumnya.