• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motif Ibu Rumah Tangga Menonton Tayangan Sinetron (Studi Analisis Deskriptif Motivasi Ibu Rumah Tangga Di Setia Budi Tanjung Sari Pasar 1 Medan Dalam Menonton Tayangan Sinetron)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Motif Ibu Rumah Tangga Menonton Tayangan Sinetron (Studi Analisis Deskriptif Motivasi Ibu Rumah Tangga Di Setia Budi Tanjung Sari Pasar 1 Medan Dalam Menonton Tayangan Sinetron)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Teori Uses and Gratification

Pengguna (Uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (Gratification) atas kebutuhan seseorang atau Uses and Gratification salah satu teori dan pendekatan yang sering digunakan dalam komunikasi. Teori dan pendekatan ini tidak mencakup atau mewakili keseluruhan proses komunikasi karena sebagian besar pelaku audience hanya dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) mereka sebagai suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan media). Pendekatan Uses and Gratification ditujukan untuk menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau agregasi individu (Effendy,2000:289).

Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang memperkenalkan teori ini. Teori kegunaan dan kepuasan ini dikenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses of Mass Communications: Current Perspectives on Gratification Research. Teori milik Blumer dan Katz ini menekankan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi, pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratifications mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2003:181).

(2)

Model uses and gratification menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Jadi, bobotnya ialah pada khlayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus (Effendy, 2003:290).

Pendekatan Uses and Gratification memberikan alternatif untuk memandang pada hubungan antara isi media dan audience dan pengkatagorian media menurut fungsinya Katz dan kawan-kawan (1974) dan Dennis McQuail (1975) menggambarkan logika-logika yang mendasari penelitian uses and gratifications model sebagai berikut (Ardianto dan Erdinaya, 2004:72) :

Gambar 2.1

Logika Teori Uses and Gratification

Sumber : (Ardianto dan Erdinaya, 2004:72)

Katz, Blumer & Gurevitch menjelaskan mengenai asumsi dasar dari teori Uses and

Gratification, yaitu (West dan Turner, 2008:104) :

Katz, Blumer & Gurevitch menjelaskan mengenai asumsi dasar dari teori Uses and

Gratification, yaitu (West dan Turner, 2008:104) :

1. Khalayak aktif dan penggunaan medianya berorientasi pada tujuan. Asumsi teori ini

mengenai khalayak yang aktif dan penggunaan media yang berorientsi pada tujuan

cukup jelas. Anggota khalayak individu dapat membawa tingkat aktivitas yang berbeda

untuk penggunaan media mereka. Kita semua mempunyai acara favorit dalam media

tertentu, dan kita semua mempunyai alasan untuk memilih media tertentu.

2. Inisiatif dalam menghubungkan pemuasan kebutuhan pada pilihan media tertentu

terdapat pada anggota khalyak. Asumsi ini menghubungkan kepuasan akan kebutuhan

Faktor sosial

media (5) Konsekuensi

(3)

adalah agen yang aktif, mereka mengambil inisiatif. Contohnya, kita memilih acara

seperti the simpsons ketika kita ingin tertawa dan CNN World News Tonight ketika kita

ingin mendapatkan informasi, tetapi ada seorang pun memutuskan untuk kita apa yang

kita inginkan dari sebuah media atau bagian dari isinya. Implikasi yang ada disini

adalah khalayak mempunyai banyak sekali otonomi dalam proses komunikasi massa.

3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan

kebutuhannya. Kebutuhan yang dipengaruhi media lebih luas, bagaimana kebutuhan ini

terpenuhi memalui konsumsi media amat bergantung pada prilaku khalayak yang

bersangkutan. Media berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan akan

kebutuhan, berarti bahwa media dan khalayaknya tidak berada dalam kevakuman.

Keduanya adalah bagian dari masyarakat luas dan hubungan antara media dan khalayak

dipengaruhi oleh masyarakat. Contohnya, pergi ke bioskop pada kencan pertama

merupakan penggunaan media yang lebih mungkin dari pada menyewa sebuah video

dan menontonnya dirumah.

4. Orang mempunyai cukup kesadaran diri akan penggunaan media mereka, minat dan

motif sehingga dapat memberikan sebuah gambaran yang akurat mengenai kegunaan

tersebut kepada para peneliti. Asumsi keempat dari teori kegunaan dan gratifikasi adalah

masalah metodelogis mengenai kemampuan peneliti untuk mengumpulkan informasi

yang akurat dari konsumen media. Untuk berargumen bahwa khalayak cukup sadar diri

akan penggunaan media, minat, serta motif mereka sehingga mereka dapat memberikan

kepada peneliti sebuah gambaran akurat menyatakan kembali keyakinan akan khalayak

yang aktif; hal ini juga mengimplikasikan bahwa orang sadar akan aktivitas ini.

5. Penilaian tentang nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak. Asumsi kelima ini

juga sedikit berbicara mengenai khalayak dari pada mengenai mereka yang melakukan

studi mengenai ini. Hal ini menyatakan bahwa peneliti harus mempertahanan

penilaiannya mengenai hubungan antara kebutuhan khalayak akan media atau muatan

tertentu. Dikarenakan individu khalayak yang memutuskan untuk menggunakan isi

tertentu untuk tujuan akhirnya, nilai muatan media dapat dinilai hanya oleh

khalayaknya. Menurut J.D.Rayburn dan Philip Palmgreen (dalam West dan Turner),

“Orang mungkin membaca surat kabar tertentu karena surat kabar itu hanya

(4)

surat kabar tersebut. Bahkan, ia mungkin cukup merasa tidak puas untuk menghentikan

langganan jika ada alternatif surat kabar lain”.

Riset yang dilakukan oleh McQuail, Blumler dan Brown pada 1972 menemukan

empat tipologi motivasi khlayak yang terangkum dalam skema media persons interactions

sebagai berikut (Severin dan Tankard, 2008:358) :

1. Pengalihan - pelarian dari rutinitas dan masalah; pelepasan emosi.

2. Hubungan personal - manfaat sosial informasi dalam percakapan; pengganti

media untuk kepentingan perkawanan.

3. Identitas pribadi atau psikologi individu - penguatan nilai atau penambah

keyakinan; pemahaman-diri; eksplorasi realitas; dan sebagainya.

4. Pengawasan - informasi mengenai hal-hal yang mungkin mempengaruhi

seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau memutuskan sesuatu.

(5)

Operasionalisasi Teori Uses and Gratification

Sumber : (Nurudin, 2003:183)

Model ini memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang

menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok

dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs) dikategorisasikan

sebagai kebutuhan kognitif (cognitive needs), kebutuhan afektif (affective needs),

kebutuhan integratif personal (personal integrative needs), kebutuhan integratif sosial

(social integrative needs), dan kebutuhan pelepasan (escapist needs). Penjelasanya adalah

sebagai berikut (Effendy, 2003:294) :

1. Cognitive needs (kebutuhan kognitif)

Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan

pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk

memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan

dorongan untuk penyelidikan kita.

2. Affective needs (kebutuhan afektif)

Kebutuhan ini berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis,

menyenangkan dan emosional.

3. Personal integrative needs (kebutuhan pribadi secara integratif)

Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas

dan status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari hasrat akan harga diri.

(6)

Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan

dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafilitasi

5. Escapist needs (kebutuhan pelepasan)

Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan dan

hasrat akan keanekaragaman.

Inti teori Uses and Gratifications adalah khalayak pada dasarnya menggunakan

media massa berdasarkan pada motif-motif tertentu. Media dianggap memenuhi motif

khalayak. Jika motif ini terpenuhi maka kebutuhan khalayak akan terpenuhi. Pada

akhirnya, media yang mampu memenuhi kebutuhan khalayak disebut media efektif

(Kriyantono, 2009:206).

Model “Uses and Gratifications”

Anteseden Motif Penggunaan Media Efek

Variabel Individu Kognitif Hubungan Kepuasan Variabel Lingkungan Personal Diversi Macam Isi Pengetahuan

Personal Identity Hubungan Dengan Isi Sumber : (Kriyantono, 2009:208)

Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis serta variabel lingkungan seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial. Daftar motif memang tak terbatas. Tetapi operasionalisasi Blumer agak praktis untuk dijadikan petunjuk penelitian. Blumer menyebutkan tiga orientasi :

1. Kognitif (kebutuhan informasi, surveillance atau eksplorasi realitas),

(7)

3. Identitas Personal (yakni menggunakan isi media untuk memperkuat/menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri).

Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Efek media dapat dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberi kepuasan (Rakhmat, 2004:66).

Salah satu macam riset Uses and Gratifications yang saat ini berkembang adalah

yang dibuat oleh Philip Palmgreen. Kebanyakan riset Uses and Gratification memfokuskan

pada motif sebagai variabel independen yang mempengaruhi penggunaan media.

Palmgreen juga menggunakan dasar yang sama yaitu orang menggunakan media didorong

oleh motif-motif tertentu, namun konsep yang diteliti oleh Palmgreen ini tidak berhenti

disitu dengan menanyakan apakah motif-motif audiens itu telah dapat dipenuhi oleh media.

Dengan kata lain apakah audiens puas setelah menggunakan media (Kriyantono, 2009:20)

2.2 Televisi

2.2.1 Pengetian Televisi Fungsi Sebagai Media Massa

Menurut Effendy (2002 : 21) yang dimaksud dengan televisi adalah televisi siaran

merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri – ciri yang dimiliki komunikasi

massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum,

sasarannya menimbulkan keserempakan, dan komunikasinya bersifat heterogen.

Perkembangan teknologi melahirkan suatu media baru yang dapat menyajikan

informasi secara cepat kepada masyarakat yaitu televisi. Telvisi sebagai alat penangkap

siaran dan gambar. Televisi berasal dari kata “Tele” yaitu tampak dan vision ; jauh atau

jika digabungkan menjadi suatu makna yang berarti “jauh dan tampak” atau dengan kata

lain yaitu TV, merupakan suatu alat untuk melihat dari jarak jauh. Segi jauhnya diwakili

oleh prinsip radio yaitu dapat mendengarkan suara sedangkan penglihatan diwakili dengan

adanya gambar. Tanpa gambar tidak ada apa – apa yang dapat dilihat. Para penonton dapat

menikmati gambar karena adanya pemancar, dan gambar yang dipancarkan itu adalah

(8)

Televisi merupakan jaringan komunikasi dengan peran seperti komunikasi massa

taitu satu arah, menimbulkan keserempakan dan komunikan bersifat heterogen. Televisi

merupakan media massa yang berfungsi sebagai alat pendidikan, penerangan, dan hiburan.

Selain itu sifat negatif dari televisi adalah sepintas lalu, tidak terlalu dapat diterima dengan

sempurna, dan menghadapi publik yang heterogen. (Dominick, 2000 : 192 ).

Tayangan televisi dapat diartikan sebagai adanya suatu pertunjukan acara yanng

ditampilkan atau disiarkan melalui media massa televisi. Tayangan tersebut bisa bersifat

hiburan, informasi, ataupun edukasi seperti tayangan mengenai pendidikan.

2.2.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (Human

Comunication) yang bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang

mampu melipat gandakan pesan komunikasi yaitu semenjak ditemukannya mesin cetak

oleh Johanes Gutenberg dan semenjak saat itu dimulailah era komunikasi massa. Yang

dimaksud dengan komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern,

yang meliputi surat kabar yang memiliki sirkulasi yang sangat luas, siaran radio dan

televisi yang ditujukan secara umum, dan film yang dipertunjukan gedung-gedung

dibioskop (Effendy, 2000 : 79).

Komunikasi massa dengan media televisi merupakan proses komunikasi antara

komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Kelebihan

media televisi terletak pada kekuatannya menguasai jarak dan ruang, sasaran yang

dicapai untuk mencapai massa cukup besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau

pemberitaan sangan cepat. Menurut Effendy, seperti halnya media massa lain, televisi

pada pokoknya mempunyai tiga fungsi pokok berikutnya.

2.2.3 Fungsi Televisi Sebagai Media Massa

Pada hakikatnya media televisi sebagai media komunikasi pandang dan dengar

(9)

a. Fungsi Informasi (The Information Function)

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana informasi tidak hanya dalam

bentuk siaran pandang mata, atau berita yang dibacakan penyiar, dilangkapi

gambar-gambar yang faktual, akan tetapi juga menyiarkan bentuk lain seperti ceramah, diskusi

dan komentar. Televisi dianggap sebagai media massa yang mampu memuaskan pemirsa

dirumah jika dibandingkan dengan media lainnya. Hal ini dikarenakan efek audio dan

visual yang memiliki unsur immediacy dan realism.

Immediacy, mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yng disiarkan

oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar olah para pemirsa pada saat periatiwa itu

berlangsung. Penyiar yang sedang membaca berita, pemuka masyarakat yang sedang

membaca pidato atau petinju yang sedang melancarkan pukulannya, tampak dan

terdengar oleh pemirsa, seolah-olah mereka berada ditempat peristiwa itu terjadi,

meskipun mereka berada dirumah masing-masing jauh dari tempat kejadian, tapi mereka

dapat menyaksikan pertandingan dengan jelas dari jarak yang amat dekat. Lebih-lebih

ketika menyaksikan pertandingan sepekbola, misalnya mereka akan dapat melihat wajah

seorang penjaga gawang lebih jelas, dibandingkan dengan jika mereka berdiri di tribun

seagai penonton.

Realism, yang berarti bahwa stasiun televisi menyiarkan informasinya secara

audio dan visual dengan perantara mikrofon dan kamera apa adanya sesuai dengan

kenyataan ketika suatu acara ditayangakan secara langsung (Live). Jadi pemirsa langsung

dapat melihat dan mendengar sendiri. Bedanya televisi dengan media cetak adalah berita

yang disampaikan langsung direkam dan hanya menggunakan sedikit editan untuk

mendapatkan inti dari kajadian yang ingin disampaikan, sedangkan bila di media cetak,

berita yang sama harus mengalami pengolahan terlebih dahulu oleh wartawan baru

kemudian disajikan pada pembaca.

b. Fungsi Pendidikan (The Education Function)

Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan pendidikan kepada

khalayak yang jumlahnya begitu banyak dan disampaikan secara simultan. Sesuai dengan

makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat televisi

(10)

matematika, dan lainnya. Selain itu televisi juga menyajikan acara pendidikan yang

bersifat informal seperti sandiwara, legenda dan lain-lain.

c. Fungsi Hiburan (The Entartaint Function)

Dalam negara yang masyarakatnya masih bersifat agraris, fungsi hiburan yang

melekat pada televisi siarannya tampaknya lebih dominan. Sebagian besar dari alokasi

waktu siaran diisi oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena pada layar

televisi dapat ditampilkan gambar hidup beserta suaranya bagaikan kenyataan, dan dapat

dinikmati di rumah-rumah oleh seluruh keluarga, serta dapat dinikmati oleh khalayak

yang tidak dimengerti bahasa asing bahkan yang tuna aksara.

Pengaruh siaran televisi terhadap sistem komunikasi tidak pernah terlepas dari

pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Prof. Dr. R,

Mar’at, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan

perasaan bagi para penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh psikologis dari

televisi itu sendiri, di mana televisi seakan-akan menghipnotis penonton, sehingga

mereka terhanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang disajikan oleh

televisi (Effendy, 2002 : 122).

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering memperoleh berbagai pemgalaman. Hal

ini dikarenakan terintegrasinya kelima indera yang dimiliki, tetapi dengan menonton

audiovisual, akan mendapatkan 10% dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Ini

sebagai akibat timbulnya pengalaman tiruan (Stimulated Experience) dari media

audiovisual tadi (Darwanto 2007 :119)

Darwanto juga mengemukakan, dalam kaitannya terhadap peningkatan pengetahuan,

suatu tayangan televisi hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain :

1. Frekuensi menonton. Melalui frekuensi menonton komunikan, dapat diihat

pengaruh tayangan terhadap pengetahuan komunikan.

(11)

dikhususkan bagi pelajar, hendaknya ditayangkan pada jam setelah kegiatan

belajar di sekolah usai.

3. Kemasan Acara. Agar mampu menarik perhatian pemirsa yang menjadi sasaran

komunikannya, suatu tayangan harus dikemas atau ditampilkan secara menarik.

4. Gaya penampilan pesan. Dalam menyampaikan pesan dari suatu tayangan, apakah

host atau pembawa acara sudah cukup komunikatif dan menarik, sehingga dapat

menghindari rasa jenuh pemirsanya dan juga memahami pesan yang disampaikan.

5. Pemahaman pesan. Apakah komunikan dapat mengerti dan memahami setiap

materi atau pesan yang disampaikan oleh suatu tayangan.

2.3 Sinetron

Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari kata sinema dan

elektronika. Elektronika disini tidak semata mengacu pada pita kaset yang proses

perekamannya berdasar pada kaidah – kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetro itu

lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang merupakan medium

elektronik selain siaran radio. (Wardana, 1997 : 1)

Sinetron disebut juga sama dengan televisi play, atau dengan teldrama, atau sama

dengan sandiwara televisi. Inti persamaannya adalah sama – sama ditayangkan di media

audio visual yang disebut dengan televisi. Seperti telah dikemukakan di atas, sinetro

adalah kependekan dari sinema dan elektronika. Berdasarkan kata sinema saja, hal ini

sudah mengarah kepada sebuah konsep film (sinema). Oleh sebab itu sinetron dalam

penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih (layar lebar).

Demikian juga tahapan penulisan dan format naskrah, yang berbeda hanyalah

film layar putih menggunakan kamera optik, bahan soleloid dan medium sajiannya

menggunkan proyektor dan layar putih di gedung bioskop. Sedangkan sinetron

menggunakan kamera elektronik dengan video record dan vita di dalam kaset sebagai

bahannya dan penayangannya melalui medium televisi. (Wibowo, 1997 : 153)

2.3.1 Sejarah Sinetron

Awal kemunculan sinetron bermula dari siaran drama berseri di beberapa

radio Amerika sekitar tahun 1930-an.mayoritas pendengar radio waktu itu adlah ibu

(12)

rumah, para ibu – ibu terbiasa mendengarkan drama serial yang disampaikan radio.

Nampaknya ini menjadi peluang emas bagi perusahaan deterjen dan beberapa produk

kebersihan lainnya untuk memasang iklan disela – sela drama berseri tersebut. Oleh

karena itu drama serial ini kemudian dikenal dengan soap opera (opera sabun).

Setelah kemunculan televisi warna di tengah – tengah masyarakat sekitar tahun

1940-an berkat karya Peter Goldmark, drma berseri yang semula disiarkan di

beberapa radio beralih ke televisi namu masih dengan nama opera sabun. Hal yang

sama terjadi di Spanyol namun drama seri di Spanyol dikenal dengan Telenovela.

2.3.2 Sinetron Masuk ke Indonesia

Di Indonesia sinetron dikenal pertama kali oleh Bapak Soemardjono, salah

satu pendiri Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sinetron sendiri berasal dari Sinema

Elektronik yaitu sebuah tayangan sinema (film) berseri yang ditonton melalui media

elektronik (televisi). Sinetron pertama kali muncul di Indonesia berjudul “Losmen”

yang ditayangkan sekitar tahun 80-an oleh TVRI, yaitu stasiun televisi milik

pemerintah indonesia sekaligus satu – satunya televisi yang ada saat itu. Losmen

bercerita tentang kehidupan sehari – hari Pak Broto yang mengelola penginapan

(Losmen). Darama ini dibintangi oleh aktor dan aktris senior seperti Dewi Yull, Mieke

Wijaya, dan Mathias Muchus.

Berbeda dengan sinetron sekarang yang penayangannya setiap hari, drama

Losmen ditayangkan sebulan sekali karena siaran TVRI yang masih terbatas. Jadi, untuk

menonton episode selanjutnya harus menunggu bulan berikutnya. Meskipun demikian,

istilah sinetron baru digunakan pada drama berseri, Jendela Rumah Kita pada tahun 1989.

Tidak lama kemudian muncul televisi – televisi swasta yang diawali oleh RCTI (Rajawali

Citra Televisi Indonesia), yang mengudara pada 13 November 1988. Kemudian RCTI

diresmikan pada 24 Agustus 1989. Akan tetapi RCTI mulai diakses oleh masyarakat

sekitas akhir 1991. Tayangan sinetron pun mulai membanjiri sluran tv swata diantaranya

Si Cemplon, Si Doel Anak Sekolahan dan masih banyak lainnya. Diantara sinetron –

sinetron yang ada pada masa itu, Si Doel Anak Sekolahan adalah sinetron paling populer

(13)

2.3.3 Pergeseran Tema

Memasuki tahun 1995 hingga 1998, tema sinetron sedikit bergeser. Para sutradara

membuat sinetron yang diadaptasi dari film layar lebar tahun 80-an, misalnya Lupus,

Olga dan Catatan Si Boy. Di era ini pula sinetron dari negeri latin, alias telenovela

membanjiri layar kaca indonesia. Diantaranya yang populer adalah Maria Mercedes yang

melambungkan nama pemainnya, Thalia. Berikutnya di tahun 1998, Multivision Plus

sebagai salah satu perusahaan pembuat film di Indonesia, membuat sinetron

‘Tersanjung’. Sinetron ini adalah sinetron terpanjang yang pernah dibuat, terdiri dari 356

episode yang dibagi beberapa sekuel. Pada masa ini, tema sinetron kembali berubah.

Kebanyakan sinetron yang diproduksi merupakan adaptasi dari novel - novel terkenal

seperti Karmila.

2.3.4 Era Religi

Era Millenium, yang ditandai pergantian tahun dari 1999 ke 2000 menjadi puncak

bagi dunia sinetron Indonesia. Tema sinetron lebih beragam, mulai dari horor sampai

kehidupan masyarakat Jakarta. Hingga kini terdapat beberapa pembagian jenis sinetron

misalnya : sinetron religi (agama), sinetron komedi, sinetron horor, sinetron dewasa,

sinetron remaja dan sinetron anak.

Sinetron religi dalam artian sinetron bernafaskan Islam pertama kali muncul di

televisi swasta berawal dari beberapa sinetron religi karya Dedy Mizwar tahun 1992

diantaranya Abu Nawas, Hikayat Pengembara dan Mat Angin. Diluar dugaan Ketiga

sinetron ini bisa memikat hati pemirsa. Buktinya sinetron ini bertahan sampai puluhan

episode. Abu nawas mencapai 52 episode sedangkan Hikayat Pengembara menembus

lebih dari 100 episode.

Sinetron religi kemudian melejit meramaikan telivisi nasional berbarengan

dengan sinetron lainnya pada era millenium. Namun sayangnya sinetron religi pada masa

itu jauh dari label keislaman sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Aroma mistik

muncul menghisasi sinetron seperti Taubat, Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Kuasa Ilahi,

Misteri Ilahi, dan insyaf. Mistik tampak bagaimana siksa kubur yang diderita si mayat

(14)

Maraknya sinetron berbau mistik di Indonesia sampai dipertanyakan oleh

Konferensi Islam yang digelar Universitas Manchester dan Universitas Surrey, Inggris, di

Gedung Samuel Alexander The University of Manchester pada tahun 2008. Situs

www.antara.co.id menyebutkan konferensi yang bertemakan Representasi Islam:

Perseptif Komparatif" dihadiri oleh ratusan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, Islamic

studies, Media Studies, antropolog sampai sosiolog yang datang dari berbagai negara di

Eropa, Amerika, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

2.4 Motif

a. Pengertian Motif

Menurut Winkel, 1996 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006), menyatakan Motif adalah

daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai

suatu tujuan tertentu. Menurut Azwar (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006), disebutkan

bahwa Motif adalah suatu keadaan, kebutuhan, atau dorongan dalam diri seseorang yang

disadari atau tidak disadari yang membawa kepada terjadinya suatu perilaku. Dari

beberapa pendapat di atas, maka dapat menyimpulkan bahwasanya Motif merupakan

suatu dorongan dan kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang baik yang disadari

maupun tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Macam-Macam Motif

Menurut WoodWorth dan Marquis, 1957 (dalam DR. Nyayu khodijah, 2006), motif itu

dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: Motif yang berhubungan dengan kebutuhan

kejasmanian (organic needs), yaitu merupakan motif yang berhubungan dengan

kelangsungan hidup individu atau organisme, misalnya motif minum, makan, kebutuhan

bernafas, seks, kebutuhan beristirahat. Motif darurat (emergency motives), yaitu

merupakan motif untuk tindakan-tindakan dengan segera karena sekitar menuntutnya,

misalnya motif untuk melepaskan diri dari bahaya, motif melawan, motif untuk

mengatasi rintangan-rintangan, motif untuk bersaing. Motif obyektif (objective motives),

yaitu merupakan motif untuk mengadakan hubungan dengan keadaan sekitarnya, baik

terhadap orang-orang atau benda-benda. Misalnya, motif eksplorasi, motif manipulasi,

(15)

c. Kekuatan Motif

Suatu motif dikatakan kuat apabila motif itu dapat mengalahkan kekuatan motif yang

lain. Sehubungan dengan hal tersebut beberapa eksperimen dilaksanakan untuk

mengetahui tentang kekuatan motif-motif itu.

2.4.1 Definisi Konseptual Variabel 1. Motif

Motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan

sesuatu.

a. Motif Kognitif yaitu motif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkuat informasi, pengetahuan, dan pengertian tentang lingkungan kita. Motif ini

didasarkan pada kebutuhan atau keinginan untuk mengerti dan menguasai lingkungan.

b. Motif Afektif yaitu motif yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk memperkuat pengalaman-pengalaman yang bersifat keindahan, kesenangan, dan

emosional. Mencari kesenangan dan hiburan merupakan motivasi yang pada umumnya

dapat terpenuhi oleh media.

c. Motif Integrasi Sosial merupakan motif yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memperkuat kepercayaan, kesetiaan, dan status pribadi. Motif ini melandasi

kebutuhan yang diperoleh dari adanya keinginan setiap individu untuk berafiliasi.

d. Motif Hiburan yaitu kebutuhan akan pelepasan dari ketegangan dan kebutuhan akan hiburan.

2.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan operasionalisasi atau konsep atau variabel yang

akan diamati sehingga dapat dilakukan pengujian atasnya. Motif terhadap media massa

sebagaimana dijelaskan dalam model uses and gratification merupakan suatu hal yang

mendorong individu atau seseorang untuk menggunakan suatu media tertentu berkaitan

dengan keinginan untuk mencapai kebutuhan yang ada, karena model uses and

(16)

Kategori motif dalam menonton tayangan sinetron :

1. Motif Kognitif

a. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh informasi yang berhubungan

dengan cerita yang ditampilkan.

b. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh informasi tentang fashion yang

terbaru.

c. Menonton tayangan sinetron untuk melihat cerita yang menarik.

d. Menonton tayangan sinetron untuk mendapat hikmah yang baik.

2. Motif Afektif

a. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh rasa senang.

b. Menonton tayangan sinetron untuk mengetahui ceritanya.

c. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan kesenangan terhadap

karakter-karakter yang ada dalam sinetron.

d. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan perasaan senang terhadap

karakter tokoh pemeran utama.

e. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan perasaan senang terhadap

tokoh-tokoh dalam sinetron.

f. Menonton tayangan sinetron untuk mengetahui jam tayang sinetron.

g. Menonton tayangan sinetron untuk mengurangi tingkat kekecewaan jika

melewatkan sinetron.

3. Motif Integratif Sosial

(17)

c. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh kredibilitas.

d. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan rasa percaya diri.

2.5 Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan

dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut :

SKEMA 1 Model Teoritis

2.6 Variabel Penelitian

Tabel 2.1 Variabel Penelitian

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Tayangan Sinetron yang ditonton ibu

Rumah Tangga di Setia Budi Tanjung Sari

Pasar 1 Medan

- Intensitas Menonton Tayangan Sinetron

- Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Tayangan Sinetron di Televisi

Motivasi dalam menonton tayangan sinetron

Ibu ibu rumah tangga setia budi tanjung sari pasar 1

Motif

Kognitif

Personal Diversi

(18)

Motivasi Ibu Rumah Tangga di Setia Budi

Tanjung Sari Pasar 1 Medan dalam

menonton tayangan sinetron

- Kognitif

- Personal Diversi

- Personal Identity

Karakteristik Responden - Umur

- Pendidikan

2.7 Defenisi Operasional

Operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana

cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 420: 1995). Adapun operasional variabel

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tayangan Sinetron yang ditonton ibu Rumah Tangga di Setia Budi Tanjung Sari

Pasar 1 Medan

Intensitas menonton tayangan sinetron, maksudnya ialah lamanya menonton tayangan sinetron yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di

Setia Budi Tanjung Sari Pasar 1 Medan.

Frekuensi Menonton tayangan Sinetron, maksudnya ialah segmentasi menonton tayangan sinetron yang mencakup keseluruhan segmen,

setengah segmen dst.

2. Motivasi Ibu Rumah Tangga di Setia Budi Tanjung Sari Pasar 1 Medan dalam

menonton tayangan sinetron. Motivasi merupakan kebutuhan yang belum

terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi

memiliki 4 (Empat) komponen utama yang akan dijabarkan sebagai berikut : • Kognitif : Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi,

pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini

didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga

memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk penyelidikan kita.

Personal Diversi : Kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan.

(19)

3. Karakteristik Responden

Umur : Untuk mengidentifikasi rata – rata umur responden dalam penelitian ini.

Gambar

Gambar 2.1 Logika Teori Uses and Gratification
Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Skala sikap respon terhadap konflik antar pribadi ini terdiri dari 50 item. pernyataan yang terbagi menjadi 4 aspek, yakni aspek Keinginan

Untuk dapat diketahui dan dimaklumi, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan

- Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dampak ekonomi dari pencemaran udara terhadap kesehatan di Indonesia menggunakan data tahun 2011.. Indikator pencemaran udara

Tongkol jagung yang sudah Gambar 2. Pengayakan

1) Pemecahan setiap mata kuliah; Terhadap mata kuliah dengan bobot 3 SKS, program dapat memecah mata kuliah tersebut menjadi 2 atau 3 kelompok jam kuliah jika waktu

Pada pengujian pertama dilakukan percobaan untuk mengambil gambar secara periodik dari kamera mobile phone. Dari hasil percobaan diperoleh waktu untuk pengambilan

Pengaruh penambahan tepung tongkol jagung pada media tanam terhadap berat basah jamur tiram putih ( P. ostreatus ) sebagai bahan ajar biologi. Prosiding Seminar

Dewasa ini efisiensi energi mutlak diperlukan untuk menghadapi perkembangan industri. Industri yang tidak memperhatikan efisiensi energinya akan kesu- litan menghadapi