BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Teori Uses and Gratification
Pengguna (Uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (Gratification) atas kebutuhan seseorang atau Uses and Gratification salah satu teori dan pendekatan yang sering digunakan dalam komunikasi. Teori dan pendekatan ini tidak mencakup atau mewakili keseluruhan proses komunikasi karena sebagian besar pelaku audience hanya dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) mereka sebagai suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan media). Pendekatan Uses and Gratification ditujukan untuk menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau agregasi individu (Effendy,2000:289).
Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang memperkenalkan teori ini. Teori kegunaan dan kepuasan ini dikenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses of Mass Communications: Current Perspectives on Gratification Research. Teori milik Blumer dan Katz ini menekankan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi, pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratifications mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2003:181).
Model uses and gratification menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Jadi, bobotnya ialah pada khlayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus (Effendy, 2003:290).
Pendekatan Uses and Gratification memberikan alternatif untuk memandang pada hubungan antara isi media dan audience dan pengkatagorian media menurut fungsinya Katz dan kawan-kawan (1974) dan Dennis McQuail (1975) menggambarkan logika-logika yang mendasari penelitian uses and gratifications model sebagai berikut (Ardianto dan Erdinaya, 2004:72) :
Gambar 2.1
Logika Teori Uses and Gratification
Sumber : (Ardianto dan Erdinaya, 2004:72)
Katz, Blumer & Gurevitch menjelaskan mengenai asumsi dasar dari teori Uses and
Gratification, yaitu (West dan Turner, 2008:104) :
Katz, Blumer & Gurevitch menjelaskan mengenai asumsi dasar dari teori Uses and
Gratification, yaitu (West dan Turner, 2008:104) :
1. Khalayak aktif dan penggunaan medianya berorientasi pada tujuan. Asumsi teori ini
mengenai khalayak yang aktif dan penggunaan media yang berorientsi pada tujuan
cukup jelas. Anggota khalayak individu dapat membawa tingkat aktivitas yang berbeda
untuk penggunaan media mereka. Kita semua mempunyai acara favorit dalam media
tertentu, dan kita semua mempunyai alasan untuk memilih media tertentu.
2. Inisiatif dalam menghubungkan pemuasan kebutuhan pada pilihan media tertentu
terdapat pada anggota khalyak. Asumsi ini menghubungkan kepuasan akan kebutuhan
Faktor sosial
media (5) Konsekuensi
adalah agen yang aktif, mereka mengambil inisiatif. Contohnya, kita memilih acara
seperti the simpsons ketika kita ingin tertawa dan CNN World News Tonight ketika kita
ingin mendapatkan informasi, tetapi ada seorang pun memutuskan untuk kita apa yang
kita inginkan dari sebuah media atau bagian dari isinya. Implikasi yang ada disini
adalah khalayak mempunyai banyak sekali otonomi dalam proses komunikasi massa.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan
kebutuhannya. Kebutuhan yang dipengaruhi media lebih luas, bagaimana kebutuhan ini
terpenuhi memalui konsumsi media amat bergantung pada prilaku khalayak yang
bersangkutan. Media berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan akan
kebutuhan, berarti bahwa media dan khalayaknya tidak berada dalam kevakuman.
Keduanya adalah bagian dari masyarakat luas dan hubungan antara media dan khalayak
dipengaruhi oleh masyarakat. Contohnya, pergi ke bioskop pada kencan pertama
merupakan penggunaan media yang lebih mungkin dari pada menyewa sebuah video
dan menontonnya dirumah.
4. Orang mempunyai cukup kesadaran diri akan penggunaan media mereka, minat dan
motif sehingga dapat memberikan sebuah gambaran yang akurat mengenai kegunaan
tersebut kepada para peneliti. Asumsi keempat dari teori kegunaan dan gratifikasi adalah
masalah metodelogis mengenai kemampuan peneliti untuk mengumpulkan informasi
yang akurat dari konsumen media. Untuk berargumen bahwa khalayak cukup sadar diri
akan penggunaan media, minat, serta motif mereka sehingga mereka dapat memberikan
kepada peneliti sebuah gambaran akurat menyatakan kembali keyakinan akan khalayak
yang aktif; hal ini juga mengimplikasikan bahwa orang sadar akan aktivitas ini.
5. Penilaian tentang nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak. Asumsi kelima ini
juga sedikit berbicara mengenai khalayak dari pada mengenai mereka yang melakukan
studi mengenai ini. Hal ini menyatakan bahwa peneliti harus mempertahanan
penilaiannya mengenai hubungan antara kebutuhan khalayak akan media atau muatan
tertentu. Dikarenakan individu khalayak yang memutuskan untuk menggunakan isi
tertentu untuk tujuan akhirnya, nilai muatan media dapat dinilai hanya oleh
khalayaknya. Menurut J.D.Rayburn dan Philip Palmgreen (dalam West dan Turner),
“Orang mungkin membaca surat kabar tertentu karena surat kabar itu hanya
surat kabar tersebut. Bahkan, ia mungkin cukup merasa tidak puas untuk menghentikan
langganan jika ada alternatif surat kabar lain”.
Riset yang dilakukan oleh McQuail, Blumler dan Brown pada 1972 menemukan
empat tipologi motivasi khlayak yang terangkum dalam skema media persons interactions
sebagai berikut (Severin dan Tankard, 2008:358) :
1. Pengalihan - pelarian dari rutinitas dan masalah; pelepasan emosi.
2. Hubungan personal - manfaat sosial informasi dalam percakapan; pengganti
media untuk kepentingan perkawanan.
3. Identitas pribadi atau psikologi individu - penguatan nilai atau penambah
keyakinan; pemahaman-diri; eksplorasi realitas; dan sebagainya.
4. Pengawasan - informasi mengenai hal-hal yang mungkin mempengaruhi
seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau memutuskan sesuatu.
Operasionalisasi Teori Uses and Gratification
Sumber : (Nurudin, 2003:183)
Model ini memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang
menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok
dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs) dikategorisasikan
sebagai kebutuhan kognitif (cognitive needs), kebutuhan afektif (affective needs),
kebutuhan integratif personal (personal integrative needs), kebutuhan integratif sosial
(social integrative needs), dan kebutuhan pelepasan (escapist needs). Penjelasanya adalah
sebagai berikut (Effendy, 2003:294) :
1. Cognitive needs (kebutuhan kognitif)
Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan
pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk
memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan
dorongan untuk penyelidikan kita.
2. Affective needs (kebutuhan afektif)
Kebutuhan ini berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis,
menyenangkan dan emosional.
3. Personal integrative needs (kebutuhan pribadi secara integratif)
Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas
dan status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari hasrat akan harga diri.
Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan
dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafilitasi
5. Escapist needs (kebutuhan pelepasan)
Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan dan
hasrat akan keanekaragaman.
Inti teori Uses and Gratifications adalah khalayak pada dasarnya menggunakan
media massa berdasarkan pada motif-motif tertentu. Media dianggap memenuhi motif
khalayak. Jika motif ini terpenuhi maka kebutuhan khalayak akan terpenuhi. Pada
akhirnya, media yang mampu memenuhi kebutuhan khalayak disebut media efektif
(Kriyantono, 2009:206).
Model “Uses and Gratifications”
Anteseden Motif Penggunaan Media Efek
Variabel Individu Kognitif Hubungan Kepuasan Variabel Lingkungan Personal Diversi Macam Isi Pengetahuan
Personal Identity Hubungan Dengan Isi Sumber : (Kriyantono, 2009:208)
Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis serta variabel lingkungan seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial. Daftar motif memang tak terbatas. Tetapi operasionalisasi Blumer agak praktis untuk dijadikan petunjuk penelitian. Blumer menyebutkan tiga orientasi :
1. Kognitif (kebutuhan informasi, surveillance atau eksplorasi realitas),
3. Identitas Personal (yakni menggunakan isi media untuk memperkuat/menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri).
Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Efek media dapat dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberi kepuasan (Rakhmat, 2004:66).
Salah satu macam riset Uses and Gratifications yang saat ini berkembang adalah
yang dibuat oleh Philip Palmgreen. Kebanyakan riset Uses and Gratification memfokuskan
pada motif sebagai variabel independen yang mempengaruhi penggunaan media.
Palmgreen juga menggunakan dasar yang sama yaitu orang menggunakan media didorong
oleh motif-motif tertentu, namun konsep yang diteliti oleh Palmgreen ini tidak berhenti
disitu dengan menanyakan apakah motif-motif audiens itu telah dapat dipenuhi oleh media.
Dengan kata lain apakah audiens puas setelah menggunakan media (Kriyantono, 2009:20)
2.2 Televisi
2.2.1 Pengetian Televisi Fungsi Sebagai Media Massa
Menurut Effendy (2002 : 21) yang dimaksud dengan televisi adalah televisi siaran
merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri – ciri yang dimiliki komunikasi
massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum,
sasarannya menimbulkan keserempakan, dan komunikasinya bersifat heterogen.
Perkembangan teknologi melahirkan suatu media baru yang dapat menyajikan
informasi secara cepat kepada masyarakat yaitu televisi. Telvisi sebagai alat penangkap
siaran dan gambar. Televisi berasal dari kata “Tele” yaitu tampak dan vision ; jauh atau
jika digabungkan menjadi suatu makna yang berarti “jauh dan tampak” atau dengan kata
lain yaitu TV, merupakan suatu alat untuk melihat dari jarak jauh. Segi jauhnya diwakili
oleh prinsip radio yaitu dapat mendengarkan suara sedangkan penglihatan diwakili dengan
adanya gambar. Tanpa gambar tidak ada apa – apa yang dapat dilihat. Para penonton dapat
menikmati gambar karena adanya pemancar, dan gambar yang dipancarkan itu adalah
Televisi merupakan jaringan komunikasi dengan peran seperti komunikasi massa
taitu satu arah, menimbulkan keserempakan dan komunikan bersifat heterogen. Televisi
merupakan media massa yang berfungsi sebagai alat pendidikan, penerangan, dan hiburan.
Selain itu sifat negatif dari televisi adalah sepintas lalu, tidak terlalu dapat diterima dengan
sempurna, dan menghadapi publik yang heterogen. (Dominick, 2000 : 192 ).
Tayangan televisi dapat diartikan sebagai adanya suatu pertunjukan acara yanng
ditampilkan atau disiarkan melalui media massa televisi. Tayangan tersebut bisa bersifat
hiburan, informasi, ataupun edukasi seperti tayangan mengenai pendidikan.
2.2.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (Human
Comunication) yang bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang
mampu melipat gandakan pesan komunikasi yaitu semenjak ditemukannya mesin cetak
oleh Johanes Gutenberg dan semenjak saat itu dimulailah era komunikasi massa. Yang
dimaksud dengan komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern,
yang meliputi surat kabar yang memiliki sirkulasi yang sangat luas, siaran radio dan
televisi yang ditujukan secara umum, dan film yang dipertunjukan gedung-gedung
dibioskop (Effendy, 2000 : 79).
Komunikasi massa dengan media televisi merupakan proses komunikasi antara
komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Kelebihan
media televisi terletak pada kekuatannya menguasai jarak dan ruang, sasaran yang
dicapai untuk mencapai massa cukup besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau
pemberitaan sangan cepat. Menurut Effendy, seperti halnya media massa lain, televisi
pada pokoknya mempunyai tiga fungsi pokok berikutnya.
2.2.3 Fungsi Televisi Sebagai Media Massa
Pada hakikatnya media televisi sebagai media komunikasi pandang dan dengar
a. Fungsi Informasi (The Information Function)
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana informasi tidak hanya dalam
bentuk siaran pandang mata, atau berita yang dibacakan penyiar, dilangkapi
gambar-gambar yang faktual, akan tetapi juga menyiarkan bentuk lain seperti ceramah, diskusi
dan komentar. Televisi dianggap sebagai media massa yang mampu memuaskan pemirsa
dirumah jika dibandingkan dengan media lainnya. Hal ini dikarenakan efek audio dan
visual yang memiliki unsur immediacy dan realism.
Immediacy, mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yng disiarkan
oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar olah para pemirsa pada saat periatiwa itu
berlangsung. Penyiar yang sedang membaca berita, pemuka masyarakat yang sedang
membaca pidato atau petinju yang sedang melancarkan pukulannya, tampak dan
terdengar oleh pemirsa, seolah-olah mereka berada ditempat peristiwa itu terjadi,
meskipun mereka berada dirumah masing-masing jauh dari tempat kejadian, tapi mereka
dapat menyaksikan pertandingan dengan jelas dari jarak yang amat dekat. Lebih-lebih
ketika menyaksikan pertandingan sepekbola, misalnya mereka akan dapat melihat wajah
seorang penjaga gawang lebih jelas, dibandingkan dengan jika mereka berdiri di tribun
seagai penonton.
Realism, yang berarti bahwa stasiun televisi menyiarkan informasinya secara
audio dan visual dengan perantara mikrofon dan kamera apa adanya sesuai dengan
kenyataan ketika suatu acara ditayangakan secara langsung (Live). Jadi pemirsa langsung
dapat melihat dan mendengar sendiri. Bedanya televisi dengan media cetak adalah berita
yang disampaikan langsung direkam dan hanya menggunakan sedikit editan untuk
mendapatkan inti dari kajadian yang ingin disampaikan, sedangkan bila di media cetak,
berita yang sama harus mengalami pengolahan terlebih dahulu oleh wartawan baru
kemudian disajikan pada pembaca.
b. Fungsi Pendidikan (The Education Function)
Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan pendidikan kepada
khalayak yang jumlahnya begitu banyak dan disampaikan secara simultan. Sesuai dengan
makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat televisi
matematika, dan lainnya. Selain itu televisi juga menyajikan acara pendidikan yang
bersifat informal seperti sandiwara, legenda dan lain-lain.
c. Fungsi Hiburan (The Entartaint Function)
Dalam negara yang masyarakatnya masih bersifat agraris, fungsi hiburan yang
melekat pada televisi siarannya tampaknya lebih dominan. Sebagian besar dari alokasi
waktu siaran diisi oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena pada layar
televisi dapat ditampilkan gambar hidup beserta suaranya bagaikan kenyataan, dan dapat
dinikmati di rumah-rumah oleh seluruh keluarga, serta dapat dinikmati oleh khalayak
yang tidak dimengerti bahasa asing bahkan yang tuna aksara.
Pengaruh siaran televisi terhadap sistem komunikasi tidak pernah terlepas dari
pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Prof. Dr. R,
Mar’at, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan
perasaan bagi para penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh psikologis dari
televisi itu sendiri, di mana televisi seakan-akan menghipnotis penonton, sehingga
mereka terhanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang disajikan oleh
televisi (Effendy, 2002 : 122).
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering memperoleh berbagai pemgalaman. Hal
ini dikarenakan terintegrasinya kelima indera yang dimiliki, tetapi dengan menonton
audiovisual, akan mendapatkan 10% dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Ini
sebagai akibat timbulnya pengalaman tiruan (Stimulated Experience) dari media
audiovisual tadi (Darwanto 2007 :119)
Darwanto juga mengemukakan, dalam kaitannya terhadap peningkatan pengetahuan,
suatu tayangan televisi hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain :
1. Frekuensi menonton. Melalui frekuensi menonton komunikan, dapat diihat
pengaruh tayangan terhadap pengetahuan komunikan.
dikhususkan bagi pelajar, hendaknya ditayangkan pada jam setelah kegiatan
belajar di sekolah usai.
3. Kemasan Acara. Agar mampu menarik perhatian pemirsa yang menjadi sasaran
komunikannya, suatu tayangan harus dikemas atau ditampilkan secara menarik.
4. Gaya penampilan pesan. Dalam menyampaikan pesan dari suatu tayangan, apakah
host atau pembawa acara sudah cukup komunikatif dan menarik, sehingga dapat
menghindari rasa jenuh pemirsanya dan juga memahami pesan yang disampaikan.
5. Pemahaman pesan. Apakah komunikan dapat mengerti dan memahami setiap
materi atau pesan yang disampaikan oleh suatu tayangan.
2.3 Sinetron
Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari kata sinema dan
elektronika. Elektronika disini tidak semata mengacu pada pita kaset yang proses
perekamannya berdasar pada kaidah – kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetro itu
lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang merupakan medium
elektronik selain siaran radio. (Wardana, 1997 : 1)
Sinetron disebut juga sama dengan televisi play, atau dengan teldrama, atau sama
dengan sandiwara televisi. Inti persamaannya adalah sama – sama ditayangkan di media
audio visual yang disebut dengan televisi. Seperti telah dikemukakan di atas, sinetro
adalah kependekan dari sinema dan elektronika. Berdasarkan kata sinema saja, hal ini
sudah mengarah kepada sebuah konsep film (sinema). Oleh sebab itu sinetron dalam
penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih (layar lebar).
Demikian juga tahapan penulisan dan format naskrah, yang berbeda hanyalah
film layar putih menggunakan kamera optik, bahan soleloid dan medium sajiannya
menggunkan proyektor dan layar putih di gedung bioskop. Sedangkan sinetron
menggunakan kamera elektronik dengan video record dan vita di dalam kaset sebagai
bahannya dan penayangannya melalui medium televisi. (Wibowo, 1997 : 153)
2.3.1 Sejarah Sinetron
Awal kemunculan sinetron bermula dari siaran drama berseri di beberapa
radio Amerika sekitar tahun 1930-an.mayoritas pendengar radio waktu itu adlah ibu
rumah, para ibu – ibu terbiasa mendengarkan drama serial yang disampaikan radio.
Nampaknya ini menjadi peluang emas bagi perusahaan deterjen dan beberapa produk
kebersihan lainnya untuk memasang iklan disela – sela drama berseri tersebut. Oleh
karena itu drama serial ini kemudian dikenal dengan soap opera (opera sabun).
Setelah kemunculan televisi warna di tengah – tengah masyarakat sekitar tahun
1940-an berkat karya Peter Goldmark, drma berseri yang semula disiarkan di
beberapa radio beralih ke televisi namu masih dengan nama opera sabun. Hal yang
sama terjadi di Spanyol namun drama seri di Spanyol dikenal dengan Telenovela.
2.3.2 Sinetron Masuk ke Indonesia
Di Indonesia sinetron dikenal pertama kali oleh Bapak Soemardjono, salah
satu pendiri Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sinetron sendiri berasal dari Sinema
Elektronik yaitu sebuah tayangan sinema (film) berseri yang ditonton melalui media
elektronik (televisi). Sinetron pertama kali muncul di Indonesia berjudul “Losmen”
yang ditayangkan sekitar tahun 80-an oleh TVRI, yaitu stasiun televisi milik
pemerintah indonesia sekaligus satu – satunya televisi yang ada saat itu. Losmen
bercerita tentang kehidupan sehari – hari Pak Broto yang mengelola penginapan
(Losmen). Darama ini dibintangi oleh aktor dan aktris senior seperti Dewi Yull, Mieke
Wijaya, dan Mathias Muchus.
Berbeda dengan sinetron sekarang yang penayangannya setiap hari, drama
Losmen ditayangkan sebulan sekali karena siaran TVRI yang masih terbatas. Jadi, untuk
menonton episode selanjutnya harus menunggu bulan berikutnya. Meskipun demikian,
istilah sinetron baru digunakan pada drama berseri, Jendela Rumah Kita pada tahun 1989.
Tidak lama kemudian muncul televisi – televisi swasta yang diawali oleh RCTI (Rajawali
Citra Televisi Indonesia), yang mengudara pada 13 November 1988. Kemudian RCTI
diresmikan pada 24 Agustus 1989. Akan tetapi RCTI mulai diakses oleh masyarakat
sekitas akhir 1991. Tayangan sinetron pun mulai membanjiri sluran tv swata diantaranya
Si Cemplon, Si Doel Anak Sekolahan dan masih banyak lainnya. Diantara sinetron –
sinetron yang ada pada masa itu, Si Doel Anak Sekolahan adalah sinetron paling populer
2.3.3 Pergeseran Tema
Memasuki tahun 1995 hingga 1998, tema sinetron sedikit bergeser. Para sutradara
membuat sinetron yang diadaptasi dari film layar lebar tahun 80-an, misalnya Lupus,
Olga dan Catatan Si Boy. Di era ini pula sinetron dari negeri latin, alias telenovela
membanjiri layar kaca indonesia. Diantaranya yang populer adalah Maria Mercedes yang
melambungkan nama pemainnya, Thalia. Berikutnya di tahun 1998, Multivision Plus
sebagai salah satu perusahaan pembuat film di Indonesia, membuat sinetron
‘Tersanjung’. Sinetron ini adalah sinetron terpanjang yang pernah dibuat, terdiri dari 356
episode yang dibagi beberapa sekuel. Pada masa ini, tema sinetron kembali berubah.
Kebanyakan sinetron yang diproduksi merupakan adaptasi dari novel - novel terkenal
seperti Karmila.
2.3.4 Era Religi
Era Millenium, yang ditandai pergantian tahun dari 1999 ke 2000 menjadi puncak
bagi dunia sinetron Indonesia. Tema sinetron lebih beragam, mulai dari horor sampai
kehidupan masyarakat Jakarta. Hingga kini terdapat beberapa pembagian jenis sinetron
misalnya : sinetron religi (agama), sinetron komedi, sinetron horor, sinetron dewasa,
sinetron remaja dan sinetron anak.
Sinetron religi dalam artian sinetron bernafaskan Islam pertama kali muncul di
televisi swasta berawal dari beberapa sinetron religi karya Dedy Mizwar tahun 1992
diantaranya Abu Nawas, Hikayat Pengembara dan Mat Angin. Diluar dugaan Ketiga
sinetron ini bisa memikat hati pemirsa. Buktinya sinetron ini bertahan sampai puluhan
episode. Abu nawas mencapai 52 episode sedangkan Hikayat Pengembara menembus
lebih dari 100 episode.
Sinetron religi kemudian melejit meramaikan telivisi nasional berbarengan
dengan sinetron lainnya pada era millenium. Namun sayangnya sinetron religi pada masa
itu jauh dari label keislaman sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Aroma mistik
muncul menghisasi sinetron seperti Taubat, Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Kuasa Ilahi,
Misteri Ilahi, dan insyaf. Mistik tampak bagaimana siksa kubur yang diderita si mayat
Maraknya sinetron berbau mistik di Indonesia sampai dipertanyakan oleh
Konferensi Islam yang digelar Universitas Manchester dan Universitas Surrey, Inggris, di
Gedung Samuel Alexander The University of Manchester pada tahun 2008. Situs
www.antara.co.id menyebutkan konferensi yang bertemakan Representasi Islam:
Perseptif Komparatif" dihadiri oleh ratusan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, Islamic
studies, Media Studies, antropolog sampai sosiolog yang datang dari berbagai negara di
Eropa, Amerika, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.
2.4 Motif
a. Pengertian Motif
Menurut Winkel, 1996 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006), menyatakan Motif adalah
daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai
suatu tujuan tertentu. Menurut Azwar (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006), disebutkan
bahwa Motif adalah suatu keadaan, kebutuhan, atau dorongan dalam diri seseorang yang
disadari atau tidak disadari yang membawa kepada terjadinya suatu perilaku. Dari
beberapa pendapat di atas, maka dapat menyimpulkan bahwasanya Motif merupakan
suatu dorongan dan kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang baik yang disadari
maupun tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Macam-Macam Motif
Menurut WoodWorth dan Marquis, 1957 (dalam DR. Nyayu khodijah, 2006), motif itu
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: Motif yang berhubungan dengan kebutuhan
kejasmanian (organic needs), yaitu merupakan motif yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup individu atau organisme, misalnya motif minum, makan, kebutuhan
bernafas, seks, kebutuhan beristirahat. Motif darurat (emergency motives), yaitu
merupakan motif untuk tindakan-tindakan dengan segera karena sekitar menuntutnya,
misalnya motif untuk melepaskan diri dari bahaya, motif melawan, motif untuk
mengatasi rintangan-rintangan, motif untuk bersaing. Motif obyektif (objective motives),
yaitu merupakan motif untuk mengadakan hubungan dengan keadaan sekitarnya, baik
terhadap orang-orang atau benda-benda. Misalnya, motif eksplorasi, motif manipulasi,
c. Kekuatan Motif
Suatu motif dikatakan kuat apabila motif itu dapat mengalahkan kekuatan motif yang
lain. Sehubungan dengan hal tersebut beberapa eksperimen dilaksanakan untuk
mengetahui tentang kekuatan motif-motif itu.
2.4.1 Definisi Konseptual Variabel 1. Motif
Motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan
sesuatu.
a. Motif Kognitif yaitu motif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkuat informasi, pengetahuan, dan pengertian tentang lingkungan kita. Motif ini
didasarkan pada kebutuhan atau keinginan untuk mengerti dan menguasai lingkungan.
b. Motif Afektif yaitu motif yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk memperkuat pengalaman-pengalaman yang bersifat keindahan, kesenangan, dan
emosional. Mencari kesenangan dan hiburan merupakan motivasi yang pada umumnya
dapat terpenuhi oleh media.
c. Motif Integrasi Sosial merupakan motif yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memperkuat kepercayaan, kesetiaan, dan status pribadi. Motif ini melandasi
kebutuhan yang diperoleh dari adanya keinginan setiap individu untuk berafiliasi.
d. Motif Hiburan yaitu kebutuhan akan pelepasan dari ketegangan dan kebutuhan akan hiburan.
2.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan operasionalisasi atau konsep atau variabel yang
akan diamati sehingga dapat dilakukan pengujian atasnya. Motif terhadap media massa
sebagaimana dijelaskan dalam model uses and gratification merupakan suatu hal yang
mendorong individu atau seseorang untuk menggunakan suatu media tertentu berkaitan
dengan keinginan untuk mencapai kebutuhan yang ada, karena model uses and
Kategori motif dalam menonton tayangan sinetron :
1. Motif Kognitif
a. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh informasi yang berhubungan
dengan cerita yang ditampilkan.
b. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh informasi tentang fashion yang
terbaru.
c. Menonton tayangan sinetron untuk melihat cerita yang menarik.
d. Menonton tayangan sinetron untuk mendapat hikmah yang baik.
2. Motif Afektif
a. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh rasa senang.
b. Menonton tayangan sinetron untuk mengetahui ceritanya.
c. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan kesenangan terhadap
karakter-karakter yang ada dalam sinetron.
d. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan perasaan senang terhadap
karakter tokoh pemeran utama.
e. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan perasaan senang terhadap
tokoh-tokoh dalam sinetron.
f. Menonton tayangan sinetron untuk mengetahui jam tayang sinetron.
g. Menonton tayangan sinetron untuk mengurangi tingkat kekecewaan jika
melewatkan sinetron.
3. Motif Integratif Sosial
c. Menonton tayangan sinetron untuk memperoleh kredibilitas.
d. Menonton tayangan sinetron untuk meningkatkan rasa percaya diri.
2.5 Model Teoritis
Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan
dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut :
SKEMA 1 Model Teoritis
2.6 Variabel Penelitian
Tabel 2.1 Variabel Penelitian
Variabel Teoritis Variabel Operasional
Tayangan Sinetron yang ditonton ibu
Rumah Tangga di Setia Budi Tanjung Sari
Pasar 1 Medan
- Intensitas Menonton Tayangan Sinetron
- Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Tayangan Sinetron di Televisi
Motivasi dalam menonton tayangan sinetron
Ibu ibu rumah tangga setia budi tanjung sari pasar 1
Motif
Kognitif
Personal Diversi
Motivasi Ibu Rumah Tangga di Setia Budi
Tanjung Sari Pasar 1 Medan dalam
menonton tayangan sinetron
- Kognitif
- Personal Diversi
- Personal Identity
Karakteristik Responden - Umur
- Pendidikan
2.7 Defenisi Operasional
Operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 420: 1995). Adapun operasional variabel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tayangan Sinetron yang ditonton ibu Rumah Tangga di Setia Budi Tanjung Sari
Pasar 1 Medan
• Intensitas menonton tayangan sinetron, maksudnya ialah lamanya menonton tayangan sinetron yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di
Setia Budi Tanjung Sari Pasar 1 Medan.
• Frekuensi Menonton tayangan Sinetron, maksudnya ialah segmentasi menonton tayangan sinetron yang mencakup keseluruhan segmen,
setengah segmen dst.
2. Motivasi Ibu Rumah Tangga di Setia Budi Tanjung Sari Pasar 1 Medan dalam
menonton tayangan sinetron. Motivasi merupakan kebutuhan yang belum
terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi
memiliki 4 (Empat) komponen utama yang akan dijabarkan sebagai berikut : • Kognitif : Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi,
pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini
didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga
memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk penyelidikan kita.
• Personal Diversi : Kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan.
3. Karakteristik Responden
• Umur : Untuk mengidentifikasi rata – rata umur responden dalam penelitian ini.