• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Kerja Ditjen IA Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Program Kerja Ditjen IA Tahun 2016"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI

BERBASIS AGRO

Disampaikan pada:

(2)

OUTLINE

I.

PENDAHULUAN

II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT

(3)
(4)

4 4

1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, dengan produksi tahun 2014 sebagai berikut :

2. Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan kebutuhan total tahun 2014:

Kakao (450 ribu ton)

No.3 di Dunia

(5)

B. LINGKUP BINAAN DJIA

 Furnitur dari Kayu

 Industri Furnitur dari Rotan atau Bambu  Panel Kayu lainnya

 Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu

 Moulding dan Komponen Bahan Bangunan  Peti Kemas dari Kayu

 Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu  Bubur Kertas (Pulp) , Kertas Budaya , Kertas

Berharga

 Kertas Khusus , Kertas Industri, Kertas Tissue  Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton  Buku, Brosur, Buku Musik, dan Publikasi lainnya  Penerbitan Surat Kabar, Jurnal dan Majalah  Percetakan, Jasa Penunjang Percetakan  Pengasapan Karet, Remiling Karet  Karet Remah (Crumb Rubber)

 Biodiesel, Bio Ethanol

 Bahan Kimia Organik Lainnya dari Hasil Pertanian

Hilir Kelapa Sawit

 Biskuit

 Daging dalam kaleng

 Tepung kelapa (desiccated coconut)

 Pengolahan ikan dan udang beku

 Ikan dalam kaleng

 Kecap dan saos lainnya, kerupuk udang

 Margarine, mete olahan

 Mie instan

 Minyak goreng kelapa/minyak kelapa

 Minyak goreng lain dari minyak nabati

 Minyak goreng sawit

 Monosodium glutamat (MSG)

 Olahan rumput laut (agar-agar)

 Pakan ternak/ikan

 Pengolahan dan Pengawetan Biota Air lainnya

Pengolahan rumput laut  Makanan ringan (snack food)

 Minyak Makan dan Lemak Nabati & Hewani lainnya

 Gelatin, Tepung Beras dan Tepung Jagung

 Pati Beras dan Jagung

 Tepung ikan, tepung tapioka

 Tepung terigu, makaroni dan sejenisnya

 Gula pasir, gula pasir (gula kristal rafinasi)

 Pengolahan Buah-buahan dan Sayuran

 Pengolahan Produk dari Susu

 Pengolahan Es Krim dan sejenisnya

 Pengolahan Kopi, Pengolahan Teh

 Pengolahan Herbal, Sirop

 Air Minuman dan Air mineral

 Minuman keras,

 Minuman Anggur (wine)

 Minuman ringan

 Pengolahan Tembakau, Rokok Kretek

 Rokok Putih

 Bumbu Rokok dan kelengkapan Rokok lainnya

 Saccharin dan Natrium Siklamat

Kakao dan coklat olahan

Industri Hasil Hutan dan Perkebunan

Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan

(6)

6 6

C. GAMBARAN UMUM INDUSTRI AGRO

Indikator

2011

2012

2013

2014

*)

2015

**)

Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010

7,42

7,20

3,27

8,29

5,82

Kontribusi Terhadap PDB Industri

Pengolahan Non-Migas (%)

Sumber : BPS dan BKPM diolah Ditjen Ind. Agro

Cat. :

*) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

***) Industri Hasil Hutan dan Perkebunan terdiri dari Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya; Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman; dan industri furnitur.

Peran

sektor industri agro terhadap industri non-migas sebesar 45,42 % pada tahun 2015

(7)

D. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

Industri Prioritas berbasis Agro diarahkan pada hilirisasi Industri Hulu Agro, Industri Pangan

dan Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari

Kayu.

a. Industri e. Industri Barang dari

Kayu.

f. Industri Pulp dan Kertas.

(8)

8

1. Meningkatnya Populasi Industri berbasis Agro;

2. Meningkatnya Daya Saing dan Produktifitas Industri Agro.

STRATEGI

HILIRISASI INDUSTRI

Fokus Pembangunan

Hilirisasi:

KELAPA SAWIT

RUMPUT LAUT

KAKAO

TUJUAN

1. MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN

MEMPERKUAT STRUKTUR INDUSTRI

2.

MENUMBUHKAN POPULASI INDUSTRI

3. MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA

4. MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Hilirisasi

adalah istilah untuk mendorong

pengembangan industri hilir yang menggunakan

bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA

yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.

D. SASARAN STRATEGIS DAN HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

(9)

II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

A. Industri Berbasis Minyak Sawit

(10)

10 10

a.

Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit

(

CPO

& CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO tahun 2014 sekitar

31,5 juta ton dan produksi CPKO tahun 2014 sekitar 4,1 Juta Ton.

b.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.14 tahun 2015 tentang

Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun

2015-2035, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan

salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai

tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical,

kemurgi dan pharmaceutical.

c.

Produksi CPO diperkirakan mencapai 40 juta ton pada tahun 2020,

dan mencapai 60 Juta Ton pada tahun 2030. Produksi diperkirakan

melebihi angka proyeksi diatas karena intensifikasi dan ekstensifikasi.

d.

Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku

industri turunan CPO yang masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak

goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu

oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan bioenergy/ biodiesel.

(11)

II.A.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR CPO

Sumut

Riau

Kalbar

Kaltim

(12)

12 12

No Uraian Satuan

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014*

1 Investasi Trilyun Rupiah 25.4 26.3 27.8 27.8 29.5

Kapasitas Produksi

Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 26.500 27.200 28.000 32.000 35.000

II.A.2. KINERJA INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT

(13)

MINYAK KELAPA SAWIT

Target Diverisifkasi Produk Jangka Menengah (hingga 2014) Target Diverisifkasi Produk Jangka Panjang (2014 - 2025)

Fatty Alcohol

Bahan Dasar Kosmetika

(14)

25 POMs

(Palm Oil Mill/ Pabrik Kelapa Sawit)

1

2

3

1.

Kawasan Industri Pelintung

Dumai

Riau

2.

Kawasan Industri Bontang

Kalimantan Timur

3.

Kawasan Industri Sei Mangkei

Sumatera Utara

(15)

Prinsip Pengembangan

Kawasan Industri Palm Oil Green Economic Zone

Pembangunan Kawasan Industri berkelas dunia (world

class level) untuk Industri Pengolahan Minyak Sawit

• Ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri

• Biaya logistik yang rendah dari fasilitas pelabuhan berkelas dunia.

• Kawasan Industri yang efisien menciptakan daya saing industri.

• Pengembang dan Manager Kaasan Industri telah tersedia.

Mengadopsi prinsip Green and Sustainable Aspect yang

bersertifikat internasional.

• Menggunakan bahan baku yang bersertifikat sustainable > 80%

• Mengunakan green energy (natural gas, biomass, etc.) > 15%.

• Mengadaptasi prinsip 3R (Reduce Reuse Recycle).

• Memperkenalkan teknologi industri baru yang ramah lingkungan.

• Monitoring berkelanjutan atas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sesuai dengan Konvensi Internasional (COP21 Paris)

Tata kelola Kawasan Industri berkelas Interanasional

• Otoritas pengelola Kawasan yang mempunyai kewenangan pengambilan keputusan.

• Pelayanan satu pintu untuk perizinan, kepabeanan, perpajakan, dsb.

(16)

16

a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei

Simalungun Sumatera Utara

b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai

Provinsi Riau

(17)

II.A.4.a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei

Simalungun Sumatera Utara

1. Industri Refinery

Bahan baku : CPO & CPKO

Jenis Produk : RBDPO, RBD PKO, RBD Palm Olein, RBD Palm Stearine Kapasitas : 1000 ton CPO/hari

Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 700 miliar

Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty acid-fatty alcohol

Bahan baku : Refined Palm Oil

Jenis Produk : fatty acid, fatty alcohol, Kapasitas : 120.000 ton/tahun Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 2 triliun

Tenaga kerja : 400 org

3. Industri Advanced biomaterial

Bahan baku : tandan kosong sawit & kayu kelapa sawit Jenis Produk : bioplastic, paper board

Kapasitas : 3.000 ton /tahun Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 500 miliar

(18)

18

MANFAAT

1. Mengolah sekitar 1 (satu) juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per

tahun.

2. Menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang untuk operasional industri dan

kawasan.

3. Mengoptimalkan fasilitas riset Pusat Inovasi yang dibangun Sei Mangkei,

dengan menghasilkan produk baru

bioplastic

,

paper board

, dsb.

4. Mendorong tumbuhnya industri kelapa sawit yang

sustainable-certified

dengan

landmarknya pabrik PT. Unilever Oleochemical Indonesia

5. Meningkatkan perekonomian wilayah dengan menjadikan Sei Mangkei sebagai

pusat ekonomi baru dengan konektivitas tinggi.

(19)

PERMASALAHAN

1. Harga gas masih tinggi (US$ 16,1/mmbtu)

2. Harga jual lahan kavling kawasan industri terlalu mahal

3. Konektivitas kawasan industri dengan pelabuhan masih perlu ditingkatkan

(jaringan jalan tol, KA dan kawasan permukiman)

4. Belum adanya partner teknologi untuk industri

advanced biomaterial

5. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (Kementerian BUMN)

kepada PTPN III untuk membangun pabrik pengolahan minyak sawit (

refinery

/

pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Sei Mangkei

(20)

20

RENCANA AKSI

Kegiatan

Status

1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan

sebagai POGEZ (

Palm Oil Green Economic Zone

)

Sudah dilakukan (tanggal 8

Januari 2016)

2. Rapat koordinasi pengembangan Klaster/Kawasan

Industri Sei Mangkei

Sudah dilakukan (tanggal 4

November 2015)

3. Penyusunan R-Perpres tentang Penyusunan Harga Gas

Industri, khususnya di Kawasan Sei Mangkei

R-perpres Final telah disusun

dan segera diundangkan

4. Bantuan Kemenperin untuk infrastruktur Kawasan Industri

Sei Mangkei

Gedung dan Fasilitas Pusat Inovasi Sawit

Dry Port

kap. 5.300 TEUs

Jalur KA 2,95 Km

Tank Farm

2 x 3000 Ton dan 2 x 5000 Ton.

Jalan ROW 62 4,785 Km & saluran induk.

Telah dilakukan pembangunan

dan selesai pada akhir tahun

2015

(21)

RENCANA AKSI

Kegiatan

Status

5. Pembangunan Infrastruktur Kawasan oleh PTPN III

(pemilik kawasan industri)

Waste Water Treatment Plant

Kap. 250 m3/jam

Gardu Induk PLN

Jalur Pipa gas dan Metering Gas Bumi

Telah dilakukan pembangunan

dan selesei pada akhir tahun

2015

6. Rencana Pembangunan Tahun 2016

Tank Farm

6 unit

Kolam raw water dan intake, WTP kap. 500 m3/jam,

round tank kap. 500 m3/jam, dan jaringan air bersih.

Jalan kawasan, saluran saluran induk dan pagar Kavling

Industri.

Dry Port

Domestik Kantor Utama dan sarana penunjang

kawasan luas 7000 m2

Akan dilaksanakan pada tahun

2016

(22)

22

II.A.4.b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai

Provinsi Riau

1. Industri Green Diesel

Bahan baku : CPO

Jenis Produk : HVO (Hydrogenated Vegetable Oil) Kapasitas : 100.000 TPY

Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp. 3 Triliun. Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty acid-fatty alcohol- Methyl Ester High Purity (HP)

Bahan baku : Refined Palm Oil

Jenis Produk : Fatty acid, fatty alcohol, Kapasitas : 150.000 ton/thn

Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 2 triliun Tenaga kerja : 400 org

3. Industri Surfaktan Pengeboran Minyak

Bahan baku : Methyl Ester

Jenis Produk : Methyl Ester Sulphonate Kapasitas : 10.000 ton /tahun

(23)

4. Industri Minyak Goreng Merah

Bahan baku : CPO

Jenis Produk : Red palm oil Kapasitas : 10.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 400 Miliar Tenaga kerja : 200 org

II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

6. Industri Bio lubricant

Bahan baku : Fatty Acid Asam Oleat Jenis Produk : Glycerol Mono Oleat Kapasitas : 25.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 300 Miliar Tenaga kerja : 250 org

5. Pengolahan Limbah padat Industri minyak goreng (SBE/ Spent Bleaching Earth )

Bahan baku : Limbah SBE Jenis Produk : Batu Bata

(24)

24

MANFAAT

1. Mengolah sekitar 1,5 juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per thn.

2. Menyerap tenaga kerja sekitar 3.500 orang untuk operasional industri dan

kawasan industri.

3. Mengurangi impor BBM Solar dari produksi biodiesel existing di Pelintung

Dumai sebesar 1,4 Juta KL/thn dan tambahan dari investasi

Green Diesel

hingga 100.000 KL/per thn.

4. Mengurangi impor surfaktan pengeboran minyak (EOR) senilai 2,5 Juta

USD/thn.

5. Memasok kebutuhan surfaktan EOR di sekitar sumatera bagian tengah untuk

mendongkrak produksi minyak hingga 75.000 barrel per hari.

6. Menyelesaikan masalah Limbah padat SBE menjadi produk yang bernilaiguna.

7. Mempromosikan minyak goreng merah sebagai produk pangan sehat/alami dan

bernutrisi sesuai SNI 7719:2008

(25)

MANFAAT

8. Memperkenalkan produk

biolubricant

sebagai produk pelumas ramah

lingkungan.

9. Menjadikan Provinsi Riau sebagai lumbung energi terbarukan berbasis minyak

sawit untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional dan menjalankan kebijakan

mandatory

Biodiesel B-20.

10. Menggeser dominasi Singapore dalam pelayanan bunkering BBM dan

memaksimalkan peluang Dumai sebagai pusat logistic BBM .

(26)

26

PERMASALAHAN

1. Kawasan Industri Pelintung Dumai belum dijadikan Pusat Logistik Berikat

sesuai PP No. 85 Tahun 2015.

2. Belum dibangun pipa dan belum ada pasokan Gas Bumi untuk Kawasan

Industri Pelintung Dumai.

3. Investasi untuk

Green Diesel

sangat tinggi perlu dukungan konkret dari

Pemerintah dalam hal insentif, standarisasi, dan tata niaga khusus untuk

pemasaran/penggunaan

Green Diesel

.

4. Harga Minyak Dunia masih relative rendah, industri surfaktan untuk

Enhanced

Oil Recovery

(EOR) menjadi kurang kompetitif.

5. Belum ada dukungan kebijakan pemerintah untuk industri/pemasaran produk

baru minyak goreng merah.

6. Limbah SBE masih dikategorikan sebagai B3 sehingga perizinan industri

pengolahan SBE menjadi bahan bangunan menjadi kompleks.

(27)

RENCANA AKSI

Kegiatan Status

1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)

Sudah dilakukan (tanggal 8 Januari 2016)

2. Mengusulkan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai Pusat Logistik Berikat (PP 85/2015)

Direncanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi

3. Koordinasi penyaluran gas bumi ex-chevron ke KI Pelintung Dumai Direncanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi

4. Koordinasi pengembangan teknologi green diesel termasuk insentif, standarisasi, dan tata niaga Green Diesel

Dilaksanakan pada tahun 2016

5. Penambahan kapasitas pelabuhan Pelintung Dumai, oleh Wilmar Group selaku pengembang kawasan industri

Direncanakan pada tahun 2017 dapat terealisasi

6. Fasilitasi Insentif dan kemudahan perizinan/ legalitas menyangkut Pengelolaan Limbah B3 untuk pabrik batu bata di Pelintung Dumai

Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi

7. Pengujian kesesuaian produk minyak goreng merah dengan SNI 7719:2008.

Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi

8. Promosi Investasi dan Fasilitasi pembangunan pabrik biolubricant dan pabrik surfactant

Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017

9. Koordinasi pengembangan teknologi, standarisasi produk, dan pemasaran produk surfaktan pengeboran minyak

Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017

10. Fasilitasi pemasaran biodiesel dan green diesel untuk memenuhi kewajiban/ mandatory Biodiesel 20% (B-20)

Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017

(28)

28

II.A.4.c. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Bontang

1. Industri Biodiesel

Bahan baku : CPO

Jenis Produk : Biodiesel Kapasitas : 300.000 TPY Lokasi : Bontang – Kaltim Nilai Investasi : Rp. 600 Miliar. Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty Amine

Bahan baku : Fatty Acid based dan Ammonia Jenis Produk : fatty Amine

Kapasitas : 50.000 ton/thn Lokasi : Bontang Kaltim Nilai Investasi : Rp 750 Miliar Tenaga kerja : 200 org

3. Industri Minyak Goreng

Bahan baku : CPO

(29)

II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

1. Infrastruktur, listrik, gas, SDM industri, pelabuhan existing telah tersedia,

selama ini untuk operasional industri petrokimia.

2. Mengolah sekitar 650.000 Ton CPO per tahun dari sekitar Kaltim

3. Menyerap tenaga kerja sekitar 750 orang.

4. Meningkatkan ekspor produk fatty amine senilai USD 50 Juta per tahun.

5. Memenuhi kebutuhan dan mengurangi impor Biosolar (B-20) sebesar 1,5 Juta

KL untuk pertambangan, transportasi, dan industri di Kawasan Indonesia Timur

6. Memenuhi kebutuhan minyak goreng/sembako di Kalimantan Timur dan

sekitarnya sekitar 300.00 Ton per tahun (selama ini didatangkan dari Pulau

Jawa).

(30)

30

PERMASALAHAN

1. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (PIHC dan Kemen. BUMN)

untuk membangun industri Biodiesel dan minyak goreng di Bontang

Kaltim.

2. Lahan di Kota Bontang sudah habis, perlu perluasan kearah Kab. Kutai Timur,

3. Hambatan adminstratif, lahan perluasan masih berstatus Taman Nasional dan

masuk wilayah Kab. Kutai Timur.

(31)

RENCANA AKSI

Kegiatan

Status

1.

Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan

sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)

Sudah dilakukan (5 Februari 2016)

2.

Mengusulkan perubahan status lahan Taman

Nasional Kutai untuk kawasan industri.

Dilaksanakan tahun 2016

2017

3.

Koordinasi pasokan methanol sebagai bahan

penolong industri biodiesel.

Dilaksanakan tahun 2016

2017

4.

Koordinasi pemasaran biosolar untuk pertambangan

dan industri di wilayah Indonesia Timur.

Dilaksanakan tahun 2016

2017

5.

Fasilitasi dan koordinasi pembangunan pabrik dan

pemasaran produk Fatty amine (dalam/luar negeri)

Dilaksanakan tahun 2016

2017

6.

Koordinasi dan fasilitasi pembangunan pabrik

minyak goreng di Bontang- Kaltim untuk memenuhi

kebutuhan Indonesia timur

Dilaksanakan tahun 2016

2017

(32)

32 32

1. Indonesia sebagai penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia dengan

produksi sebesar 237.774 ton atau 60% dari total produksi dunia (395.627 ton),

yang terdiri dari:

Euchema Sp. dengan produksi sebesar 176.000 ton

Gracillaria Sp. dengan produksi sebesar 59.374 ton

Sargassum Sp. dengan produksi sebesar 2.400 ton

2. Masih terbuka peluang yang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi

rumput laut (lebih dari 500 jenis produk turunan). Saat ini sebagian besar hasil

produksi rumput laut nasional masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering,

yaitu sebesar 156.380 ton (65,8%), sedangkan yang disuplai untuk industri baru

sebesar 81.394 ton (34,2%).

3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut sejalan dengan kebijakan

pemerintah : Mendorong kesempatan kerja (

pro-job

), Pertumbuhan ekonomi (

pro-growth

), Kesejahteraan masyarakat (

pro-poor

).

32

(33)

II.B.1. JENIS RUMPUT LAUT KOMERSIAL INDONESIA

Gracilaria sp

Penghasil Alginat

Tumbuh liar :

Sargassum sp

Rumput laut lain penghasil Alginat:

Turbinaria sp

Eucheuma sp

Sargassum sp

Penghasil Karagenan (refined dan semi-refined)

Spesies yang dibudidayakan: E. cottonii and E. spinosum

Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar):

Hypnea sp

&

Eucheuma sp

Penghasil Agar

Spesies yang dibudidayakan :

G. gigas, G. verucosa, G. lichenoides

(34)

34

(35)

II.B.4. KINERJA INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT

(36)

36

II.B.5. POHON INDUSTRI RUMPUT LAUT

Gracilaria sp

makanan, Pet food, kultur

jaringan, cetakan gigi

Dairy, minuman, dressing,

saus, makanan diet, pet

food, farmasi

(37)

Pembangunan industri di sektor hulu antara dalam rangka memenuhi

kebutuhan bahan baku industri hilir berbasis rumput laut, melalui :

II.B.6. PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT DI SULAWESI SELATAN

1. Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut Alkali Treated Glacilaria (ATG)

Lokasi

: Kelurahan Toro, Kec. Tanete Riatang Timur, Kab. Bone, Sulsel

Kapasitas

: 6.000 Ton per tahun

Jenis Produk

: Chip (rumput laut kering, bersih dalam bentuk potongan)

Tenaga Kerja

: Pabrik

: 50 orang

Pendukung

: 2.100 orang (

on farm

)

Nilai Investasi

: Rp. 30 Milyar

2. Pengelola

: KOSPERMINDO Sulawesi Selatan

(38)

38 38

1. Dampak Ekonomi Wilayah

MANFAAT

Pengembangan luas lahan budidaya rumput laut Glacilaria + 700 Ha.

Penyerapan tenaga kerja di sektor budidaya rumput laut + 2.100 orang.

Membangkitkan ekonomi daerah.

Menciptakan industri turunan rumput laut : agar-agar, farmasi, kosmetik

dan produk makanan lainnya.

Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah + Rp. 35 juta

per tahun.

Menjaga stabilitas harga rumput laut minimal p. 6.000 per kg.

(39)

MANFAAT

II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

2. Aspek Sosial

Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan kegunaan rumput laut.

Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke formal (pertanian

ke industri)

Peningkatan infrastruktur di daerah

3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional

Meningkatkan daya saing industri agar-agar

Meningkatkan ekspor produk agar-agar

Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan rumput laut di dalam negeri

Mengurangi impor bahan baku

4. Dampak yang Bernilai Tambah

Meningkatkan nilai tambah rumput laut di dalam negeri

(40)

40 40

RENCANA AKSI

NO KEGIATAN STATUS

1. Melakukan koordinasi dengan Pemda, Kospermindo, PT. Agarindo Bogatama dalam rangka penetapan lokasi, pengelolaan pabrik, dan pengembangan industri turunan.

Sudah dilakukan

2 Pembebasan tanah koperasi oleh Pemda Belum

3 Menetapkan Kospermindo sebagai pengelola pabrik Sudah dilakukan 4 Menetapkan PT. Agarindo Bogatama sebagai offtaker Sudah dilakukan 5 Penyediaan anggaran APBN untuk penyusunan DED dan Pembangunan

Pabrik

Diangarkan tahun 2016-2017

6 Menyusun DED pabrik pengolahan Alkali Treated Glacilaria (ATG) Dilaksanakan tahun 2016 7 Penyediaan sarana mesin dan bak pencuci (washing treatmen) Dilaksanakan tahun 2017 8 Penyediaan sarana mesin untuk mendukung proses produksi Alkali treated

Glacilaria (ATG)

Dilaksanakan tahun 2018

9 Penyediaan sarana mesin dalam rangka penambahan kapasitas produksi

Alkali Treated Glacilaria (ATG)

Dilaksanakan tahun 2019

10 Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pabrik Alkali Treated Glacilaria (ATG)

Dilaksanakan tahun 2016- 2019

(41)

• Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun 2015 mencapai 370 ribu ton (berdasarkan data International Cocoa Organization) atau + 9 % dari produksi kakao dunia (4,3 juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2 juta ton.

• Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa liquor, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat.

• Kapasitas terpasang industri pengolahan kakao meningkat dari 735.000 ton tahun 2013 meningkat menjadi 765.000 ton (naik 4%) pada tahun 2014 dengan kenaikan produksi dari 324.000 ton pada tahun 2013 meningkat menjadi 390.000 pada tahun 2014 (naik 20%).

• Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 milyar.

• Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat seperti Nestle, Mayora, Indolakto, dan Unilever dengan investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.

• Indonesia memiliki tanah yang sangat cocok untuk tanaman kakao, saat ini memiliki areal perkebunan kakao sekitar 1,7 juta hektar yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekitar 95% perkebunan kakao di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Lebih dari 60% produksi kakao nasional berasal dari Sulawesi.

(42)

42

II.C.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Sulteng Sumbar

Sulbar

Sulsel

Sultra

(43)

Sumber : BPS diolah Ditjen Ind Agro

II.C.2. KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

NO URAIAN SATUAN TAHUN

2010 2011 2012 2013 2014

1 Jumlah Investasi Juta USD 250 330 495 570 600

2 Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 16 16 18 19

3 Kapasitas Ribu Ton 345 560 660 735 765

4 Produksi Ribu Ton 150 250 310 324 390

5 Konsumsi Ribu Ton 36,42 59,30 68,61 128,18 102,33 6 Ekspor

Biji Kakao Ton 432.427 210.067 163.501 188.420 63.334 Kakao Olahan Ton 103.055 178.951 196.480 196.333 242.206 Total Ribu Ton 535,48 389,02 359,98 384,75 305,54 Nilai Ribu USD 1.596.824 1.291.397 994.813 1.099.736 1.095.429 7 Impor

Biji Kakao Ton 24.830 19.100 23.943 30.766 109.410 Kakao Olahan Ton 13.851 15.400 13.338 18.480 14.269

Total Ribu Ton 38,68 34,50 37,28 49,25 123,679

(44)

44 44

II.C.3. POHON INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Cokelat

Bahan Mentah

Produk Setengah Jadi

(Intermediate Goods)

(45)

II.C.4. RANTAI PROSES KAKAO DAN COKLAT

Bahan Mentah

Produk Setengah

Jadi (Intermediate

Goods)

(46)

46 46

II.C.5. PRODUK TURUNAN KAKAO YANG DIKEMBANGKAN DI INDONESIA

Cocoa butter Cocoa liquor

Cocoa powder

Pasta cokelat atau

cocoa liquor

dibuat dari biji kakao kering

melalui beberapa tahapan proses untuk mengubah biji kakao

yang semula padat menjadi semi cair atau cair.

pasta cokelat diproses lebih lanjut, maka akan

menghasilkan bubuk kakao (

cocoa powder

).

(47)

II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI

No Masalah Solusi

1 Produksi Biji Kakao yang menurun

 Perkebunan kakao di Indonesia umumnya sudah berumur tua sehingga produktivitasnya sangat rendah yaitu hanya 0.3 ton/hektar/tahun, padahal potensinya bisa sampai 2 ton/hektar/tahun.

 Tahun 2014 impor biji kakao Indonesia melonjak hingga 109.000 ton dari sebelumnya 30.000 ton, ini sebagai akibat dari menurunnya produksi biji kakao nasional.

 Program Gernas Kakao harus dilanjutkan hingga beberapa tahun kedepan sehingga target pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen biji kakao terbesar dunia dapat tercapai dan kebutuhan industri terpenuhi.

 Program ini juga untuk membantu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani kakao mengingat sekitar 95% perkebunan kakao di Indonesia berupa perkebunan rakyat.

 Program Gernas Kakao difokuskan kepada rehabilitasi kebun berupa sambung samping dan sambung pucuk serta peningkatan tenaga penyuluh Pertanian.

 Program Gernas Kakao sebaiknya difokuskan hanya kepada provinsi yang merupakan produsen utama biji kakao sehingga hasilnya akan lebih efektif.

2 PPN 10% Atas Komoditi Primer

 Sejak tanggal 22 Juli 2014 transaksi pembelian biji kakao local dikenakan kembali PPN 10% sesuai keputusan Mahkamah Agung.

 PPN ini menjadi beban untuk petani dan industri kakao karena harus menyediakan modal kerja 10% lebih besar sehingga melemahkan daya saing industri.

 Akibat dari PPN ini beberapa industri kakao sudah menghentikan produksinya.

 PPN atas komoditi primer harus segera dibebaskan kembali dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini sangat mendesak untuk meningkatkan daya saing industri kakao.

(48)

48 48

II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan

……)

No Masalah Solusi

3 Revisi Tarif Bea Keluar Biji Kakao

 Transaksi pembelian biji kakao local saat ini dikenakan PPN 10% dan jika impor biji kakao dikenakan tarif bea masuk 5%, PPN 10% dan PPH 2,5% (total 17,5%).

 Sementara Ekspor biji kakao saat ini dikenakan Bea Keluar dengan tarif progresif 0% s/d 15%.

 Jika harga biji kakao turun, maka tarif bea keluar menjadi 0 atau 5% , hal ini akan mendorong biji kakao untuk diekspor dan industri akan kekurangan bahan baku.

 Tarif Bea Keluar kakao yang saat ini dengan tarif progresif 0-15% diusulkan untuk direvisi dengan tarif flat 0-15%, dengan pertimbangan :

o Agar seimbang antara pajak yang dikenakan atas

transaksi local maupun ekspor.

o Pantai Gading dan Ghana juga menerapkan pajak ekspor

dengan tarif tunggal 15%.

o Agar adanya jaminan supply untuk industri kakao

nasional.

o Untuk mengimbangi bea masuk kakao olahan di eropa

dengan tarif 4%-6%.

 Dana dari Bea Keluar kakao digunakan untuk melanjutkan program Gernas Kakao.

4 Diskriminasi Tarif Bea Masuk Kakao Olahan di Uni Eropa

 Hingga saat ini Industri kakao nasional masih mengalami diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa dimana produk asal Indonesia dikenakan tarif 4%-6%, sementara produk sejenis asal Pantai Gading dan Ghana bea masuknya 0%. Hal ini melemahkan daya saing industri nasional.

 Lakukan lobby dengan pemerintah Uni Eropa untuk menghapuskan diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan tersebut.

 Pemerintah perlu menagih janji Direktur Eksekutif ICCO yang pernah menjanjikan untuk selesaikan masalah ini jika Indonesia masuk menjadi anggota ICCO. Sejak dua tahun yang lalu Indonesia sudah menjadi anggota ICCO dengan iuran sekitar Rp.2 milyar/thn tapi belum ada realisasinya.

(49)

No Masalah Solusi

5 Indonesia mengimpor cocoa powder lebih dari 10.000 ton/tahun  Import berasal dari Malaysia dan Singapura karena mereka

mendapat tarif preferensi 0%.

 Bea masuk biji kakao import di Indonesia 5% sedangkan di Malaysia dan Singapura 0%.

 Pada tahun 2014 Indonesia hanya mengekspor biji kakao sebanyak 63.000 ton, sementara kapasitas industri kakao di Malaysia dan Singapura totalnya sekitar 350.000 ton. Artinya Malaysia dan Singapura tidak berhak menikmati fasilitas tarif Preferensi 0% karena Asean Content produk mereka kurang dari 40%.

 Produk kakao olahan asal Malaysia dan Singapura harus dikenakan tarif bea masuk MFN 10%.

6 Bea masuk 5% atas impor biji kakao

 Adanya bea masuk 5% atas impor biji kakao menyebabkan industri nasional kurang berdaya saing. Akibatnya industri makanan/minuman Indonesia masih mengimpor cocoa powder dari Malaysia dan Singapura lebih dari 10.000 ton per tahun.

 Bea masuk biji kakao di Malaysia dan Singapura 0% dan pada saat diekspor ke Indonesia bea masuknya juga 0%.

 Bea masuk atas impor biji kakao sebaiknya dibuat 0% untuk meningkatkan daya saing industri sehingga bisa mengurangi impor produk olahannya.

 Untuk menghindari penyalahgunaan oleh importir atau membanjirnya biji kakao impor pemerintah bisa menerapkan system kuota kepada industri kakao.

7 Pengembangan industri hilir kakao

 Industri cokelat raksasa seperti Hersheys lebih memilih berinvestasi di Malaysia.

 Pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan investasi kepada para investor industri hilir kakao agar mereka tertarik investasi di Indonesia.

 Investasi di Industri hilir kakao sangat bermanfaat karena akan menciptakan nilai tambah yang tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja.

(50)

50 50

II.C.7. Strategi Pengembangan IKM Cokelat dan Penumbuhan Wirausaha Baru 2016-2020

(51)

POTENSI PNGOLAHAN KAKAO DI INDONESIA

MENCIPTAKAN 20 WIRAUSAHA YANG

BERPOTENSI MENDIRIKAN PABRIK HILIR KAKAO - AKAN ADA 200 PABRIK CONFECTIONERY COKLAT

ADA SOLUSI 7 PERMASALAHAN

PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO SAAT INI

II.C.8. POLA PIKIR PEMBANGUNAN HILIRISASI KAKAO

INDUSTRI BESAR SEDANG (IBS)

COKLAT

ADA SOLUSI

PERMASALAHAN IKM PADA TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI

KAKAO

JIKA SETIAP IBS MENDAPAT IKLIM USAHA KONDUSIV AKAN MENCIPTAKAN 20 PABRIK HILIR

KAKAO MISALNYA 20 PRODUK CONFECTIONERY COKLAT, BAHAN

(52)

52 52

II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Hilirisasi pengembangan industri berbasis kakao dilakukan melalui pendeketan

konsep pembangunan Techno park. Lembaga-lembaga pengembangan olahan kakao

yang telah ada akan diarahkan untuk menjadi

Techno Park Hilirisasi

Pembangunan Industri Pengolahan Kakao

. Adapun hasil inventarisasi terdapat 10

Techno Park yaitu :

1.Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,

2.Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,

3.Techno Park Rumah Cokelat

Palu,

4.Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat

Univ. Haluoleo Kendari,

5.Techno Park Teaching Factory di UNHAS

6.Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim

7.Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang

8.Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali

9.Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta

(53)

1. Dampak Ekonomi Wilayah

Meningkatkan produktivitas dengan lahan yang telah ada dengan potensi 2

ton/hektar/tahun.

Penyerapan tenaga kerja di + 1,7 juta orang petani, Industri Pengolahan kakao setengah

jadi 100.000 orang, Industri Hilir pengolahan kakao 1.000 orang .

Membangkitkan ekonomi daerah.

Meningkatkan kesejahteraan petani kakao

Menciptakan industri turunan kakao : confectionary, farmasi, kosmetik dan produk

makanan dan minuman lainnya berbasis coklat.

Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah.

Menjaga stabilitas harga biji kakao minimal Rp. 35.000 /kg; produk hilir kakao minimal

Rp. 100.000

200.000 / kg

MANFAAT

(54)

54 54

2. Aspek Sosial

Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan

kegunaan kakao.

Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke

formal (pertanian ke industri)

Peningkatan infrastruktur di daerah

3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional

Meningkatkan daya saing industri pengolahan kakao

Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan kakao di dalam negeri

Meningkatkan ekspor produk pengolahan kakao

II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

(55)

No

Uraian

Tahun

2016

2017

2018

2019

1. Hilirisasi Industri

Makanan/Minuman

berbasis kakao

Penetapan Lembaga Techno park hilirisasi industri kakao:

1. Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,

2. Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,

3. Techno Park Rumah Cokelat

Palu,

4. Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat

Univ. Haluoleo Kendari,

5. Techno Park Teaching Factory di UNHAS

6. Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim

7. Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang

8. Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali

9. Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta

10.Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang

2. Kegiatan

Identifikasi potensi dan

penguatan IKM disekitar

Techno park

Penyiapan Tempat Uji

Kompetensi (TUK), Lembaga

Sertifikasi Profesi (LSP)

Promosi peningkatan

konsumsi kakao dan cokelat

(56)

56 56

No

Uraian

Tahun

2016

2017

2018

2019

3.

Output

Dari 10 Techno park akan tercipta 200 wirausaha yang berizin P-IRT yang

diharapkan masing-masing akan membangun pabrik produk hilirisasi kakao

Sertifikasi Kompetensi bagi tenaga kerja yang berkompeten.

4.

Outcomes

Tumbuhnya

(57)

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN

(58)

58

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN

(59)

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN

(60)

60

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN

(61)

CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN

(62)

Referensi

Dokumen terkait

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Alat – alat Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung akan melaksanakan Pelelangan sederhana Ulang dengan pascakualifikasi secara

[r]

Kelompok Kerja 8 Unit Layanan Pengadaan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi untuk

Nama paket pekerjaan : Konsultan Pengawas Rehabilitasi/ Renovasi Rumah Dinas Meral Lokasi : Sekretariat Unit Layanan Pengadaan Daerah Kelompok Kerja Provinsi.

This research was trying to develop a promotion media for Information Technology Faculty UKSW using video mapping technique that were projected at mock-up of Information

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 101877 Tanjung Morwa, penelitian diambil berdasarkan hasil pengamatan yang akan diteliti dan peneliti melihat rendahnya

Dalam kasus ini, data yang dikelola adalah data administrasi yaitu data diri anak, data jenis biaya yang ada di panti asuhan, data biaya-biaya yang menyangkut anak

Pengembangan atau pemantapan jaringan jalan bebas hambatan serta pengendalian pembangunan pintu masuk/pintu keluar jalan bebas hambatan dengan memperhatikan fungsi