Imunisasi merupakan program pemerintah yang senantiasa digalakkan
dalam upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit
dengan melakukan vaksinasi secara rutin. Pemberian imunisasi berguna untuk
memberikan perlindungan menyeluruh terhadap penyakit yang berbahaya.
Dengan memberikan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal, tubuh bayi
dirangsang untuk memiliki kekebalan sehingga tubuhnya mampu bertahan
melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010).
Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan
menghilangkan penyakit menular yang mengancam jiwa dan diperkirakan untuk
mencegah antara 2 dan 3 juta kematian setiap tahun. Hal ini merupakan salah satu
investasi yang paling hemat biaya kesehatan dengan strategi yang telah terbukti
yang membuatnya dapat diakses bahkan populasi yang paling sulit
dijangkau dan rentan (WHO, 2013).
Penelitian epidemiologi di Indonesia dan negara-negara lain, ketika
ada wabah campak, difteri atau polio, anak yang sudah mendapat imunisasi
dasar lengkap sangat jarang yang tertular, bila tertular umumnya hanya ringan,
sebentar dan tidak berbahaya. Tetapi anak yang tidak mendapat imunisasi,
ketika ada wabah, lebih banyak yang sakit berat, meninggal atau cacat
(Soedjatmiko, 2009).
Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
rejan, 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari
setiap 200.000 anak, satu akan menderita penyakit polio (Proverawati & Andhini,
2010).
Di dunia, selama dekade United Nations International Children’s
Emergensy Funds (UNICEF) telah menggalakkan program vaksinasi untuk
anak-anak di negara berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi Dipteria,
Campak, Pertusis, Polio, Tetanus, dan TBC. Bila dibandingkan, risiko kematian
anak yang menerima vaksin dengan tidak menerima vaksin kira-kira 1:9 sampai
1:4 (Nyarko et.al. 2001) dalam (Rukiyah & Yulianti, 2010).
Bayi-bayi di Indonesia yang di imunisasi setiap tahun sekitar 90%
dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir. Hal itu karena masih ada hambatan
geografis, jarak, jangkauan layanan, transportasi, ekonomi dan lain-lain. Artinya
setiap tahun ada 10% bayi (sekitar 450.000 bayi) yang belum mendapat
imunisasi, sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum
mendapat imunisai dasar lengkap. Bila terjadi wabah, maka 2 juta balita yang
belum mendapat imunisasi dasar lengkap akan mudah tertular penyakit berbahaya
tersebut, akan sakit berat, meninggal atau cacat. Selain itu mereka dapat
menyebarkan penyakit tersebut kemana-mana bahkan sampai ke negara lain,
seperti kasus polio yang sangat merepotkan dan menghebohkan seluruh dunia
(Soedjatmiko, 2009).
Secara global masih ada 1 dari 4 orang anak yang belum mendapatkan
vaksinasi dan 2 juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat
Di Indonesia pada tahun 2007 campak frekuensi Kejadian Luar Biasa
(KLB) sebanyak 114 dari 2408 kasus, dipteri sebanyak 183 kasus dan 11
meninggal, serta polio sebanyak 1 dari 4 kasus (DepKes RI, 2007).
Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh
desa/kelurahan mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization) atau 90%
dari seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap
yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Pencapaian UCI
desa/ kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6%.
Di Indonesia, cakupan imunisasi dasar pada bayi per September 2014
sebesar 48%. Sedangkan berdasarkan cakupan UCI pada tahun 2013 sebesar
80,23%, hal ini belum mencapai target rencana strategi (Renstra) tahun 2013 yaitu
sebesar 95% (Kemenkes RI, 2013: hal 106).
Berdasarkan Laporan Riskesdas 2013, persentase imunisasi campak pada
anak usia 12-13 bulan secara nasional sebesar 82,1%. Capaian tersebut belum
memenuhi target 90% yang menjadi komitmen Indonesia pada lingkup regional.
Menurut Riskesdas 2013 pada tingkat provinsi, hanya 8 provinsi yang telah
berhasil mencapai target 90% yaitu Yogyakarta sebesar 98,1%, Gorontalo sebesar
94,9%, Sulawesi Utara 94,4%, Bali sebesar 93,5%, Jawa Tengah 92,6%,
Kepulauan Riau sebeesar 91,9%, Nusa Tenggara Barat 90,6%, dan Bengkulu
90,2%. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara sebesar 70,1%. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak provinsi di Indonesia yang belum mencapai
target cakupan imunisasi campak yaitu sebesar 90% (Kemenkes RI, 2013: hal
Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1 – campak di Indonesia pada tahun
2013 sebesar 3,3%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar
3,6%. DO Rate DPT/HB-1 – campak menunjukkan kecenderungan penurunan
sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin sedikit bayi
yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. (Kemenkes RI, 2013: hal
106).
Berdasarkan angka Provinsi Sumatera Utara, pencapaian UCI tingkat
desa/kelurahan selama lima tahun terakhir mengalami penurunan yaitu 70,67%
tahun 2008 menurun menjadi 69,42% di tahun 2009 menurun menjadi 69,26% di
tahun 2010, 52,53% tahun 2011 dan pada tahun 2013 sebesar 75,78%, hasil ini
belum mencapai target yang ditetapkan rencana strategi (Renstra) tahun 2013
sebesar 95% dari seluruh kabupaten/kota yang dipantau.
Cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi menurut provinsi tahun 2013,
Sumatera Utara sebesar 81,54%, hal ini belum mencapai target rencana startegi
(Renstra) 2013 yaitu sebesar 88%. Rendahnya Cakupan ini dapat menjadi faktor
predisposisi KLB PD3I di Sumatera Utara sehingga upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya KLB PD3I ini adalah dengan meningkatkan cakupan
imunisasi sampai dengan diatas 95% (Depkes RI, 2011).
Berdasarkan angka Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2013,
pencapaian UCI tingkat desa/kelurahan sebanyak 73%, campak sebanyak 80,40%,
dan untuk DO imunisasi sebanyak 83,20% (Profil Kesehatan Per Kabupaten,
2013).
Reaksi Samping Imunisasi (RSI) adalah gejala yang sering menyertai
imunisasi. Sebagian besar hanya ringan seperti demam dan bisa hilang dengan
sendirinya atau diobati dengan obat penurun panas. Demam yang tinggi sering
membuat ibu khawatir, rasa khawatir dan ketakutan terhadap efek samping vaksin
menjadi lebih dominan dibanding ketakutan dan kekhawatiran terhadap
penyakitnya, padahal akibat penyakit jelas lebih membahayakan dibanding
dengan efek imunisasi (IDAI, 2011:hal 14).
Menurut penelitian Nur Widyastuti (1998) tentang faktor –faktor yang
mempengaruhi drop out hasil cakupan imunisasi terhadap anak sebanyak 946
orang di dapatkan hasil antara lain : hampir seluruh responden (97,6%)
mengatakan bahwa akibat efek samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi
adalah anak menjadi demam. Tentang penyebab demam pada anak setelah
imunisasi 26,8% responden menjawab dengan benar sedangkan 73,2% responden
menjawab tidak tahu. Dilaporkan juga responden yang menjawab dengan baik
tentang vaksin yang bisa menyebabkan demam (DPT dan Campak) sebanyak
21,9%, yang menjawab DPT saja 17,1%, Campak saja 0,1% sedangkan yang tidak
tahu atau menjawab salah 56,1%.
Status kelengkapan imunisasi pada anak dipengaruhi oleh perilaku ibu
dalam mengimunisasikan anaknya, terutama pada ibu yang memiliki anak usia
bayi sebab pada usia bayi seorang anak bergantung kepada ibunya tidak terkecuali
dalam melakukan imunisasi. Perilaku kesehatan merupakan suatu respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan
kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan (Skinner 1939 dalam
Notoatmodjo, 2007). Perilaku merupakan salah satu faktor yang berperan penting
bayi dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam mengimunisasikan ke tempat pelayanan
kesehatan.
Menurut penelitian Rozalina (2012), diketahui perilaku ibu sangat
dipengaruhi oleh hubungan pengetahuan, sikap dan praktek dalam
mengimunisasikan anakanya.
Rendahnya cakupan imunisasi adalah karena kurangnya pengetahuan ibu
mengenai imunisasi. ibu juga kurang mendapat dukungan dari suami karena suami
juga tidak mengetahui dengan baik pentingnya imunisasi dan takut anaknya sakit
(demam) pasca imunisasi (Novita Dewi Iswandari, 2014).
Menurut Penelitian Eva Yuswinta (2013), distribusi kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi di Desa Kota Pari dari 94 responden, mayoritas ibu tidak
melengkapi imunisasi dasar pada bayi berjumlah 53 orang (56,4%) dan minoritas
ibu yang mlengkapi imunisasi dasar pada bayi berjumlah 41 orang (43,6%).
Berdasarkan target UCI secara nasional untuk tahun 2014 adalah 100%
Desa/Kelurahan (Depkes 2010) dapat dilihat pencapaian target UCI di desa Kota
Pari masih 75% yaitu < 90% dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desa
Kota Pari belum tercapai (Laporan Puskesmas Kota Pari, 2014).
Dari data diatas cakupan imunisasi belum memenuhi UCI yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 90% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan
pada tahun 2014. Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah, target UCI di
Desa Kota Pari masih dibawah target.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 09 April
2016 di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai
cakupan BCG sebanyak 7 orang (35%), HB0 sebanyak 5 orang (25%), DPT-HB1
sebanyak 12 orang (60%), DPT-HB3 sebanyak 8 orang (40%), Polio 1 sebanyak
10 orang (50%), Polio 4 sebanyak 6 orang (30%), dan Campak sebanyak 15 orang
(75%).
Berdasarkan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang
dilaksanakan pada tanggal 08-15 Maret 2016 di Desa Kota Pari, sebanyak 613
bayi yang ditargetkan ternyata hanya 250 bayi (40,78%) yang diimunisasikan ke
pelayanan kesehatan yang ada di Desa Kota Pari (Laporan Puskesmas Kota Pari,
2016).
Cakupan pelayanan yang berdampak pada penurunan angka kesehatan
bayi masih menunjukkan nilai yang belum mencapai target cakupan imunisasi
nasional, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi yang
masih kurang sehingga mempengaruhi sikap ibu dalam melakukan imunisasi
dasar lengkap pada bayinya. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan Perilaku Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi
di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun
2016.”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah, apakah ada hubungan perilaku ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara
perilaku ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Desa Kota Pari
Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kelengkapan imunisasi dasar pada
bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang
Bedagai tahun.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur, pendidikan, dan pekerjaan
ibu dengan imunisasi dasar pada bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai
Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
3. Untuk mengetahui pengetahuan ibu dengan imunisasi dasar pada bayi di
Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
4. Untuk mengetahui sikap ibu dengan imunisasi dasar pada bayi di Desa
Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
5. Untuk mengetahui ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dengan
imunisasi dasar pada bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin
Kabupaten Serdang Bedagai.
6. Untuk mengetahui jarak ke sarana pelayanan kesehatan dengan imunisasi
dasar pada bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten
7. Untuk mengetahui dukungan petugas kesehatan dengan imunisasi dasar
pada bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang
Bedagai.
8. Untuk mengetahui dukungan keluarga dengan imunisasi dasar pada bayi di
Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
9. Untuk mengetahui hubungan perilaku ibu dengan kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten
Serdang Bedagai.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ha artinya ada hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan, dan
pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi
H0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan,
dan pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2. Ha artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
H0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
3. Ha artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
H0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan
4. Ha artinya ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana
pelayanan kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
H0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana
pelayanan kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
5. Ha artinya ada hubungan yang signifikan antara jarak ke sarana pelayanan
kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
H0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara jarak ke sarana
pelayanan kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
6. Ha artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas
kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
H0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas
kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
7. Ha artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
H0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga
dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi Kepala Desa
Sebagai bahan referensi dan pertimbangan bagi Kepala Desa mengenai
imunisasi sehingga dapat melakukan upaya untuk meningkatkan cakupan
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti