• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANARKISME DAN EKOLOGI Bahan Belajar Ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANARKISME DAN EKOLOGI Bahan Belajar Ma"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ANARKISME DAN EKOLOGI

(Bahan Belajar Mandiri)

Oleh :

Bayu Budiandrian

Latar Belakang

Anarkisme sebagai sebuah ideologi sangatlah beragam dan kompleks. Anarkisme sendiri memiliki sejarah dan masa lalu panjang yang kaya akan beragam teorinya. Lebih dari itu, dalam berbagai variannya, Anarkisme menawarkan banyak pilihan ide, taktik dan strategi praksis yang tidak tunggal. Untuk itu, sangat penting untuk memahami genealogi dari berbagai varian yang terdapat dalam payung teori Anarkisme, karena hal tersebut dapat membantu kita untuk menghindari miss-interpretasi pemahaman kita terhadap teori Anarkisme itu sendiri yang notabene adalah ajaran mulia. Anarkisme bukanlah sebuah ide yang terlahir dari ruang kerja maupun abstraksi yang diformulasikan dari teori-teori semata. Anarkisme adalah paham yang lahir bersamaan dengan praktik penindasan itu sendiri, dimana kehendak atau tendensinya secara alamiah menginginkan manusia untuk terbebas dari penindasan tersebut.

Tulisan pendek ini sebenarnya bukan hendak membahas sejarah Anarkisme dengan masing-masing varian teorinya yang sangat luas dan rumit. Tulisan ini hanya ingin mencoba sedikit membahas bagaimana teori Anarkisme fit in dalam fenomena degradasi lingkungan dan krisis ekologi yang saat ini telah dan sedang berlangsung. Namun sayangnya, untuk dapat sampai kepada pemahaman Eko-Anarkisme, yang notabene adalah sebuah pengembangan teori Anarkisme modern, kita tidak bisa tidak, harus terlebih dahulu memahami konsep dasar serta asal-usul Anarkisme itu sendiri. Seperti halnya untuk dapat memahami konsep-konsep dalam studi Agraria, yang tidak akan bisa dimengerti tanpa memahami konsep-konsep dasar dalam teori Ekonomi Politik itu sendiri.

BAB I

ANARKISME

Apa itu Anarkisme?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, hal pertama yang harus kita hindari bersama-sama adalah pelabelan dan definisi keliru terhadap Anarkisme dari berbagai media massa, kelompok penguasa/ rulling class, dan para intelektual konservatif yang secara intens memproduksi pengetahuan yang keliru. Bisa jadi hal tersebut sudah mengakar dalam pikiran kita ataupun masyarakat luas dan mereka secara sengaja membiarkannya salah, tanpa sedikitpun berkeinginan untuk mengungkapkan kebenarannya. Ada dua hal yang mungkin terjadi, pertama mereka sendiri adalah korban atas ketidaktahuannya, sehingga secara tidak sadar telah memproduksi kembali pengetahuan yang salah. Kedua, ia memang secara sadar memproduksi pengetahuan yang keliru tersebut demi kepentingan politis.

Secara harfiah Kata a arki erasal dari ahasa Yu a i, a ala an (atau a), berarti tidak , ketiadaa , atau kekura ga , dita ah archos a g erarti suatu peratura ,

(2)

ketiadaan kekuasaan. Menurut Proudhon (1876) Anarkisme adalah teori politik yang ertujua e iptaka a arki, ketiadaa tua , ta pa raja a g erkuasa. “e e tara Kropotki , e ataka ah a A arkis e se agai se uah sosialis e a g ta pa siste pe eri taha . Berk a e ataka ah a ... A arkisme adalah sebuah kondisi dimana masyarakat baik laki-laki maupun perempuan keduanya merdeka, dan sebuah kondisi dimana semua orang dapat menikmati manfaat dalam sebuah tatanan kehidupan secara setara dan bijaksana. Gueri 5 e ataka ah a Anarchism is really a synonym for socialism. The anarchist is primarily a socialist whose aim is to abolish the exploitation of man by man. Anarchism is only one of the streams of socialist thought, that stream whose main components are concern for liberty and haste to a olish the “tate .

Asal-Usul Anarkisme

Anarkisme biasanya dipandang sebagai fenomena Barat yang berlangsung belum lama. Nyatanya akar-akarnya berada jauh di dalam peradaban tua dari Timur. Ekspresi pertama yang dengan gamblang menunjukkan kandungan anarkis bisa dilacak ke belakang, ke para penganut Tao (Taoist) pada era Cina kuno, sekitar abad ke 6 SM. Taoist pada masanya hidup di tengah masyarakat feodal dengan hukum yang sangat terpatok-baku dan pemerintahan yang terus semakin terpusat dan birokratis. Penganut Konfusius ketika itu menjadi juru bicara resmi dari arus legalistik yang menopang perkembangan tersebut dan mereka yang menyerukan tatanan hierarki sosial yang menaungi warga untuk tahu posisinya masing-masing. Sebaliknya, penganut Taoist menolak pemerintahan dan meyakini bahwa semua mahluk bisa hidup secara alami dan harmonis dengan spontan. Sejak itu konflik antara mereka berawal dan terus lanjut (Marshall 2010).

Lebih jauh lagi, pada masa peradaban Yunani Kuno, meskipun arus utama pemikiran politik saat itu didominasi oleh Plato dan muridnya Aristoteles dengan konseptual Negara idealnya, namun tidak sedikit pemikir yang tampil sebagai oposisi. Heraklitus dari Ephesus yang hidup sekitar tahun 500 SM mengekspresikan pandangan, yang luarbiasanya, serupa dengan mereka yang menganut Tao di Cina. Bahkan Sokrates, yang merupakan guru dari Plato, lebih tampil sebagai sosok libertarian dengan menentang demokrasi yang berjaya di Athena pada tahun 403 SM – ia dengan berani mempertentangkan penilaian personalnya melawan Negara Athenian. Pada tahun 399 SM ia diringkus dan dihukum mati karena atheismenya dan dinilai meracuni jiwa kaum muda. Plato, murid terpintar Sokrates, nampaknya gagal menyimak saran gurunya. Sementara komunisme barang dan perempuan dalam karyanya The Republic mengilhami beberapa pemikir sosialis yang muncul kemudian. Negara ideal Plato merupakan hierarki sosial yang kaku yang diatur oleh elite kecil penjaga dan tentara. Lebih jauh lagi itu malah sepenuhnya Negara totaliter yang tanpa kebebasan berpikir dan bertindak : agama dipilih berdasarkan pertimbangan kegunaan atau utilitarian

dan harus dipatuhi di bawah ancaman ketakutan akan hukuman atau kematian. Demikianlah, Sokrates tampil sebagai pembebas besar, seorang libertarian, maka Plato berdiri di hulu sungai besar otoritarian yang pada gilirannya mengairi pemikiran Barat (Marshall 2010).

(3)

mengadopsi label anarkis dengan niat memprovokasi lawan-lawannya yang menganggap anarki sama dengan kekacauan.

Anarkisme Modern

What is Property? (1840) Warning to Proprietors (1842) The System of Economic Contradictions or the Philosophy of Misery (1846) Solution of the Social Problem (1849) General Idea of the Revolution in the Nineteenth Century (1851) The Manual of the Stock Exchange Speculator (1853) Of Justice in the Revolution and the Church (1858) War and Peace (1861) Principle of Federation (1863) Of the Political Capacity of the Working Class (1865) Theory of Property (1866) Theory of the Constitutionalist Movement (1870) The Principle of Art (1875)

Pierre-Joseph Proudhon Correspondences (1875)

(1809- 1865)

Setelah diterbitkannya What is Property? Pada tahun 1840, Proudhon kemudian e uai pe garuh pe ti g a g luas. Mar e uji a se agai kar a a g taja da e ilai a se agai pengujian atas properti yang pertama kali dan yang menentukan, bersemangat serta il iah . Proudhon mulai menghantui imajinasi kaum borjuis Perancis sebagai l ho e de la te eu / The Man of Terror yang mewujudkan semua bahaya revolusi kaum proletar. Di dalam bukunya What is Property? Proudhon menjelaskan secara gamblang bagaimana sebuah kepemilikan pada dasarnya adalah hak alamiah yang melekat pada diri manusia. Dari Proudhonlah kemudian dikenal slogan yang mendunia saat itu

Property is theft . Proudhon seorang yang tanpa kompromi. Ia mengkritik keras borjuasi pada masa itu. Dia juga dengan tegas menyatakan pendiriannya terhadap tendensi Anarkisme yang ia yakini. Proudhon (1840;14) menyatakan ... I uild o syste . I ask a e d

to privilege, the abolition of slavery, equality of rights, and the reign of law. Justice, nothing else; that is the alpha and omega of my argument : to others I leave the business of go e i g the o ld .

Anarkisme Ilmiah

Statism and Anarchy (1873) God and the State (1882)

The Political Philosophy of Bakunin; Scientific Anarchism (1953) Bakunin on anarchy (1971)

Michael Bakunin: Selected Writings (1974) The Basic Bakunin: Writings 1869–1871 (1992)

Mikhail Bakunin: The Philosophical Basis of his Anarchism (2002)

Mikhail Bakunin (1814- 1876)

(4)

adalah tokoh yang dianggap paling Revolusioner selama hidupnya dan dia adalah orang pertama yang paling berjasa mendirikan Anarkisme di Dunia.

Dalam perselisihannya yang bersejarah dengan Marx dan pengikutnya dalam forum

Fi st I te atio al Wo ki g Me s Asso iatio (Internasionale-1), ia meneguhkan pertikaian pahit di masa kemudian antara Marxis dan Anarkis. Dengan menolak perjuangan politik dan menegaskan bahwa emansipasi buruh harus diraih oleh para buruh itu sendiri, Bakunin membuka jalur bagi sindikalisme revolusioner. Sepanjang masa hidupnya ia menorehkan anarkisme menjadi teori aksi politik dan membantu mengembangkan gerakan anarkis, khususnya di Perancis dan kawasan berbahasa Perancis di Swiss dan Belgia, Italia, Spanyol dan Amerika Latin. Ia tidak ha a dike al se agai Aktivis Pendiri Anarkisme Du ia tapi juga dipuja se agai Bapak sejati a arkis e oder . Malah ia menjadi pemikir paling berpengaruh selama masa kebangkitan kembali anarkisme di tahun enampuluhan dan tujuhpuluhan (Marshall 2010).

Titik sentral persimpangan antara Bakunin dan Marx adalah perdebatannya tentang otoritas. Bakunin adalah fanatik kebebasan, dan sangat membenci Negara karena ia anggap sebagai sesuatu yang menyandera kebebasan. Sementara Marx, dalam teorinya tampil lebih rasional dengan karakter otoritariannya. Marx dengan sistematis berteori bahwa untuk mencapai masyarakat yang tanpa kelas dibutuhkan suatu tahap transisi yang disebutnya se agai Kediktatora Proletariat . Pandangan-pandangan Bakunin yang berwatak federalis tersebut, kemudian dilanjutkan oleh kaum anarkis, sayap kiri Internasional yang anti-otoritarian. Sejak saat itu pertarungan kedua tendensi antara Marxis dan Anarkis semakin melebar, keduanya berkembang dengan cara yang berbeda-beda di berbagai Negara hingga saat ini.

Pangeran Anarkisme

The Conquest of Bread (1892)

Fields, Factories and Workshops (1898)

Mutual Aid: A Factor of Evolution (1902)

Encyclopædia Britannica Eleventh Edition (1910)

Pyotr A. Kropotkin (1842 - 1921)

(5)

kontaknya dengan kaum petani beserta komunitas-komunitas mereka memberinya keyakinan abadi dalam hal solidaritas dan spontanitas kreatif rakyat.

Pada masa dimana komune paris berlangsung 1871, Kropotkin sedang dalam penelitiannya di Swedia dan Finlandia. Sepulangnya penelitian, ia langsung bergabung dengan lingkaran gerakan anarkis yang saat itu sudah terbentuk. Adanya perselisihan antara Bakunin dan delegasi libertarian dengan dewan umum yang dikontrol oleh Marx, Kropotkin lantas menegaskan bahwa perselisiha terse ut e i u per ika perta a a arkis e lantaran mendorong orang berpikir tentang kejahatan-kejahatan pemerintah, betapapun de okratis ia pada ula a. Belaka ga dia e ge a gka : ketika aku pulang dari pegunungan, setelah seminggu tinggal bersama para pembuat jam tangan, pandanganku terhadap sosialisme mulai mendapatkan te pat a. Aku seora g A arkis .

Kropotkin e ak ai re olusi da e olusi sebagai proses-proses yang tidak bisa dihindari dalam perubahan sosial. Dia e gakui ah a re olusi se agai periode evolusi yang dipercepat dan perubahan-peru aha a g epat , sebagaimana sifat masyarakat manusia, merupakan evolusi perlahan yang tak henti-hentinya berlangsung dalam masyarakat beradab. Jadi masalahnya bukanlah bagaimana menghindari revolusi seperti bagaimana mencapai hasil yang memuaskan dengan jumlah perang sipil yang terbatas, sesedikit mungkin jumlah korban dan semi i al u gki rasa sakit hati . Marshall

BAB II

EKOLOGI

Penelaahan

Pada masa dimana keilmuan sudah sangat maju seperti saat ini, tampaknya kita masih sangat jarang menemukan akademisi dan intelektual yang dengan rendah hati bersedia menjelaskan secara komprehensif bagaimana sebuah pendekatan ekologi itu muncul? Bagaimana latar belakangnya? Bagaimana perjalanannya sampai pada teori ekologi politik? Apa yang membedakannya kemudian dengan pendekatan ekonomi politik dan studi agraria? Bagaimana kedua pendekatan tersebut berintegrasi? Dimana letak irisannya? Serta dimana letak persimpangannya? Telaah terhadap pertanyaan tadi sangatlah penting, tidak hanya sebagai kebutuhan teoritis, tetapi lebih jauh lagi sebagai sebuah dasar pijakan yang melandasi berbagai gerakan lingkungan yang bermunculan belakangan ini.

Permasalahan lingkungan saat ini merupakan isu sentral yang menjadi perhatian bagi semua kalangan baik di bidang Pemerintahan, Akademisi dan Intelektual, hingga Aktivisme-sosial. Munculnya berbagai gerakan sosial di Indonesia yang mengatasnamakan lingkungan, agaknya telah e itraka ah a kesadara ekologis sudah elekat da terta a pada mereka yang telah, sedang dan akan memperjuangkannya. Namun pada kenyataannya dilapang, seringkali saya menemukan banyaknya perjuangan ekologis yang split pa adig atau lebih fatal lagi koso g pe spektif , hal inilah yang agaknya membuat saya mencoba menuliskan sedikit tentang keresahan tersebut.

(6)

kesatuan yang tak tepisahkan satu sama lain, holistik. Menurut Capra (2001) dalam Adiwibowo (2007), pergeseran pandangan ini diawali pada dekade 1920an di Jerman, dimana kala itu fisika kuantum, biologi organisme, dan psikologi gestalt tumbuh sebagai tren gerakan anti mekanistik di kalangan akademisi. Pandangan ekologis merupakan konsekuensi logis dari berkembangnya science dan berakhirnya abad kegelapan. Masa inilah yang disebut Nietzsche sebagai lonceng yang menandai kematian tuhan.

Sejak munculnya istilah ekologi, banyak yang mengembangkan ilmu tersebut melalui berbagai ragam pendekatan, tidak hanya biologi, tetapi berkembang ke bidang ilmu sosial; goegrafi, antropologi, ekonomi hingga sosiologi. Peralihan ekologi dari ilmu biologi ke bidang sosial, dimulai dari ilmu geografi yang mengembangkan pendekatan determinasi lingkungan. Ellen C. Semple (1911) menyatakan bahwa seluruh kebudayaan dan perilaku manusia pada dasarnya dipengaruhi langsung oleh faktor-faktor lingkungan (iklim, topografi, sumber daya alam, geografi). Pandangan tersebut menurut pakar ekologi politik Dr. Soeryo Adiwibowo dalam sesi perkuliahannya di FEMA-IPB bersifat sangat reduktif, pandangan tersebut menyimpulkan bahwa bangsa Inggris bisa menjadi pelaut handal karena secara geografis Kerajaan Inggris merupakan daratan (kepulauan) yang dikelilingi laut. Bangsa Arab merupakan penganut agama monoteis karena bermukim di gurun pasir yang kosong yang mendorong mereka hanya menyembah kepada Tuhan yang Maha Esa. Bangsa Eskimo merupakan masyarakat primitif, nomaden dan miskin karena kondisi alam yang keras dan keterbatasan sumber daya alam. Ragam pendekatan lainnya kemudian saling bermunculan diantaranya pendekatan posibilisme lingkungan, ekologi budaya, ekologi ekosistem, dll yang dikembangkan oleh disiplin ilmu antropologi. Untuk itu, ekologi politik muncul sebagai reaksi terhadap sifat apolitis dari bidang studi ekologi budaya dan studi tentang resiko lingkungan (Watts 1983).

Disisi lain, konsep ekonomi politik muncul untuk memahami dan mengatasi perubahan-perubahan drastis di dalam sistem pemuasan kebutuhan manusia, baik dengan memahami sifat dari kebutuhan/ keinginan tersebut, atau dengan memahami cara produksi serta pendistribusian barang (goods) tersebut. Merujuk pada Caporaso dan Levine (1992, 2003) periode klasik dalam ekonomi politik dimulai sejak terbitnya Wealth of Nation karya Adam Smith pada tahun 1776 sampai terbitnya buku Principle of Political Economy karya John S. Mill pada tahun 1848. Dari berbagai mahakarya para pemikir ekonomi politik klasik, Karl Marx di yakini sebagai tokoh ekonomi politik penting yang terakhir.

Dalam bukunya A Contribution to the Critique of Political Economy yang sangat populer, Marx (1859, 1904) menjelaskan bagaimana sebuah proses produksi dan reproduksi sebuah komoditas selalu didasarkan pada relasi sosial antara modal dan tenaga kerja. Pandangan tersebut kemudian digunakan untuk menganalisis proses transisi agraria dari suatu corak produksi (feodal) ke corak yang lain (kapitalisme) dapat dipahami dengan melihat dinamika atau kontradiksi internal, yaitu hubungan yang saling menentukan/ mempengaruhi antara tenaga-tenaga produktif dengan hubungan-hubungan produksi. Hal tersebut dijabarkan Marx dalam salah satu bab dalam bukunya tersebut yang dia namakan sebagai akumulasi primitif. Jadi secara singkat, studi agraria merupakan anak kandung dari kritik Marx terhadap ekonomi politik klasik dan terkait erat dengan penyebaran kapitalisme yang dikaji sendiri oleh Marx. Sebagai konsekuensinya, maka studi agraria akan selalu menggunakan pendekatan ekonomi politik.

(7)

hingga muncul istilah Social Darwinism dari seorang Amerika bernama Richard Hofstadter pada tahun 1944. Hofstadter (1944, 1955) dalam Weikart (1993) mendefinisikan Darwinisme Sosial sebagai sebuah ideologi yang menggunakan pandangan kompetitif dalam melihat dunia dan konsep Darwin tentang "the struggle for existence" yang diterapkan dalam teori sosial sebagai dasar ideologinya. Ernst Haeckel sendiri adalah seorang ahli biologi yang sangat mengaggumi Darwin, lebih dari siapapun. Ia adalah orang yang paling berjasa dalam menjabarkan proses evolusi kera sampai menjadi manusia. Spekulasinya terhadap transisi kera menjadi manusia melalui Pithecantropus Alalus (manusia-kera yang belum bisa bicara) yang bertempat di Borneo, Sumatera dan Jawa, akhirnya menginspirasi Eugene Dubois seorang belanda yang melakukan penelitian di wilayah tersebut dan secara mengejutkan menemukan Homo Erectus sebagai "missing link" di dalam proses evolusi kera - manusia.

Irisan Ekonomi Politik dengan Ekologi Politik

Istilah ekologi politik sudah digunakan pada awal 1970-an. Eric Wolf (1972) menggunakannya untuk merujuk pada hubungan kepemilikan lahan dan politik pengelolaan sumber daya alam. Ezenberger (1974) menggunakan istilah tersebut untuk merujuk pada gerakan lingkungan oleh borjuis di Eropa dan Amerika Utara pada tahun 1960 dan awal 1970-an, yang ia lihat secara fundamental berakar pada kapitalisme, oleh sebab itu perkembangan techno-science tidak akan mampu mengatasi penyebab struktural dari krisis lingkungan. Istilah ekologi politik digunakan pertama kali dalam publikasi akademis pada akhir tahun 1960-an, sedangkan mulai menjadi subyek penelitian pada awal tahun 1970-an (Forsyth 2003). Istilah tersebut muncul sebagai respon atas kebutuhan teoritis untuk mengintegrasikan praktik penggunaan sumberdaya alam dengan pendekatan ekonomi politik secara lokal-global, serta reaksi terhadap perkembangan politik lingkungan yang terus meningkat (Peet dan Watts 1996). Ekologi politik mulai berkembang sejak akhir dekade 1970-an dan awal 1980-an (Satria 2009). Secara garis besar, ekologi politik adalah jenis penelitian lapangan yang mengkaji hubungan ekonomi politik antara komunitas atau masyarakat secara luas terhadap perubahan lingkungan (Adiwibowo 2005).

Arus intelektual ini dikembangkan dalam kaitannya dengan latar belakang pergolakan sosial yang luas selama tahun 1960 dan awal 1970-an (Watts 2001). Ini adalah periode yang ditandai oleh gelombang anti-otoritarianisme dan aktivisme dimana kekerasan terjadi di jalan-jalan Kota Mexico, Paris, dan Los Angeles, protes terhadap hak sipil, hak-hak perempuan dan gerakan lingkungan pada tahun 1960-an dan 1970-an yang kemudian pengalaman tersebut secara bersamaan membentuk pengalaman dari individu akademisi yang akhirnya membentuk konteks sosial dan politik yang memunculkan ekologi politik itu sendiri.

(8)

kelaparan di Nigeria, erosi tanah di Nepal, dan deforestasi di Brazil yang sebelumnya berakar pada konsep over-populasi Malthusian. Disanalah para penulis awal membangun penjelasan alternatif terhadap fenomena lingkungan, yang berakar pada ekonomi politik, marginalisasi, kapitalisme kolonial, dan penyalahgunaan kewenangan negara (Perreault et al 2015).

Seperti halnya Ekologi politik, Ekonomi politik tidak bisa dilepaskan dari tradisi Darwinisme dan arus utama intelaktual evolusionis baik biologi maupun antropologi lainnya seperti Lewis H. Morgan. Baik Marx dan Engels menyatakan bahwa tesis-tesis Morgan dalam bukunya Ancient Society, memiliki arti penting yang sebanding dengan makna teori antropologi Darwin tentang evolusi bagi biologi, dan teori Marx tentang nilai lebih untuk ekonomi politik. Engels (1884; 2011) menyatakan Ka e a pe e ua te se ut e uat

kami mengetahui ke arah mana penelitian harus dilanjutkan, apa yang harus diinvestigasi, dan bagaimana menata secara benar seluruh hasil dari studi ini (red: Studi Morgan tentang Ancient Society). Karya Morgan menjadi titik pijak bagi analisis Marx mengenai tahapan dalam perubahan sosial dimana Marx sampai pada kesimpulan bahwa masyarakat akan berakhir pada sebuah tatanan masyarakat tanpa kelas.

Persimpangan Ekonomi Politik dengan Ekologi Politik

Secara teoritis, bidang ekologi politik itu bisa dibilang lebih berorientasi menuju pemahaman spesifik dari serangkaian dinamika pada lokasi tertentu daripada sekedar mengeneralisir dengan kerangka epistemologis yang berorientasi pada disiplin tertentu. Sehingga itulah mengapa bidang ini perlu diimbangi oleh kerangka multiple teoritis, dan

multiple field yang akan mampu menopang penjelasan terhadap dinamika tersebut. Secara metodologis, orientasi untuk pemahaman di lokasi tertentu, dikombinasikan dengan akar yang mendalam pada penelusuran historis, yang berarti bahwa ekologi politik harus memiliki jarak pandang yang lebih luas khususnya pada metode penelitian berbasis lapangan, terutama etnografis, ditambah dengan in-depth analisis.

Blaikie dan Brookfield (1987); Bryant (1992); Greenberg dan Park (1994); Zimmerer (2000) dalam Forsyth (2003) menyatakan bahwa ekologi politik merujuk pada kondisi sosial dan politik yang mencakup penyebab, pengalaman, dan pengaturan dari masalah lingkungan. Penggunaan istilah ekologi politik yang semakin berkembang memunculkan beragam definisi dari berbagai perspektif yang berbeda.

Dalam perspektif strukturalisme ekologi politik muncul untuk menyepakati dua poin dasar. Pertama, masalah lingkungan yang dihadapi Dunia Ketiga tidak hanya cerminan dari kegagalan kebijakan dan pasar bebas saja, tetapi lebih merupakan manifestasi dari politik dan kekuatan ekonomi yang lebih luas. Kekuatan tersebut terkait dengan penyebaran kapitalisme diseluruh dunia terutama sejak abad ke 19. Kedua, ekologi politik adalah kebutuhan untuk melihat lebih jauh perubahan proses ekonomi politik yang multiscale; lokal, regional dan global (Peet & Watts 1996 dalam Bryant dan Bailey 1997).

(9)

direpresentasikan, dikontestasikan (Blaikie 1995: 143; Peet dan Watts 1996; Adiwibowo 2005).

Liberation Ecologies atau yang lebih suka saya sebut sebagai Post-Political Ecology

merupakan sebuah ragam pendekatan baru yang mengklaim melampaui pendekatan

Classical Political Ecology. Istilah ini diperkenalkan oleh Richard Peet dan Michael Watts di dalam bukunya "Liberation Ecologies; Environment, Development, Social Movement" pada tahun 1996. Dalam bukunya tersebut Peet and Watts (1996) menyebut bahwa Liberation Ecologies sebagai ".... new theoretical engagement between political ecology and post-structuralism on the other hand, and practical political engagement with new movement, organization, and institution of civil society challenging conventional notion of development, politics, democracy, and sustainability on the other". Pengertian tersebut melibatkan tiga pendekatan ilmu sekaligus, ekonomi politik, post-strukturalisme, dan ekologi politik itu sendiri.

Kritik; Eko-Anarkisme sebagai Ekologi Politik yang Melampauinya

Penjabaran historis-teoritis diatas setidaknya memperlihatkan bagaimana pendekatan ekologi politik sampai post-ekologi politik telah di dominasi oleh tradisi Marxisme yang bermula dari pendekatan ekonomi politik, lebih jauh lagi dari pandangan evolusionis Darwinisme. Post-ekologi politik sebenarnya tidak melampaui apa-apa, ia tetap berada dalam tradisi dan perspektif yang sama, hanya ditambah dengan pendekatan post-strukturalis. Darwin bukan tanpa kritik, pada tahun 1902 Peter Kropotkin membuat essay yang berjudul Mutual Aid: A Fa to of E olutio yang pada intinya membantah tesis utama Darwin dengan menyatakan bahwa pada alam juga terdapat hukum utual aid untuk bertahan hidup dan evolusi progresif dari suatu spesies, hal tersebut jauh lebih penting daripada hukum yang menyatakan utual st uggle .

Kosongnya perspektif Kropotkin dan pemikiran Darwin yang terus menerus direpetisi membuat Eko-Anarkisme semakin asing dan tabu bagi kalangan intelektual yang mempelajari dan melakukan studi tentang Ekologi Politik. Itu pula yang menyebabkan banyak gerakan lingkungan yang merasa bahwa pertarungan dan perjuangan ekologi adalah perjuangan politik (praktis), dimana biasanya, perjuangan tersebut hanya akan menyisakan perjuangan politik (beserta kepentinganya), namun perjuangan ekologis (beserta kepentingannya) sudah hilang entah kemana.

Adalah Bookchin yang paling berjasa meneruskan tradisi pemikiran Kropotkin. Dite gah kekoso ga i telektualitas terhadap gagasa ekologi a arkis a g pada asa itu di dominasi oleh tradisi Marxian. Tidak hanya meneruskan, Bookchin juga melampaui Kropotki de ga e ge a gka le ih jauh Mutual Aid a Kropotki de ga e uat teori Ekologi Sosial. Bookchin diketahui mulai menyadari soal krisis perkembangan lingkungan pada tahun 1952 dimana saat itu dia menulis sebuah artikel yang berjudul The

P o le of Che i al i Food dimana didalam artikel tersebut Bookchin tidak hanya membahas tentang polusi lingkungan saja, tetapi Bookchin mendudukan permasalah lingkungan sebagai permasalahan sosial yang setara dan sama pentingnya.

(10)

manusia. Pasca 1952, berbagai artikel dan buku terkait dengan pandangannya tersebut dipublikasikan dimana hampir kesemua karyanya tersebut merupakan upaya pencariannya untuk menjelaskan kemunculan hirarki sosial dan dominasi serta untuk menjelaskan cara, kepekaan, dan praktek yang dapat menghasilkan suatu masyarakat ekologis yang benar-benar harmonis. Buku Post-“ a ity A a his (1971,2004) merupakan pelopor dari visinya tersebut. Buku tersebut terdiri dari beberapa essainya dari tahun 1964 dimana kritiknya dialamatkan lebih kepada hirarki daripada kelas, dominasi daripada sekedar eksploitasi, penciptaan kelembagaan yang bebas daripada sekedar penghapusan negara, kebebasan ketimbang keadilan, kepuasan daripada sekedar kebahagiaan. Bagi Bookchin perubahan penekanan tersebut bukan sekedar retorika counter-cultural, perubahan tersebut menandai penghilangan pandangan dari komitmen sebelumnya yang berbentuk sosialis ortodoks. Bookchin mendambakan apa yang disebut sebagai Libertarian Sosial Ekologi, atau apa yang disebut Victor Ferkiss sebagai Eko-Anarkisme.

Pada saat itu di tahun 1960an, kata-kata seperti hierarki dan dominasi masih sangat jarang digunakan. Kaum radikal tradisional, terutama Marxis, masih berbicara hampir eksklusif dalam soal kelas, analisis kelas, dan kesadaran kelas; konsep mereka terhadap penindasan yang terutama terbatas pada eksploitasi material, kemiskinan, dan ketidakadilan dalam ketenagakerjaan. Demikian juga Anarkis ortodoks yang menempatkan sebagian besar penekanan mereka pada Negara sebagai sumber segala bentuk ketidakadilan sosial. Sama seperti ke u ula kepe ilika pri adi se agai dosa asal agi kau Mar is ortodoks, egitu juga Negara a g dia ggap se agai dosa asal agi kau A arkis ortodoks. Bahka pada awal 1960an penggunaan istilah hirarki sangat dihindari, dan lebih sering disebut se agai perde ata otoritas , ta pa e jelajahi asal-usul otoritas, hubungannya dengan alam, dan maknanya bagi penciptaan sebuah masyarakat baru.

Bookchin kemudian berfokus pada bagaimana seharusnya masyarakat bebas yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekologis, dapat memediasi hubungan antara manusia dengan alam. Hasilnya, Bookchin mulai mengeksplor pengembangan teknologi baru yang dapat diukur secara komprehensif pada dimensi manusia. Seperti, teknologi solar matahari, instalasi kincir angin, taman organik dan penggunaan sumberdaya lokal, yang dikerjakan oleh komunitas terdesentralisir. Pandangan tersebut secara langsung menyadarkan bahwa dibutuhkan demokrasi langsung, desentralisasi, swadaya pemenuhan kebutuhan, swadaya pemberdayaan dalam bentuk komunal kehidupan sosial. Singkat kata, komune yang akan terbentuk adalah komunitas yang non-authoritarian.

Pandangan Ekologi Sosial Bookchin ini mempunyai dimensi sosial-politik yang secara taja telah di ulas didala uku Mu i ipalis e Li ertaria a g ditulis oleh Ja et Biehl seorang sahabat sekaligus penerus pemikiran Bookchin. Pembahasan ini akan dibahas pada BAB selanjutnya. Inilah yang seharusnya disebut sebagai sesuatu yang melampaui ekologi politik, dimana ekologi sosial secara historis lepas dari tradisi ekologi politik dan tidak mengakar pada sumber analisis dan pendekatan yang sama.

BAB III

ANARKISME-EKOLOGI

(11)

Dalam struktur organisasi sosial masyarakat yang bercorak kapitalistik, degradasi lingkungan adalah sebuah hal yang tak terhindarkan. Moda produksi dalam sistem ekonomi kapitalis mensyaratkan akumulasi kapital yang bersifat greedy. Seiring dengan kehancuran lingkungan hidup yang semakin kritis, masyarakat dunia menuntut tindakan kritis atas degradasi lingkungan yang terjadi, hal tersebut menyadarkan mereka bahwa kehancuran lingkungan yang terjadi juga akan membuat pendapatan mereka menurun, karna hanya ada satu bumi yang bisa diekspoitasi. Hal tersebut akhirnya juga membuat sistem kapitalis e per aiki diri a se diri de ga er agai ti daka tek okratis salah satu a de ga skema Green Capitalism1 nya yang sampai hari ini bisa dilihat dengan jelas telah terbukti

gagal dalam menangangani degradasi lingkungan.

Untuk itu bagi kebanyakan kaum Marxis, sistem ekonomi sosialis adalah sebuah antitesa utama dari berbagai permasalahan kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini. Sosialis-Marxis lebih melihat ekologisme sebagai sebuah gerakan sosial, daripada perkembangan dalam sikap masyarakat terhadap alam, Seperti yang dinyatakan Papper (1993) : E o-socialism says that we should proceed to ecology from social justice and not

the othe ay a ou d , meskipun menurut Giddens dalam Goldblatt (2015) menyatakan ah a se e ar a ereka se diri kau ar is tidak e erika a alisa a g e adai mengenai seberapa jauh sosialisme Negara mampu mencapai level-level kerusakan lingkungan yang serendah mungkin diseluruh li i produksi . Hal terse ut seolah-olah dipertegas oleh pernyataan Gorz (1980) yang menyatakan bahwa “o ialis is o ette

than capitalism if it makes use of the same tools. The total domination of nature inevitably entails a domination of people y the te h i ues of do i atio .

Sementara itu, Atkinson (1991); Papper (1993), menyatakan bahwa ekologi politik, a g e gi for asika praktik utopia is e hijau , pada dasar a adalah sebuah filsafat politik Anarkis. Mengingat bahwa sistem pemerintahan di sebagian besar dunia utamanya diwujudkan melalui Negara, maka kaum anarkis dengan keras melawan Negara atau segala bentuk pemerintahan/ otoritas, untuk itu kaum anarkis percaya bahwa Negara harus segera dihapuskan. Seperti yang dinyatakan oleh Woodcock (1977, 11); Papper (1993, 155) :

A a his is the do t i e hi h o te ds that go e e t is the sou e of ost of ou so ial t ou les a d that the e a e ia le alte ati e fo s of olu ta y o ga isatio .

Degradasi lingkungan telah memicu munculnya berbagai macam green movement

baik yang berakar pada ideologi Marxisme maupun Anarkisme. Meskipun, Marxisme dan Anarkisme sama-sama memiliki prinsip-prinsip ideal (masyarakat tanpa kelas) terhadap suatu tatanan masyarakat, namun keduanya berbeda secara esensial. Banyak pakar ekologi politik yang mengarahkan kritik kepada anarkisme sebagai ekologi radikal yang merujuk pada deep ecology, Earth First – (ekosentris)! Padahal Eko-Anarkisme tidak hanya Deep Ecology, bahkan deep ecology sendiri tidak mengakar langsung pada anarkisme. Deep Ecology ingin mengubah relasi antara manusia dengan alam, dan menekankan keterkaitan (daripada pemisahan) antara manusia dan alam sebagai seuatu kesatuan. Deep ecology

menganggap krisis ekologi berakar pada krisis fundamental manusia terhadap nilai-nilai, untuk itu mereka menyarankan pembaharuan moral atas alam.

Sementara, Eko-Anarkisme disebut sebagai radikal ekologi karena kebanyakan kaum radikal ekologi menganut pemikiran anarkis yang mengidentifikasi hirarki sebagai pusat

(12)

dominasi. Menurut Curran (2007) sebagai sebuah istilah umum yang luas, Eko-Anarkisme meliputi beberapa varian. Antara lain Bio-regionalisme, Primitivisme, dan Ekologi Sosial. Sedangkan menurut Eckerslay (1992) dalam Papper (1993) Eko-Anarkisme terbagi menjadi Ekologi Sosial dan Eko-Komunalisme :

Bioregional secara singkat merupakan gerakan ekologi fourth world yang mengarah pada akar-akar anarkisme liberal dan anarko-libertarian. Pada tahun 1985 diidentifikasi terdapat 60 grup bioregional di Amerika Utara. Terdapat empat prinsip kunci dari bioregionalisme menurut Sale (1985) dalam Papper (1993), pertama, liberating the self: mengurangi pentingnya kekuatan pasar dan birokrasi, membuka peluang politik dan ekonomi lokal, menikmati nilai-nilai komunitarian, kerjasama, partisipasi, pertukaran dan persaudaraan. Kedua, mengembangkan potensi daerah menuju kemandirian, Ketiga,

knowing the land: mempelajari daerah pemukiman secara optimal untuk mengidentifikasi daya dukung daerah. Keempat, Learning the lore: mempelajari sejarah dan mitos-mitos karena memiliki traditional wishdom yang berguna. Sebagai sebuah paradigma, bioregionalisme melawan pandangan-pandangan industri ilmiah. Paradidma bioreginalisme sangat mengaggungkan sistem alam dan menjadikannya sumber nutrisi dan metafor untuk mempertahankan semangat dan menekankan kesadaran ekologis (seperti layaknya deep ecology) dengan semangat kecintaan wilayah.

(13)

Tokoh yang paling terkemuka dalam Eko-Anarkisme adalah Murray Bookchin dengan Ekologi Sosial nya. Bookchin secara substansial banyak mengambil pandangan yang sama dengan Kropotkin dan Anarko-komutarian lainnya dalam menawarkan masa depan bumi yang lebih baik. Dengan mengintegrasikan ekologi dengan anarkisme, Bookchin berhasil menciptakan bentuk baru Eko-Anarkisme dimana dia lebih suka menyebutnya sebagai Ekologi Sosial. Gagasan utamanya adalah, bahwa krisis ekologi adalah krisis nilai-nilai sosial dengan hirarki sebagai aktor penyebabnya.

Bookchin sendiri mengkritik Eko-Anarkisme (Deep Ecology, Primitivisme, dsb) karna secara otentik Anarkisme-nya sangat individualis, untuk itu ia mengklaim telah melampaui anarkisme dengan menciptakan bentuk baru kemudian menggantikan individualisme dengan municipalism atau komunalisme. Municipalism sendiri secara sederhana adalah suatu ruang bagi masyarakat sipil dimana orang bebas berpartisipasi secara langsung dalam tata kelola yang demokratis dalam kelompok mereka sendiri. Seperti yang dijelaskan oleh Curran (2007), Municipalism describes a polity or civic arena in which free people pa ti ipate di e tly i the o so iatio al a age e t of thei o u ity .

Ekologi sosial bagi Bookchin tidak hanya sekedar kritik terhadap dominasi dan hirarki, melampaui itu, Bookchin mendefinisikan Ekologi sosial sebagai suatu rekonstruksi pandangan dan konsep partisipasi yang aplikatif, dimana partisipasi langsung dan politik akar rumput adalah strategi utama untuk realisasi masyarakat ekologis ala Bookchin ini. Pengertian Ekologi Sosial me urut Book hi se diri adalah ... first and foremost, a sensibility that includes not only a critique of hierarchy and domination but a reconstructive outlook that ad a es a pa ti ipato y o ept of othe ess a d a e app e iatio of differentiation as a social and ecological desideratum . Dengan demikian, untuk menuju masyarakat ekologis seperti yang digambarkan oleh Bookchin, harus terdapat kriteria utama antara lain; Partisipasi Langsung, Komunitas yang terdesentralisasi, Otonomi politik, Masyarakat yang bebas dan aktif (Curren 2007).

Dasar Prinsip Ekologi-Anarkisme

Where the state begins, individual liberty ceases, and vice versa (Bakunin 1867; Berman 1972; Pels 1998)

Meskipun memiliki unsur-unsur yang membentuk pola Ecotopia2 yang berbeda,

pemikiran Peter Kropotkin tentang teori Mutual Aid sering kali terlupakan, dan kemudian seringkali di aplok oleh Negara de ga er agai progra ilusi ke itraa aupu pemberdayaan-pe erda aa se u a, padahal sejarah mutual aid dan tindakan kolektif sudah ada sekuno kehidupan manusia itu sendiri. Selama ribuan tahun manusia telah membangun strategi nafkahnya dengan meramu, berburu dan menangkap ikan secara kolektif. Kolaborasi manusia di dalam kelompok-kelompok kecil adalah hal penting dan dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanaman pangan dan obat serta berburu hewan, membangun tempat tinggal (shelter) atau menemukan air serta makanan. Seiring berjalannya waktu, manusia mengembangkan produksi teknologi (alat tangkap) dan pengalaman harian serta produksi pengetahuan dan budaya secara bersamaan. Sebuah corak dari sebagian besar masyarakat manusia tradisional di seluruh dunia adalah untuk

(14)

mempertahankan kepemilikan bersama yang dengan demikian perawatan dan pengelolaannya juga secara dilakukan secara bersama.

Dalam kepemilikan sumberdaya secara komunal terdapat berbagai aturan dan peraturan yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri, biasanya hal tersebut melekat dalam sebuah kelembagaan yang telah membentuk nilai-nilai mereka selama berabad-abad melalui trial and error. Teori mutual aid, pertama kali diterbitkan pada tahun (1902) oleh Peter Kropotkin yang mengambil pengalaman sejarah dari serikat-serikat Negara dan serikat pekerja di Eropa, dari pengalaman kolonialisasi di luar Eropa, dari pengalaman masyarakat desa di banyak tempat dan bahkan dari kondisi alam secara biologis pada umumnya, untuk menunjukkan bagaimana kolaborasi dan saling mendukung adalah inti dari apapun yang membuat spesies kita sukses/ bertahan hidup. Sebagai seorang ahli biologi, ia menekankan bahwa, semakin sulit lingkungan alam, yang lebih diperlukan adalah kerjasama antara anggota spesies untuk dapat bertahan hidup dan berkembang. Kesepakatan yang dinegosiasikan pada peran, hak dan tanggung jawab dari aktor yang berbeda dalam sebuah

common enterprise adalah inti dari bentuk kolaborasi yang dijelaskan oleh Kropotkin.

Gagasan Peter Kropotkin tentang mutual Aid sebenarnya berasal dari pemikiran Profesor Kessler, Kassler adalah seorang Zoologi terkenal dan Dekan Universitas St. Petersbrug. Pada tahun 1880, dalam kongres Naturalis Rusia Kassler menyampaikan kuliah si gkat a a g erjudul o the la of utual aid . Ide uta a kessler adalah disa pi g ada huku utual struggle , di ala juga terdapat huku utual aid dala perjua ga untuk bertahan hidup, dan terutama untuk evolusi progresif dari suatu spesies, jauh lebih pe ti g daripada huku a g e ataka sali g erko testasi . “ejak kropotki berkenalan dengan ide itu, ia mulai mengumpulkan bahan-bahan untuk mengembangkan lebih lanjut gagasan tersebut. Sayangnya, gagasan Kessler hanya berbentuk sketsa dan hanya sepintas berlalu dalam ceramahnya, kemudian Kassler meninggal pada tahun 1881. Pandangan Kropotkin tidaklah sepenuhnya sama dengan Kessler, Kessler menyinggung tentang pa e tal feeli g dan a e fo p oge y sebagai sumber atau penyebab saling ketergantungan pada hewan. Sementara kropotkin menekankan bahwa dengan mengetahui utual aid dala kelas a g er eda pada hewan dan pentingnya hal tersebut bagi evolusi, kita baru dapat memahami a e fo p oge y dan pa e tal feeli g yang dimaksud oleh Kessler. Setelah membahas pentingnya gotong royong dalam berbagai kelas hewan, Kropotkin kemudian membahas pentingnya faktor yang sama pada evolusi manusia. Hal tersebut dilakukan karena ada sejumlah evolusionis yang tidak dapat menyangkal untuk mengakui pentingnya mutual aid antara hewan, namun menyangkal mengakuinya untuk manusia.

(15)

ko pleks dari a g la a da a g aru a g di uat oleh as arakat lokal se agai respon terhadap tantangan saat ini. Karenanya, hak merupakan konstruksi sosial yang menemukan makna hanya dalam masyarakat yang menciptakan mereka.

Kesesuaian konteks mutlak diperlukan dalam menganalisis suatu akar permasalahan, terutama lingkungan. Seringkali, para pegiat lingkungan, terjebak dalam paradigma mekanis kau e iro e talis . Padahal Gorz (1980) pernah menyatakan bahwa E ologi al

o e e t is ot a a d i itself, ut stage i a la ge st uggle . Sebagai contoh, putusan MK 35 Tahun 2012 yang menyatakan Hutan adat bukan lagi hutan Negara, pada kenyataannya sama sekali tidak berpengaruh signifikan dilapang. Hal tersebut terjadi karena instrumen hukum lainnya yang tidak berubah (UU Kehutanan 1999, dan produk hukum lainnya). Sehingga, agar kenyataan-kenyataan pahit tersebut tidak membuat kita mati langkah, konsep pengelolaan bersama sumberdaya alam merupakan satu kaki yang mengganjal dipintu, agar kemungkinan-ke u gki a tetap ter uka .

Permasalahan pengelolaan sumberdaya alam sering muncul ketika perubahan (bersifat eksternal) yang dipaksakan tanpa melalui uji manfaat dan tanpa melalui pengujian waktu. Banyak perubahan-perubahan yang terjadi tersebut merupakan bagian dari pergeseran sosial-politik dari proporsi sejarah saat ini. Dari revolusi agraria dan industri kemudian dominasi sistem agro-industri-pasar global saat ini, petani telah semakin berkurang dalam jumlah yang relatif besar, terjerat (secara terpaksa) masuk kedalam dalam jebakan cash crop production (produksi tanaman komersial) dan tumbuh tergantung pada alat mekanik, pestisida, pupuk dan air yang melimpah. Bahkan, penggembalaan hewan secara nomaden telah dipaksa untuk menetap dan menjadi tergantung pada pakan impor untuk hewan peliharaan mereka.

The "Great Transformation" membawa berbagai konsekuensi di seluruh dunia, di antaranya adalah fakta bahwa sistem pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat atau pre-existing system telah diabaikan, ternegasikan atau hancur diatas nama modernisasi dan pembangunan. Alam telah menjadi kumpulan "sumber daya alam", yang akan "berhasil" melalui "mutilasi" dan penyederhanaan biologi dan sosial yang ekstrim untuk kepentingan memproduksi komoditas. Banyak masyarakat pedesaan tidak lagi bertugas mengelola sumber daya alam mereka, dan yang juga penting, mereka tidak lagi "dipercaya" oleh birokrasi Negara untuk dapat melakukannya.

Daya cipta dan otonomi mereka (masyarakat tradisional/ adat) diabaikan atas nama rasionalitas Negara, pembangunan ekonomi dan kepentingan konservasi. Padahal kelayakan dan kemudahan pengoperasian pengelolaan merupakan solusi sederhana dan teruji dalam masalah pengelolaan sumber daya alam karena sudah melekat dalam pengetahuan dan keterampilan lokal yang unik. Namun tampaknya hal tersebut telah digantikan oleh solusi yang memaksa (bersifat eksternal) dan belum teruji, berdasarkan pengetahuan lokal "ilmiah" pemahaman mereka tentang bagaimana alam harus dikelola dan "dilestarikan". Sementara hal tersebut terus terjadi, karakter lingkungan pedesaan terus berubah di bawah kekuatan-kekuatan eksternal dan memaksa tersebut.

SHARING POWER; PRAKTIK EKOLOGI-ANARKISME

(16)

Devolusi. Secara konseptual, devolusi dapat diartikan sebagai transfer hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan dari badan-badan pemerintah kepada para kelompok pengguna di tingkat lokal. Menurut Meinzen-Dick & Knox (2001); Adiwibowo (2013) terdapat dua bentuk devolusi sumberdaya hutan menurut jangkauan kontrol para pengguna. Pertama adalah Community Based Resource Management (CBRM) dimana dalam kasus ini pemerintah mengundurkan diri dan menyerahkan kewenangannya kepada pengguna lokal, dan kedua adalah Co-Management dimana pemerintah tidak melepas kewenangannya secara penuh, namun hanya memperluas kontrol dan peran partisipatif kepada kelompok pengguna lokal.

Gambar 1. Empat Tipe Transfer Kewenangan (Meinzen- Dick dan Knox 2001; Adiwibowo 2013)

Meski demikian, pemahaman tentang pengelolaan bersama sumberdaya alam tidak terbatas hanya pada kerjasama antara Negara dengan Masyarakat. Pendekatan pengelolaan bersama sumberdaya alam juga dapat diterapkan antara dan di dalam masyarakat itu sendiri. Bagi masyarakat adat, pengelolaan sumberdaya alam merupakan bagian dari cara-cara tradisional yang berkaitan dengan rezim kepemilikan bersama dan berhubungan dengan perlindungan wilayah yang dianggap sakral oleh masyarakat adat. Dalam pengelolaan bersama versi masyarakat adat, Negara sering tidak hadir sebagai mitra karena dianggap tidak relevan dan bertentangan dengan tujuan dari masyarakat adat itu sendiri. Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya jumlah konflik sumberdaya alam antara Negara dengan masyarakat adat di Indonesia. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya alam secara bersama tidak melulu mengacu pada sebuah proses yang melibatkan Negara.

Secara eksplisit pengelolaan bersama sumberdaya alam adalah fenomena yang berkembang di seluruh dunia berdasarkan situasi lingkungan dan sosial sebagai tuntutan tindakan kritis atas degradasi lingkungan. Pemahaman yang tepat mengenai konsep pengelolaan bersama sumberdaya alam akan membantu kita menempatkan hal tersebut ke dalam konteks historisnya dan berguna untuk menghindari penggunaannya dalam arti yang sempit, yang memungkinan kita menyamakannya dengan istilah "kemitraan". Beberapa alasan mendesak menurut Borrini-Feyerabend et al (2014) yang menjelaskan mengapa pengelolaan bersama sumberdaya alam sangat penting, antara lain :

(17)

Skema pembangunan dan konservasi top-down yang diberlakukan oleh Negara seringkali memerlukan biaya sosial dan ekologi yang sangat besar. Masyarakat lokal seringkali harus menghadapi ancaman kehilangan ruang hidup mereka akibat pembatasan dalam penggunaan sumberdaya dalam rezim kepemilikan bersama meskipun hanya untuk kebutuhan subsisten. Skema konservasi yang berbentuk Taman Nasional juga telah menyangkal hak sumberdaya lokal, kemudian mengubah masyarakat lokal setempat dalam seketika dari penggembala, pengembara dan pembudidaya menjadi "pemburu", "penjajah" dan "penghuni liar". Skema pemukiman kembali bagi masyarakat adat telah menyingkirkan mereka dari wilayahnya. Relokasi yang bertujuan untuk pembangunan atau konservasi tersebut, nyatanya telah memiliki dampak yang menghancurkan. Tidak heran, konflik agraria serius antara masyarakat adat dengan perusahaan atau otoritas Taman Nasional terus meningkat setiap tahunnya.

2. Meningkatnya kompleksitas ekosistem dan perubahan iklim

Perubahan lingkungan secara global dan risiko lingkungan yang diciptakan manusia, seperti perubahan iklim atau interaksi antara organisme yang dimodifikasi secara genetik (GMO) pada umumnya, memperburuk variasi kompleksitas ini. Semua hal di atas menekankan perlunya respon yang fleksibel dan adaptif dalam pengelolaan sumber daya alam, yang seharusnya dapat didasarkan pada praktek-praktek secara lokal, pembelajaran partisipatif dan tindakan kolektif.

3. Fenomena globalisasi dan desentralisasi

Meskipun ada kecenderungan menuju devolusi dan desentralisasi yang mengangkat kesadaran dan proses pemberdayaan lokal, namun aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs) seperti untuk paten pada bibit dan tanaman obat semakin memperparah lemahnya kontrol masyarakat lokal atas sumber daya alam, pengetahuan dan kelembagaan. Dalam skema konservasi, wilayah yang dilindungi memerlukan biaya investasi (perawatan dan perlindungan) yang tinggi oleh pemerintah, dan masyarakat lokal seringkali harus dikorbankan. Lebih dari itu, sebagian besar manfaat atas skema konservasi hanya dapat dinikmati oleh bisnis nasional dan internasional yang aktif di bidang pariwisata, dan produksi industri. Untuk itu upaya pengelolaan bersama sumberdaya alam menyediakan harapan tindakan yang menyeimbangkan kebutuhan dengan menyelenggarakan "kontrak", "perjanjian" dan "kerjasama" dengan berbagai aktor sosial, termasuk masyarakat lokal, perusahaan dan organisasi non pemerintah (LSM). Upaya tersebut bermanfaat untuk menjamin munculnya peran dan aktor baru dalam pengelolaan sumberdaya alam serta akan semakin mempersempit kesenjangan antara lokal - global.

4. Munculnya kepentingan dalam prinsip tata kelola dan proses yang baik

Tata kelola sumberdaya alam yang baik telah terbukti dapat menjadi ke daraa yang baik untuk mempromosikan pemerintahan lokal di bidang-bidang seperti pariwisata, dll. Di satu sisi, pemerintah dapat menerapkan kebijakan dan program mereka dengan cara dan biaya yang efektif dengan merangkul aktor sosial yang dapat berbagi beban tanggung jawab mereka. Di sisi lain, masyarakat lokal menuntut dapat lebih berperan serta pada keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

(18)

diperlukan untuk menghindari pemahaman yang sempit tentang apa yang disebut sebagai pengelolaan bersama :

1. Pengelolaan bersama sebagai bentuk pertahanan diri, adalah kerjasama masyarakat lokal untuk dapat mencegah bahaya kerusakan lingkungan dan pemiskinan secara sosial-budaya.

2. Pengelolaan bersama sebagai respon terhadap kompleksitas, yaitu sebagai hasil dari perkembangan sejarah yang kompleks melampaui batas-batas politik, administratif, sosial dan budaya.

3. Pengelolaan bersama untuk efektivitas dan efisiensi, yaitu aktor sosial yang berbeda memiliki kapasitas untuk saling melengkapi karena memiliki keunggulan komparatif dalam pengelolaan dengan tetap menghormati adat dan hak-hak yang ada dapat menguntungkan dimanfaatkan secara bersama-sama.

4. Pengelolaan bersama untuk saling menghormati dan setara, sebuah pembagian yang adil antara cost dan benefit dari pengelolaan sumberdaya alam.

5. Pengelolaan bersama melalui negosiasi, pengaturan tersebut harus dinegosiasikan melalui proses yang adil dan kemudian disesuaikan dalam model learning-by-doing.

6. Pengelolaan bersama sebagai kelembagaan sosial, yaitu pengelolaan sumberdaya alam yang adil berakar pada pengaturan kelembagaan secara alami (bottom up).

Proses yang efektif dari prinsip pengelolaan bersama sumberdaya alam dapat dilakukan dengan pengorganisasian melalui learning-by-doing dan menjelaskan apa saja hal-hal yang diperlukan dalam kebutuhan kerjasama yang akan dibagun dengan berbagai pihak untuk kemudian menegosiasikan kesepakatan apa saja yang harus ditawarkan dalam konsep pengelolaan bersama dan membangun prinsip dalam pengorganisasian pengelolaan bersama. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kesepakatan diantara para mitra yang berkepentingan pada "apa yang harus dilakukan" terhadap lingkungan dan sumberda a ala a g dipertaruhka .

Agar proses-proses tadi berujung pada kelembagaan yang efektif dengan cara-cara yang sistematis, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan mempersiapkan kesepakatan pengelolaan bersama, pengorganisasian pengelolaan bersama, dan learning-by-doing dalam kelembagaan pengelolaan bersama.

Sharing power selalu membutuhkan reformasi yang secara politik, budaya dan sebagainya secara lebih luas. Instrumen kebijakan dari Undang-Undang (UU) sampai Peraturan Daerah (PERDA) juga harus dirubah, baik kebijakan financial maupun politik. Contoh politik kebijakan, adalah PERDA dimana 75% Peraturan Daerah di Indonesia tidak berbasis masyarakat dan masih bersifat miopik. Meskipun banyak PERDA dimana dalam proses pembuatan tata ruang yang mensyaratkan partisipatori, contohnya AMDAL.

(19)

Jika individu memiliki hak untuk memerintah dirinya sendiri, semua bentuk pemerintahan eksternal diluar dirinya sendiri adalah tirani. Karena itu perlu adanya penghapusan Negara (Tucker; Brooks 1994)

Jauh se elu istilah Negara ada, su erda a ala sudah dikelola erdasarka

local wishdom di setiap daerah dengan cara yang berbeda-beda dan unik. Mengapa pengelolaan bersama menjadi begitu penting? Alasan pertama adalah bahwa berdasarkan berbagai hasil penelitian, common property regimes (CPR) atau sumberdaya yang dikelola secara komunal menunjukkan kinerja yang lebih baik dari pada sumberdaya yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena masyarakat memiliki pengetahuan, lebih dekat untuk melakukan monitoring, dan memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya hutan. Alasan kedua adalah bahwa melalui devolusi pemerintah dapat berbagi pembiayaan pengelolaan hutan sehingga beban pemerintah dapat lebih ringan. Alasan ketiga adalah adanya dorongan dari lembaga-lembaga donor internasional (Pulhin & Inoue 2008 dalam Suharjito 2009). Menurut kaum anarkis, pengelolaan semacam itu adalah hal yang sangat mungkin. Alasannya, kembali pada titik pijak analisisnya. Kaum anarkis berpandangan bahwa sifat manusia pada dasarnya adalah kooperatif. Hal tersebut tentu saja berlawanan dengan titik pijak analisis jika kita menggunakan pendekatan Darwinis yang menekankan kontestasi dan sifat kompetitif binatang (Survival of the fittest).

Kropotkin menemukan kerjasama dan keramahan instingtif dalam binatang, khusus a a usia. I sti g i ilah a g dise ut Kropotki se agai Mutual Aid . I ilah prinsip organik yang mengatur masyarakat, dan dari sinilah pengertian tentang moralitas, keadilan dan etika tumbuh. Moralitas demikian menurut kropotkin, berkembang dari kebutuhan instingtif untuk berkumpul bersama dalam kelompok-kelompok. Kecenderungan alamiah untuk sosialisasi dan tolong-menolong ini adalah prinsip yang merekatkan masyarakat, memberikan pijakan bersama untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh Karena Itu, Masyarakat Tidak Memerlukan Negara. Masyarakat Memiliki Mekanisme Regulasinya Sendiri, Hukum-Hukum Alaminya Sendiri. Dominasi Negara Hanya Meracuni Masyarakat Dan Menghancurkan Mekanisme Alaminya (Newman; Moore & Sunshine 2014).

MUNICIPALISME LIBERTARIAN; DIMENSI POLITIK EKOLOGI-ANARKISME

Praktik Eko-Anarkisme yang dijelaskan dalam kerangka bottom-up sebelumnya seringkali mendapat kritik dari kalangan Marxis sebagai sesuatu yang dianggap kurang revolusioner. Pandangan tersebut sangatlah keliru. Harvey (2012) menyatakan bahwa

(20)

Gerakan Ekologi Anarkisme sendiri mempunyai dimensi politik yang paling radikal seperti yang dijelaskan oleh Harvey sebelumnya yaitu Munisipalisme libertarian. Municipalisme libertarian adalah salah satu diantara sekian banyak teori politik yang memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip dan praktek-praktek demokrasi. Berbeda dengan kebanyakan teori lainnya, munisipalisme libertarian tidak menerima gagasan konvensional bahwa Negara beserta sistem pemerintahan yang menjadi khas negara-negara Barat dewasa ini adalah betul-betul demokratis. Munisipalisme libertarian berupaya membangkitkan kemungkinan-kemungkinan demokrasi yang tersembunyi dalam pemerintahan-pemerintahan lokal yang ada dan mengubahnya menjadi demokrasi langsung. Ia bertujuan mendesentralisasikan komunitas-komunitas politik ini sehingga secara manusiawi terjalin dan terikat dengan lingkungan alamiahnya. Ia juga bertujuan memulihkan praktik-praktik dan kualitas kewargaan sehingga laki-laki dan perempuan secara kolektif berpeluang mengelola komunitas-komunitas mereka sendiri, sesuai dengan etika pembagian dan kerjasama, dan bukan bergantung pada kelompok elit. Manakala demokrasi-demokrasi langsung telah tercipta, munisipalitas-munisipalitas yang terdemokratisasi bersatu dalam konfederasi-konfederasi yang pada gilirannya mampu menghadirkan perlawanan terhadap kapitalisme dan Negara-Bangsa, untuk menuju ke masyarakat Anarkis-Ekologis-Rasional (Beihl 1998; 2016).

Konsekuensi Praktik Munisipalisme : 1. Demokrasi Langsung

Demokrasi langsung yang dimaksud disini berbeda sama sekali dengan klaim de okrasi la gsu g a g saat i i seda g dijala ka di I do esia. De okrasi Langsung yang dimaksud dalam prinsip municipalisme adalah penolakan terhadap semua bentuk perwakilan/ representasi/ elitisme (partai, elit, penguasa, dsb)

2. Konfederalisme

Prinsip organisasi politik dan sosial yang luas dan bisa melembagakan interdependensi kelompok-kelompok municipal tanpa melibatkan Negara dan pada saat yang sama juga mempertahankan kuasa pada dewan-dewan munisipal yang otonom. Singkatnya, dalam prinsip konfederalisme ini artinya menolak segala bentuk pemusatan kekuasaan.

3. Municipalisme Ekonomi

Munisipalisme libertarian mengembangkan bentuk kepemilikan yang sepenuhnya bersifat publik. Ekonomi politik yang diajukannya adalah ekonomi yang tidak dimiliki secara pribadi, juga tidak dipecah menjadi kumpulan-kumpulan kecil dan tidak dinasionalisasi. Ia adalah ekonomi yang dimunisipalisasi, ditempatkan dibawah ko trol kepe ilika ko u itas.

Demikianlah teori Anarkisme fit in dalam perdebatan krisis ekologi lingkungan yang sedang berlangsung. Lebih jauh lagi, teori Anarkisme menawarkan strategi (baik bottom up

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwibowo S. 2005. Dongi-dongi - Culmination of a Multi-dimensional Ecological Crisis: A Political Ecology Perspective [disertasi]. Kassel (DE): Universität Kassel.

Adiwibowo S. 2007. Ekologi Manusia. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia-IPB Adiwibowo S. 2013. Kembali Ke Jalan Lurus. Yogyakarta (ID): Forci Development. Berkman A. What is Anarchism. London (GB): AK Press

Biehl J. 2016. Politik Ekologi Sosial; Municipalisme Libertarian. Yogyakarta (ID): Daun Malam

Bookchin M. 1971, 2004. Post Scarcity Anarchism. Oakland (US): AK Press.

Bookchin M. 2005. The Ecology of Freedom: The Emergence and Dissolation of Hierarchy. Oakland (US): AK Press.

Borrini-Feyerabend G, Pimbert M, Farvar MT, Kothari A, Renard Y. 2014. SHARING POWER: Learning-by-Doing in Co-Management of Natural Resources Throughout

the World. IIED and IUCN/ CEESP/ CMWG.

Brooks FH. 1994. The Individualist Anarchists: An Anthology of Liberty. New Jersey (US): Transaction Publisher.

Bryant RL, Bailey S. 1997. Third World Political Ecology. London (GB): Routledge.

Caporaso JA, Levine DP. 1992. Theories of Political Economy. London (GB): Cambridge University Press

Curran G. 2007. 21st Century Dissent: Anarchism, Anti-globalization and Environmentalism. England (GB): Macmillan Distribution Ltd

Engels F. 2011. Asal Usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negara. Jakarta (ID): Kaylamitra

Enzensberger, H.M. 1974. A critique of political ecology. New Left Review, 84: 3–32.

Forsyth T. 2003. Critical Political Ecology: The Politics of Environmental Science. London (GB): Routledge.

Goldblatt D. 2015. Analisa Ekologi Kritis. Yogyakarta (ID): Resist Book Gorz A. 1980. Ecology As Politics. London (GB); Pluto Press

Guerin D. 2005. No Gods No Masters: An Anthology of Anarchism. London (GB): AK Press Harvey D. 2012. Rebel Cities; From The Right to The City to The Urban Revolution. London

(GB): Verso

Kropotkin P. 1972. Mutual Aid: A Factor of Evolution. (US): New York University Press. Marshall P. 2010. Demanding the Imposible; A History of Anarchism. Oakland (USA): PM

Press

Marx K. 1859, 1904. A Contribution to the Critique of Political Economy. International Library Publishing Co

Moore J, Sunshine S. 2014. Aku Bukan Manusia, Aku Dinamit: Filsafat Neitzsche dan Politik Anarkisme. Diterjemahkan oleh Ninus D. Andarnuswari. Serpong (ID): Margin Kiri Papper D. 1993. Eco-Socialism: From Deep Ecology To Social Justice. London (GB):

Routledge

Peet R, Watts M. 1996. Liberation Ecologies: Environment, Development, Social Movements. London (GB): Routledge.

Pels D. 1998. Property and Power in Social Theory: A Study in Intellectual Rivalry. London (GB): Routledge

Perreault T, Gavin B, McCarthy J. 2015. Handbook of Political Ecology. New York (US): Routledge

Proudhon PJ. 1840, 1876. What Is Property: An Inquiry Into The Principle Of Right And Of Government. Benj. R. Tucker, Princeton, Mass.

(22)

Semple EC. 1911. The operation of geographic factors in history in Influences of Geographic Environment. New York (US): Henry Holt, 1911: 1-32.

Suharjito D. 2009. Devolusi Pengelolaan Hutan di Indonesia: Perbandingan Indonesia dan Philipina; Devolution of Forest Management in Indonesia: Comparison between Indonesia and Philipina. (Jurnal) JMHT Vol. XV, (3): 123130 ISSN: 2087-0469. Bogor [ID]; Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB

Tanuro D. 2013. Green Capitalism: Why It Can’t Work. London (GB): The Merlin Press Ltd. Watts MJ. 1983. On the poverty of theory: natural hazards research in context. In; Hewitt, K.

(ed.), Interpretations of Calamity from the Viewpoint of Human Ecology. Boston (US): Allen & Unwin

Weikart R. 1993. The Origins of Social Darwinism in Germany 1859-1895. Journal of the History of Ideas, Inc.

Wiradi G. 1984. Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria; Dua Abad Penguasaan Tanah. Editor S. M. P Tjondronegoro dan G. Wiradi. Jakarta (ID): PT Gramedia. Wiradi G. 2009. Metodologi Studi Agraria; Karya Terpilih Gunawan Wiradi. Bogor (ID):

Sajogyo Institute

Gambar

Tabel 1. Perbandingan paradigma bioregional dengan industri ilmiah
Gambar 1. Empat Tipe Transfer Kewenangan (Meinzen- Dick dan Knox 2001; Adiwibowo 2013)

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian etika tersebut akan menuntun dan memberikan pengarahan kepada orang tersebut untuk dapat berperilaku tepat dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam suatu

Perlengkapan yang digunakan dalam ritual pamakkang boe, dipercayai oleh sebagian masyarakat bahwa peralatan tersebut bisa mendatangkan rezki yang lebih banyak, hasil panen padi

28 Saya yakin mampu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dosen dengan pengetahuan yang saya miliki.. 29 Saya kurang terdorong untuk mempelajari mata kuliah yang tidak

Perubahan tersebut juga diikuti dengan adanya tren peningkatan curah hujan (22%) pada bulan-bulan basah (November-Januari) serta penurunan curah hujan (26%) pada

Uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) uji perbedaan dua rata-rata untuk melihat (a) perbedaan self-efficacy terhadap matematika pada mahasiswa yang

Aplikasi ini menyediakan fitur yang membantu pegawai dalam mengelola kegiatan yang ada di CV.KUPJ TRAVEL mulai dari pemesanan, pengelolaan pegawai, pengelolaan

[r]

Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini, pembaca di harapkan akan lebih mengerti jenis ambiguitas apa yang sering muncul dalam judul surat kabar “The Jakarta Globe”