BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kenangan, di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Selain di Puskemas Kenangan, penelitian juga dilaksanakan di Puskesmas Pembantu (Pustu) Tembung dan Pustu Ampelas.
Penelitian berlangsung selama 4 (empat) bulan, dari Januari hingga April 2017.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Peralatan Wawancara dan Pengisian Kuesioner
Peralatan yang digunakan saat wawancara dan pengisian kuesioner adalah
lembar kuesioner, alat tulis, timbangan badan, microtoise, dan rekam medis.
3.2.2Peralatan Pengambilan dan Pemeriksaan Spesimen Urin
Peralatan yang dipakai dalam pengambilan spesimen urin adalah botol penampung urin (bermulut lebar, bertutup, dan steril), rak untuk meletakkan botol berisi specimen urin, sabun cuci tangan atau larutan antiseptik, lap tangan atau tisu. Peralatan yang dipakai dalam pemeriksaan mikroskopis urin adalah gelas objek dan cover glass, handscoon, alat sentrifugasi, dan mikroskop.
3.2.3PeralatanPemeriksaan Kultur Urin
Peralatan yang diperlukan dalam pemeriksaan kultur urin adalah incubator, sarung tangan steril, wire loop, media pertumbuhan (blood agar, MacConkey agar, cysteine-lactose-electrolyte-deficient agar), mediatriple sugar iron (TSI),
3.3Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang)untuk mengetahuihubungan faktor resiko pada wanita hamil dengan kejadian ISK selama kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Kenangan,
Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua wanita hamil dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kenangan, Kabupaten Deli Serdang.
3.4.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1. Wanita hamil (Trimester I, II, III) yang datang untuk pemeriksaan antenatal ke Puskesmas Kenangan, Pustu Ampelas, dan Pustu Tembung 2. Pemeriksaan mikroskopis urin menunjukkan kondisi piuria (jumlah
leukosit >10/lpb)
3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan mengisi informed consent Kriteria ekslusi:
1. Wanita hamil yang pernah menderita ISK dalam 2-4 minggu terakhir 2. Wanita hamil yang sedang dalam pengobatan dengan antibiotik dalam
3.5Besar Sampel
Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus(Budijanto, 2015):
Keterangan:
n besar sampel minimal pada penelitian
Z1-α/2 nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α 5% = 1,96
Z1-ß/2 nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada ß = 0,842
P0 proporsi bakteriuria signifikanpada kelompok wanita hamil denganpiuria = 83,1%
Pa perkiraan proporsi bakteriuria signifikanpada kelompok wanita hamil dengan piuria= 98,1%
Pa-P0 perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi
Proporsi wanita hamil dengan ISK berdasarkan penelitian Bukitwetan, 2004
Dari rumus di atas dapat dihitung perkiraan besar sampel pada penelitian ini:
n= (1,96 x 0,83 x 0,17 + 0,842 √ 0,98 x 0,02)2= (0,73 + 0,12)2 = 32,1 (0,98-0,83)2 (0,15)2
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Kerangka Kerja
Alur pelaksanaan penelitian terlampir pada kerangka kerja berikut ini:
Gambar 3.1 Alur Kerangka Kerja Penelitian 83 wanita hamil (trimester I, II, III) datang
untuk pemeriksaan antenatal
83 wanita hamil bersedia ikut serta dalam penelitian
Informed consent
Dilakukan penapisan subjek
Memenuhi kriteria ekslusi: 6 subjek (2 subjek dengan riwayat ISK, 4 subjek dengan riwayat pemakaian antibiotik)
Dilakukan pemeriksaan kultur urin
(22 spesimen dengan bakteriuria tidak signifikan) 14 spesimen dengan
bakteriuria signifikan 77 subjek memenuhi kriteria
penelitian
36 subjek dengan piuria (+)
3.6.2 Cara Kerja
Cara Pengumpulan Data
Semua wanita hamil yang datang memeriksakan dirinya ke
Puskesmas Kenangan, Pustu Tembung, dan Pustu Ampelas diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. Setelah menyetujui
untuk ikut serta dalam penelitian, subjek mengisi informed consent. Setelah mengisi informed consent, subjek diberikan kuesioner untuk diisi. Pengambilan spesimen urin dilakukan setelah subjek mengumpulkan kembali kuesioner dan diberi penjelasan mengenai prosedur pengambilan urin porsi tengah secara bersih dan steril.
Cara pengambilan spesimen urin porsi tengah secara bersih dan steril(Ocviyanti and Fernando, 2012):
1. Cuci tangan dengan air dan sabun.
2. Buka tutup wadah steril dan tidak menyentuh bagian dalam dari wadah.
3. Duduk atau jongkok di toilet dengan posisi kaki mengangkang, buka labia dengan dua jari.
4. Gunakan kapas, kasa, atau tisu yang sudah dibasahi dengan air steril, kemudian diusapkan satu kali saja dari arah orifisium uretra ke arah vagina.
5. Keluarkan sedikit kemih tanpa ditampung, lalu lanjutkan berkemih ke
dalam wadah urin yang diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa menyentuh daerah genitalia. Pastikan wadah urin minimal
terisi separuhnya ( ± 20 cc)
6. Setelah wadah urin terisi, sisihkan wadah dan selesaikan berkemih. 7. Tutup rapat wadah berisi urin.
8. Cuci tangan dengan air dan sabun.
Setelah subjek mengumpulkan urin, pot steril diserahkan kepada petugas laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan urin secara mikroskopis.
Pemeriksaan Mikroskopis Urin
Pemeriksaan ini ditujukan untuk melihat adanya leukosit di spesimen urin. Prosedur kerja pemeriksaan mikroskopis urin dilakukan dengan meneteskan 1 tetes urin segar yang telah disentrifugasi di atas gelas objek, kemudian tutup dengan coverglass. Preparat kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan lensa objektif 40x untuk lapangan pandang besar (LBP).Dikatakan piuria apabila ditemukan jumlah leukosit >10/lpb(Haylen et al., 2012). Semua sampel yang menunjukkan hasil piuria dimasukkan sebagai sampel penelitian untuk dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urin.
Kultur Urin
Semua spesimen urin yang dibawa ke laboratorium mikrobiologi harus diperiksa segera, atau disimpan di lemari pendingin pada suhu 40 C sampai saat diperiksa. Penilaian biakan kuantitatif dan identifikasi bakteri dilakukan dengan teknik calibrated loop sesuai dengan prosedur standar laboratorium mikrobiologi.
Prosedur teknik calibrated loop untuk membiakkan bakteri (Derese et al., 2016) dilakukan dengan urin dikocok secara perlahan lalu sentuh permukaannya dengan loop wire untuk menyedot sebanyak 1 µl, kemudian letakkan spesimen urin tersebut pada lempeng blood agar, dengan
pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, periksa lempeng-lempeng tersebut untuk melihat adanya pertumbuhan bakteri.
Dikatakan bakteriuria signifikan bila jumlah koloni >100.000cfu/mL. Semua kultur urin dengan bakteriuria signifikan akan dilanjutkan untuk identifikasi bakteri dengan melihat karakteristik koloni seperti morfologi, bau, berkelompok atau tidak, motilitas, serta ada atau tidaknya hemolisis pada media pertumbuhan. Selanjutnya identifikasi akan dikonfirmasi dengan melakukan rangkaian tes biokimia sesuai standar prosedur laboratorium mikrobiologi (Derese et al., 2016) .
3.7Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Variabel penelitian dan definisinya disajikan pada Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil ukur Skala Ukur
1 2 3 4 5
Infeksi saluran
kemih
Ditemukannya bakteriuria signifikan dan piuria pada pemeriksaan urin secara mikrobiologis.
Sering disertai gejala ISK.
Gejala ISK: sering berkemih, nyeri saat berkemih, nyeri perut bagian bawah, demam, namun dapat tidak bergejala (asimptomatik)
Anamnesis Pemeriksaan mikroskopis urin Kultur urin
Ya: piuria dan
bakteriuria signifikan
Tidak: piuria dan
bakteriuria tidak signifikan
Nominal
Piuria Ditemukannya jumlah leukosit >10/lpb pada pemeriksaan mikroskopis urin
Pemeriksaan mikroskopis urin
Positif: jumlah
leukosit > 10/lpb
Negatif: jumlah leukosit ≤ 10/lpb
1 2 3 4 5
Bakteriuria
signifikan
Ditemukannya jumlah koloni bakteri >100.000 cfu/ml di media pertumbuhan pada kultur urin
Kultur urin Ya: ditemukan jumlah koloni >100.000 cfu/ml
Tidak: ditemukan jumlah koloni ≤100.000 cfu/ml
Nominal
Bakteri penyebab
ISK pada masa
kehamilan
Semua bakteri yang ditemukan saat identifikasi koloni bakteri menggunakan berbagai tes biokimia yang sesuai standar laboratorium mikrobiologis
Kultur urin Spesies bakteri Nominal
Usia Satuan waktu untuk mengukur lama hidup seseorang dari lahir hingga saat usia dihitung.
Kalender Terbagi menjadi 3 kategori:
21-25 tahun
26-30 tahun
31-35 tahun
Interval
Tingkat pendidikan Pendidikan tertinggi yang berhasil ditamatkan Kuesioner Terbagi menjadi 5 kategori:
Tidak tamat SD
SD/MI
SMP/MTs
SMA/SMK/MA
D3/S1/S2/S3
1 2 3 4 5
Penghasilan
bulanan
Jumlah penghasilan keluarga dalam satu bulan (dalam Rupiah)
Kuesioner Terbagi menjadi 3 kategori:
Rp 0 – Rp 1.000.000
≥ Rp 1.000.000- Rp
2.000.000
≥ Rp 2.000.000-Rp
3.000.000
Nominal
Usia kehamilan Ukuran lama waktu janin berada dalam rahim hingga saat penelitian dilaksanakan, dihitung dari hari pertama haid terakhir
Kalender Terbagi menjadi 3 kategori:
Trimester I: usia
kehamilan < 13 minggu
Trimester II: usia
kehamilan 13-26 minggu
Trimester III: usia
kehamilan > 26 minggu
1 2 3 4 5
Paritas Banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh subjek pada saat waktu penelitian
Kuesioner Terbagi menjadi 3 kategori:
Nulipara: belum pernah
melahirkan
Primipara: pernah
melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar
Multipara: telah
melahirkan seorang anak lebih dari satu kali
Nominal
Aktifitas seksual Tindakan senggama yang dilakukan oleh subjek dalam 2 minggu terakhir
Kuesioner Ya: melakukan
senggama dalam 2 minggu terakhir, setidaknya 1 kali
Tidak: tidak senggama
dalam 2 minggu terakhir
3.8 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dengan teknik consecutive sampling;
semua wanita hamil yang memenuhi kriteria penelitian dapat ikut serta dalam hingga tercapai jumlah sampel minimal. Pada penelitian ini terkumpul jumlah sampel sebanyak 36 subjek.
3.9 Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik
Statistical Package for The Social Science (SPSS) versi 21.0. Data deskriptif disajikan dalam bentuk tabel. Analisis lanjutan untuk melihat hubungan faktor resikodengan kejadian ISK pada masa kehamilan menggunakan metode Chi square dan Fisher’s exact testdengan tingkat kemaknaan p < 0,05 dan interval kepercayaan 95%.
3.10 Etika Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Subjek Berdasarkan Faktor Resiko ISK Pada Masa
Kehamilan
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Subjek Berdasarkan Faktor Resiko ISK Pada Masa Kehamilan
terakhir, minimal 1 kali
Sejumlah 19 orang subjek (52,8%) berusia diantara 21-25 tahun,subjek dengan tingkat pendidikan SMA sejumlah 24 orang (66,7%), dan sejumlah 20 orang subjek (55,6%) memiliki penghasilan bulanan kurang dari satu juta rupiah. Sebanyak 15 orang subjek (41,7%) berada pada trimester I kehamilan, sebanyak 17 orang subjek (47,2%) merupakan primipara, dan sebanyak 16 orang subjek (44,4%) melakukan aktivitas seksual setidaknya 1 kali dalam 2 minggu terakhir.
4.2ISK pada Masa Kehamilan
Tabel 4.2.1Profil Bakteri Pada Hasil Kultur Urin
Profil Bakteri
Subjek dalam penelitian (n=36) Subjek dengan
Batang gram negatif Kokus gram positif
Tabel 4.2.2Karakteristik Gejala yang Dialami Subjek
Gejala ISK
Subjek dalam penelitian (n=36) Subjek dengan Nyeri perut bawah
6
Sejumlah 10 orang subjek (71,4%) dengan bakteriuria signifikan mengalami gejala ISK. Keluhan utama yang paling sering dialami subjek dengan bakteriuria signifikan adalah sering berkemih pada 6 (42,9%) orang subjek.
4.3 Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian ISK Pada Masa Kehamilan
hubungan signifikan antara usia subjek dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Tabel 4.3.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Subjek dengan Kejadian ISK Pada Masa Kehamilan
Faktor Resiko
Subjek dalam penelitian (n=36) Subjek dengan
Sejumlah 10 orang subjek (71,4%) dengan bakteriuria signifikan mencapaitingkat pendidikan hingga jenjang SMA. Tidak dijumpai hubungan signifikan antara tingkat pendidikan subjek dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Tabel 4.3.3 Hubungan Penghasilan Bulanan Subjek dengan Kejadian ISK Pada Masa Kehamilan
Faktor Resiko
Subjek dalam penelitian (n=36)
Sejumlah 7 orang subjek (50%) memiliki penghasilan di bawah satu juta rupiah. Tidak dijumpai hubungan signifikan antara penghasilan bulanan subjek dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Tabel 4.3.4 Hubungan Usia Kehamilan Subjek dengan Kejadian ISK Pada Masa Kehamilan
Faktor Resiko
Subjek dalam penelitian (n=36)
Bakteriuria
Sejumlah 8 orang subjek (57,1%) dengan bakteriuria signifikan berada pada trimester II kehamilan. Dari hasil analisis statistik dijumpai hubungan signifikan antara usia kehamilan dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Tabel 4.3.5 Hubungan Paritas dengan Kejadian ISK Pada Masa Kehamilan
Faktor Resiko
Sejumlah 7 orang subjek (50%) dengan bakteriuria signifikan merupakan primipara. Tidak dijumpai hubungan signifikan antara paritas dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Tabel 4.3.6 Hubungan Aktivitas Seksual dengan Kejadian ISK Pada Masa Kehamilan
Faktor Resiko
Subjek dalam penelitian (n=36) Subjek dengan
Bakteriuria signifikan (n=14)
Subjek dengan Bakteriuria Tidak
Signifikan (n=22)
p
n % n %
Aktivitas seksual dalam 2 minggu terakhir, minimal 1 kali
Ya 10 71,4 6 27,3 0,012
Tidak 4 28,6 16 72,7
Sebanyak 10 orang subjek (71,4%) dengan bakteriuria signifikan memiliki riwayat melakukan aktivitas seksual setidaknya 1 kali dalam 2 minggu terakhir. Dari hasil statistik dengan uji Fisher’s exact dijumpai hubungan signifikan antara
aktivitas seksual setidaknya 1 kali dalam 2 minggu terakhir dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
4.4. Pembahasan
4.4.1 Profil Bakteri Penyebab ISK
dan di Malang sebesar 30,2% (Zahroh et al., 2016). Namun hasil studi ini lebih rendah dari studi oleh Okonko et, al yang menemukan insidensi ISK pada masa kehamilan sebesar 47,5% (Okonko et al., 2009).
Bervariasinya hasil penelitian dari beberapa studi sejenis kemungkinan disebabkan oleh perbedaan metode penelitian dan lokasi geografis. Pada studi-studi sebelumnya, ISK didefinisikan dengan ditemukannya bakteriuria signifikan (jumlah koloni bakteri > 100.000 cfu/mL), tanpa melihat hasil mikroskopis urin pada subjek. Pada studi ini, ISK didefinisikan dengan ditemukannya piuria (jumlah leukosit >10/lpb) dan adanya bakteriuria signifikan pada kultur urin (Haylen et al., 2012).
Terdapat empat jenis bakteri yang ditemukan pada kultur urin, yaitu
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan
Klebsiella pneumonia. Pada subjek dengan bakteriuria signifikan, ditemukan bakteri terbanyak adalah Escherichia coli (35,7%), diikuti oleh Staphylococcus aureus (28,6%), Staphylococcus epidermidis (28,6%), dan Klebsiella pneumonia
(7,1%).
Beberapa studi yang menunjukkan hasil serupa, seperti di Ethiopia oleh Derese et, al (2016) dan Okonko et al (2009) yang juga menemukan bakteri dominan penyebab ISK pada masa kehamilan adalahEscherichia coli(Okonko et
al., 2009, Derese et al., 2016). Berbagai penelitian di Indonesia juga menunjukkan profil bakteri yang mirip. Studi di Jakarta oleh Boekitwetan (2000) menemukan 100% isolat E.coli pada subjek dengan ISK. Endriani et al dari bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau (2012) juga menemukan 76% ISK disebabkan oleh gram negatif, dengan prevalensi Escherichia coli (28%),
Klebsiella sp (26%), Pseudomonas sp (18%).
Hasil berbeda didapatkan dari studi di Nigeria oleh Adabara et, al (2016) yang menemukan Klebsiella spp sebagai bakteri paling dominan penyebab ISK (39,1%), diikuti dengan Escherichia coli (28,2%),Staphylococcus aureus (20,9%),
Proteus vulgaris (10%), Pseudomonas aeruginosa (0,9%)danSalmonella spp
Klebsiella pneumonia (10,25%),Pseudomonas aeruginosa (7,69%), dan Proteus spp (2,56%).Perbedaan hasil studi ini dibandingkan dengan studi yang lain kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan, sosio-ekonomi, tingkat pendidikan subjek, dan kebiasaan menjaga kebersihan diri yang berbeda-beda di setiap wilayah.
Pada penelitian ini ditemukan bakteri dominan penyebab ISK pada masa kehamilan adalah Escherichia coli. Escherichia coli merupakan salah satu flora normal di usus besar yang dapat berkolonisasi di saluran kemih (Cunningham, 2014). Escherichia coli memiliki kemampuan untuk berkoloni di saluran kemih dengan bantuan faktor adherens yang disebut adhesin. Adhesin merupakan protein permukaan sel (cell-surface protein) yang dapat berupa pili dan fimbriae (Jawetz, 2013). Adhesin akan meningkatkan kemampuan melekatnya Escherichia coli ke mukosa saluran kemih dan juga meningkatkan virulensinya (Cunningham, 2014). Ukuran uretra wanita yang pendek menyebabkan koloni bakteri di muara uretra kemudian naik ke atas (ascending infection) menuju kandung kemih, ureter, kemudian parenkim ginjal (Foxman, 2014).Perubahan fisiologis selama masa
kehamilan, kurangnya higiene diri yang baik, dan kebiasaan berkemih, dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi oleh bakteri pada masa kehamilan (Wamalwa et al., 2013).
4.4.2. Karakteristik Gejala yang Dialami Subjek
Sejumlah 10 orang subjek (71,4%) dengan bakteriuria signifikan mengalami gejala ISK. Gejala terbanyak yang dialami subjek dengan bakteriuria signifikan adalah sering berkemih pada 6 (42,9%) orang subjek, diikuti oleh nyeri
4.4.3 Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian ISK Pada Masa Kehamilan
4.4.3.1 Usia
Pada tabel 4.3.1 terlihat sebanyak 10 orang subjek (71,4%) dengan bakteriuria signifikan berusia diantara 26-30 tahun. Dari hasil analisis statistik dengan uji Chi square dijumpai hubungan signifikan antara usia subjek dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Hasil sejalan didapat dari studi lain di Ethiopiayang menyatakan ada hubungan signifikan antara usia subjek dengan kejadian ISK pada masa kehamilan(Haider et al., 2010, Derese et al., 2016). Pada satu studi disebutkan, kelompok usia 25-34 tahun beresiko 3 kali lipat menderita ISK(Derese et al.,
2016).
Hasil berbeda didapatkan dari beberapa studi lain yang menemukan tidak ada hubungan signifikan antara usia dengan kejadian ISK pada masa kehamilan(Emiru et al., 2013, Hamdan et al., 2011, Zahroh et al., 2016, Haider et al., 2010).
Usia 26-30 tahun merupakan kelompok usia produktif, terlihat dari besarnya proporsi subjek penelitian ini yang berada pada rentang usia tersebut. Pada rentang usia inisubjek masih aktif secara seksual sehingga kemungkinan muara uretra terpapar dengan bakteri penyebab ISK saat melakukan aktivitas seksual juga semakin besar.
4.4.3.2 Tingkat Pendidikan
Pada tabel 4.3.2 terlihatsebanyak 10 orang subjek (71,4%) dengan bakteriuria signifikan mencapai tingkat pendidikan hingga jenjang SMA. Dari hasil uji statistiktidak dijumpai hubungan signifikan antara tingkat pendidikan subjek dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Hal ini berbeda dengan beberapa studi lain yang menemukan hubungan signifikan antara level pendidikan kejadian ISK pada masa kehamilan (Derese et al., 2016, Haider et al., 2010). Pada satu studi, ditemukan subjek dengan level pendidikan hanya mampu baca-tulis lebih beresiko menderita ISK 2 kali lipat daripada subjek dengan tingkat pendidikan lebih tinggi(Derese et al., 2016).
Tingkat pendidikan menunjukkan tingkat pemahaman subjek tentang pengetahuan terutama yang berkaitan dengan kemampuan subjek untuk menjaga higiene diri. Subjek dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diyakini terpapar lebih banyak informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat, terutama terkait dengan higiene diri yang berkaitan dengan kegiatan berkemih. Namun pada penelitian ini, tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kejadian ISK pada kehamilan.
4.4.3.3 Penghasilan Bulanan
Pada tabel 4.3.3 terlihat sebanyak 7 orang subjek (50%) memiliki penghasilan di bawah satu juta rupiah. Namun tidak ditemukan hubungan signifikan antara penghasilan bulanan dengan kejadian ISK pada masa kehamilan. Penghasilan bulanan dalam keluarga mencerminkan kondisi sosio-ekonomi subjek.
Hasil studi di Pakistan juga menunjukkan tidak ditemukannya hubungan antara kondisi sosio-ekonomi dengan kejadian ISK pada masa kehamilan (Sheikh, 2000).
Hasil berbeda didapatkan dari beberapa studi lain yang menemukan
hubungan signifikan antara penghasilan bulanan dengan kejadian ISK pada masa kehamilan (Haider et al., 2010, Emiru et al., 2013, Derese et al., 2016). Pada satu
studi, subjek yang memiliki penghasilan di bawah 1.000 birr (Rp 600.000,-) beresiko 15 kali lipat menderita ISK daripada subjek dengan penghasilan lebih tinggi(Derese et al., 2016).
kemampuan wanita hamil untuk mendapatkan nutrisi yang baik selama kehamilan, dan dengan rendahnya imunitas selama masa kehamilan. Namun pada studi ini kondisi sosio-ekonomi tidak mempengaruhi kejadian ISK pada masa kehamilan.
4.4.3.4 Usia Kehamilan
Pada tabel 4.3.4 terlihat sebanyak 8 orang subjek (57,1%) dengan bakteriuria signifikan berada pada trimester II kehamilan. Dari hasil analisis statistik dijumpai hubungan signifikan antara usia kehamilan dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Studi oleh Bukitwetan yang menemukan proporsi terbesar ISK terjadi pada usia kehamilan > 28 minggu. Studi lain juga menyatakan bahwa insiden tertinggi ISK terjadi pada usia kehamilan 30-32 minggu (Emiru et al., 2013).
Hasil berbeda dijumpai pada beberpa studi lain di Pakistan, Ethiopia, dan Sudan yang tidak menemukan hubungan signifikan antara usia kehamilan dengan
kejadian ISK pada masa kehamilan (Sheikh, 2000, Hamdan et al., 2011, Emiru et al., 2013).
Dijumpai peningkatan insidensi bakteriuria signifikan seiring dengan
peningkatan usia kehamilan. Pada trimester I dijumpai kejadian bakteriuria signifikan sebesar 14,3% dan melonjak menjadi 57,1% pada trimester II. Hal ini menunjukkan kejadian bakteriuria meningkat seiring dengan usia kehamilan. Peningkatan prevalensi ISK seiring dengan meningkatnya usia kehamilan disebabkan oleh perubahan fisiologis selama kehamilan. Tekanan kepala janin yang semakin membesar terhadap kandung kemih menyebabkan terjadinya refluks vesikoureteral (Dielubanza and Schaeffer, 2011, Cunningham, 2014). Hormon progesteron juga berperan dalam melemahnya kontraksi kandung kemih sehingga sering terjadi retensi urin yang memudahkan pertumbuhan bakteri (Cunningham, 2014, Dielubanza, 2011).
Pada tabel 4.3.5 dijumpai sebanyak 7 orang subjek (50%) dengan bakteriuria signifikan merupakan primipara. Tidak dijumpai hubungan signifikan antara paritas dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Hasil studi yang sejalan dengan penelitian ini antara lain di Ethiopia dan Sudan yang menyatakan jumlah paritas tidak mempengaruhi kejadian ISK pada masa kehamilan (Hamdan et al., 2011, Emiru et al., 2013).
Hal ini berbeda dengan hasil studi di Indonesia, Pakistan, dan India yang menemukan hubungan signifikan antara paritas dengan kejadian ISK pada kehamilan(Bukitwetan et al., 2004, Haider et al., 2010, Nigam et al., 2016, Zahroh et al., 2016). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh metode penelitian dan jumlah sampel yang berbeda.
4.4.3.6 Aktivitas Seksual
Pada tabel 4.3.6 terlihatsebanyak 10 orang subjek (71,4%) dengan bakteriuria signifikan dengan riwayat melakukan aktivitas seksual setidaknya 1 kali dalam 2 minggu terakhir. Dari hasil statistik dengan uji Fisher’s exact dijumpai hubungan signifikan antara aktivitas seksual setidaknya 1 kali dalam 2 minggu terakhir dengan kejadian ISK pada masa kehamilan.
Hal ini sejalan dengan studi lain yang juga menyatakan aktivitas seksual berhubungan signifikan dengan kejadian ISK pada kehamilan (Foxman, 2014, Emiru et al., 2013, Haider et al., 2010, Bukitwetan et al., 2004). Studi di Pakistan menunjukkan aktivitas seksual setidaknya 1 kali dalam 2 minggu merupakan faktor resiko yang berhubungan signifikan dengan terjadinya ISK pada masa
kehamilan (Haider et al., 2010). Studi lain di Indonesia oleh Bukitwetan (2004), menemukan peningkatan resiko sebesar 3 kali lipat untuk menderita ISK pada
subjek dengan aktifitas seksual lebih dari 3 kali dalam seminggu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Insidensi ISK pada masa kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Kenangan sebesar 38,9%.
2. Profil bakteri penyebab ISK pada masa kehamilan antara lainEscherichia coli (35,7%), Staphylococcus aureus (28,6%), Staphylococcus epidermidis
(28,6%), dan Klebsiella pneumonia (7,1%).
3. Faktor resiko yang berhubungan signifikan dengan kejadian ISK pada masa kehamilan antara lain: usia(26-30 tahun), usia kehamilan di trimester II, dan adanya aktivitas seksual setidaknya 1 kali dalam 2 minggu terakhir.
5.2 Saran
1. Kejadian ISK meningkat seiring dengan usia kehamilan, sehingga diperlukan penapisan awal (skrining) terhadap kejadian ISK. Penapisan ini sebaiknya dilakukan sejak trimester I usia kehamilan.
2. Penapisan dengan pemeriksaan mikroskopis urin cukup mudah dilakukan di pusat kesehatan primer yang tidak memiliki fasilitas kultur urin.
3. Pada pemeriksaan mikroskopis urin yang menunjukkan piuria, sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urin.