BAB II Pengelolaan Kasus
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri
1. Definisi
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif
dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang
bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada
jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu.
Nyeri merupakan fenomena yang multidimensi, karena itulah sulit
untuk memberikan batasan yang pasti terhadap nyeri. Sensasi nyeri yang
dilaporkan tiap individu berbeda-beda, hal inilah yang menyebabkan
pengertian nyeri dari masing-masing individu berbeda pula.
Menurut McCaffery (1980): nyeri adalah segala sesuatu yang
dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja
seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.
Empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri, yaitu: bersifat
individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang
mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan. Nyeri melelahkan dan
menuntut energi seseorang. Nyeri dapat menggangu hubungan personal
dan mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri tidak dapat diukur secara
objektif, seperti dengan menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah.
Walaupun tipe nyeri tertentu menimbulkan tanda dan gejala yang dapat
diprediksi, seringkali perawat hanya mengkaji nyeri dengan mengacu pada
kata-kata dan perilaku. Hanya klien yang mengetahui apakah terdapat
nyeri dan seperti apa nyeri tersebut. Untuk membantu seorang klien dalam
upaya menghilangkan nyeri, maka perawat harus yakin dahulu bahwa
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk
melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya
akan berubah. Misalnya, seseorang yang kakinya terkilir menghindari
aktivitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada kakinya
untuk mencegah cedera lebih lanjut. Seorang klien yang memiliki riwayat
nyeri dada, belajar untuk menghentikan semua aktivitas saat timbul nyeri.
Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang
harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri.
Gunakan teknik pemeriksaan yang cermat dalam mengkaji adanya cedera,
seperti pada kasus tangan terbakar atau dinding dada memar. Klien yang
tidak mampu merasakan sensasi, misalnya setelah mengalami cedera pada
medula spinalis atau mengalami stroke, tidak menyadari adanya cedera
yang menimbulkan nyeri. Pada kasus ini, perawat harus mengantisipasi
sumber-sumber nyeri yang mungkin klien miliki dan upayakan belajar
untuk memantau perubahan fisiologis dengan cermat, seperti perubahan
tanda-tanda vital.
Nyeri mengarah pada penyebab ketidakmampuan. Seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit
kronik, dengan nyeri merupakan suatu gejala yang umum. Kemajuan di
bidang medis telah menghasilkan upaya-upaya terapeutik dan diagnostik
yang seringkali menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat setiap hari
memberi asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami nyeri. Salah
satu ketakutan yang paling dini dirasakan setiap klien yang didiagnosis
suatu penyakit ialah kekhawatiran nyeri yang akan mereka rasakan.
(Potter&Perry, 2005).
2. Fisiologi Nyeri a. Stimulus
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri)
dan reseptor. Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu
Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri.
Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta
mekanik. Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya:
Faktor Penyebab Contoh
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur,
dll).
Tersiram air keras
Ca mamae
Jaringan miokard yang mengalami
iskemi karena gangguan aliran darah
pada arteri koronaria
Terkena sengatan listrik
Spasme otot
Batu ginjal, batu ureter, obstruksi usus
Luka bakar
Fraktur femur
Keseleo, terpelincir
Radiasi untuk pengobatan kanker
Berduka, konflik, dll
b. Reseptor Nyeri
Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi perubahan-perubahan
pertikular disekitarnya, kaitannya dengan proses terjadinya nyeri maka
reseptor-reseptor inilah yang menangkap stimulus-stimulus nyeri. Reseptor ini dapat
terbagi menjadi:
1. Exteroreseptor
Yaitu reseptor yang berpengaruh terhadap perubahan pada lingkungan
a. Corpusculum miessineri, corpusculum merkel, untuk merasakan
stimulus taktil (sentuh/rabaan).
b. Corpusculum Krausse untuk merasakan rangsang dingin
c. Corpusculum Ruffini untuk merasakan rangsang panas, merupakan
ujung saraf bebas yang terletak di dermis dan sub kutis.
2. Telereseptor
Merupakan reseptor yang sensitif terhadap stimulus.
3. Propioseptor
Merupakan reseptor yang menerima impuls primer dari organ otot, spindle
dan tendon golgi.
4. Intereseptor
Merupakan reseptor yang sensitif terhadap perubahan pada organ-organ
visceral dan pembuluh darah.
Beberapa penggolongan lain dari reseptor sensori:
1. Termoreseptor: reseptor yang menerima sensasi suhu (panas atau dingin).
2. Mekanoreseptor: reseptor yang menerima stimulus-stimulus mekanik.
3. Nosiseptor: reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri.
4. Kemoreseptor: reseptor yang menerima stimulus kimiawi.
c. Pathways Nyeri
Untuk lebih mudah memahami proses terjadinya nyeri, dibutuhkan
pengetahuan yang baik tentang anatomi fisiologi sistem persyarafan. Rangkaian
proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi, di mana hal ini terjadi
ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh berbagai
stimulus, seperti faktor biologis, mekanis, listrik, thermal, radiasi, dan lain-lain.
Serabut saraf tertentu bereaksi atas stimulus tertentu, sebagaimana juga telah
disebutkan dalam klasifikasi reseptor sebelumnya.
Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau thermal (yaitu
serabut saraf A-Delta), sedangkan slow pain (nyeri lambat) biasanya dicetuskan
oleh serabut saraf C. Serabut saraf A-delta mempunyai karakteristik
tidak bermielinasi, berukuran sangat kecil dan bersifat lambat dalam
menghantarkan nyeri. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan
jelas dalam melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C
menyampaikan impuls yang tidak terokalisasi (bersifat difusi), viseral dan terus
menerus. Sebagai contoh mekanisme kerja serabut A-delta dan serabut C dalam
suatu trauma adalah ketika seseorang menginjak paku, sesaat setelah kejadian
orang tersebut dalam waktu kurang dari satu detik akan merasakan nyeri yang
terlokalisasi dan tajam, yang merupakan transmisi dari serabut A. Dalam beberapa
detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena
persarafan serabut C.
Serabut A-delta Serabut C
• Bermielinasi
• Diameter 2-5 mikrometer
• Kecepatan hantar 12-30m/dt
• Menyalurkan impuls nyeri yang bersifat tajam, menusuk,
terlokalisasi dan jelas
• Tidak bermielinasi
• Diameter 0,4-12,2 mikrometer
• Kecepatan hantar 0,5-2m/dt
• Menyalurkan impuls nyeri yang bersifat tidak terlokalisasi, viseral
dan terus-menerus
Tahap selanjutnya adalah transmisi, di mana impuls nyeri kemudian
ditransmisikan serat afferen (A-delta dan C) ke medulla spinalis melalui dorsal
horn, di mana di sini impuls akan bersinapsis di substansia gelatinosa (lamina II
dan III). Impuls kemudian menyeberang keatas melewati traktus spinothalamus
lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa singgah di formatio retikularis
membawa impuls fast pain. Di bagian thalamus dan korteks serebri inilah individu
kemudian dapat mempersepsikan, menggambarkan, melokalisasi,
menginterprestasikan dan mulai berespon terhadap nyeri.
Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalamus
pada bagian tengah medulla spinalis. Impuls ini memasuki formatio retikularis
dan sistem limbik yang mengatur perilaku emosi dan kognitif, serta integrasi dari
sistem saraf otonom. Slow pain yang terjadi akan membangkitkan emosi, sehingga
timbul respon terkejut, marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar keringat
3. Teori-teori Nyeri
1. Teori Spesifik
Teori spesifik dikemukakan oleh Descartes pada abad 17. Teori ini
didasari oleh adanya jalur-jalur tertentu transmisi nyeri. Adanya ujung-ujung
saraf bebas pada perifer bertindak sebagai reseptor nyeri, di mana saraf-saraf
ini diyakini mampu untuk menerima stimulus nyeri dan menghantarkan impuls
nyeri ke susunan saraf pusat. Impuls kemudian ditransmisikan melalui dorsal
horn (akar belakang) dan substansia gelatinosa ke thalamus dan terakhir pada
area kortek. Nyeri kemudian dapat diinterprestasikan dan muncul respon
terhadap nyeri.
Teori ini tidak menunjukkan karakteristik multidimensi dari nyeri, teori
ini hanya melihat nyeri secara sederhana yaitu melihat nyeri dari paparan
biologis saja, tanpa melihat variasi dari efek psikologis individu.
2. Teori Pattern
Teori ini dikemukakan pada awal tahun 1900. Teori ini mengemukakan
bahwa terdapat dua serabut nyeri utama yaitu serabut yang menghantarkan
nyeri secara cepat dan serabut yang menghantarkan nyeri secara lambat
(serabut A-delta dan serabut C). Stimulasi dari serabut saraf ini membentuk
sebuah “pattern/pola”. Teori ini juga mengenalkan konsep “Central
Summation” di mana impuls perifer dari kedua saraf disatukan di spinal cord
dan dari sana hasil penyatuan impuls diteruskan ke otak untuk
diinterprestasikan. Sebagaimana halnya dengan teori spesifik, teori ini juga
tidak memperhatikan perbedaan persepsi dan faktor psikologis dari
masing-masing individu.
3. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control)
Teori gate control menyatakan bahwa nyeri dan persepsi nyeri
dipengaruhi oleh interaksi dari dua sistem yaitu:
2. Sistem yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat) yang terdapat
pada batang otak.
Sebagaimana dibahas di depan, serabut A-delta berdiameter kecil
membawa impuls nyeri cepat sedangkan serabut C membawa impuls
nyeri lambat. Sebagai tambahan bahwa serabut A-beta yang
berdiameter lebar membawa impuls yang dihasilkan oleh stimulus
taktil (perabaan/sentuhan). Di dalam substansia gelatinosa impuls ini
akan bertemu dengan suatu gerbang yang membuka dan menutup
berdasarkan prinsip siapa yang lebih mendominasi, serabut taktil
A-Beta ataukah serabut nyeri yang berdiameter kecil.
Apabila impuls yang dibawa serabut nyeri yang berdiameter kecil
melebihi impuls yang dibawa oleh serabut taktil A-beta maka gerbang
akan terbuka sehingga perjalanan impuls nyeri tidak terhalangi sehingga
impuls akan sampai otak. Sebaliknya, apabila impuls yang dibawa oleh
serabut taktil lebih mendominasi, gerbang akan menutup sehingga impuls
nyeri akan terhalangi. Alasan inilah yang mendasari mengapa dengan
melakukan mesase dapat mengurangi durasi dan intensitas nyeri.
Sistem ke dua yang di gambarkan sebagai pintu gerbang terletak di
batang otak. Hal ini diyakini bahwa sel-sel di otak tengah dapat diaktifkan
oleh beberapa faktor seperti: opiat, faktor psikologis, bahkan dengan
kehadiran nyeri itu sendiri dapat memberikan sinyal reseptor di medulla.
Reseptor ini dapat mengatur serabut saraf di spinal cord untuk mencegah
perjalanan transmisi nyeri.
4. Nyeri Akut dan Kronik
Setiap individu mengalami nyeri dengan tingkat tertentu setiap hari.
Contoh yang umum terjadi antara lain: nyeri akibat otot yang melakukan aktivitas
fisik secara berlebihan, rasa tidak nyaman, yakni rasa terbakar akibat
ketegangangan mata, dan tekanan akibat duduk di salah satu posisi dalam waktu
yang terlalu lama. Bentuk ketidaknyamanan yang ringan ini jarang menyebabkan
Nyeri yang paling sering diobservasi perawat pada klien meliputi tiga tipe,
yakni: nyeri akut, maligna kronik, dan non maligna kronik. Nyeri akut terjadi
setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang
yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat. Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan
akan cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut akhirnya menghilang
dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Klien yang mengalami nyeri akut merasa takut dan kuatir dan mereka
berharap akan kembali pulih dengan cepat. Rangkaian waktu pada nyeri akut
biasanya membuat anggota tim kesehatan berkeinginan untuk menangani nyeri
dengan agresif. Konflik antara klien dan perawat akan muncul apabila perawat
tidak mengatasi nyeri klien dengan segera. Nyeri akut akan berhenti dengan
sendirinya (self-limiting) dengan demikian klien mengetahui bahwa nyeri tersebut
berakhir.
Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien, harus
menjadi prioritas peawatan. Misalnya, nyeri pascaoperasi yang akut menghambat
kemampuan klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan resiko komplikasi akibat
imobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika nyeri
akut tidak dikontrol. Kemajuan fisik atau psikologis tidak dapat terjadi selama
nyeri akut masih dirasakan karena klien memfokuskan semua perhatiannya pada
upaya untuk mengatasi nyeri. Upaya perawat dalam memberi pengajaran dan
memotivasi klien untuk melakukan perawatan diri seringkali sia-sia. Setelah nyeri
teratasi, maka klien dan tim perawatan kesehatan dapat memberikan perhatian
penuh pada upaya penyembuhan klien.
Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri kronik disebabkan oleh kanker yang
tidak terkontrol atau pengobatan kanker tersebut, atau gangguan progresif lain,
yang disebut nyeri yang membandel atau nyeri maligna. Nyeri ini dapat
Nyeri non-maligna, seperti nyeri punggung bagian bawah, merupakan
akibat dari cedera jaringan yang tidak sembuh atau yang tidak progresif. Akan
tetapi, nyeri tersebut berlangsung terus dan seringkali tidak berespon terhadap
pengobatan yang dilakukan. Seringkali penyebab nyeri non-maligna tidak
diketahui. Daerah yang mengalami cedera mungkin telah memulih sejak lama,
tetapi nyeri menetap. Pada nyeri kronik, endorfin seringkali fungsinya berhenti.
Petugas perawatan kesehatan biasanya kurang termotivasi untuk
menangani nyeri kronik dan tidak seagresif seperti nyeri akut. Namun, Agency for
Health Care Policy and Reseacrh (AHCPR) melaporkan bahwa sampai 90% dari
8 juta penduduk Amerika, yang menderita kanker, mendapatkan penatalaksanaan
nyeri dengan cara yang relatif sederhana. Terlalu sering bahkan, klien-klien ini
tidak diobati.
Klien yang mengalami nyeri kronik seringkali mengalami periode remisi
(gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat).
Sifat nyeri kronik, yang tidak dapat diprediksi ini, membuat klien frustasi dan
seringkali mengarah pada depresi psikologis. Flor, dkk melaporkan bahwa klien
yang memiliki nyeri kronik mengungkapkan lebih pernyataan diri negatif terkait
nyeri dan memiliki keyakinan lebih bahwa mereka tidak berdaya daripada klien
yang sehat. Nyeri menjadi bagian dari setiap aspek kehidupan. Nyeri kronik
merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis sehingga
muncul masalah-masalah, seperti kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yang sederhana, disfungsi seksual, dan isolasi
sosial dari keluarga dan teman-teman.
Individu yang mengalami nyeri kronik seringkali tidak memperlihatkan
gejala yang berlebihan dan tidak beradaptasi terhadap nyeri, tetapi tampaknya
lebih menderita seiring dengan perjalanan waktu karena kelelahan mental dan
fisik. Pada individu yang mengalami nyeri kronik timbuk suatu perasaan tidak
aman karena ia tidak pernah tahu apa yang dirasakannya dari hari ke hari. Gejala
nyeri kronik meliputi keletihan, insomnia, anoreksia, penurunan berat badan,
Merawat klien yang mengalami nyeri kronik merupakan suatu tantangan
yang tidak biasa. Perawat sebaiknya tidak menjadi frustasi apabila mengalami
kegagalan dalam tindakan mengatasi nyeri. Perawat juga sebaiknya tidak memberi
harapan kosong bahwa klien akan sembuh. Perawat harus meminimalkan atau
mengurangi persepsi klien tentang nyeri.
5. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Reaksi Terhadap Nyeri
Mc Caffery dan Pasero (1999) menyatakan bahwa hanya klienlah yang
paling mengerti dan memahami tentang nyeri yang ia rasakan. Oleh karena itulah
dikatakan klien sebagai expert tentang nyeri yang ia rasakan. Terdapat berbagai
faktor yang dapat memepengaruhi persepsi dan reaksi massing-masing individu
terhadap nyeri. Seorang perawat harus menguasai dan memahami faktor-faktor
tersebut agar dapat memberikan pendekatan yang tepat dalam pengkajian dan
perawatan terhadap klien yang mengalami masalah nyeri. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri
pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam
memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri.
Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada kedua orang tuanya ataupun pada perawat.
Sebagian anak-anak terkadang segan untuk mengungkapkan keberadaan
nyeri yang ia alami, mereka takut akan tindakan perawatan yang harus
mereka terima nantinya.
Pada pasien lansia seseorang perawat harus melakukan pengkajian
lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri. Seringkali
lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang penyakit yang
berbeda-beda yang diderita lansia menimbulkan gejala yang sama, sebagai
contoh, nyeri dada tidak selalu mengindikasikan serangan jantung, nyeri
abdomen. Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang mereka
rasakan, mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi
penuaan yang tidak bisa dihindari.
2. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap
bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis
dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan
nyeri. Akan tetapi dari penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks
pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri.
Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan
binatang, sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan/sensitivitas
terhadap nyeri. Bagaimanapun, pada manusia lebih kompleks, dipengaruhi
oleh personal, sosial, budaya, dan lain-lain.
3. Kebudayaan
Perawat seringkali berasumsi bahwa cara berespon pada setiap
individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba
mengira bagaimana pasien berespon terhadap nyeri. Sebagai contoh,
apabila seorang perawat yakin bahwa menangis dan merintih
mengindikasikan suatu ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri,
akibatnya pemberian terapi bisa jadi tidak cocok untuk klien
berkebangsaan Amerika. Seorang klien berkebangsaan
meksiko-Amerika yang menangis keras tidak selalu mempersepsikan pengalaman
nyeri sebagai sesuatu yang berat atau mengharapkan perawat melakukan
intervensi.
4. Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan
nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan
wanita lainnya yang nyeri karena dipukul oleh suaminya.
5. Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan
pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa
ringan, sedang atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam
kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi,
ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut,
terbakar, dan lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusuk jarum akan
melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena luka bakar.
6. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan
meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan penurunan respon nyeri. Konsep inilah yang
mendasari berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi,
teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase.
7. Ansietas (kecemasan)
Hubungan antar nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang
dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi
nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas. Sebagai contoh
seseorang yang menderita kanker kronis dan merasa takut akan kondisi
penyakitnya akan semakin meningkatkan persepsi nyerinya.
8. Keletihan
Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan
sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman
yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu
tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa yang mendatang.
Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman
sedikit tentang nyeri.
10.Dukungan Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan,
bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain, atau teman terdekat.
Walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang terdekat akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.
6. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Nyeri 1. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan
memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, dalam
menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi
pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien
selama nyeri akut adalah:
a. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
b. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
c. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan
saat klien dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri),
sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien
terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien
Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis maka pengkajian yang
lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi
perilaku, afektif, kognitif.
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang
perawat di dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh
klien. Mengidentifikasi komponen-komponen tersebut, diantanya:
a. Penentuan ada tidaknya nyeri
b. Karakteristik nyeri
c. Respon fisiologis
d. Respon perilaku
e. Respon afektif
f. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien
g. Persepsi klien tentang nyeri
h. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri
Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat
yang dinamakan “Oucher”. Alat ini terdiri dari dua skala yang terpisah, sebuah
skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untk anak-anak yang berusia lebih
besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan
pada anak-anak yang lebih kecil. Seorang anak diminta untuk menunjukkan ke
sejumlah pilihan gambar untuk mendeskripsikannya. Wong dan Baker (1988) juga
mengembangkan skala wajah untuk mendeskrispsikan nyeri pada anak-anak.
Skala tersebut terdiri dari 6 wajah profil kartun yang menggambarkan wajah
tersenyum (bebas dari nyeri) kemudian bertahap menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih dan wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Anak-anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala tersebut.
Perlu diperhatikan dalam menggunakan skala nyeri, bahwa perawat tidak
menggunakan skala nyeri tersebut untuk membandingkan satu klien dengan klien
lainnya, walaupun skala tersebut bersifat objektif, akan tetapi tingkat keparahan
nyeri terlalu subjektif untuk digunakan dalam perbandingan nyeri antar individu.
dengan skala numerik 0-10 mengatakan bahwa nyeri yang ia rasakan pada angka
7. Klien B dengan fraktur femuralis saat dikaji dengan skala numerik 0-10 juga
melaporkan bahwa nyeri yang ia rasakan pada angka7. Walaupun klien A dan B
melaporkan tingkat keparahan nyeri pada angka yang sama, akan tetapi kualitas,
persepsi dan respon masing-masing klien dapat berbeda. Hal ini dapat diakibatkan
oleh perbedaan ambang nyeri dan tingkat toleransi terhadap nyeri pada
masing-masing individu.
Skala nyeri wajah yang dikembangkan Wong & Baker
2. Analisa Data
No Data Masalah keperawatan
1 Data subjektif:
- P: klien menyatakan dua hari
yang lalu mengalami kecelakaaan
bermotor yang mengakibatkan
luka kedua tangannya.
- Q: klien menyatakan nyeri terasa
panas dan tertusuk-tusuk
- R: klien menyatakan nyeri
dirasakan pada lengan kanan
bawah dan telapak tangan kiri.
- S: klien menyatakan derajat nyeri
pada angka 5
- T: klien menyatakan nyeri
dirasakan sepanjang hari, semakin
terasa saat digerakkan.
- Klien menyatakan nyeri terasa
ringan apabila daerah sekitar luka
digosok.
Data Objektif
- RR: 24x/menit
- TD: 130/80 mmHg
- Suhu: 370C
- HR: 80x/menit
- Klien terlihat meringis kesakitan
terutama saat dilakukan
perawatan luka
- Ekspresi wajah klien pucat
- Terlihat luka robek panjang +/-
15cm, lebar 3cm, dalam 3cm
pada lengan kanan bawah dan
luka abrasi pada telapak tangan
kiri
3. Rumusan Masalah
Penegakan rumusan masalah yang akurat akan dapat dilaksanakan
apabila data dan analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah
keperawatan lainnya. Sebagai contoh nyeri arthiritis yang dialami klien
menyebabkan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik, atau nyeri
yang dialami klien menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-harinya secara mandiri, sehingga menimbulkan masalah
keperawatan lainnya defisit perawatan diri
4. Perencanaan
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri
diharapakan beriorentasi untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis
yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri saat dirumah.
Upaya Mengatasi Ketidaknyamanan (Nyeri)
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk
mengatasi nyeri antara lain sebagai berikut:
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi
1. Bernapas lambat dan berirama secara teratur.
2. Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.
3. Mendengarkan musik.
4. Mendorong untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan
bimbingan yang baik kepada klien untuk mengkhayal. Tekniknya
sebagai berikut:
a. Atur posisi yang nyaman pada klien.
b. Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan
hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu
penggunaan semua indra.
c. Mintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang
menyenangkan sambil merelaksasikan tubuhnya.
d. Bila klien tampak relaks, perawattidak perlu bicara lagi.
e. Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak
nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi
ketika klien siap.
5. Massage (pijatan). Ada beberapa teknik massage yang dapat dilakukan
untuk distraksi seperti yang tergambar berikut ini,
a. Remasan. Usap otot bahu yang dikerjakan secara bersama
b. Selang seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek,
cepat, dan bergantian tangan.
c. Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya memutar
sepanjang tulang punggung dari sakrum ke bahu
d. Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih
halus dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
e. Petriasi. Menekan pungggung secara horizontal. Pindah tangan
anada, dengan arah yang berlawanan, menggunakan gerakan
meremas.
f. Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan
ujung-ujung jari untuk mengakhiri pijatan.
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespons
pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi
penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis.
Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring
atau duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik
relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran
yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.
Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi
autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko. Prinsipnya
klien harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/dzikir
dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru.
Langkah-langkah latihan relaksasi autogenik:
1. Persiapan sebelumnya memulai latihan
a. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata
terpejam.
b. Atur napas hingga napas menjadi lebih teratur.
c. Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan
sambil katakan dalam hati “saya damai dan tenang”.
2. Langkah 1: merasakan berat
a. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan
terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua
lengan terasa kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali
sambil katakan “saya meras damai dan tenang sepenuhnya”.
b. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher, dan kaki.
3. Langkah 2: merasakan kehangatan
a. Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan hawa
hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat,
sambil mengatakan dalam diri “saya merasa senang dan hangat”.
b. Ulangi enam kali.
c. Katakan dalam hati “saya merasa damai, tenang”.
4. Langkah 3: merasakan denyut jantung
b. Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan
tenang. Sambil katakan “jantungnya berdenyut dengan teratur dan
tenang”.
c. Ulangi enam kali.
d. Katakan dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.
5. Langkah 4: latihan pernapasan
a. Posisi kedua tangan tidak berubah.
b. Katakan dalam diri “napasku longgar dan tenang”.
c. Ulangi enam kali.
d. Katakan dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.
6. Latihan 5: latihan abdomen
a. Posisi kedua tangan tidak berubah.
Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan
terasa hangat.
b. Katakan dalam diri”darah yang mengalir dalam perutku terasa
hangat”
c. Ulangi enam kali.
d. Katakan dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.
7. Langkah 6: latihan kepala
a. Kedua tangan kembali pada posisi awal.
b. Katakan dalam hati “kepala saya terasa benar-benar dingin”.
Ulangi enam kali.
c. Katakan dalam hati “saya merasa damai dan tenang”
8. Langkah 7: akhir latihan
Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan
(mengepalkan) lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang
napas pelan-pelan sambil membuka mata.
c. Hipnotis
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar
diri yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh
penghipnotis.
Obat analgesik mengurangi persepsi seseorang tentang rasa nyeri, terutama
lewat daya kerjanya atas sistem saraf sentral dan mengubah respons
B. Asuhan Keperawatan Kasus dengan Masalah Nyeri 1. Pengkajian
BIODATA
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Laki-laki ♂
Umur : 9 tahun
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : jalan AR.hakim, Gang Amalia, No.16 A, Medan
Tanggal Masuk RS : 16 Juni 2013
No. Register : 00.88.60.28
Ruangan/kamar : Asoka 9/bedah anak
Golongan darah : B
Tanggal Pengkajian : 17 Juni 2013
Tanggal Operasi : 16 Juni 2013
Diagnosa Medis : Hypospadia (uretroplasty)
I. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan nyeri pasca operasi
1. Apa penyebabnya : akibat
dilakukan tindakan pembedahan
2. Hal-hal yang memperbaiki
keadaan : nyeri akan hilang apabila klien
dipijat-pijat dibagian punggung
B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan : klien
mengatakan ketika BAK terasa nyeri
2. Bagaimana dilihat : klien
tampak meringis kesakitan, skala nyeri yang ditunjukkan klien 7
(sedang).
C. Region
1. Dimana lokasinya :
dibagian penis pasca operasi
2. Apakah menyebar :
menyebar hingga ke punggung
D.Severity
Nyeri yang dialami klien nyeri sedang, skala 7.
E.Time
Klien mengatakan saluran perkemihan akan terasa nyeri ketika buang air
kecil.
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami
klien pernah mengalami luka bakar, 4bulan yang lalu
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
klien dibawa ke RS dan ditangani oleh para medis
C. Pernah dirawat/dioperasi
Pernah dirawat tapi tidak dilakukan operasi
D. Lama dirawat
± 3 minggu
E. Alergi
F. Imunisasi
Imunisasi lengkap.
Pada usia 0 bulan diberikan imunisasi BCG, Polio I, HB I.
Pada usia 2 bulan diberikan imunisasi DPT I, Polio II, HB II
Pada usia 3 bulan diberikan imunisasi DPT II, Polio III
Pada usia 4 bulan diberikan imunisasi DPT III, Polio IV
Pada usia 9 bulan diberikan imunisasi campak dan HB III
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua
Orang tua klien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan. Orang tua klien
dalam keadaan sehat
B. Saudara kandung
Ibu klien mengatakan saudara kandung klien masih hidup dan dalam
keadaan sehat wal afiat
C. Penyakit keturunan yang ada
Tidak ada riwayat penyakit keturunan dikeluarga klien
D. Anggota keluarga yang meninggal
Anggota keluarga masih lengkap
E. Penyebab meninggal
Tidak ada yang meninggal
V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan sangat mengganggu aktivitas klien,
terutama aktivitas bermain dan sekolah.
B. Konsep Diri
- Gambaran diri : klien menyukai seluruh bagian
tubuhnya
- Ideal diri : klien berharap bisa jadi anak normal yang
sehat
- Harga diri : klien merasa penyakitnya mengganggu
body image
- Identitas diri : klien adalah anak ketiga dari empat
bersaudara
C. Keadaan emosi
Klien tampak menarik diri karena penyakit yang dideritanya
D. Hubungan sosial
- Orang yang berarti : orang yang paling berarti adalah ibu, karena ibu
selalu mendampingi klien
- Hubungan dengan keluarga : hubungan klien dengan keluarga tampak
baik, keluarga juga memberikan motivasi untuk sembuh kepada klien
- Hubungan dengan orang lain : klien mengatakan hubungan dengan
teman dan tetangga sangat baik
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum :
Keadaan klien Compos mentis
B. Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh : 35,30C
- Tekanan darah : 120/80mmHg
- Nadi : 100x/menit
- Pernafasan : 22x/menit
- Skala nyeri : 7 (sedang)
- TB : 148 cm
- BB : 45 kg
C. Pemeriksaan Head to toe
Kepala dan rambut
- Bentuk : ovale
- Ubun-ubun : tertutup
- Kulit kepala : bersih
- Penyebaran dan keadaan rambut
: rambut tebal menyebar diseluruh
kepala, halus dan sedikit lepek
- Bau : sedikit berbau minyak
- Warna kulit : kuning langsat
Wajah
- Warna kulit : kulit wajah berwarna sawo matang
- Struktur wajah : simetris, tekstur halus
Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan : mata
lengkap, normal dan simetris antara mata kanan dan kiri
- Palpebra : tidak ketosis
- Konjungtiva dan sklera :
konjungtiva tidak anemis, normal, tidak ada ikterus
- Pupil : pupil mengecil ketika diberi
rangsangan cahaya
- Cornea dan iris : tidak dapat
kekeruhan pada cornea dan iris
- Visus : tidak dilakukan pengkajian
visus
- Tekanan bola mata : tidak
dilakukan pengkajian
Hidung
- Tulang hidung dan posisi
septum nasi : simetris, septum nasi medial
- Lubang hidung : lubang
hidung simetris dan tidak ada kotoran
- Cuping hidung : tidak ada
Telinga
- Bentuk telinga : simetris
- Ukuran telinga : ± panjang telinga 6cm, lebar
4,5cm
- Lubang telinga : lubang telinga normal, dan
tampak ada kotoran
- Ketajaman pendengaran : normal, klien
dapat mendengar dengan baik
Mulut dan faring
- Keadaan bibir : mukosa bibir kering
- Keadaan gusi dan gigi : tidak ada lesi, tidak
ada pembengkakan, gigi lengkap
- Keadaan lidah : lidah lembab
- Orofaring : tidak ada peradangan
Leher
- Posisi trachea : medial
- Thyroid : tidak ada pembengkakan
- Suara : jelas
- Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran
- Vena jugularis : terlihat
- Denyut nadi karotis : teraba
Pemeriksaan integumen
- Kebersihan : kebersihan terjaga
- Kehangatan : kehangatan integumen
normal
- Warna : warna kulit sawo matang
- Turgor : turgor kembali cepat
- Kelembaban : kelembaban integumen
- Kelainan pada kulit : terdapat bekas luka bakar
Pemeriksaan payudara dan ketiak
- Ukuran dan bentuk : simetris
kanan dan kiri
- Warna payudara dan areola : warna
payudara sawo matang dan aerola berwarna hitam
- Kondisi payudara dan puting : tidak
ada kelainan
- Aksilla dan clavicula : normal, tidak
ada kelainan
Pemeriksaan thoraks/dada
- Inspeksi thoraks (normal, burrel chest, funnel chest, pigeon chest, flail
chest, kifos koliasis) : bentuk thoraks normal.
- Pernafasan (frekuensi, irama) : frekuensi nafas 22x/menit, irama reguler
- Tanda kesulitan bernafas : tidak tampak kesulitan bernafas
Pemeriksaan paru
- Palpasi getaran suara : getaran suara paru sama kiri dan kanan
- Perkusi : resonan
Pemeriksaan jantung
- Inspeksi : normal, tidak ada pembengkakan
- Palpasi : normal, tidak ada pembengkakan
- Perkusi : dulness
- Auskultasi : suara jantung lub dub lub, tidak ada
suara tambahan
- Inspeksi (bentuk, benjolan) : bentuk simetris kanan dan kiri, tidak
terdapat benjolan
- Auskultasi : suara bising usus 8x/menit, tidak ada suara tambahan
- Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien) : terdapat
nyeri tekan dibagian simpisis pubis, tidak ada benjolan)
- Perkusi (suara abdomen) : tympani
Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
- Genitalia (rambut pubis, lubang uretra) : tidak ada rambut pubis, lubang
uretra terpasang kateter.
- Anus (lubang anus, kelainan pada anus) : lubang anus paten (normal),
tidak ada kelainan
Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot,
edema) : otot ektremitas atas dan bawah simetris, kekuatan otot normal,
tidak ada edema).
VI.POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I. Pola makan dan minum
- Frekuensi makan/hari : 3-4 kali
sehari
- Nafsu/selera makan : nafsu makan
kuat
- Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri pada
ulu hati
- Alergi : tidak ada alergi pada
makanan
- Mual dan muntah : mual muntah
terjadi ketika obat anastesi hilang
- Waktu pemberian makan : 3-4x/
- Jumlah dan jenis makan : 1
porsi setiap makan, nasi dan lauk
- Waktu pemberian cairan/minum
: minum setiap saat, ketika pasien
merasa haus
- Masalah makan dan minum (kesulitan
menelan, mengunyah) : tidak ada masalah dalam menelan dan
mengunyah
II. Perawatan diri/personal hygiene
- Kebersihan tubuh : kebersihan
terjaga
- Kebersihan gigi dan mulut : setiap
pagi menyikat gigi
- Kebersihan kuku kaki dan tangan
: kuku bersih dan pendek
III. Pola kegiatan/Aktivitas
- Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian
dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.
Klien dibantu oleh ibunya untuk melakukan kebersihan diri (mandi),
makan disulang oleh ibu klien, begitu juga dengan ganti pakaian, semua
dibantu oleh ibu klien melakukannya.
- Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit
Selama dirawat di RS klien tidak melakukan ibadah dikarenakan klien
bedrest.
IV. Pola eliminasi a. BAB
- Pola BAB : BAB 1x sehari
- Karakter feses : feses lunak
dan berwarna kuning kecoklatan
- Riwayat perdarahan : tidak ada
- BAB terakhir : BAB terakhir pada
tanggal 16 sore hari
- Diare : tidak ada diare
b. BAK
- Pola BAK : BAK tidak diketahui pola eliminasinya
dikarenakan terpasang kateter
- Karakter urine : warna urine kekuningan
- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : terdapat nyeri ketika
mengeluarkan urine/ada rasa terbakar/sulit BAK
disebabkan nyeri bekas pembedahan
- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada riwayat
penyakit ginjal/kandung kemih
- Penggunaan diuretik : tidak ada penggunaan diuretik
2. Analisa Data
sehari yang lalu
dilakukan operasi
Adanya luka operasi
Area genitalia terasa seperti
tertusuk-tusuk
Nyeri muncul ketika bergerak
Klien meringis kesakitan
Nyeri akut
Gangguan rasa
2
- klien mengatakan
sulit BAK
- urine yang keluar
sedikit
- ada rasa nyeri
ketika berkemih
Do:
- klien terpasang
kateter
- urine berwarna
kuning
Ds:
- Klien
mengatakan
sehari yang lalu
operasi
- Klien
mengatakan
kateter yang
terpasang
membuat klien
tidak nyaman
- Area genitalia
terasa gatal,
kebersihan
kurang terjaga
Do:
- Terpasang
kateter
Terpasang kateter
Kebersihan tidak terjaga
Area genitalia terasa gatal
Resiko infeksi
3. Rumusan Masalah
MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri
2. Gangguan eliminasi urine
3. Resiko infeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)
4. Perencanaan
PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL Hari/
Klien dan keluarga secara aktif akan berpartisipasi
dalam rencana penatalaksanaan nyeri.
Kriteria Hasil:
- Menyatakan/menunjukkan nyeri hilang
- Menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam
tindakan kenyamanan umum dan mampu untuk
tidur/istirahat dengan tepat.
Rencana Tindakan Rasional
- Kaji nyeri, perhatikan
lokasi, karakteristik,
intensitas (skala 0-10).
- Dorong pasien menyatakan
masalah, mendengar dengan
aktif pada masalah ini dan
berikan dukungan dengan
menerima, tinggal dengan
dengan pasien dan
memberikan informasi yang
tepat.
- Berikan tindakan
kenyamanan, contoh pijatan
punggung, penguatan posisi
(penggunaan tindakan
sesuai kebutuhan).
Yakinkan pasien bahwa
pengubahan posisi tidak
mencederai.
- Dorong penggunanaan
teknik relaksasi, contoh
pedoman imajinasi,
visualisasi, aktivitas
terapeutik.
- Bantu dalam latihan rentang
gerak dan dorong ambulasi
dengan mudah.
- Selidiki dan laporkan
kekuatan otot abdomen,
melindungi daerah yang
sakit, dan nyeri lepas.
- Menurunkan
tegangan otot,
meningkatkan
relaksasi dan dapat
meningkatkan
kekakuan otot sendi.
Ambulasi
mengembalikan
organ untuk posisi
- Kolaborasi dalam
pemberian obat sesuai
indikasi, contoh: ketorolac
kenyamanan dan
5. Implementasi
PELAKSANAAN KEPERAWATAN Hari/
tanggal
No. Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP)
18 Juni
2013
1 - Mengkaji nyeri, lokasi,
karakteristik, intensitas
(skala 0-10).
- Mengajak klien
menyatakan masalah,
mendengar dengan aktif
dam memberikan dukungan
dengan menerima.
- Memberikan tindakan
kenyamanan, contoh:
pijatan punggung. Yakinkan
klien bahwa pengubahan
posisi tidak mencederai.
- Mengajak klien
penggunaan teknik
relaksasi, contoh: pedoman
imajinasi, aktivitas
terapeutik
- Membantu dalam latihan
rentang gerak dan
mendorong ambulasi
dengan mudah
- Memantau kekakuan otot
abdomen, melindungi
daerah yang sakit.
S: klien mengatakan
nyeri ketika
bergerak.
O: terdapat balutan
bedah uretroplasty.
Kateter terpasang.
TD: 120/80mmHg
Temp: 35,30C.
A: masalah sebagian
teratasi
P: intervensi
- Berkolaborasi dalam
pemberian obat sesuai
indikasi. Contoh: ketorolac
CATATAN PERKEMBANGAN
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No. Dx Hari/tanggal Pukul Tindakan Keperawatan
1 18 juni 2013 09.00 wib
10.00 wib
- Mengkaji klien
- Mengukur tanda-tanda vital
TD: 120/80mmHg
RR: 22x/menit
HR: 100x/menit
10.30 wib
11.00 wib
13.00 wib
13.15 wib
13.30 wib
13.35 wib
14.00 wib
- Mengkaji nyeri, lokasi,
karakteristik, intensitas (skala
0-10).
- Mengajak klien menyatakan
masalah, mendengar dengan aktif
dam memberikan dukungan
dengan menerima.
- Memberikan tindakan
kenyamanan, contoh: pijatan
punggung. Yakinkan klien bahwa
pengubahan posisi tidak
mencederai.
- Mengajak klien penggunaan
teknik relaksasi, contoh:
pedoman imajinasi, aktivitas
terapeutik
- Membantu dalam latihan
rentang gerak dan mendorong
ambulasi dengan mudah
- Memantau kekakuan otot
abdomen, melindungi daerah
yang sakit.
Berkolaborasi dalam pemberian
obat sesuai indikasi. Contoh: