• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Pencegahan Hipertensi Pada Usia 25-45 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Pencegahan Hipertensi Pada Usia 25-45 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dewasa ini mengalami beban ganda dalam menghadapi masalah

penyakit. Di satu sisi penyakit-penyakit menular (communicable diseases) masih tinggi bahkan cenderung meningkat, di sisi lain penyakit tidak menular (non communicable diseases) yang pada umumnya tergolong penyakit degeneratif mulai

meningkat. Salah satu penyakit degenaratif merupakan penyebab kematian terbesar

adalah penyakit hipertensi. Penyakit ini pada umumnya disebabkan oleh perilaku atau

pola hidup yang tidak sehat (Notoatmodjo, 2007).

Hipertensi atau tekanan darah adalah kekuatan yang digunakan oleh darah

yang bersirkulasi pada dinding-dinding dari pembuluh-pembuluh darah, dan

merupakan satu dari tanda-tanda vital yang utama dari kehidupan, yang juga

termasuk detak jantung, kecepatan pernapasan, dan temperatur. (Muhammadun,

2010).

Hipertensi Di dunia mengakibatkan kematian nomor satu secara global dan

umum terjadi di masyarakat. Tidak jarang para penderitanya tidak menyadarinya

karena penyakit ini tidak mempunyai gejala khusus dan datang tiba-tiba

(Muhammadun, 2010).

Di berbagai negara saat ini, prevalensi hipertensi terus meningkat sejalan

(2)

Data prevalensi hipertensi di berbagai negara menunjukkan hal tersebut antara lain

Jepang (15-22%), China (21,8-25%), Belgia (12,6-16,3%), dan Spanyol (9,4-13,3%),

Amerika 15% golongan kulit putih dewasa dan antara 25 sampai 30% golongan kulit

hitam menderita hipertensi (Darmojo, 2001).

Dari berbagai penelitian epidemiologi yang dilakukan di Indonesia

menunjukkan 1,8-28,6% penduduk berusia di atas 20 tahun adalah penderita

hipertensi. Saat ini terdapat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih

banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain

dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan

resiko penyakit hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga,

merokok, dan makanan yang tinggi kadar lemaknya (Hanata, 2011).

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada

penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7% dan

menyebabkan kematian utama untuk semua umur sebesar 6,8 %. Di Sumatera Utara

prevalensi hipertensi adalah 5,4% dari Riskesdas 2007. Hasil penelitian tahun 2009

penyakit hipertensi di kota medan berdasarkan sepuluh peringkat penyakit terbesar

menduduki peringkat ketiga sebesar 10,5 % dari Assesment Faktor Resiko Penyakit

Tidak Menular di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009. Tahun 2010 di Sumatera

Utara prevalensi hipertensi sekitar 6 persen.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Deli Serdang tahun 2009, penyakit

hipertensi pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di kabupaten

(3)

hipertensi esensial 4,02% (36728) dari 1479, meningkat tahun 2009 menjadi 7,88%

(36730) 2897 terjadi peningkatan kasus sebesar 95,88%. Upaya pencegahan untuk

hipertensi di dinas kesehatan Kabupaten Deli Serdang belum ada program

pencegahan terhadap penyakit hipertensi karena masih berfokus kepada penyakit

menular seperti TBC, ISPA, malaria, diare, dan kusta.

Sementara itu berdasarkan laporan Puskesmas Pakam Pekan Tahun 2010,

bahwa jumlah kunjungan yang berobat pada tahun 2010 sebanyak 32.150 orang

dengan jumlah penderita hipertensi sebanyak 1028 orang. Penderita hipertensi

merupakan jenis penyakit yang menduduki peringkat ke tiga dari 10 jenis penyakit

terbesar.

Berdasarkan wawancara tentang penyakit hipertensi peneliti dengan penderita

hipertensi, didapat data bahwa pada 10 orang yang mengatakan hipertensi sering

terjadi pada orang tua dan dianggap normal. 5 orang mengatakan hipertensi bisa

mengakibatkan kelumpuhan dan 5 orang mengatakan hipertensi adalah penyakit

keturunan. Menurut keterangan dari petugas kesehatan, mengemukankan bahwa

pengetahuan penderita mengenai penyakit serta cara pencegahan hipertensi di nilai

masih kurang. Sedangkan motivasi penderita dalam pencegahan komplikasi yang

mungkin akan timbul juga masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya

penderita yang jarang mengontrol tekanan darahnya, yang mengkomsumsi garam dan

tidak berhenti merokok. Penderita datang ke Puskesmas karena kepalanya pusing

kalau tidak mereka tidak datang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

(4)

karenakan kita masih berfokus terhadap pencegahan dan penanggulangan penyakit

menular seperti TBC, diare, ISPA yang masih tinggi angka kejadiannya.

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko Penyakit Jantung Koroner

(PJK) serta dapat menimbulkan komplikasi penyakit lain yang berbahaya jika

dibiarkan tanpa perawatan yang tepat. Siapapun bisa terkena hipertensi karena

penyakit ini tidak memandang usia. Seseorang yang orang tuanya tidak mempunyai

riwayat hipertensi pun dapat terkena penyakit ini. Penderita sering tidak menyadari

bahkan bisa sampai bertahun-tahun sampai terjadi komplikasi (Djohan, 2004)

Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75

tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina

pectoris dan miokard infark. Juga dalam penelitian tersebut didapatkan penderita

hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari penderita

yang normotensi dengan miokard infark. Hasil penelitian Framingham juga mendapat

hubungan antara penyakit jantung koroner dan tekanan darah diastolik. Kejadian

miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90-104 mmHg

dibadingkan dengan tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada tekanan

darah diastolik 105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian Stewart 1979 & 1982 juga

memperkuat hubungan antara kenaikan tekanan darah diastolik dengan resiko

mendapat miokard infark (Djohan, 2004).

Haruslah diakui sangat sulit untuk mendeteksi dan mengobati penderita

hipertensi secara adekuat, harga obat-obat antihipertensi tidaklah murah, obat-obat

(5)

pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap tanpa dilakukan tindakan

pencegahan untuk menurunkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler akibat

hipertensi. Pencegahan sebenarnya merupakan bagian dari pengobatan hipertensi

karena mampu memutus mata rantai penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya

(Budisetio, 2007).

Berbagai cara yang terbukti mampu untuk mencegah terjadinya hipertensi,

yaitu pengendalian berat badan, pengurangan asupan natrium kloride, aktifitas

alcohol, pengendalian stress, suplementasi fish oil dan serat The 5-year primary prevention of hypertension meneliti berbagai faktor intervensi terdiri dari

pengurangan kalori, asupan natrium kloride dan alcohol serta peningkatan aktifitas

fisik. Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan sebesar 5,9 pounds

berkaitan dengan penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik

sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg. Penelitian yang mengikut sertakan sebanyak

47.000 individu menunjukan perbedaan asupan sodium sebanyak 100 mmo1/hari

berhubungan dengan perbedaan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg pada usia

15-19 tahun dan 10 mmHg pada usia 60-69 tahun (Budisetio, 2007).

Untuk Indonesia sendiri kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit

hipertensi masih sangat rendah. Fenomena yang umum ditemukan adalah masyarakat

lebih memilih makanan siap saji yang umumnya rendah serat, tinggi lemak, tinggi

gula, dan mengandung banyak garam.pola makan yang kurang sehat ini merupakan

(6)

Dari penelitian yang dilakukan Badan Litbangkes di Depok Jawa Barat (2004)

tentang hubungan antara tanggapan masyarakat terhadap pencegahan hipertensi

diketahui bahwa 34,5% masyarakat melakukan kegiatan olah raga untuk mencegah

hipertensi dan pada umumnya masyarakat telah memiliki pengetahuan yang baik

tentang hipertensi namun belum ditunjang dengan perilakunya dalam pencegahan

hipertensi, dengan alasan takut memeriksakan tekanan darah secara berkala, atau

minum obat jika ada keluhan. Hasil penelitian yang dilakukan Ginting (2008) tentang

determinan tindakan masyarakat dalam pencegahan hipertensi di Kecamatan Belawan

diketahui bahwa pengetahuan masyarakat tentang hipertensi kurang sebesar 51.8%

yang memiliki tindakan dalam melakukan pencegahan hipertensi kurang sebesar

51,3%.

Menurut studi Kusumawardhani (2007) di Kelurahan Abadijaya Depok Jawa

Barat, disimpulkan bahwa sikap penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Abadi

Jaya mengenai penyakit hipertensi sudah baik, tetapi masih belum ditunjang oleh

perilaku mereka, seperti takut untuk rutin periksa tekanan darah dan minum obat jika

ada keluhan.

Perubahan dan transisi pola penyakit sering tidak diwaspadai oleh kebanyakan

penentu keputusan bahkan oleh masyarakat sendiri. Misalnya dengan menggunakan

indikator kewaspadaan diri sendiri dengan cara memeriksakan kadar kolesterol dan

tekanan darah sebanyak 80,5% dan 13,8% tidak pernah melakukannya. Padahal

(7)

salah satu hal yang penting yang ditekan dalam upaya pengendalian penyakit ini

(Morello,dkk, 2001).

Menumbuhkan kesadaran sangat penting dalam perubahan perilaku (Roger

E.M, 1983). Menumbuhkan kesadaran dapat dilakukan dengan memberikan

sosialisasi tentang pentingnya pemerikasaan kesehatan secara berkala. Sosialisasi

tentang pentingnya pencegahan kesehatan pelayanan kesehatan untuk kegiatan

preventif memang sudah banyak dilakukan namun yang memanfaatkannya untuk

pemeriksaan masih rendah.

Dari hasil penelitian Astuti (2008) diketahui bahwa jumlah pasien yang

melakukan pemeriksaan ulang rutin sesuai yang telah diinstruksikan dokter adalah 77

orang (70%), sedangkan pasien yang jarang melakukan pemerikasaan ulang rutin

pada waktunya sebanyak 33 orang (30%). Bahwa pasien yang rutin melakukan

pemeriksaan ulang kepada dokter yang menanganinya 10 kali lebih patuh

melaksanakan terapi yang telah diinstruksikan dokter kepadanya dari pada pasien

yang jarang melakukan pemeriksaan ulang.

Dari hasil penelitian Pujiyanto (2007), bahwa faktor motivasi berperan

penting dalam kepatuhan minum obat hipertensi. Motivasi positif memiliki efek

terhadap kepatuhan minum obat yang lebih kuat dibandingkan dengan motivasi

negatif. Motivasi minum obat bervariasi dari sekedar mengikuti nasehat dokter dan

menghindari sakit hingga ingin badan sehat dan panjang umur. Dalam hal keteraturan

(8)

melakukan kontrol kefasilitas kesehatan, tetapi ada juga yang tidak teratur, hanya

muncul gejala saja baru kontrol kefasilitas kesehatan.

Menurut studi Sorretino (1986), disimpulkan bahwa menurut masalah terbesar

dalam menghadapi penderita hipertensi adalah kepatuhan pasien mengikuti nasehat

yang diberikan dokter, misalnya mengharuskan disiplin pasien terhadap pantangan

dan makanannya, latihan dan olah raga yang teratur dan tidak melupakan minum obat

sesuai dengan instruksi dokter. Ini berarti penderita hipertensi mau tidak mau harus

meninggalkan gaya hidup yang lama dan menyusuaikan diri dengan gaya hidup yang

baru. Hal ini dilihat sepele namun apa bila tidak dilakukan dengan kesadaran sendiri

atau motivasi untuk sembuh dan disertai dukungan keluarga tidak menutup

kemungkinan penyakit ini akan menimbulkan komplikasi.

Pengetahuan merupakan salah satu aspek yang ditempatkan dalam rentetan

faktor yag berhubungan perilaku. Tindakan seseorang tidak selalu didasari oleh

pengetahuan. Proses perubahan perilaku seseorang melalui beberapa tahap yaitu

pengetahuan, sikap, dan perilaku. Beberapa penelitian membuktikan bahwa proses

perubahan perilaku tidak selalu melalui pengetahuan, karena dalam praktek

sehari-hari sering terjadi sebaliknya yaitu kadang-kadang seseorang tidak sesuai dengan

pengetahuan yang dimiliki. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang antara

lain: pendapatan, sosial budaya (suku, agama, kepercayaan), psikologi (faktor

pribadi) karakteristik pribadi.

Usaha untuk menjaga agar tekanan darah normal juga tergantung dari

(9)

erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan pengetahuan

tersebut penderita memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu pilihan.

Bertitik tolak dari masalah tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti

tentang hubungan pengetahuan dan motivasi terhadap pencegahan hipertensi pada

pria kelompok usia 25 - 45 tahun dengan asumsi bahwa umur dewasa muda

prevalensinya adalah (20 – 25 %) dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap status

kesehatannya. Dimana sasarannya adalah orang yang belum terkena hipertensi

dengan tujuan seseorang dapat terhindar dari hipertensi dengan mengurangi faktor

resiko di wilayah kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang tahun

2011.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

Permasalahan penelitian sebagai berikut bagaimana hubungan pengetahuan dan

motivasi dengan pencegahan hipertensi pada pria usia 25 - 45 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis hubungan pengetahuan dan motivasi dengan pencegahan hipertensi

pada pria usia 25 – 45 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten

(10)

1.4 Hipotesis

Ada hubungan pengetahuan dan motivasi dengan pencegahan hipertensi pada

pria usia 25 – 45 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pakam Pekan Kabupaten Deli

Serdang tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada pihak Dinas Kesehatan Deli Serdang dalam

rangka perencanaan program pencegahan hipertensi.

2. Menjadi masukan bagi petugas kesehatan di Puskesmas Pakam Pekan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui pendidikan kesehatan dalam

upaya pencegahan terjadinya penyakit hipertensi di Puskesmas Pakam Pekan

sehingga menurunkan angka kejadian hipertensi dan meningkatkan harapan

hidup.

3. Memberi masukan bagi Puskesmas Pakam Pekan agar dapat diteruskan menjadi

survei yang bersifat kontiniu untuk memantau dinamika penyakit hipertensi di

masyarakat. Penyakit hipertensi bersifat kronis dan perkembangannya cukup

lama karena itu perlu pemantauan terus menerus.

4. Menjadi masukan bagi peneliti dan kajian ilmiah lainnya sebagai evidence-base.

untuk mulai melakukan intervensi yang lebih terarah kepada kelompok dengan

Referensi

Dokumen terkait

Dari pelaksanaan evaluasi dokumen penawaran dan setelah dilakukan pembuktian kualifikasi, maka dari 6 (enam) Penyedia Barang yang dievaluasi, Penyedia Barang

Pengembangan bahan ajar tentang perubahan materi dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik, dalam ini adalah mahasiswa, jika (1) dalam pembuatannya didasarkan

JST digunakan untuk pelatihan sistem terhadap pola tanda tangan yang kemudian data tersebut disimpan ke dalam basis data untuk dibandingkan dengan citra tanda

Kesimpulan dari beberapa definisi tersebut adalah bahwa kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang

Singkong yang telah ditumpuk di gudang bahan baku kemudian diangkut dengan belt conveyor menuju ke rangkaian mesin root peeler dan root washer.. Singkong diangkut ke mesin

Hasil dari penelitian ini yaitu berupa aplikasi sistem pakar pembagian waris menggunakan Visual Basic 6.0 yang dapat digunakan oleh masyarakat umum untuk

Untuk itulah orang tua dengan pola asuh demokratis lebih dapat memberikan hak dan kesempatan pada anak untuk memilih karir yang diinginkan sehingga pada akhirnya siswa dapat

[r]