• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARADIGMA PEMBELAJARAN FISIKA dan ASESME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PARADIGMA PEMBELAJARAN FISIKA dan ASESME"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PARADIGMA PEMBELAJARAN FISIKA dan ASESMEN OUTENTIK UNTUK MEWUJUDKAN GENERASI EMAS YANG KOLABORATIF, KOOPERATIF,

KOMPETITIF DAN BERKARAKTER1

Oleh: Prof. Dr. Festiyed, MS,

Email: festiyed@ymail.com Hp:08126742403 Universitas Negeri Padang

PENDAHULUAN

Generasi Emas adalah generasi masa depan sebagai sumber daya manusia (SDM)

yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena generasi

emas mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan

nasional. Mutu generasi emas akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa

terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu generasi emas hanya

dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu dalam perspektif masa depan,

yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan yang bermutu akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi sosial, budaya, ekonomi dan politik.

Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam mobilitas masyarakat. Dalam perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos dikalangan warga masyarakat. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis dan kecakapan hidup yang memadai. Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas

(2)

individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizen), yang memiliki kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai warga masyarakat daerah Kabupaten/Kota dan bangsa Indonesia.

Paradigma baru dalam pendidikan masa depan mengisyaratkan aktualisasi keunggulan kemampuan manusia sebagai generasi emas yang kini masih tersembunyi. Untuk mengaktualisasikannya ada dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:

Pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan

kemampuan manusia

yang saling melengkapi,

1. Pengembangan sumber daya manusia atau Human Resource Development (HRD), terutama terfokus pada keterampilan, sikap dan kemampuan produktif ketenagakerjaan sehingga diperlakukan manusia sebagai “sumber untuk dimanfaatkan” (yaitu sebagai obyek), dalam mencapai tujuan ekonomi, terutama dalam jangka waktu pendek. Pengembangan itu tidak terjadi dari dalam, melainkan “diatur dari atas” sesuai kepentingan lingkungannya.

2. Pengembangan kemampuan manusia atau Human Capacity Development (HCD) sepanjang hayat yang berhak dan mampu memilih berbagai peran dalam meraih berbagai peluang partisipasi, sebagai anggota masyarakat, sebagai orang tua, atau sebagai pekerja dan konsumen, yaitu suatu perkembangan yang arah dan sasarannya terutama terjadi dari dalam, namun disulut untuk aktualisasinya. Karena itu, HCD menunjuk pada konstelasi keterampilan, sikap dan perilaku dalam melangsungkan hidup mencapai kemandirian (Levinger,1996), sekaligus memiliki daya saing tinggi dan daya tahan terhadap gejolak ekonomi dunia. HCD bermutu adalah proses kontekstual melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia menguasai pengetahuan dan keterampilan yang cocok dengan tuntutan dunia kerja pada saat ini, melainkan manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat, serta dilandasi sikap, nilai,etik dan moral. HCD tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektual, tetapi kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan moral, dan kecerdasan spiritual.

(3)

Pendidikan (BNSP), pada tahun 2010 telah berupaya mengkonsepsikan pendidikan Indonesia untuk abad ke-21. Konsepsi pendidikan tersebut dimulai dari proses pembelajaran bercirikan : 1) Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa, 2) Dari satu arah menuju interaktif, 3) Dari isolasi menuju lingkungan jejaring, 4) Dari pasif menuju aktif-menyelidiki, 5) Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata, 6) Dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim, 7) Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan, 8) Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru, 9) Dari alat tunggal menuju alat multimedia, 10) Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif, 11) Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, 12) Dari usaha sadar tunggal menuju jamak, 13) Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan, 14) Dari pemikiran faktual menuju kritis, 15) Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.

Begitu juga Kementerian Pendidikan Nasional (2010) mengembangkan

grand

design

pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan

pendidikan.

Grand design

menjadi rujukan konseptual dan operasional

pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang

pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis

dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati

(Spiritual and

emotional development)

, Olah Pikir

(intellectual development),

Olah Raga dan

Kinestetik

(Physical and kinestetic development),

dan Olah Rasa dan Karsa

(

Affective and Creativity development).

Pengembangan dan implementasi

pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada

grand design

tersebut

.

Untuk bisa diimplementasikan, diperlukan kerjasama yang harmonis dan terus menerus antara seluruh insan pendidikan, pemerintah, pemerintah daerah, organisasi yang bergerak di dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga akan dapat diwujudkan generasi emas yang berkarakter, cerdas, dan kompetitif. Salah satu usaha lansung yang dapat dilakukan oleh organisasi yang bergerak di dunia pendidikan untuk melahirkan generasi emas adalah melalui pembelajaran kolaboratif, kooperatif, kompetitif dan berkarakter (empat pilar). Masalahnya bagaimanakah empat pilar tersebut terintegrasi dalam pembelajaran dan penilaiaan (asesmen) serta dikembangkan secara simultan?

(4)

Paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas kepada sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual. Sehingga paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan memahami pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalah-masalahan tersebut.

Di era globalisasi semua yang ada cepat berubah, maka dunia pendidikan juga harus berubah, sehingga dunia pendidikan menjadi relevan dengan tantangan dan peluang yang terjadi di kehidupan nyata. Dalam dunia kerja saat ini kemampuan yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja sama dalam team, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir kritis, menguasai teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Kemampuan-kemampuan tersebut diatas disebut sebagai kemampuan abad ke-21, dan harus mampu dikembangkan secara sistematis dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran harus mampu mendorong terciptanya kemampuan tersebut. Jadi selain kemampuan akademis maka dunia pendidikan harus mampu menciptakan manusia yang mempunyai kemampuan belajar, beradaptasi dan berinovasi.

Pergeseran paradigma pendidikan mencakup beberapa hal pokok yaitu :

1. Kebijakan pendidikan, kebijakan pendidikan harus menunjukkan arahan yang jelas mengenai tujuan dan target yang ingin dicapai serta cara untuk mencapainya. Kebijakan harus tetap fleksibel dan bisa diterapkan sesuai kondisi lokal. Kurikulum sebagai acuan dalam pengembangan pembelajaran dan sistem penilaian harus sudah mengarah pada pola pemblajaran abad 21 yang lebih berpusat pada siswa.

2. Pengembangan kompetensi Guru, guru sebagai motor terdepan dalam perubahan harus menjadi pihak pertama yang siap dalam proses perubahan ini. Guru harus mampu mengubah proses pembelajarannya dari yang tradisional berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa

(5)

kesempatan yang sebesar-besarnya dalam mencari informasi sesuai dengan target pembelajaran. Pembelajaran dengan teknologi sebetulnya sama dengan proses bekerja dalam kehidupan nyata yang selalu bersinggungan dengan teknologi, yang artinya proses pembelajaran menjadi relevan dengan proses kerja.

4. Riset dan evaluasi, setiap proses apapun membutuhkan umpan balik untuk menyempurnakan sistemnya, oleh karena itu evaluasi menjadi penting untuk melihat dampak keberhasilan dari setiap kebijakan. Riset menjadi penting agar kita selalu dalam kondisi aktual dalam pengembangan dunia pendidikan.

Pergeseran paradigma pendidikan terjadi diberbagai tingkatan baik dari satuan terkecil di satuan pendidikan yaitu sekolah, perguruan tinggi maupun di tingkat pemerintahan dari tingkat kabupaten sampai nasional. Saat ini Indonesia sudah menuju perubahan dengan terbitnya kurikulum 2013 untuk pendidikana dasar, dan kurikulum berdasarkan deskripsi kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI) (Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2012) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) (Permendikbud NO.49 Tahun 2014) untuk perguruan tinggi.

Apakah Kolaboratif, Kooperatif, Kompetitif dan karakter?

Suksesnya     lembaga   pendidikan   meningkatkan   mutu   lulusan   sangat   bergantung pada   keberhasilan   lembaga   tersebut   memfasilitasi   peserta   didik   belajar   lebih kolaboratif, kooperatif, kompetitif dan karakter. Masalahnya bagaimana kolaboratif, kooperatif,   kompetitif   dan   karakter   dalam   model   dan   pendekatan   pembelajaran dikembangkan   secara   simultan?   Strategi   kunci   membangun   kompetensi   tersebut bagaikan   meninggikan   menara   yang   memerlukan   empat   penopang   utama   yang saling   menguatkan   satu   sama   lain   dan     masing­masing   memerlukan   teknik pengembangan yang berbeda. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

1.

Kolaborasi

(6)

keyakinan   seseorang   dalam   belajar   dengan   cara   kerja   sama,   tidak   hanya sekedar teknik belajar dalam kelas.   Dalam seluruh rangkaian kegiatan orang­ orang  diintegrasikan  dalam   kelompok.   Dalam   kesatuan   itu   orang   menghargai kemampuan individu sebagai aset yang dapat berkontribusi pada kelompok. Ada pembagian tanggung jawab di dalamnya sehingga kekuatan kolektif itu menjadi lebih   besar   dibandingkan   dengan   keuatan   sendiri­sendiri.   Premis   dasar pembelajaran   kolaboratif   adalah   membangun   konsensus   dalam   kerja   sama kelompok.   Dan,   kekuatan   kolektif   melebihi   keuatan   sendiri­sendiri.   Dengan demikian   kolaborasi   merupakan   filosofi   yang   diterapkan   secara   praktis   untuk menyatukan orang­orang dalam kerja sama agar mencapai tujuan yang lebih besar.

Belajar berkolaborasi   dapat dipandang pula sebagai metode belajar mengajar yang   menempatkan   siswa   bekerja   berkelompok,   berdiskusi,   bereksplorasi, berelaborasi,   memecahkan   masalah,   mengembangkan   kreasi   dalam menyelenggarakan   proyek,   mempresentasikan,   berdebat,   serta   kegiatan   lain yang   memungkinkan   siswa   berkerja   sama   sehingga   setiap   individu   dapat berkembang optimal dalam kerja sama kelompok. Dijelaskan lebih jauh bahwa belajar   berkolaborasi   pada   dasarnya   mengembangkan   kegiatan   dalam   kerja sama kelompok. 

2.

Kooperatif (cooperative)

Konsep kooperasi “cooperation” lebih menekankan pada produk daripada proses. Jadi belajar pada konsep ini lebih mementingkan tujuan, menempatkan hasil kegiatan sebagai tujuan utama. Pembelajaran koopperatif (Co-operative learning) berkembang baik di Amerika yang merujuk pada filosofi yang dikembangkan oleh John Dewey yang menekankan pada kedewasaan sosial. Dewey menegaskan bahwa belajar merupakan proses interaksi sosial dalam bentuk kerja sama untuk mencapai target (Ted Panitz: 1996)

(7)

dibadingkan dengan pada sistem kolaborasi. Dalam kegiatan kooperatif berbagai mekanisme   analisis   kelompok   lebih   berpusat   pada   guru   sedangkan   pada pendekatan kolaboratif lebih berpusat kepada siswa. Struktur pendekatan belajar kooperatif   (co­opertive   learning)   lebih   difokuskan   pada   kreasi,   analisis,   dan aplikasi struktur secara sistematis atau lebih bebas dalam menyampaikan materi dalam   kelas   melalui   interaksi   organisasi   sosial   dalam   kelas.   Oleh   karena   itu kegiatan   dalam   kelas   terbagi   dalam   pentahapan   sesuai   dengan   pentahapan pencapaian tujuan.

3.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kolaboratif

Kesamaan   konsep  kooperatif dan kolaboratif  menegaskan   pada   pendekatan pembelajaran melalui kerja sama kelompok. Keduanya menetapkan pekerjaan yang   spesifik,   dan   keduanya   menegaskan   pentingnya   curah   pendapat   dan membandingkan   prosedur   dan   kesimpulan   dalam   akhir   pertemauan.   Yang membedakan   keduanya   dalam   fakta   bahwa   istilah   cooperative   lebih mencerminkan ilmu pengetahuan yang populer dalam jaman kolonial sedangkan kolaboratif   lebih   menegaskan   keterkaitannya   dengan   gerakan   konstruktivisme sosial sebagai dampak dari perubahan ilmu pengetahuan yang dramatis dalam abad ini.

Persamaan pembelajaran kooperatif dan kolaboratif adalah siswa sama-sama belajar dalam kelompok kecil dengan struktur aktivitas yang spesifik dan dalam keduanya siswa mencurahkan potensinya setiap individu untuk berkontribusi pada prestasi kelompok.

4.

Kompetisi

Definisi belajar kompetitif (competitive learning) yang ekstrim dinyatakan oleh Johnson&Johnson (1991) yang menyatakan hanya ada satu siswa yang mencapai tujuan dan semua yang lainnya belum berhasil. Kompetisi dapat berjalan antara individu maupun antar kelompok. Kompetisi bisa dalam bentuk mutu proses belajar, hasil belajar, maupun penggunaan waktu belajar.

(8)

yang berhasil melewati garis finis bisa satu atau beberapa orang dalam waktu yang sama. Karenanya yang dapat meraih garis finis bisa lebih dari satu orang. Dengan sistem ini memungkinkan lebih banyak siswa yang jadi juara asalkan mereka memenuhi kriteria. Pembelajaran kompetitif secara empirik dapat meningkatkan motivasi siswa baik dalam ruang lingkup kegiatan kurikuler maupun dalam kegiatan ekstra. Dengan semangat kompetisi dapat meningkatkan kreativitas, daya juang, dan kerja sama dalam memecahkan masalah. Dengan kompetisi juga dapat meningkatkan kecepatan siswa belajar sehingga proses belajar menjadi lebih efisien. Model pembelajaran interaktif seperti dalam kegaitan membaca, menyimak, mengeksplorasi teori, menerapkan teori dalam bentuk keterampilan di dalam mapun di luar kelas dapat berkembang lebih dinamis melalui model pembelajaran kompetitif.

5.

Karakter

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sedang berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Karakter terdiri dari tiga unjuk perilaku yang saling berkaitan yaitu tahu arti kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik (Lickona, 1991). Ketiga substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Dengan kata lain, karakter dapat dimaknai sebagai kualitas pribadi yang baik. Insan yang berperilaku berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan perilaku cerdas hendaknya pula diisi upaya yang cerdas. Karakter dan kecerdasan dipersatukan dalam perilaku yang berbudaya. Kehidupan yang berkarakter tanpa disertai kehidupan yang cerdas akan menimbulkan berbagai kesenjangan dan penyimpangan serta ketidakefisienan.

(9)

ko-kurikuler, Pemberdayaan sarana prasarana, Pembiayaan, dan Ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan

PEMBELAJARAN AUTENTIK DAN ASESMEN AUTENTIK

Pembelajaran autentik dengan penilaian autentik adalah suatu cara untuk memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran yang kolaboratif, kooperatif, kompetitif dan karakter. Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah. Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik:

1. Pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja.

2. Penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks.

3. Analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.

Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.

(10)

Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.

1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain pembelajaran.

2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.

3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik.

4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah. Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun 1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.

Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.

(11)

kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik.

Dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 untuk pendidikan dasar dan KBK berbasis KKNI-SNPT untuk perguruan tinggi, memudahkan terlaksananya pembelajaran autentik dengan asesmen autentik.

APAKAH ASESMEN AUTENTIK ITU?

Pada awalnya istilah tersebut diperkenalkan oleh Wiggins tahun 1990 untuk menyesuaikan dengan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa sebagai reaksi (menentang) penilaian berbasis sekolah seperti mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan ganda, kuis jawaban singkat. Jadi dikatakan otentik dalam arti sesungguhnya dan realistis. Apabila kita melihat di tempat kerja, orang-orang tidak diberikan tes pilihan ganda untuk menguji bisa tidaknya mereka melakukan pekerjaan tersebut. Mereka mempunyai performansi, kinerja atau unjuk kerja.

Dalam bisnis dikatakan performance assessment. Menurut Jon Mueller (2006) penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J. Stiggins (1987), bahkan Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Hal itu terungkap dalam cuplikan kalimat berikut ini: “performance assessments call upon the examinee to demonstrate specific skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have mastered” (Stiggins, 1987:34)

(12)

Asesmen otentik lebih sering dinyatakan sebagai asesmen berbasis kinerja (performance based assessment). Sementara itu dalam buku-buku lain (kecuali Wiggins) penilaian otentik disamakan saja dengan nama penilaian alternatif (alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance assessment). Selain itu Mueller (2006) memperkenalkan istilah lain sebagai padanan nama penilaian otentik, yaitu penilaian langsung (directassessment). Nama performance assessment atau performance based assessment digunakan karena siswa diminta untuk menampilkan tugas-tugas (tasks) yang bermakna. Terdapat sejumlah pakar pendidikan yang membedakan penggunaan istilah penilaian otentik dengan penilaian kinerja, seperti misalnya Meyer (1992) dan Marzano (1993). Sementara itu Stiggins (1994) dan Mueller (2006) menggunakan kedua istilah itu secara sinomim.

Nama alternative assessment digunakan karena merupakan alternatif dari penilaian yang biasa digunakan (traditional assessment). Adapun nama direct assessment digunakan karena penilaian otentik menyediakan lebih banyak bukti langsung dari penerapan keterampilan dan pengetahuan. Apabila seorang siswa dapat mengerjakan dengan baik tes pilihan ganda, maka kita inferensikan secara tidak langsung (indirectly) bahwa siswa tersebut dapat menerapkan pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam konteks dunia yang sesungguhnya. Namun kita akan lebih suka membuat inferensi dari suatu demonstrasi langsung tentang penerapan pengetahuan dan keterampilannya.

Berdasarkan fokusnya asesmen dapat dikelompokkan sebagai asesmen diagnostik, formatif, dan sumatif . Asesmen diagnostik berfokus untuk memperbaiki proses pembelajaran atau untuk menentukan hasil-hasil pembelajaran. Asesmen formatif berfokus pada proses pembelajaran dan hasil-hasil pembelajaran. Sedang Asesmen sumatif, terutama difokuskan pada hasil-hasil pembelajaran. Beberapa istilah untuk asesmen diantaranya: asesmen tradisional, asesmen autentik, asesmen alternatif, dan asesmen informal.

(13)

warganegara produktif setiap orang harus memiliki suatu kopetensi tertentu dari pengetahuan dan ketrampilan (3) Oleh karena itu sekolah harus mengajarkan kopetensi ketrampilan dan pengetahuan ini: (4) Untuk menentukan kopetensi itu sukses, kemudian sekolah menguji para siswa, untuk melihat apakah mereka memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Di dalam assesmen tradisional, kurikulum memandu penilaian. Kopetensi pengetahuan ditentukan lebih dulu. Pengetahuan itu menjadi kurikulum yang ditransferkan. Sesudah itu penilaian dikembangkan dan diatur untuk menentukan jika suatu saat kurikulum tersebut diterapkan.

Asesmen Alternatif (Alternative Assessment) Asesmen yang tidak melibatkan suatu tes baku dengan butir-butir asesmen tradisional. Asesmen alternatif memfokus pada pengukuran pengetahuan prosedural. Asesmen ini mencakup sejumlah prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang siswa ketahui, ia yakini, dan dapat ia lakukan. Asesmen ini memfokus pada pertumbuhan perorangan siswa dari waktu ke waktu dan menekankan pada kekuatan bukan kelemahan siswa. Pertimbangan diberikan pada gaya belajar perorangan siswa dan tingkat keterampilannya. Menurut Mertler, dalam Classroom Assessment: A Practical Guide for Educators, bentuk penilaian berdasarkan alat penilaian dalam asesmen alternative berupa asesmen kinerja (Performance Assessment), asesmen informal (informal assessment), observasi (Observation), penggunaan pertanyaan (Questioning), Presentasi (Presentation), diskusi (Discusions), Projek (Project) , investigasi atau penyelidikan (Investigation), Portofolio (Portofolio), Jurnal (Journal), Wawancara (Interview), Konferensi, dan Evaluasi diri oleh siswa (Self Evaluation).

(14)

kepada gambaran siswa yang lebih lengkap tentang kemajuan siswa. Panduan berikut ini direkomendasikan pada saat menggunakan pengamatan kelas untuk asesmen siswa:

 Gunakan ceklis atau perangkat criteria yang sama untuk seluruh siswa.  Amati setiap siswa beberapa kali dan pada waktu-waktu yang berbeda dari

hari-ke-hari.

 Amati tiap siswa dalam berbagtai ragam situasi.

 Evaluasi berbagai ragam keterampilan dan perilaku untuk tiap siswa.  Catat pengamatan dan evaluasi sesegera mungkin.

Asesmen autentik digunakan untuk mendeskripsikan berbagai macam format asesmen yang mencerminkan pembelajaran, hasil belajar, motivasi, dan sikap-sikap siswa terhadap kegiatan-kegiatan kelas yang relevan dengan pengajaran. Asesmen autentik melibatkan siswa dalam situasi dunia-nyata. Asesmen ini menyajikan tugas-tugas pemecahan-masalah yang mungkin dihadapi siswa di dalam atau di luar sekolah. Lebih dari itu, asesmen ini melibatkan siswa dalam inquiri dan proyek. Contoh-contoh asesmen autentik dapat meliputi pengamatan sehari-hari di kelas, proyek-proyek, atau tugas-tugas seperti mengisi lamaran kerja, menulis surat kepada sebuah perusahaan atau seorang politisi, atau menganalisis sebuah siaran televisi. Contoh-contoh asesmen autentik meliputi: 1) asesmen kinerja, 2) porto-folio, dan 3) asesmen-diri siswa.

Asesmen kinerja terdiri dari setiap bentuk asesmen dimana siswa menunjukkan atau mendemonstrasikan suatu response secara lisan, tertulis, atau menciptakan suatu karya. Response siswa tersebut dapat diperoleh guru dalam konteks asesmen formal atau informal atau dapat diamati selama pengajaran di kelas atau seting di luar pengajaran. Asesmen kinerja meminta siswa untuk “menye-lesaikan tugas-tugas kompleks dan nyata, dengan mengerahkan pengetahuan awal, pembelajaran yang baru diperoleh, dan keterampilan-keterampilan yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah realistik atau autentik.” Siswa mungkin diminta untuk menggunakan bahan-bahan atau melakukan kegiatan hands-on dalam mencapai pemecahan masalah-masalah. Contohnya adalah laporan-laporan lisan, contoh-contoh tulisan, proyek individual atau kelompok, pameran, atau demonstrasi. Beberapa karakteristik dari asesmen kinerja adalah sebagai berikut:

1. Menyusun Response: siswa menyusun suatu response, memberikan suatu response yang diperluas, terlibat dalam suatu pertunjukan, atau menciptakan suatu karya.

(15)

3. Keautentikan: tugas-tugas bermakna, menantang, dan melibatkan kegiatan yang mencerminkan pengajaran yang baik atau konteks dunia-nyata lain dimana siswa diharapkan untuk menggelutinya.

4. Keterpaduan: tugas-tugas tersebut menghendaki keterpaduan dari keteram-pilan bahasa, dan dalam beberapa hal, menghendaki keterpaduan penge-tahuan dan keterampilan-keterampilan lintas mata pelajaran.

5. Proses dan Produk: prosedur dan strategi untuk mendapatkan jawaban benar atau untuk mengeksplorasi alternatif pemecahan untuk tugas-tugas kom-pleks sering kali diases di samping produk atau jawaban “benar” tersebut.

6. Kedalaman vs Luas namun Dangkal: asesmen kinerja memberikan informasi mendalam tentang keterampilan atau ketuntasan seorang siswa bukan luasnya cakupan seperti yang diberikan oleh tes pilihan-ganda.

Asesmen portofolio merupakan suatu kumpulan sistematik karya siswa yang dianalisis untuk menunjukkan kemajuan siswa dari waktu ke waktu ditinjau dari pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Contoh karya yang dimasukkan ke dalam portofolio meliputi contoh-contoh tulisan, catatan harian bacaan, gambar-gambar, rekaman audio atau video, dan/atau komentar guru dan siswa atas kemajuan yang dibuat siswa. Salah satu fitur penting dari asesmen por-tofolio adalah keterlibatan siswa dalam pemilihan contoh-contoh karya mereka sendiri untuk menunjukkan perkembangan atau pembelajaran dari waktu ke waktu.

(16)

diperlukan, dan memberikan dukung-an kepada teman sebaya mereka. Akhirnya, self-regulated learners atau pebelajar mandiri memonitor kinerja mereka sendiri dan mengevaluasi kemajuan dan hasil belajar mereka sendiri. Asesmen-diri dan pengelolaan-diri merupakan inti jenis pembelajaran ini dan seharusnya merupakan suatu bagian keseharian dari pengajaran. (O’Malley & Pierce 1996, h. 4 & 5)

Tabel berikut memperjelas perbedaan antara asesmen yang biasa digunakan dengan asesmen autentik:

Tabel 1. Perbandingan Asesmen Tradisional dan Autentik

Asesmen Tradisional Asesmen Autentik

Memilih/Merespon: Siswa memililh jawaban, menentukan pilihan, dan menjawab dengan uraian.

Melaksanakan kegiatan:Siswa melakukan aktivitas yang

sesungguhnya sehingga memperoleh pengalaman belajar.

Dikondisikan: Akavitas siswa dikondisikan sesuai dengan keinginan penguji, seperti memilih jawaban yang dikodisikan guru.

Kenyataan Hidup: Guru menilai kenyataan yang sesungguhnya siswa lakukan pada kehidupan nyata dalam waktu pendek.

Mengingat/ Menyatakan:Siswa mengingat atau menyatakan informasi yang mereka kuasai.

Konstruksi/Aplikasi: Penilaian Autentik memperhatikan siswa menganalisis atau mengaplikasikan ilmu dalam proses berkreasi, berinovasi atau mencipta.. Struktur Dirancang Guru: Siswa

perlu berhati-hati untuk

mengembangkan struktur yang guru harapkan, memenuhi target seperti yang guru inginkan.

Struktur Prilaku Dikembangkan Siswa: Penilaian autentik memberi ruang kepada siswa mengembangkan konstruksi sesuai dengan

keinginannya Bukti Tidak Langsung: Dalam

penilaian tradisional melalui tes pilihan ganda, misalnya,

memperoleh bukti kompetensi siswa tidak langsung

Bukti Langsung: Dalam penilaian autentik guru memperoleh bukti langsung tentang perkembangan kompetensi yang ditunjukkan siswa secara langsung

JENIS-JENIS ASESMEN AUTENTIK

Pada Tabel 1 ditunjukkan berbagai macam asesmen, seperti in-terviu lisan, menceritakan kembali bacaan, contoh-contoh tulisan, dan sebaga-inya, serta pengamatan guru terhadap pengetahuan dan keterampilan siswa di kelas.

(17)

Asesmen Deskripsi Keuntungan

Interviu Lisan Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang kegiatan, bacaan, dan minat

 Konteks informal dan santai  Dilakukan dari hari ke hari dengan

tiap siswa

 Mencatat pengamatan pada suatu panduan interviu

Menceritakan kembali Cerita atau Bacaan

Siswa menceritakan kembali ide-ide pokok atau rincian tertentu dari bacaan yang dialami melalui mendengar atau membaca

 Siswa memproduksi laporan lisan  Dapat diskor pada komponen isi

atau bahasa

 Diskor dengan rubrik atau sejenis skala sikap (rating scale)

 Dapat menentukan pemahaman membaca, strategi membaca, dan pengembangan bahasa

Contoh-contoh

tulisan Siswa menghasilkan makalah naratif, ekspositori, persuasif, atau referensi

 Siswa menghasilkan dokumen tertulis

 Dapat diskor pada komponen isi atau bahasa

 Dapat diskor dengan rubrik atau rating scale

 Dapat menentukan proses-proses menulis

Proyek/Pameran Siswa menyelesaikan proyek, bekerja secara individual atau berpasangan

 Siswa membuat presentasi formal, laporan tertulis, atau dua-duanya  Dapat mengamati produk-produk

lisan atau tertulis dan keterampilan-keterampilan berfikir

 Dapat diskor dengan rubrik atau rating scale

Eksperimen/ Demonstrasi

Siswa eksperimen atau

menyelesaikan mendemonstrasikan penggunaan bahan

 Siswa membuat presentasi formal, laporan tertulis, atau dua-duanya  Dapat mengamati produk-produk

lisan atau tertulis dan keterampilan-keterampilan berfikir

 Dapat diskor dengan rubrik atau rating scale

Menyusun Butir-butir

Jawaban Siswa merespon dalam bentuk tulisanterhadap pertanyaan-pertanyaan open-ended

 Siswa menghasilkan laporan tertulis

 Biasanya diskor pada informasi substantif atau keterampilan-keterampilan berfikir

 Dapat diskor dengan rubrik atau rating scale

 Dapat diskor dengan rubrik atau rating scale

Portofolio

Memusatkan pada koleksi karya siswa untuk menunjukkan kemajuan dari waktu ke waktu

 Memadukan informasi dari sejumlah sumber

 Memberikan gambaran menyeluruh dari kinerja dan pembelajaran siswa

 Keterlibatan dan komitmen siswa yang kuat

 Menghimbau evaluasi-diri siswa (O’Malley & Pierce 1996, h. 11 & 12)

(18)

a. Tugas Otentik

Tugas otentik adalah suatu tugas yang meminta siswa melakukan atau menampilkannya dianggap otentik apabila:

1) siswa diminta untuk mengkonstruk respons mereka sendiri, bukan sekedar memilih dari yang tersedia;

2) tugas merupakan tantangan yang mirip (serupa) yang dihadapkan dalam (dunia) kenyataan sesungguhnya. Mungkin saja ada definisi yang lain.

Baron’s (Marzano, 1993) mengemukakan lima kriteria task untuk penilaian otentik, yaitu:

1) tugas tersebut bermakna baik bagi siswa maupun bagiguru; 2) tugas disusun bersama atau melibatkan siswa;

3) tugas tersebut menuntut siswa menemukan dan menganalisis informasi sama baiknya dengan menarik kesimpulan tentang hal tersebut;

4) tugas tersebut meminta siswa untuk mengkomunikasikan hasil dengan jelas; 5) tugas tersebut mengharuskan siswa untuk bekerja atau melakukan.

Anonymous (2005) mengemukakan dua hal yang perlu dipilih dalam menyiapkan tugas dalam penilaian otentik, yaitu: keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities). Selanjutnya anonymous mengungkapkan lima dimensi yang perlu dipertimbangkan pada saat menyiapkan task yang otentik pada pembelajaran sains:

1) Pertama, length atau lama waktu pengerjaan tugas. 2) Kedua, jumlah tugas terstruktur yang perlu dilalui siswa.

3) Ketiga, partisipasi individu, kelompok atau kombinasi keduanya. 4) Keempat, fokus penilaian: pada produk atau pada proses.

5) Kelima, keragaman cara-cara komunikatif yang dapat digunakan siswa untuk menunjukkan kinerjanya.

b. Tipe Tugas Otentik

Tugas-tugas penilaian autentik dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. 1) computer adaptive testing (tidak berbentuk tes obyektif), yang menuntut 2) peserta tes dapat mengekspresikan diri untuk dapat menunjukkan tingkat 3) kemampuan yang nyata;

4) tes pilihan ganda diperluas, dengam memberikan alasan terhadap jawaban 5) yang dipilih;

6) extended response atau open ended question juga dapat digunakan; 7) group performance assessment (tugas-tugas kelompok) atau individual 8) performance assessment (tugas perorangan);

9) interviu berupa pertanyaan lisan dari asesor; 10) (vi).observasi partisipatif;

11) portofolio sebagai kumpulan hasil karya siswa; 12) projek, expo atau demonstrasi;

(19)

c. Kriteria Penilaian (Rubrics)

Sebagaimana telah diungkapkan bahwa penilaian otentik atau penilaian berbasis kinerja terdiri dari tasks dan rubrics. Rubrik merupakan alat pemberi skor yang berisi daftar kriteria untuk sebuah pekerjaan atau tugas (Andrade dalam Zainul, 2001:19). Rubrik dapat berupa rubrik deskriptif, holistik dan skala persepsi . Secara singkat scoring rubrics terdiri dari beberapa 4 komponen,

1) dimensi

Dimensi akan dijadikan dasar menilai kinerja siswa

2) definisi dan contoh

Definisi dan contoh merupakan penjelasan mengenai setiap dimensi. 3) skala

Skala ditetapkan karena akan digunakan untuk menilai dimensi 4) standar

standar ditentukan untuk setiap kategori kinerja

Walaupun suatu rubrik atau scoring rubrics sudah disusun sebaik-baiknya, tetapi harus disadari bahwa tidak mungkin rubrik yang sudah disusun itu sempurna atau satu-satunya kriteria untuk menilai kinerja siswa dalam bidang tertentu. Dari satu tugas bisa saja disusun lebih dari satu rubrik. Oleh karena itu perlu pula dikembangkan alat untuk menilai suatu rubrik. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai suatu rubrik (Zainul, 2001:29-30).

1) Seberapa jauh rubrik tersebut (jelas) berhubungan langsung dengan kriteria yang dinilai?

2) Seberapa jauh rubrik tersebut mencakup keseluruhan dimiensi kinerja yang dinilai?

3) Apakah kriteria yang dipilih sudah menggunakan standar yang secaraumum berlaku dalam bidang kinerja yang dinilai?

4) Sejauh mana dimensi & skala yang digunakan terdefinisi dengan baik?

5) Jika menggunakan skala numeric sejauh mana angka-angka yang digunakan itu memang secara adil telah menggambarkan perbedaan dari setiap kategori kinerja?

6) Seberapa jauh selisih skor yang dihasilkan oleh rater yang berbeda? 7) Apakah rubrik yang digunakan dipahami oleh siswa?

8) Apakah rubrik cukup adil dan bebas dari bias?

(20)

d. Deskriptor dan Level Kinerja

Rubrik di atas melibatkan komponen lain yang umum digunakan dalam penilaian otentik atau penilaian berbasis kinerja, yaitu deskriptor. Deskriptor mengeksplisitkan tingkat kinerja siswa pada masing-masing level dari suatu penampilan. Contohnya seperti rumusan standar minimal dalam perumusan tujuan pembelajaran khusus. Deskriptor digunakan untuk memperjelas harapan atau aspek yang dinilai. Selain itu descriptor juga membantu penilai (rater) lebih konsisten dan lebih obyektif. Bagi guru yang melaksanakan penilaian otentik, deskriptor membantu memperoleh umpan balik yang lebih baik.

BAGAIMANAKAH MENYIAPKAN ASESMEN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MEWUJUDKAN GENERASI EMAS YANG KOLABORATIF,

KOOPERATIF, KOMPETITIF DAN BERKARAKTER?

Hibbard (1995) menyatakan asesmen autentik merupakan: a. suatu realistik yang terkait dengan tujuan pendidikan sains

Komponen utama program pendidikan bertujuan: (1) menanamkan konsep dan informasi; (2) mengembangkan proses ilmiah, seperti eksperimen, membuat keputusan, membangun model, dan penemuan mesin; (3) mengembangkan keterampilan memecahkan masalah yang melibatkan ilmu pasti dan informasi untuk mendukung metode ilmiah; (4) mengembangkan keterampilan komunikasi untuk membantu siswa menanamkan hal-hal lain secara efektif apa yang mereka telah pelajari atau apa yang menjadi saran mereka sebagai solusi masalah; (5) menanamkan kebiasaan bekerja dengan baik, seperti bertanggungjawab secara individu, keterampilan bekerja sama, tekun, memperhatikan keakuratan dan kualitas, jujur, memperhatikan keamanan, dan rapi.

b. suatu sistem untuk menilai proses dan produk

(21)

c. Sebagai parner tes tradisional

Kadang-kadang tes tradisional digunakan untuk menjamin bahwa siswa telah cukup memiliki informasi akurat untuk menggunakan asesmen kinerja. Dilain pihak, asesmen kinerja digunakan sebagai strategi untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

Pembelajaran Fisika salah satu dari Pendidikan sains. Dalam pembelajaran

Fisika menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dan agar penguasaan

sikap, pengetahuan, serta keterampilan terbentuk pada diri peserta didik

dalam memecahkan masalah secara ilmiah. Pembelajaran Fisika menurut

Kurikulum 2013 menjadikan peserta didik sebagai pusat pembelajaran

dikembangkan melalui pendekatan saintifik. Kemendikbud (2013)

menjelaskan bahwa, “Pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang

mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui

metode ilmiah”. Pembelajaran Fisika dengan pendekatan saintifik

dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam

mengenal dan memahami berbagai materi Fisika bisa bersumber darimana

saja, kapan saja, dan tidak tergantung dari informasi yang diberikan guru

saja.

Pembelajaran Fisika dengan pendekatan saintifik dengan penilaian autentik mendorong peserta didik untuk aktif mencari tahu, bukan diberi tahu (Majid, 2014). Berdasarkan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, pendekatan saintifik dikenal dengan istilah 5M meliputi lima tahap pengalaman pembelajaran yaitu tahap mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan. Pendekatan saintifik merupakan implementasi upaya Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), tentang pendidikan Indonesia abad ke-21 yang dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul “PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD ke-21”. Buku ini disusun oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu topik yang dibahas dalam buku ini adalah tentang perubahan paradigma pembelajaran pada Abad ke-21 sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini:

1. Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa

(22)

guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya.

2. Dari satu arah menuju interaktif

Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas

semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.

3. Dari isolasi menuju lingkungan jejaring

Jika dahulu siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka sekarang ini yang bersangkutan dapat

menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.

4. Dari pasif menuju aktif-menyelidiki

Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan cara memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.

5. Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata

Jika dahulu contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.

6. Dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim

Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan saat ini adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu.

7. Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan

Jika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih benar-benar ilmu atau materi

yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara

sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang diberikan). 8. Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru

Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam

menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini seluruh panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

9. Dari alat tunggal menuju alat multimedia

Jika dahulu ilmu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia – baik yang bersifat konvensional maupun moderen.

10. Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif

(23)

11. Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan

Jika dahulu seluruh siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau keunikan potensi yang dimilikinya

12. Dari usaha sadar tunggal menuju jamak

Jika dahulu siswa harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan saat ini justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing individu

13. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak Jika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi pandang ilmu, maka saat ini konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.

14. Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan

Jika dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka

sekarang ini siswa diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnyamasing-masing.

15. Dari pemikiran faktual menuju kritis

Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang ini harus dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya.

16. Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan

Jika dahulu yang terjadi di dalam kelas adalah “pemindahan” ilmu dari guru ke siswa, maka dalam abad moderen ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan sesamanya

Langkah-langkah Menciptakan Penilaian Otentik

Siswa diminta menampilkan sejumlah tugas dalam dunia sesungguhnya yang memperlihatkan aplikasi keterampilan dan pengetahuan yang esensial dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(24)

ambigu dan tidak rancu, tidak terlalu luas atau terlalu sempit, mengarahkan pembelajaran dan melakukan penilaian.

Langkah 2 Memilih suatu tugas otentik

Dalam memilih tugas otentik, pertama-tama kita perlu mengkaji standar yang kita buat, dan mengkaji kenyataan (dunia) sesungguhnya. Misalnya daripada meminta siswa menyelesaikan soal pecahan, lebih baik kita siapkan tugas memecahkan masalah yang terjadi dikehidupan sehari-hari.

Langkah 3 Mengidentifikasi Kriteria untuk tugas (tasks)

Kriteria tidak lain adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik pada sebuah tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan apakah indikator-indikator tersebut sekuensial (memerlukan urutan) atau tidak. a. Contoh-contoh kriteria

Contoh sejumlah indikator dalam urutan (mengamat dengan mikroskop): 1. Mengatur pencahayaan melalui penggunaan cermin;

2. Menempatkan obyek di atas lubang pada meja mikroskop;

3. Mengatur posisi lensa obyektif (perbesaran rendah) tepat di atas lubang 4. dengan obyek tersebut dengan jarak kira-kira setengah sentimeter di atasnya; 5. Menempatkan salah satu mata (dengan kedua mata terbuka) pada lensa 6. okuler sambil memutar pengatur kasar ke belakang;

7. Mengatur penempatan obyek sambil tetap melihat di bawah mikroskop; 8. Memutar revolver yang merupakan tempat melekatnya lensa obyektif

9. sehingga lensa obyek berukuran lebih tinggi tepat di atas obyek yang sedang diamati;

10. Memutar pengatur halus perlahan-lahan dengan mata tetap mengamati melalui lensa okuler; 11. Memperlihatkan obyek yang sudah ditemukan (atau menggambar obyek yang ditemukan).

Contoh sejumlah indikator dalam urutan (menggunakan thermometer):

1. Mengeluarkan thermometer dari tempat dengan memegang bagian ujung termometer yang tak berisi air raksa

2. Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya 3. Memasang termometer pada psien ( dimulut atau diketiak ) sehingga bagian

yang berisi air raksa terkontak dengan tubuh pasien

4. Menunggu beberapa menit ( membiarkan termometer menempel ditubuh pasien selama beberapa menit ).

5. Mengambil termometer dari tubuh pasien, dengan memegang bagian ujung termometer yang tidak berisi air raksa.

(25)

1. ketepatan kalkulasi;

2. ketepatan pengukuran pada model skala; 3. label-label pada model skala;

4. organisasi kalkulus; 5. kerapihan menggambar;

6. kejelasan keterangan/eksplanasi. b. Karakteristik suatu kriteria yang baik

Kriteria yang baik antara lain adalah sebagai berikut. 1. dinyatakan dengan jelas, singkat;

2. pernyataan tingkah laku, dapat diamati; 3. ditulis dalam bahasa yang dipahami siswa. c. Jumlah Kriteria untuk sebuah task

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

1. batasi jumlah kriteria, hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas (antara 3-4, di bawah 10);

2. tidak perlu mengukur setiap detil tugas;

3. Kriteria yang lebih sedikit untuk tugas-tugas yang lebih kecil atau sederhana. Contoh tes singkat atau kuis diberikan berikut ini sebagai latihan

Tugas 1: Tuliskan tiga kriteria bagi seorang petugas laboratorium yang baik Tugas 2: Tuliskan empat kriteria berlakunya hukum Newton

Tugas 3: Tuliskan tiga kriteria presentasi lisan yang baik.

Langkah 4 Menciptakan standar kriteria atau rubrik (rubrics)

a. Menyiapkan suatu rubrik analitis

Dalam rubrik tidak selalu diperlukan deskriptor. Deskriptor merupakan karakteristik perilaku yang terkait dengan level-level tertentu, seperti observasi mendalam, prediksinya beralasan, kesimpulannya berdasarkan hasil observasi.

b. Menyiapkan suatu rubrik yang holistic

Dalam rubrik holistic, dilakukan pertimbangan seberapa baik seseorang telah menampilkan tugasnya dengan mempertimbangkan kriteria secara kese-luruhan. Sebagai contoh, dalam praktikum dapat disiapkan rubrik keseluruhan sebagai berikut.

c. Mencek rubrik yang telah dibuat

(26)

yang telah kita siapkan. Ada baiknya kita juga memeriksa atau mencek apakah rubrik tersebut dapat dikelola dengan mudah. Bayangkan penampilan atau kinerja siswa ketika sedang melakukannya.

2. Contoh Iplementasi Penilaian Otentik untuk Pembelajaran Fisika

Contoh ketrampilam membuat grafik.

Tujuan pembuatan grafik untuk menunjukkan perbandingan, informasi yang kualitatif dengan cepat dan sederhana. Data-data dalam bentuk uraian deskriptif yang ruwet dan juga kompleks bisa disederhanakan dengan menggunakan grafik. Jadi, jika sebuah grafik sulit dibaca atau dipahami berarti akan kehilangan manfaatnya yang berharga.

Fungsi grafik yaitu untuk menggambarkan data-data dalam bentuk angka (data kuantitatif) secara teliti dan menerangkan perkembangan serta perbandingan suatu obyek ataupun peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas. Jadi dapat disimpulkan fungsi grafik:

1. Menggambarkan data kuantitatif dengan teliti.

2. Menerangkan perkembangan, perbandingan suatu obyek ataupun peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas. Grafik disusun berdasarkan prinsip-prinsip matematika dengan menggunakan data-data yang komparatif.

untuk jelasnya pertama di buat matrik keterangan setiap langkah

Langkah Keterangan Contoh

Langkah 1Menentukan capaian

kemampuan akhir

Ditulis dalam pernyataan singkat yang harus diketahui atau mampu dilakukan siswa pada poin tertentu.

Agar operasional, rumusan standar hendaknya dapat diobservasi dan dapat diukur

Siswa mampu membuat grafik dengan benar

Langkah 2 Memilih suatu tugas otentik

Mengkaji standar yang kita buat, dan mengkaji kenyataan (dunia) sesungguhnya.

Menyiapkan tugas memecahkan masalah yang terjadi dikehidupan sehari-hari.

Menentukan nilai komponen tahanan melalui grafik

Langkah 3 Mengidentifikasi Kriteria untuk tugas (tasks)

Kriteria adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik padasebuah tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikanapakah indikator-indikator tersebut

1. Jenis grafik yang digunakan sesuai.

(27)

sekuensial (memerlukan urutan) atau tidak. Kriteria yang baik antara lain adalah:.

 dinyatakan dengan jelas, singkat

 pernyataan tingkah laku, dapat diamati;

 ditulis dalam bahasa yang dipahami siswa

Jumlah kriteria untuk setiap tugas

 batasi jumlah kriteria, hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas (antara 3-4, di bawah 10);

 tidak perlu mengukur setiap detil tugas;

 Kriteria yang lebih sedikit untuk tugas-tugas yang lebih kecil atau sederhana

3. Digunakan skala yang sesuai pada tiap sumbu bergantung pada rentang data untuk sumbu tersebut.

4. Ada judul utama untuk grafik tersebut, yang dengan jelas menyatakan hubungan antara sumbu-sumbu grafik tersebut.

5. Sumbu-sumbu grafik dilabel dengan jelas.

6. Variabel bebas diletakkan pada sumbu X dan variabel tak-bebas pada sumbu Y.

7. Data tersebut diplot secara cermat.

8. Warna, textur, label, atau fitur lain digunakan untuk membuat grafik tersebut lebih mudah dibaca.

9. Grafik tersebut rapi dan disajikan dengan baik.

Langkah 4 Menciptakan standar kriteria atau rubrik (rubrics)

Menyiapkan suatu rubrik analitis dan atau rubrik yang holistic

Mencek rubrik yang telah dibuat

Asesmen diri peserta didik

Seberapa baik seseorang telah menampilkan tugasnya dengan mempertimbangkan kriteria secara keseluruhan Rubrik yang telah dibuat sebaiknya kita meminta kepada rekan kerja sesama guru untuk mereviunya, atau meminta siswa mengenai kejelasannya

Nama (Kelompok): ____________________ Kelas: ___________ Tgl: ___________ TUGAS: Membuat Graf

Alat dan Bahan: tidak memerlukan alat

(28)

Data Hasil pengukuran Reza untuk tegangan (v), arus (i) dari rangkaian seperti pada gambar disajikan dalam bentuk tabel

Jml

Batray Voltase(Volt) Arus(mA)

1 1.5 30

2 3 60

3 4.5 90

4 6 120

5 7.5 150

6 9 180

Prosedur

1. Berikan tabel data di atas kepada peserta didik.

2. Tugaskan peserta didik untuk menyajikan data dalam tabel tersebut dalam bentuk grafik.

3. Tentukan tahanan (R) dari garafik yang di peroleh

Format Penilaian: Asesmen-diri Membuat Grafik

Rincian Tugas Asesmen Membuat Grafik

Skor Asesmen Skor yang

mungkin diberikan

Skor yang diberikan Sendiri Guru

1. Jenis grafik yang digunakan sesuai. 5 1. Digunakan titik awal dan interval yang sesuai untuk tiap

sumbu grafik.

5

2. Digunakan skala yang sesuai pada tiap sumbu bergantung

pada rentang data untuk sumbu tersebut. 5

3. Ada judul utama untuk grafik tersebut, yang dengan jelas menyatakan hubungan antara sumbu-sumbu grafik tersebut.

5

4. Sumbu-sumbu grafik dilabel dengan jelas. 5

5. Variabel bebas diletakkan pada sumbu X dan variabel

tak-bebas pada sumbu Y. 15

6. Data tersebut diplot secara cermat. 15

7. Warna, textur, label, atau fitur lain digunakan untuk membuat grafik tersebut lebih mudah dibaca.

10

8. Grafik tersebut rapi dan disajikan dengan baik 15 9. Nilai tahanan dapat dengan mudah ditentukan dari grafik 20

(29)

Nama (Kelompok): ____________________ Kelas: ___________ Tgl: ___________ Lembar Penilaian : Merencanakan Eksperimen

Alat dan Bahan: Tidak memerlukan alat dan bahan

Prosedur

1. Rumuskan sebuah hipotesis, misalnya “Apabila kita turun ke bawah permukaan air, maka tekanan akan semakin tinggi.”

2. Tugaskan siswa untuk merencanakan eksperimen untuk menguji hipotesis tersebut.

Asesmen-diri Merencanakan Eksperimen

Rincian Tugas Asesmen Merencanakan Eksperimen

Skor Asesmen

Skor yang mungkin diberikan

Skor yang diberikan

Sendiri Guru

1. Rancangan eksperimen menguji hipotesis tersebut. 2. Variabel bebas diidentifikasi dengan jelas.

3. Variabel tak-bebas diidentifikasi dengan jelas. 4. Beberapa variabel kontrol diidentifikasi dengan jelas. 5. Rancangan tersebut memasukkan kontrol.

6. Definisi operasional variabel bebas dirumuskan dengan benar.

7. Definisi operasional variabel manipulasi dirumuskan dengan benar.

8. Diberikan daftar lengkap kebutuhan alat dan bahan.

10

5 5 20 10 20 20

10

(30)

Nama: ________________________ Tgl: ________________ Kls: ___________

Asesmen Kinerja

Lembar Penilaian : Merencanakan Eksperimen

Alat dan Bahan: Sesuai dengan kreatifnya

Tugas

Kamu dapat melakukan eksperimen sederhana untuk menguji hukum Charles

hanya dengan menggunakan balon-balon dan air pada temperatur yang berbeda. Gunakan petunjuk berikut ini, namun kamu dapat mencari caramu sendiri untuk memperhalus eksperimen tersebut dan untuk mendapatkan informasi lebih rinci dari penelitian yang kamu lakukan.

1. Siapkan tiga balon kecil bulat dengan ukuran sama dan tiuplah ketiga balon tersebut sampai terasa cukup. Balon-balon tersebut hendaknya memiliki bentuk tertentu, namun jangan sampai ditiup maksimum.

Bagaimana kamu dapat mengukur volume udara yang terdapat di dalam tiap-tiap balon tersebut?

__________________________________________________________________________

__________________________________________________________________________

__________________________________________________________________________ 2. Letakkan satu balon tersebut dalam sebuah wadah dan isilah wadah

tersebut dengan air pada temperatur kamar sehingga balon tersebut seluruhnya terendam. Mengapa kamu seharusnya tidak memegang balon tersebut di bawah air dengan tanganmu? Bagaimana kamu dapat

mempertahankan balon tersebut tetap berada dalam kedudukannya di bawah air?

__________________________________________________________________________

__________________________________________________________________________ 3. Ulangilah langkah 2 dan 3 dengan menggunakan air es dan ulangi lagi

dengan air panas. Ukurlah temperatur air dan balon tersebut secermat mungkin. Seberapa dekat hasil-hasilmu cocok dengan hasil-hasil yang diramalkan oleh hukum Charles? Mengapa seharusnya hasil-hasilmu dengan air panas lebih baik daripada dengan air dingin? Perubahan apa yang dapat kamu lakukan dalam prosedur eksperimen

untuk mendapatkan hasil-hasil yang lebih cermat?

(31)

__________________________________________________________________________

__________________________________________________________________________

__________________________________________________________________________

Format Penilaian: Asesmen-diri Merencanakan Eksperimen

Rincian Tugas Asesmen Merencanakan Eksperimen

Skor Asesmen

Skor yang mungkin diberikan

Skor yang diberikan

Sendiri Guru

Rancangan eksperimen menguji mengukur volume udara yang terdapat di dalam tiap-tiap balon.

Alasan mengapa tidak memegang balon tersebut di bawah air dengan tangan

Aladan Bagaimana mempertahankan balon tersebut tetap berada dalam kedudukannya di bawah air

4. Seberapa dekat hasil-hasilmu cocok dengan hasil-hasil yang diramalkan oleh hukum Charles? 5.

6. Alasan Mengapa seharusnya hasil-hasilm dengan air panas lebih baik daripada dengan air dingin? 7.

8. Perubahan apa yang dapat kamu lakukan dalam prosedur eksperimen untuk mendapatkan hasil-hasil yang lebih cermat?

Diberikan daftar lengkap kebutuhan alat dan bahan.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Berlak, B. Newmann, F.M., Adams, E., Archbald, D.A., Burgess, T., Raven, J., & Romberg T.A. (1992). Toward a New Science of Educational Testing and Assessment. Albany: State University of New York Press.

O’Malley, J.M., Pierce, L.V. 1996. Authentic Assessment for English Language Learners Practical Approaches for Teachers. Printed in the United States of America: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Assessment in The Science Classroom. New York: Glencoe/McGraw-Hill. ISBN 0-07-825453-1. Gronlund, N.E. (1998). Assessment of Student Achievement. 6th ed. Boston:

Allyn and Bacon.

Hibbard, K. Michael. 1995. Performance Assessment in the Science Classroom. New York: Glencoe McGraw-Hill.

Herman, J.L., Aschbacher, P.R., & Winters, L. (1992). A Practical Guide to Alternative Assessment. Alexandria: ASCD.

M.Nur (2010) Makalah presentasi di Universitas Negeri Padang, UNESA Marzano, R.J., et al. (1994). Assessing Student Outcomes: Performance

Assessment Using the Five dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Mueller, J. (2006). Authentic Assessment. North Central College. Tersedia: http://jonatan.muller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisist.htm

Popham, W. J. (2005). Classroom Assessment: What Teachers Need to Know. Fourth edition. Boston: Allyn and Bacon.

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Macmillan College Publishing Company.

Wiggins, G. (2005). Grant Wiggins on Assessment. Edutopia. The George Lucas Educational Foundation (online). Available: http://www.glef.org.

Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. Applied Approach Mengajar di

Perguruan Tinggi. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk peningkatan dan pengembangan aktivitas instruksional. Ditjen Dikti Depdiknas.

Hart, D. 1994. Authentic Asesment: A Handbook for Educator. California: AddisonWesley Publishing Company.

http://www.cast.org/ncac/AnchoredInstruction1663.cfm.

http://www.lubisgrafura.wordpress.com/.../portofolio-sebagai-asesmen-otentik. Diakses dari internet pada tanggal 24 September 2014.

Johnson, D.W. & Johnson R.T (2002). Meaningful Assesment. Boston: Allyn and Bacon.

Sumarna Supranata dan Mohammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum. Bandung: Rosdakarya.

Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah (2004). Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Ganesindo.

A.Atmadi dan Y. Setiyaningsing (editor) (2000). Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga.. Yogyakarta: Kanisius.

Conny R. Semiawan (1999). Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan

Delors,Jacques (Editor) (1998). Education for the Twenty-Firt Century: Issues and Prospects. Paris: UNESCO Publishing.

(33)

Gambar

Tabel 1.  Perbandingan Asesmen  Tradisional dan Autentik
grafik tersebut, yang dengan
Grafik tersebut rapi dan disajikan dengan baik

Referensi

Dokumen terkait

seleksi bahan pustaka di UPT perpustakaan melalui Judul bahan perpustakaan yang dikirimkan dari fakultas yang sudah melalui proses seleksi, Judul-judul Bahan

Robbins (2008,p.56) m engemukakan “Karakteristik individu antara lain meliputi usia, gender, ras, dan masa kerja dalam organisasi yang diperoleh secara mudah dan objektif

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulisan tugas akhir yang berjudul

Berdasarkan pengujian dan analisis data tentang integrasi dan implikasi portofolio diversifikasi terdapat hubungan intergrasi dalam keseimbangan jangka panjang (kointegrasi)

Makna luas dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya memiliki makna luas (generik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik) karena dibatasi, antara lain

Jumlah saham yang ditawarkan 151.854.000 Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal Rp 100,- (seratus rupiah) setiap saham.. Penjamin Pelaksana

Adapun dalam penelitian ini peneliti akan mengasumsikan bahwa penelitian tentang penerapan metode SQ3R ini hasilnya nanti akan membawa pada hasil yang positif,

[r]