Pengaruh Suspensi Bubuk Kedelai Kuning terhadap Struktur Histologik
Ginjal Tikus Diabetik Diinduksi Streptozotocin
The Effects of Yellow Soybean Powder Suspended on Histological Structure of
The Kidney in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats
Ika Fidianingsih
Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Email: ikafidy@yahoo.com
Abstrak
Insidensi Diabetes Mellitus (DM) terus meningkat dan menjadi epidemik. DM merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ termasuk ginjal. Belakangan ini komponen bahan aktif kedelai kuning diduga berefek antikarsinogenik, antioksidan, antidiabetik, antilipidemik dan mencegah kerusakan sel ginjal. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek kedelai kuning terhadap perbaikan struktur ginjal berdasar pengamatan histologi pada tikus DM diinjeksi streptozotocin. Tigapuluh ekor tikus wistar sehat, dibagi 5 kelompok. Kelompok 1 adalah kelompok kontrol, tikus tidak mendapat perlakuan, kelompok 2 adalah tikus diabetik, tanpa pemberian kedelai, kelompok 3, 4 dan 5 adalah kelompok tikus diabetik dan diberi suspensi bubuk kedelai kuning berturut-turut 200, 400 dan 800 mg/kgBB tikus/hari selama 28 hari. Diabetes dinduksi streptozotocin 60mg/kg BB tikus. Sampel jaringan ginjal dibuat preparat histologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Perbedaan tingkat kerusakan ginjal antar kelompok dianalisis One Way Anova. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat kerusakan ginjal kelompok tikus DM diberi kedelai 200, 400 dan 800mg/kgBB tikus/hari berturut-turut 2,87%±3,4; 1,68%±1,5; 1,80%±1,2; lebih sedikit dibanding tikus DM yang tidak diberi kedelai sebesar 6,35%±3,3. Terdapat perbedaan bermakna pemberian kedelai 400mg/kgBB/hari dengan kelompok tikus yang tidak diberi kedelai (p<0,05). Disimpulkan bahwa kedelai kuning dosis 400 mg/kg berat badan berpengaruh terhadap perbaikan kerusakan organ ginjal tikus diabetik.
Kata kunci: kedelai, diabetes melitus, kerusakan ginjal
Abstract
The incidence of Diabetes mellitus (DM) has increased persistently and is becoming an epidemic. DM is an important risk factor for cardiovascular disease include . Soybeans have been shown anticarcinogenic effect, antioxidant, antidiabetic, antilipidemic and prevent renal cell damage. This study investigated the preventive effect of yellow soybeans against renal damage based on histological obser-vations in diabetic rats. Thirty healthy rats were divided into five groups including normal control, diabetic control, treated soybean 200, 400 and 800 mg/kg body weight/day, with six rats in each group. Diabetes was induced in male wistar rats using streptozotocin (60 mg/kg body weight). Soybeans were given orally for 28 days. Kidney samples from each group were prepared for histological assessment and stained with Hematoxylin and Eosin. Renal damage difference between groups were analyzed using One Way Anova The histological renal of diabetic rats group showed more damage (6.35% ±3.30) than groups of soybeans treated (3.4±2.87%; 1.68% ±1.5; 1.80% ±1.2 for respectively 200mg, 400mg, 800mg/ kg body weight/day. There were significant differences (p<0.05) between diabetic control group and 400 soybean group. The conclusion is yellow soybean at a dose of 400mg/kg body weight affect the repair of diabetic rats kidney damage.
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit
dege-neratif yang jumlahnya terus meningkat dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2000 jumlah penderita DM
di Indonesia sebanyak 8,4 juta orang, tahun 2006
sebanyak 14 juta orang dan pada tahun 2030
diperkirakan mencapai 21,3 juta orang.1,2
Menurut American Diabetes Association
(ADA)3, DM adalah penyakit metabolik dengan
ka-rakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelain-an sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-dukelain-anya.4
DM merupakan penyakit yang bersifat kronis dan
memerlukan pengelolaan seumur hidup. Penyakit
ini dapat menimbulkan komplikasi ke berbagai
or-gan seperti mata, ginjal, neuropati, dan penyakit
kardiovaskuler jika tidak dikelola dengan baik.5
Komplikasi DM terhadap kerusakan ginjal
insi-densinya cukup tinggi yaitu terjadi pada 24% pasien
di Medan, 25% di Amerika dan Eropa.6,7 Jumlah
penderita DM dengan komplikasi ginjal juga
me-ningkat. Pada tahun 1981 tercatat 6,1% pasien DM
menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dan pada tahun 1990 menjadi
21,3%.5 Diabetes melitus dengan kerusakan ginjal
selain memerlukan biaya perawatan yang tinggi
ju-ga menyebabkan kematian 37 kali lebih sering dari
pada DM tanpa komplikasi.8
Selama ini pengelolaan diabetes melitus
di-lakukan dengan kombinasi perencanaan makanan,
latihan jasmani, pemberian obat hipogligemik, dan
injeksi insulin. Pemberian obat hipoglikemik oral
selama ini dapat mengendalikan kadar gula darah,
akan tetapi memiliki keterbatasan yaitu efikasinya
akan hilang setelah digunakan lebih dari 5 tahun.
Obat hipoglikemik oral dan injeksi insulin juga harus
digunakan secara hati-hati karena dosis yang
ber-lebihan dapat menimbulkan hipoglikemi.9,10
Bebe-rapa obat hipoglikemik golongan thiazolidinedione
seperti tiroglitazone juga dapat menimbulkan
hepatotoksis atau kerusakan jaringan ginjal.11
Bahan-bahan alami dan makanan yang biasa
di konsumsi sehari-hari telah banyak digunakan
oleh masyarakat sejak dulu untuk mengobati suatu
penyakit. Berbagai bahan alam dapat digunakan
sebagai komplemen dalam pengobatan diabetes
karena memiliki kemampuan meningkatkan
akti-fitas sel beta pankreas, inhibitor alfa glukosidase,
mengandung isoflafon yang berefek
hipokoles-ter-olemia, antioksidan, dan menghalangi penyerapan
glukosa usus. Belakangan ini komponen bahan
aktif dari kebanyakan tumbuhan yang mengandung
senyawa bioaktif seperti glikosida, alkaloid,
terpe-noid, flavoterpe-noid, dan karetenoid mempunyai aktifitas
antidiabetik. Salah satu dari tumbuhan yang
me-ngandung bahan tersebut adalah kedelai.12
Kedelai terutama kedelai kuning (Glycine max
L. Merr) adalah salah satu makanan sumber
pro-tein nabati yang penting di Indonesia. Kedelai
ku-ning berharga murah, biasa dimakan sehari-hari,
bergizi tinggi, mudah dalam pengolahannya, tahan
lama dan mudah dimodifikasi.13 Isoflavon yang
ter-kandung dalam kedelai berefek antikarsinogenik,
antioksidan, antidiabetik dan antilipidemik.14
Bebe-rapa penelitian menunjukkan kedelai dapat berefek
positif pada ginjal 15,16,17 tetapi penelitian lain
menyatakan sebaliknya.18
Berdasar latar belakang diatas, peneliti ingin
mengetahui efek kedelai kuning terhadap
perbaik-an struktur ginjal berdasar pengamatperbaik-an histologi
pada tikus DM yang diinjeksi streptozotocin.
Apabila kedelai kuning dapat memperbaiki
peneliti-an ini dapat mendukung penelitipeneliti-an sebelumnya
bahwa selain dapat bersifat antidiabetik, kedelai
juga sekaligus mengurangi komplikasi diabetik
yaitu kerusakan ginjal. Kedelai sebagai obat
dia-betes melitus akan meningkatkan kenyamanan
pa-sien karena biasa dikomsumsi sehari-hari dan
mu-rah, sehingga dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas DM.
BAHAN DAN CARA
Rancangan penelitian merupakan penelitian
eksperimental, dengan subyek penelitian adalah
tikus putih (Rattus novergicus) jantan, galur Wistar,
umur 12-16 minggu dengan berat badan 174 - 312
gram. Tikus sebanyak 30 ekor dibagi menjadi 5
kelompok yaitu I. Kelompok kontrol normal, tanpa
perlakuan apapun, II. Kelompok kontrol negatif,
tikus diabetik tanpa pemberian kedelai, III.
Kelom-pok kedelai, tikus diabetik yang diberi kedelai 200
mg/kg BB, IV. Kelompok kedelai, tikus diabetik yang
diberi kedelai 400 mg/kg BB dan V. Kelompok
kede-lai, tikus diabetik yang diberi kedelai 800 mg/kg BB.
Pada 7 hari pertama tikus diadaptasikan dalam
kandang pemeliharaan, dengan 12 jam terang dan
12 jam gelap, hewan coba diberi pakan standar
pe-let dan air. Pakan standar dan air juga diberikan
se-terusnya pada semua kelompok sampai hari ke-38.
Pada hari ke-8, setelah tikus adaptasi,
strep-tozotocin diberikan sebanyak 60mg/kg BB tikus
dilarutkan dengan buffer sitrat dan diinjeksi secara
peritoneal pada kuadran kiri abdomen. Sebelum
injeksi streptozotocin dan setelah 3 hari injeksi
streptozotocin dilakukan pengukuran kadar gula
darah untuk memastikan tikus telah mengalami
dia-betes dengan peningkatan kadar gula darah >
200mg/dl.
Kedelai kuning yang digunakan dalam
peneliti-an ini adalah kedelai kuning ypeneliti-ang biasa dikonsumsi
masyarakat yaitu kedelai kuning yang diperoleh
dari pasar tradisional. Kedelai kuning dicuci
kemu-dian dikeringkan, setelah kering digiling supaya
halus. Suspensi dibuat dengan menambahkan
bu-buk kedelai kuning yang telah halus dengan
akuades.
Pada hari ke-11, kelompok tikus III, IV, dan V
diberi kedelai sebanyak 200mg/kgBB/hari, 400mg/
kgBB/hari dan 800mg/kgBB/hari dengan cara
disonde. Setiap minggu berat badan tikus
ditim-bang untuk mengukur kadar kedelai yang diberikan.
Tikus juga dikontrol setiap hari karena tikus DM
juga mudah mengalami dehidrasi dan hipoglikemi.
Pemeliharaan dan perlakuan tikus ini dilakukan di
Laboratorium Pangan dan Gizi PAU UGM.
Pengambilan organ ginjal didahului dengan
memberikan anestesi terhadap tikus, kemudian
ti-kus dikorbankan dan dilakukan pembedahan untuk
mengambil organ ginjal. Organ ginjal difiksasi
de-ngan buffer formalin 10% dan dibawa ke
Labora-torium Patologi Anatomi FKH UGM untuk proses
pembuatan preparat histologi. Pertama diambil
sebagian kecil jaringan ginjal pada daerah yang
sama untuk semua kelompok, kemudian dilakukan
tahap-tahap pembuatan preparat histologi dehidrasi
dengan serial alkohol, embedding dengan parafin,
pemotongan sebanyak 2 irisan, dan pewarnaan
dengan Hematoksilin Eosin.
Preparat histologi dibaca di Laboratorium
Histologi FK UII. Sebelum pembacaan, dilakukan
label ulang pada peparat sehingga peneliti tidak
mengetahui kelompok preparat yang dibaca.
Peng-ukuran kerusakan ginjal dilakukan dengan
perbe-saran 10x40. Kerusakan ginjal dinilai dengan
menghitung banyaknya daerah atau sel yang
mengalami kerusakan yaitu adanya degenerasi sel,
kongesti atau pelebaran pembuluh darah,
pera-dangan dan nekrosis sel serta jika terdapat
tanda-tanda nefropati diabetik, misalnya penebalan
mem-brana basalis glomerulus. Jumlah sel yang rusak
dalam satu lapang pandang dihitung dibanding sel
yang normal dan dinyatakan dalam persen. Setiap
preparat histologi dilihat pada 5 lapang pandang
yang berbeda yaitu pada daerah kortek ujung atas
kiri, kortek ujung atas kanan, kortek ujung kanan
bawah, kortek ujung kiri bawah dan daerah
me-dulla. Hasil kerusakan merupakan rata-rata
per-sentase 5 lapang pandang yang berbeda.
Perbe-daan tingkat kerusakan ginjal antar kelompok
dianalisis dengan uji one way anova.
HASIL
Tikus kelompok I (kontrol normal) merupakan
tikus yang tidak mengalami Diabetes Melitus (DM)
dan tidak mendapat perlakuan pemberian suspensi
bubuk kedelai. Kelompok II, III, IV, dan V adalah
kelompok tikus DM yang diberi perlakuan injeksi
peritoneal dengan streptozotosin dosis 60mg/kgBB
tikus setelah di adaptasi selama 1 minggu. Satu
hari sebelum diinjeksi dan 3 hari setelah diinjeksi
semua kelompok tikus diperiksa kadar gula darah.
Hasil pemeriksaan kadar gula darah kelompok I
relatif tidak mengalami perubahan yaitu rata-rata
78,46mg/dl menjadi 79,83mg/dl, artinya kelompok
normal tidak mengalami DM. Kelompok II, III, IV,
dan V berturut-turut mempunyai kadar gula darah
rata-rata 71,97mg/dl; 79,74mg/dl; 78,13mg/dl;
79,16mg/dl menjadi 227,51mg/dl; 230,79mg/dl;
231,67mg/dl dan 228,21mg/dl setelah diijeksi
streptozotocin, artinya keempat kelompok tikus ini
mengalami DM.
Tikus Kelompok I (kontrol normal), secara fisik
tampak sehat dan pada minggu ke 5 tikus
rata-rata mengalami kenaikan berat badan sebesar 41
gram. Tikus kelompok II (kontrol negatif), secara
fisik tampak sakit, dan pada minggu ke 5 rata-rata
mengalami penurunan berat badan sebesar 3,17
gram, sedangkan tikus kelompok III, IV dan V pada
awal perlakuan tampak sakit, tetapi setalah 4
minggu perlakuan, tikus tampak lebih sehat dan
mengalami kenaikan berat badan rata-rata
berturut-turut 17,5 gram; 7,5 gram; dan 8,83 gram.
Gambaran histologi organ ginjal setelah 4
minggu perlakuan pada tikus kelompok III, IV, V
menunjukkan kerusakan ginjal minimal
(2,87%±3,41; 1,63±1,55; 1,80±1,22) sebaliknya
tikus kelompok II yang tidak diberi perlakuan
menunjukkan tingkat kerusakan hepar paling besar
(6,35±3,10) (Gambar 1 dan 2). Uji statistik One Way
Anova dengan program SPSS 17.0 menunjukkan
tidak terdapat perbedaan signifikan (p=0,125). Hasil
uji post hoc Tukey menunjukkan perbedaan
signifikan tingkat kerusakan ginjal antara tikus
kelompok II yang tidak diberi kedelai dengan tikus
kelompok IV yang diberi kedelai 400mg/kgBB
(p=0,012), tetapi tidak terdapat perbedaan
signifi-kan antara tikus kelompok II dengan tikus kelompok
III dan V yang diberi kedelai 200 dan 800mg/kgBB
0 1 2 3 4 5 6 7
I II III IV V Tingkat kerusakan ginjal (%)
kelompok tikus
Gambar 1. Rata-rata Tingkat Kerusakan Ginjal dalam Persen (%) Setelah 4 Minggu Perlakuan. Keterangan : I (kontrol tanpa perlakuan), II (tikus diabetik), III,IV,V (tikus diabetik diberi kedelai 200, 400, 800 mg/kg bb)
Gambar 2. Contoh gambaran histologi jaringan ginjal kelompok 2 (Tikus DM tanpa perlakuan) : banyak mengalami kerusakan berupa K: daerah dengan kongesti atau pelebaran pembuluh darah dan D: daerah dengan degenerasi (pengamatan dengan mikroskop cahaya, perbesaran 10X40)
Gambar 3. Gambar A. Contoh gambaran histologi jaringan ginjal kelompok 4 (tikus DM yang diberi kedelai 400 mg/kgBB/hari) : tidak tampak adanya kerusakan jaringan ginjal. Gambar B. kelompok 3 (tikus DM yang diberi kedelai 200 mg/kgBB/ hari dengan sedikit daerah kerusakan yaitu dengan peradangan (R) (pengamatan dengan mikroskop cahaya, perbesaran 10X40).
DISKUSI
Diabetes Melitus adalah sindrom yang ditandai
dengan hiperglikemia atau peningkatan kadar gula
darah. Diabetes Control and Complications Trial
(DCCT) dan U.K Prospective Diabetes Study
(UKPDS) menunjukkan bahwa hiperglikemia
me-rupakan penyebab awal dari kerusakan jaringan.
Beberapa faktor ikut berperan seperti genetik,
hi-pertensi, dislipidemia dan faktor-faktor lain yang
mempercepat timbulnya komplikasi kerusakan
jaringan. Sel yang paling peka mengalami
kerusak-an karena hiperglikemia adalah sel endotel dkerusak-an sel
mesangial, misalnya sel endotel kapiler di retina,
sel mesangial di glomerulus, neuron dan sel
Schwann pada jaringan saraf perifer.19
Kerusakan sel-sel pada ginjal mengakibatkan
nephropathy diabetic, terjadi sebanyak 24,7%
pasien DM di Manado.6 Nefropati diabetik atau
penyakit ginjal akibat diabetes mellitus merupakan
penyakit ginjal stadium akhir yang paling umum
diantara penyakit ginjal yang lain di Eropa maupun
Amerika. Sebanyak kurang lebih 40% dari seluruh
penyakit ginjal stadium akhir memerlukan dialisis
yang terus-menerus karena ginjal tidak berfungsi
sebagai penahan protein. Penderita mengalami
kekurangan protein, tetapi kelebihan asam urat.3
Gambaran lesi pada ginjal karena DM
teruta-ma tipe 1 adalah predominan pada glomerulus,
yaitu penebalan membrana basalis, dan ekspansi
mesangial. Perubahan pada sel podosit, tubulus
renalis, intertisium, dan arteriol terjadi pada tahap
akhir penyakit ginjal. Penebalan membrana
basa-lis glomerulus dapat dideteksi awal pada 1,5-2,5
tahun, sesudah didiagnosis DM tipe 1. Peningkatan
komponen matriks mesangium dapat dideteksi
membrana basalis glomerulus bermanifestasi
sebagai proteinuria, hipertensi dan penurunan laju
filtrasi ginjal.20
Gambaran histopatologi ginjal pada nefropati
diabetik karena DM tipe 2 bervariasi seperti
glome-rulonefritis kronik, atau glomeglome-rulonefritis mesangial
proliferatif. Nefropati diabetik diklasifikasikan
men-jadi tiga kategori. Kategori pertama yaitu pasien
dengan mikroalbuminuria 35%, proteinuria 15%,
mempunyai biopsi ginjal normal dan menunjukkan
perubahan sangat ringan baik pada glomerulus,
tu-bulus intertisial maupun pembuluh darah. Kategori
dua adalah pasien dengan mikroalbuminuria 30%,
proteinuria 50%, mempunyai gambaran mikroskop
cahaya yang hampir sama dengan pasien nefropati
diabetik DM tipe 1. Kategori tiga yaitu pasien
de-ngan mikroalbuminuria 35%, proteinuria,
mempu-nyai gambaran seperti atrofi tubulus, penebalan
membrana basalis tubulus, fibro-sis intertisial,
hiali-nosis arteri glomerulus atau aterosklerosis. Filtrasi
glomerulus menurun kurang lebih setelah 3 tahun
dihubungkan dengan adanya ekspansi mesangial.20
Streptozotocin banyak digunakan untuk
mem-buat model diabetik hewan percobaan, karena
streptozotocin dapat menyebabkan penurunan
Glukose Transporter 2 (GLUT2) dan ekspresi
pro-insulin serta menurunkan produksi pro-insulin.21
Streptozotocin juga menyebabkan DNA strand
breaks dan sintesis DNA yang tidak terjadwal,
sehingga terjadi kematian sel beta.22
Kelompok tikus yang diberi kedelai (III, IV, dan
V) tampak sehat karena kedelai menurunkan kadar
glukosa darah dan menurunkan kadar kolesterol
Low Density Lipoprotein (LDL). Pemberian peptida
kecil yang diisolasi dari kedelai sebanyak 1000mg/
kgBB pada tikus dapat menurunkan kadar gula
darah secara bermakna pada 30 sampai 120 menit
sesudah pemberian glukosa.23 Pemberian
polisa-karida kedelai dapat menurunkan kadar gula darah
setelah 180 menit pada seseorang yang diberi
glukosa oral.24 Kedelai mempunyai efek
menurun-kan kadar gula darah, kadar LDL kolesterol karena
mengandung isoflavon yang dapat mengaktifkan
reseptor Peroxisome-proliferator activated
recep-tors (PPAR). Reseptor PPAR adalah reseptor yang
dapat mengatur transkripsi gen untuk
homeosta-sis metabolisme lipid dan lemak. Salah satu
golongan obat antidiabetes yang saat ini digunakan
juga mempunyai kerja mengaktifkan reseptor
PPAR.25
Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata
ting-kat kerusakan ginjal tikus DM yang diberi kedelai
(kelompok III, IV dan V) lebih rendah dibanding tikus
DM yang tidak diberi kedelai (kelompok II). Tingkat
kerusakan ginjal kelompok IV paling sedikit
diban-ding kelompok lain dan berbeda bermakna dengan
kelompok II (kontrol negatif). Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh pemberian kedelai 400 mg/kg
berat badan terhadap perbaikan struktur jaringan
ginjal tikus diabetik. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya bahwa protein kedelai
ber-manfaat terhadap pencegahan perkembangan
pe-nyakit ginjal pada beberapa model binatang
perco-baan.26,27 Pemberian tambahan protein kedelai
pada makanan juga telah diteliti menurunkan laju
filtrasi ginjal pada orang sehat. Pada penderita
nefropati diabetik, kedelai juga meningkatkan fungsi
ginjal, menurunkan proteinuri dan menurunkan
fil-trasi glomerulus.28 Hal ini diduga karena kandungan
pengham-batan proliferasi sel mesangial, perubahan produksi
nitrit oksida oleh sel endotel dan penghambatan
secara langsung terhadap Na-K-Cl cotransporter
pada ansa henle tubulus ginjal.27 Protein kedelai
juga telah diteliti menghambat angiotensin I
con-verting enzyme activity (ACE), sementara inhibitor
ACE direkomendasikan pada penderita diabetes
karena mencegah nefropati diabetik. Efek
peng-hambatan terhadap ACE mempunyai aksi
anti-hipertensi, sementara hipertensi mempunyai peran
penting dalam perkembangan nefropati.27 Kedelai
dapat berefek positif pada ginjal karena mencegah
inflamasi dan pengeluaran Nitric oxide (NO) dari
sel endotel ginjal, sehingga meningkatkan aliran
ginjal.15,16 Isoflavon kedelai juga telah dikenal
se-bagai antioksidan29 dan dapat meningkatkan
res-pon imun humoral30 sehingga mencegah
kerusak-an ginjal.27
Efek kedelai terhadap perubahan kerusakan
ginjal masih memerlukan penelitian kembali karena
menurut Balk et al.18 pemberian kedelai pada
pa-sien DM tipe 2 tidak bermakna meningkatkan fungsi
ginjal. Protein kedelai mempunyai efek terhadap
perbaikan gambaran histologi nefropati diabetik
dibanding protein kasein tetapi lebih buruk dari
pada protein dari biji rami.31 Pada penderita DM tipe
2, protein kedelai mampu menurunkan protein urin
dibanding protein hewani, tetapi serum kreatinin
dan blood urea nitrogen (BUN) tidak berbeda
dengan protein hewani.32
SIMPULAN
Kedelai kuning pada dosis 400 mg/kg berat
badan berpengaruh terhadap perbaikan kerusakan
organ ginjal tikus diabetik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Provinsi DIY. Kasus
Diabe-tes Terus Meningkat. www.dinkesjogjaprov.go.id.
2008.
2. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H.
Global Prevalence of Diabetes, Estimates for
The Year 2000 and Projections for 2030.
Dia-betes Care 2004;27(5):1047-1053.
3. American Diabetes Association. Nephrophaty in
Diabetes. Diabetes Care 2004;27(1):S79-S85.
4. Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi
Dia-betes Melitus Terkini, dalam Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu eds. Sidartawan S,
Pradana S, Imam S. Cetakan ke-6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2007.
5. Waspadji S. Diabetes Melitus, Penyulit Kronik
dan Pencegahannya, dalam Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu eds. Sidartawan S,
Pradana S, Imam S. Cetakan ke-6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2007.
6. Singgih B, Jim E, Pandelaki K. 2003. Pola
Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus Tipe II
pada Lansia Di RSUP Manado. Cermin Dunia
Kedokteran; 2003;140:5-7
7. Mason RM, Wahab NA. 2003. Extracellular
Matrix Metabolism in Diabetic Nephropathy. J
Am Soc Nephrol 2003;14:1358–1373
8. Evans TC, Capell P. Diabetic Nephropathy.
Clinical Diabetes 2000;8:1-5.
9. National Diabetes Fund.. Prevention and
Treat-ment of Diabetes with Natural Theraeutics. 4th
edition, National Diabetes Fund, A Program For
Project Cure. 2007
10. Suyono S. Kecenderungan Peningkatan
Jum-lah Penyandang Diabetes, dalam
Sidartawan S, Pradana S, Imam S. Cetakan
ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
11 Shakil A, Church RJ, Rao SS.
Gastrointesti-nal Complications of Diabetes. Am FamPhysic
2008;77(12):1697-1702.
12. Kim JS, Ju JB, Choi CW, Kim SC.
Hypoglyce-mic and AntihyperlipideHypoglyce-mic Effect of Four
Ko-rean Medicinal Plants in Alloxan Induced
Dia-betic Rats. Am J Biochem andBiotech 2006;
2:154-160.
13. Savitri ES. Rahasia Tumbuhan Berkhasiat
Obat Persepektif Islam, UIN-Malang Press,
Malang; 2008.
14. Koswara S. Isoflavon, Senyawa Multi Manfaat
dalam Kedelai. www.ebookpangan.com. 2006.
15. Xu H, Tan SM, Li SQ. 2001. Effects of soybean
fibers on blood sugar, lipid levels and
hepatic-nephritic histomorphology in mice with
diabe-tes mellitus. BiomedEnviron Sci
2001;14:256-261.
16. Suarsana IN, Priosoeryanto BP, Bintang M,
Wresdiyati T. Aktivitas Daya Hambat Enzim α
-Glukosidase dan Efek Hipoglikemik Ekstrak
Tempe pada Tikus Diabetes. Jurnal Vet 2008;
9:122-127.
17. Azadbakht L, Shakerhosseini R, Atabak S,
Jamshidian M, Mehrabi Y, Esmaill-Zadeh A.
2003. Beneficiary effect of dietary soy protein
on lowering plasma levels of lipid and
improv-ing kidney function in type II diabetes with
nephropathy. Eur J Clin Nutr 2003;57:1292–
1294.
18. Balk E, Chung M, Chew P, Ip S, Raman G,
Kupelnick B, et al. Effects of soy on health
outcomes. Evidence Report Technology
As-sessment (Summaries) 2005;126:1-8.
19. Kimoto K, Suzuki K, Kizaki T, Hitomi Y, Ishida
H, Katsuta H, et al. Gliclazide protects
pan-creatic β-cells from damage by hydrogen
per-oxide. Biochem Biophys Res Commun 2003;
303:112-119.
20. Fioretto P, Mauer M. 2007. Histopathology Of
Diabetic Nephropathy. Semin Nephrol 2007;
27(2):195–207.
21. Wang Z, Gleichmann H. 1998. GLUT2 in
pan-creatic islets: crucial target molecule in
diabe-tes induced with multiple low doses of
strepto-zotocin in mice. 1998;47(1):50-56.
22 Bolzan AD, Bianchy MS. Genotoxiity of
Streptozotocin, Review. Mutation Res 2002;
512:121-134.
23 Niiho Y, Yamazaki T, Hosono T, Nakajima Y,
Ishizaki M, Kurashige T. Pharmacological
stud-ies on small peptide fraction derived from
soy-bean. The effects of small peptide fraction
de-rived from soybean on fatigue, obesity and
gly-cemia in mice. Yakugaku Zasshi 1993;113(4):
334-342
24 Tsai AC, Moti EL, Owen GM, Bennick MR, Lo
GS, Steinke FH. Effects of soy polysaccharide
on gastrointestinal functions, nutrient balance,
steroid excretions, glucose tolerance, serum
lipids, and other parameters in humans. Am J
Clin Nutr 1983;38:504-511.
25 Mezei O, Banz WJ, Steger RW, Peluso MR,
Winters TA, Shay N. Soy isoflavones exert
antidiabetic and hypolipidemic effects through
the PPAR pathways in obese Zucker rats and
murine RAW 264.7 cells. J Nutr 2003;
133(5):1238-43.
26 Choi YE, Ahn SK, Lee WT, Lee JE, Park SH,
Nephropathy in Rats. eCAM, 2010;7(4): 433–
440. doi:10.1093/ecam/nen021
27 Anderson JW. Beneficial effects of soy protein
consumption for renal function. Asia Pac J Clin
Nutr 2008;17(S1):324-328.
28 Stephenson TJ, Setchell KD, Kendall CW,
Jenkins DJ, Anderson JW, Fanti P. Effect of
soy protein-rich diet on renal function in young
adults with insulin-dependent diabetes
melli-tus. Clin Nephrol.2005;64(1):1-11.
29 Kaneto H, Fuji J, Myint T, Miyazawa N, Islam
KN, Kawasaki Y, et al. Reducing sugars
trig-ger oxidative modification and apoptosis in
pancreatic β-cells by provoking oxidative stress
through the glycation reaction. Biochem J
1996;320:855-863.
30 Sasmito E, Mulyaningsih S, Untari EK,
Widyaningrum R. Aktivitas imunostimulan susu
kedelai terhadap imunoglobulin (IgG, IgA) dan
proliferasi sel limfosit pada mencit Balb/c yang
diinduksi hepatitis A Majalah Farmasi Indon
2006;17:156– 161.
31 Velasquez MT, Bhathena SJ, Ranich T,
Schwartz AM, Kardon DE, Ali AA, et al. Dietary
Flaxseed Meal Reduces Proteinuria And
Ame-liorates Nephropathy In An Animal Model of
Type II Diabetes Mellitus. Kidney Int 2003;
64:2100–2107.
32 Azadbakht L, Esmaillzadeh A. Soy-protein
con-sumption and kidney-related biomarkers among
type 2 diabetics: a crossover, randomized