SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Rizza Eka Prastika
B77212120
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada Tanggal 18 Agustus 2016
NIP. 19
NIP. l 9760
5t
120091220A2 95012091990021001 Penguji I / Pembimbing$
LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika
UIN
SunanAmpel
Suabaya, yang bertanda tangan di bawahini, saya:
NamaNIM
Fakultas/Jurusan
:
RIZZAEKA
PRASTIKA
:877272720
: PSIKOLOGI
DAN KESEHATAN
/
PSIKOLOGI
:
nanzha.pnstika@gmail.comDemi
pengembangaoilmu
pengetahuan,menyetuiui untuk
memberikan kepada PetpustakaanUIN
SunanAmpel
Sutabaya,Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif
atas karyaikniah
:ElSekdpsi E Tesis E
Desertasi
EI Lain-1ain(...
...)
yang berjudul :Pengaruh Internal Loms of Contml dan
Iklim
Keselamatan terhadap Pedlaku l(ssslamatao Katyawan Ptoduksi PTLITI
beserta
petangkat yang
dipetlukan (bila ada).
Dengan
Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini
PerpustakaanUIN
SunanAmpel
Sutabayaberhak menyimpan, mengalih-media/format-kan,
mengelolaoya
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database), mendistdbusikannya,
dall menampilkan/mempublikasikannyadi Intemet
atau media lain secarafiilItextrtnittk
kepentingan akademistznpl
pedu meminta
tiin dari
saya selamatetap meflcanhffiikan
frafra
sLyL sebagai penulis/pencrpta dan atau penetbit yangbetsangkutan.Saya bersedia untuk menaflggurlg secara
ptibadi,
tar;rpl melibatkan pihak PeqpustakaanUIN
SunanAmpel
Surabaya segalabentuk tuntutan hukum
yangtimbul
atas pelanggatanHak
Cipta daTam karya ilnniah saya ini.Demikian perflyataan
ioi
y*g
saya buat dengan sebeoamya.Sumbaya, 24 Agustus 2016 Penulis
O
4q
INSTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh antara
Internal Locus of Control
dan Iklim Keselamatan
terhadap Perilaku Keselamatan pada karyawan produksi PT LITI.
Subjek penelitian ini adalah karyawan produski PT LITI yang
tidak mengambil cuti dan telah bekerja selama minimal satu tahun
yang berjumlah 90 orang. Alat ukur yang digunakan yaitu skala
Perilaku Keselamatan, skala Internal Locus of Control dan skala
Iklim Keselamatan. Metode analisis data menggunakan analisis
regresi berganda dengan program Statistical Product and Service
Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. Hasil penelitian
menunjukkan hipotesis 1 dengan signifikansi 0,000 dan korelasi
0,506 yang artinya terdapat pengaruh positif
internal locus of
control
terhadap perilaku keselamatan, semakin tinggi
internal
locus of control
, maka semakin tinggi perilaku keselamatan. Hasil
penelitian menunjukkan hipotesis 2 dengan signifikansi 0,000
dan korelasi 0,382 yang artinya terdapat pengaruh positif iklim
keselamatan terhadap perilaku keselamatan, semakin positif iklim
keselamatan, maka semakin tinggi perilaku keselamatan. Hasil
penelitian hipotesis 3 dengan signifikansi 0,000 menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan antara
internal locus of control
dan iklim keselamatan terhadap perilaku keselamatan. Nilai r
square juga menunjukkan bahwa sebesar 27,1% perilaku
keselamatan dipengaruhi oleh variabel
internal locus of control
dan iklim keselamatan, sisanya dipengaruhi variabel lain.
Abstract
Halaman Pengesahan ... ii
Lembar Pernyataan ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Intisari ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 9
C.
Tujuan Penelitian ... 9
D.
Manfaat Penelitian ... 10
E.
Keaslian Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16
A.
Perilaku Keselamatan ... 16
1.
Pengertian Perilaku Keselamatan ... 16
2.
Komponen Perilaku Keselamatan ... 18
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan ... 20
B.
Internal Locus of Control ... 23
1.
Pengertian Internal Locus of Control ... 23
2.
Karakteristik Internal Locus of Control ...
25
C.
Iklim Keselamatan ... 27
1.
Pengertian Iklim Keselamatan ... 27
2.
Faktor-Faktor Iklim Keselamatan ... 28
3.
Dimensi Iklim Keselamatan ... 30
D.
Pengaruh Antara Internal LOC & Iklim Keselamatan terhadap
Perilaku Keselamatan ... 31
E.
Landasan Teoritis ... 34
F.
Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A.
Variabel dan Definisi Operasional ... 39
1.
Identifikasi Variabel Penelitian ... 39
2.
Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40
B.
Populasi Sampel dan Teknik Sampling ... 42
C.
Teknik Pengumpulan Data ... 43
D.
Validitas dan Reliabilitas ... 48
E.
Analisis Data ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59
A.
Deskripsi Subjek ... 59
B.
Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 63
1.
Deskripsi Data ... 63
2.
Reliabilitas Data ... 73
C.
Analisis Data ... 76
1.
Uji Normalitas Data ... 76
2.
Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ... 78
3.
Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas ... 79
A.
Kesimpulan ... 93
B.
Saran ... 94
Daftar Pustaka ... 96
Tabel 3.1 : Skor Skala Likert ... 44
Tabel 3.2 : Blue Print Skala Perilaku Keselamatan ... 45
Tabel 3.3 : Blue Print Skala Internal Locus of control ... 46
Tabel 3.4 : Blue Print Skala Iklim Keselamatan ... 47
Tabel 3.5 : Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Perilaku Keselamatan .. 48
Tabel 3.6 : Distribusi Aitem Skala Perilaku Keselamatan Setelah
Dilakukan Uji Coba ... 50
Tabel 3.7 : Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Internal Locus of
Control ... 50
Tabel 3.8 : Distribusi Aitem Skala Internal Locus of Control Setelah
Dilakukan Uji Coba ... 51
Tabel 3.9 : Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Iklim Keselamatan ...
... 52
Tabel 3.10: Distribusi Aitem Skala Iklim Keselamatan Setelah Dilakukan
Uji Coba ... 53
Tabel 3.11: Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 54
Tabel 4.1 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
Tabel 4.2 : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 59
Tabel 4.3 : Karakteristik Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 60
Tabel 4.4 : Karakteristik Responden Berdasarkan Status Marital ... 60
Tabel 4.5 : Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pegawai ... 61
Tabel 4.6 : Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 61
Tabel 4.7 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke
Perusahaan ... 62
Tabel 4.8 : Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 62
Tabel 4.9 : Deskriptif Data ... 63
Tabel 4.10: Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 64
Tabel 4.11: Deskripsi Data Berdasarkan Usia Responden... 65
Tabel 4.12: Deskripsi Data Berdasarkan Masa Kerja Responden ... 66
Tabel 4.13: Deskripsi Data Berdasarkan Status Marital Responden ... 67
Tabel 4.14: Deskripsi Data Berdasarkan Status Pegawai Responden... 68
Tabel 4.15: Deskripsi Data Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden . 69
Tabel 4.16: Deskripsi Data Berdasarkan Jarak Rumah Responden ... 70
Tabel 4.17: Deskripsi Data Berdasarkan Pengalaman Kerja Responden .... 71
Tabel 4.18: Kategori Skor Perilaku Keselamatan ... 72
Tabel 4.19: Kategori skor Internal Locus of Control ... 72
Tabel 4.20: Kategori skor Iklim Keselamatan ... 73
Tabel 4.21: Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 74
Tabel 4.22: Hasil Uji Normalitas Data ... 76
Tabel 4.23: Hasil Uji Asumsi Kalsik Multikolinearitas ... 78
Tabel 4.24: Hasil Uji Autokorelasi ... 80
Tabel 4.25: Hasil Uji Regresi ... 81
Tabel 4.26: Tabel Koefisien Determinan ... 83
Tabel 4.27: Tabel Anova ... 83
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang
memerlukan penggunaan teknologi yang sangat maju. Adanya teknologi
bisa memudahkan proses produksi serta menimbulkan bahaya jika tidak
diimbangi dengan lingkungan kerja, proses kerja dan sistem kerja yang
tidak aman. Apalagi tidak jarang pengusaha maupun pekerja mengabaikan
timbulnya bahaya demi mencapai target produksi. Untuk menciptakan
lingkungan kerja, proses kerja dan sistem kerja yang aman maka
diterapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada suatu perusahaan.
Penerapan konsep keselamatan dan kesehatan kerja muncul sejak manusia
mengenal suatu pekerjaan.
Menurut Ridley yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan
maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut (Ismail, 2010). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah
satu aspek dari kesejahteraan pekerja dalam menjaga sumber daya manusia
yang dimiliki (Barthos, 1995). K3 adalah upaya pencegahan kecelakaan
dan melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang sangat
penting dalam sebuah perusahaan dan harus diperhatikan oleh semua
pihak yang ada di perusahaan. Hal tersebut diatur dalam UU
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pada pasal 86 dan 87 mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Inti dari kedua pasal tersebut
adalah jaminan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pekerja
atau buruh melalui penerapan sistem manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada suatu perusahaan. Sistem tersebut diterapkan
dengan cara mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya dan penyediaan fasilitas kesehatan. Agar tercipta lingkungan kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Dengan adanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),
perusahaan dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja. Namun
realita di lapangan menunjukkan bahwa meskipun perusahaan sudah
menerapkan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), masih
dijumpai terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan. Salah satunya adalah
kecelakaan kerja yang terjadi di PT LITI, yang akan dijadikan tempat
penelitian penulis. Perusahaan ini termasuk perusahaan
manufacturing,
yang bergerak di bidang tekstil dan menggunakan mesin atau alat-alat
canggih untuk operasional produksi.
Berdasarkan data pada
Safety Book
PT LITI tahun 2015, telah
Tabel 1.1
Data Kecelakaan Kerja PT. LITI
Data Kecelakaan Tahun 2015-2016
No
Bulan
KI
Jenis Kecelakaan
KP
1
Oktober
1
-
2
November
6
7
3
Desember
4
6
4
Januari
2
2
5
Februari
3
2
6
Maret
2
3
7
April
-
2
8
Mei
3
4
9
Juni
3
8
10
Juli
2
1
Keterengan : KI (Kecelakaan Industri) dan KP (Kecelakaan perjalanan)
Sumber :
Safety Book
PT. LITI.
Yakni kecelakaan saat sedang bekerja di area produksi dan
kecelakaan saat berangkat dan pulang bekerja. Kecelakaan tersebut banyak
disebabkan oleh perilaku tidak aman (
unsafe behavior
) pekerja produksi di
antaranya, penyalahgunaan mesin, ketidakpatuhan penggunaan alat
pelindung diri (APD) dan ketidakhati-hatian dalam berkendara.
Braurer (1990, dalam Winarsunu, 2008) menyebutkan bahwa
kecelakaan kerja sendiri merupakan satu atau lebih peristiwa yang tidak
diinginkan dan direncanakan yang disebabkan oleh perilaku berbahaya,
kondisi berbahaya, atau keduanya yang dapat menyebabkan dampak
Kecelakaan dalam kerja bisa dibagi menjadi dua kategori, yaitu
kecelakaan industri dan kecelakaan dalam perjalanan. Kecelakaan industri
yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber
bahaya atau bahaya kerja. Sedangkan kecelakaan dalam perjalanan yaitu
kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dengan adanya hubungan
kerja (Santoso, 2005).
Terjadinya kecelakaan kerja adalah sesuatu yang tidak bisa
diprediksi, akan tetapi masih bisa dicegah. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja perlu dilakukan beberapa tindakan preventif dengan
memahami terlebih dahulu faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan
kerja. Geller (2001) menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang
berkontribusi pada kecelakaan kerja, yaitu
environtment factor
(lingkungan),
person factor
(manusia), dan
behaviour factors
(perilaku).
Cooper (2001) menyatakan 80-95 persen dari seluruh kecelakaan
kerja yang terjadi disebabkan oleh
unsafe behavior.
Pendapat tersebut
didukung oleh hasil riset NCS (
National Safety Council
) yang
menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% adalah
unsafe
behavior,
10% karena
unsafe condition
dan 2% tidak diketahui
penyebabnya.
Menurut Miner (1994, dalam Lisnaditha, 2012)
unsafe behavior
adalah tipe perilaku yang mengarah pada kecelakaan seperti bekerja tanpa
menyingkirkan peralatan keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan
yang berbahaya, menggunakan peralatan tidak standar, bertindak kasar,
kurang pengetahuan, cacat tubuh atau keadaan emosi yang terganggu.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan penyebab
utama terjadinya kecelakaan kerja.
Setiap kecelakaan kerja selalu menimbulkan kerugian-kerugian
yang banyak yaitu, kerugian yang bersifat ekonomi dan non ekonomi.
Kerugian yang bersifat ekonomi baik langsung maupun tidak langsung, di
antaranya adalah kerusakan mesin, peralatan, bahan dan bangunan, biaya
pengobatan dan perawatan korban, hilangnya waktu kerja, menurunnya
jumlah maupun mutu produksi dan sebagainya. Kerugian yang bersifat
non ekonomi berupa penderitaan si korban baik itu merupakan luka, cidera
berat maupun ringan atau penderitaan keluarga bila korban meninggal
dunia atau cacat (Wigjosubroto, 2003).
Seperti yang telah diketahui bahwa penyebab utama terjadinya
kecelakaan kerja adalah perilaku tidak aman (
unsafe behavior
), sejalan
dengan penyebab terjadinya kecelakaan kerja di PT LITI yang telah
dijelaskan sebelumnya. Untuk itu perlu ditingkatkan perilaku keselamatan
para pekerja. Neal & Griffin mendefinisikan perilaku keselamatan sebagai
perilaku yang berorientasi pada keselamatan yang diterapkan dalam
pekerjaan sehari-hari yang ditandai dengan kepatuhan dan adanya
partisipasi terhadap keselamatan (Ingtyas & Hadi, 2015). Kepatuhan
pelindung diri (APD), sedangkan partisipasi terhadap keselamatan
ditunjukkan dengan menjadi sukarelawan dalam hal keselamatan di tempat
kerja.
Dalam meningkatkan perilaku keselamatan pada diri karyawan,
perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
perilaku keselamatan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh dua faktor
yakni faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kepribadian).
Sama halnya dengan perilaku keselamatan pekerja juga dipengaruhi oleh
dua faktor tersebut. Perilaku keselamatan merupakan perilaku yang
dilakukan untuk menghindarkan diri dari suatu bencana.
Menurut Neal dan Griffin (Anggraini, 2008) ada dua faktor yang
mempengaruhi perilaku keselamatan (
safety behavior
) yaitu faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu dan lingkungan kerja. Faktor yang
berasal dari dalam individu, seperti komitmen, perbedaan individu
misalnya ketelitian, kepribadian misalnya karakter yang dimiliki bersifat
permanen atau orang tersebut mempunyai kecenderungan celaka.
Sedangkan faktor lingkungan kerja, seperti iklim keselamatan dan faktor
organisasional misalnya supervisi dan desain pekerjaan.
Kedua faktor tersebut, telah dimiliki oleh PT LITI sebagai
perusahaan yang menerapkan sistem Keselamatan & Kesehatan Kerja
(K3) tentunya faktor lingkungan kerja untuk membentuk perilaku
dalam diri individu (kepribadian) masih belum diketahui bagaimana
karakter yang dimiliki oleh masing-masing karyawan.
Salah satu karakteristik kepribadian adalah
locus of control.
Menurut Rotter (1996)
Locus of control
adalah keyakinan yang dimiliki
oleh individu terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, apakah
disebabkan oleh faktor diri individu tersebut (internal) ataukah karena
faktor lain yang ada di luar diri individu (eksternal).
Locus of control
dibedakan menjadi dua yaitu
internal locus of control
dan
external locus
of control.
Dalam penelitian ini hanya menggunakan Internal locus of
control yaitu cara di mana seseorang yakin kontrol terhadap peristiwa
berasal dari kemampuannya. Pervin menyatakan bahwa orang-orang
internal lebih aktif mencari informasi dan menggunakan untuk mengontrol
lingkungan. Juga lebih suka menentang pengaruh-pengaruh dari luar (Jaya
G. & Rahmat, 2005).
Menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki pelindung terhadap
keburukan yang dikehendaki Allah, dengan kata lain manusia tidak dapat
menghindar dari keburukan yang terjadi dalam hidupnya sebagai takdir
dari Allah. Namun, manusia berhak untuk menjaga Kesehatan &
Keselamatan dirinya dari ancaman yang terjadi dalam pekerjaannya.
Manusia harus tetap berusaha untuk menyelamatkan diri dari berbagai
Adanya kecelakaan kerja yang terjadi di PT LITI, meskipun sudah
diterapkan sistem Keselamatan & Kesehatan Kerja tidak hanya disebabkan
oleh faktor yang ada dalam diri individu, tetapi juga disebabkan oleh
lingkungan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan. Oleh karena itu, perlu
juga meneliti bagaimana penerapan sistem Keselamatan & Kesehatan
Kerja (K3) di mata karyawan melalui iklim keselamatan.
Snyder, dkk (2008) menjelaskan bahwa iklim keselamatan adalah
persepsi pekerja terhadap praktek keselamatan, peraturan dan prosedur
sehingga mereka bertindak aman dalam lingkungan kerja. Iklim
keselamatan yang positif menandakan bahwa organisasi menghargai
pekerjannya dan serta menyokong kesehatan dan kesejahteraan pekerja.
Selain itu, Griffin & Neal (2003) menyebutkan bahwa persepsi iklim
keselamatan dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap keselamatan,
cara karyawan melaksanakan pekerjaan dan cara karyawan berinteraksi
sesama karyawan yang mempunyai dampak langsung pada hasil
keselamatan seperti kecelakaan kerja pada perusahaan.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan
dengan judul
“Pengaruh
internal locus of control
dan iklim
keselamatan terhadap perilaku keselamatan pada karyawan produksi
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalahnya
adalah :
1.
Apakah terdapat pengaruh antara
locus of control
internal dengan
perilaku keselamatan?
2.
Apakah terdapat pengaruh antara iklim keselamatan dengan perilaku
keselamatan?
3.
Apakah terdapat pengaruh antara
locus of control
internal dan iklim
keselamatan terhadap perilaku keselamatan?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
ingin didapat adalah :
1.
Mengetahui pengaruh internal locus of control terhadap perilaku
keselamatan pada karyawan produksi.
2.
Mengetahui pengaruh iklim keselamatan terhadap perilaku keselamatan
pada karyawan produksi.
3.
Mengetahui pengaruh internal locus of control dan iklim keselamatan
D.
MANFAAT PENELITIAN
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
informasi mengenai
locus of control
internal
,
iklim keselamatan, dan
perilaku keselamatan dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya
psikologi industri dan organisasi. Selain itu juga diharapkan dapat
bermanfaat sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang akan
meneliti tentang perilaku keselamatan.
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
terhadap perusahaan khususnya PT LITI untuk menemukan teknik
yang tepat dalam menganalisis serta meningkatkan perilaku
keselamatan terkait faktor-faktor internal maupun eksternal yang
mempengaruhi perilaku keselamatan.
E.
KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian mengenai perilaku keselamatan cukup banyak dilakukan
para peneliti yang ditunjukkan melalui jurnal terpublikasi. Untuk
mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset
terdahulu mengenai variabel
locus of control
internal
,
iklim keselamatan
dan perilaku keselamatan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam
Penelitian yang dilakukan oleh Neal & Griffin (2006) menunjukkan
bahwa perilaku keselamatan dalam kerja tim berhubungan dengan
penurunan kecelakaan pada analisis level grup. Yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah dalam
penelitian ini
safety behavior
(perilaku keselamatan) sebagai variabel X,
sedangkan penelitian yang dilakukan penulis perilaku keselamatan
menjadi variabel Y.
Penelitian oleh Prihatiningsih & Sugiyanto (2010) berdasarkan uji
regresi ganda pengalaman personal dan iklim keselamatan dengan
kepatuhan pada pekerja konstruksi menunjukkan nilai R
2sebesar 0,253
dengan F=7,45 (p<0,05). Pengaruh pengalaman personal terhadap
kepatuhan sebesar 17,5%, sedangkan pengaruh iklim keselamatan sebesar
7,8%. Sisanya sebesar 74,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
diteliti yaitu keterlibatan pelaksanaan tugas, motivasi keselamatan dan tipe
kepribadian. Perbedaan yang ada pada penelitian ini dengan penelitian
penulis yakni pemilihan variabel bebas kedua, penulis memilih
internal
locus of control,
sedangkan pada penelitian ini menggunakan pengalaman
personal. Selanjutnya, pada variabel Y yaitu penulis memilih Perilaku
Keselamatan, sedangkan pada penelitian ini menggunakan kepatuhan pada
peraturan keselamatan yang merupakan salah satu dimensi dari perilaku
keselamatan.
Penelitian yang dilakukan Boshoff & Zyl (2011) yang memperoleh
Questionnaire
yang diberikan kepada 100 karyawan bagian keuangan di
Bloemfontein. Uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan (p ≤
0,05) antara
locus of control
internal dan perilaku etis,
locus of control
eksternal, sama halnya dengan otonomi dan perilaku etis. Perbedaan
dengan penelitian penulis adalah variabel Y yang digunakan. Pada
penelitian ini menggunakan perilaku etis, sedangkan penelitian penulis
menggunakan perilaku keselamatan.
Mullen, dkk (2011) yang menguji perbedaan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap perilaku keselamatan pada dua sampel, yaitu
karyawan muda dan karyawan dewasa.
Menunjukkan bahwa
kepemimpinan transformasional berpengaruh besar terhadap kepatuhan
keselamatan dan partisipasi keselamatan karyawan. Gaya kepemimpinan
(variabel X) pada penelitian ini menjadi perbedaan dengan variabel X pada
penelitian penulis.
Penelitian yang dilakukan oleh Mali (2013) yang menggunakan
analisis banyak artikel penelitian, jurnal, survey dan studi kasus agar
memperoleh gambaran kemungkinan hubungan antara tipe dari
locus of
control
dan kinerja atau kecakapan karyawan. Hasil menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif antara
locus of control
internal dan kinerja
karyawan. Dan secara spesifik, hasil menunjukkan bahwa kinerja dan
kepuasan kerja dipengaruhi oleh adanya interaksi antara derajat
keterlibatan dan tipe
locus of control
yang dimiliki karyawan. Perbedaan
locus of control
mempengaruhi kinerja karyawan sebagai variabel Y.
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah untuk
mengetahui apakah
internal locus of control
mempengaruhi perilaku
keselamatan karyawan.
Penelitian oleh Wardani (2013) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pada variabel sikap pengetahuan keselamatan
terhadap perilaku keselamatan, tidak terdapat pengaruh yang signifikan
pada variabel iklim keselamatan kerja terhadap perilaku keselamatan, dan
perilaku keselamatan dipengaruhi oleh sikap pengetahuan keselamatan dan
iklim keselamatan kerja.. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan penulis. Perbedaannya terletak pada variabel bebas pertama
(X1) yang digunakan, penulis menggunakan
internal locus of control
sedangkan penelitian ini menggunakan sikap pengetahuan keselamatan
kerja.
Penelitian yang dilakukan Putri & Samian (2014) yang dilakukan
pada Tenaga Kerja di Joint Operating Body
PERTAMINA-PETROCHINA EAST JAVA (JOB P-PEJ) Tuban Jawa Timur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
safety
climate
dan
personal value
dengan
safety performance
pada tenaga kerja
yang berada di perusahaan Joint Operating Body
PERTAMINA-Petrochina East Java (JOB P-PEJ) Tuban Jawa Timur. Perbedaan yang
adalah variabel bebas kedua (X2). Penelitian ini menggunakan
Personal
value,
sedangkan penulis menggunakan
internal locus of control.
Penelitian oleh Sari (2014) menunjukkan bahwa secara
bersama-sama iklim keselamatan kerja dan kepatuhan terhadap peraturan
keselamatan berpengaruh positif pada kecenderungan mengalami
kecelakaan kerja, dengan nilai korelasi r = 0,545 dan p<0,01. Dari tabel
summary diperoleh r
2= 0,297, yang berarti variabel iklim keselamatan
kerja kerja dan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan dapat
menerangkan variabilitas sebesar 29,7% dari kecenderungan mengalami
kecelakaan kerja sedangkan 70,3% sisanya diterangkan oleh variabel lain.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis selain variabel Y yang
tidak sama juga terdapat variabel yang berfungsi sebagai mediator antara
variabel X dan Y. Sedangkan, penelitian penulis menggunakan dua
variabel X.
Penelitian oleh Ingtyas & Hadi (2015) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan negatif antara tuntutan kerja dengan kepatuhan
keselamatan serta partisipasi keselamatan. Selain itu juga terdapat
hubungan positif antara sumber daya kerja dengan kepatuhan keselamatan
dan partisipasi keselamatan. Menunjukkan bahwa terdapat hubungan
model tuntutan kerja-sumber daya kerja dengan perilaku keselamatan
kerja. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan yakni variabel bebas
dan Iklim Keselamatan, sedangkan pada penelitian ini variabel bebasya
Model Tuntutan Kerja-Sumber Daya Kerja.
Mustafa & Harun (2015) dalam penelitiannya berdasarkan uji
korelasi Pearson diketahui bahwa hampir semua dimensi iklim
keselamatan (lima dimensi) berhubungan positif dengan prestasi
keselamatan. Dan uji regresi berganda menunjukkan bahwa komitmen
keselamatan pekerja dan persepsi risiko mempunyai hubungan yang
signifikan dengan prestasi keselamatan. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian penulis terletak pada variabel bebas yang digunakan. Pada
penelitian ini menggunakan lima variabel bebas yang merupakan dimensi
dari Iklim keselamatan di antaranya, sikap keselamatan, penglibatan kerja,
komitmen keselamatan pekerja, keselamatan rekan sekerja, dan persepsi
resiko. Sedangkan pada penelitian penulis, variabel bebas yang digunakan
berjumlah dua, yaitu
internal locus of control
dan iklim keselamatan. Pada
variabel iklim keselamatan tidak diuji hubungan pada masing-masing
dimensi, sebab dimensi iklim keselamatan pada penelitian penulis
digunakan untuk menyusun indikator sebagai langkah pembuatan aitem
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Perilaku Keselamatan
1.
Pengertian Perilaku Keselamatan
Menurut Heinrich (1980) perilaku keselamatan atau yang
disebutnya perilaku aman adalah tindakan atau perbuatan dari
seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperkecil
kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap karyawan. Sedangkan
menurut Bird dan Germain (1990) perilaku aman adalah perilaku yang
tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden.
Borman dan Motowidlo (1993) Perilaku keselamatan adalah
perilaku tugas dan perilaku konstektual, yaitu pematuhan dan
partisipasi individu pada aktivitas-aktivitas pemeliharaan keselamatan
di tempat kerja.
Perilaku Keselamatan (
Safety behavior
) menurut
APA
Dictionary of Psychology
(2007) adalah suatu perilaku yang dilakukan
dengan ketertarikan individu dalam usaha untuk memperkecil atau
mencegah suatu bencana yang ditakutkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa perilaku keselamatan adalah
aplikasi sistematis dari riset psikologi tentang perilaku manusia pada
lebih menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya
kecelakaan di tempat kerja. Syaaf (2007) mendefinisikan perilaku
keselamatan (
safety behavior
) sebagai sebuah perilaku yang dikaitkan
langsung dengan keselamatan, misalnya pemakaian kacamata
keselamatan, penandatanganan formulir
risk assesment
sebelum kerja
atau berdiskusi masalah keselamatan (Setiawan, 2012).
Keluaran dari perilaku keselamatan kerja yang negatif disebut
sebagai
safety outcomes
, berupa cedera atau perilaku ceroboh yang
hampir mencederakan diri sendiri maupun orang lain (Li, dkk, 2013).
Perilaku Keselamatan adalah perilaku kerja yang relevan dengan
keselamatan dapat dikonseptualisasikan dengan cara yang sama
dengan perilaku-perilaku kerja lain yang membentuk perilaku kerja
(Wardani, 2013).
Perilaku Keselamatan (
Safety Behavior
) adalah perilaku pekerja
yang ditunjukkan dengan menaati peraturan yang ada di perusahaan
dalam menjalankan pekerjaannya (Agiviana, 2015).
Perilaku Keselamatan menurut Neal dan Griffin didefinisikan
sebagai perilaku yang berorientasi pada keselamatan yang diterapkan
dalam pekerjaan sehari-hari (Ingtyas & Hadi, 2015).
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perilaku keselamatan atau
perilaku aman (
safety behavior
) adalah perilaku yang dilakukan
atau memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan yang ditarapkan
pada kehidupan sehari-hari.
2.
Komponen Perilaku Keselamatan
Menurut Bird dan Germain (1990) dalam teori
Loss Causation
Model
menyebutkan jenis-jenis perilaku aman, meliputi :
a.
Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan
b.
Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya
c.
Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang di sekitarnya
d.
Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan
e.
Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi
f.
Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan
g.
Menggunakan peralatan yang seharusnya
h.
Menggunakan peralatan yang sesuai
i.
Menggunakan APD yang benar
j.
Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang
berlaku.
k.
Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan
cara mengangkat yang benar
l.
Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan
m.
Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.
Borman & Motowidlo (1993) mengungkapkan bahwa terdapat
performance.
Dalam ranah keselamatan kerja,
task performance
disebut dengan
safety compliance
atau kepatuhan keselamatan yaitu
semua kegiatan formal yang diisyaratkan untuk menjaga keselamatan
di lingkungan kerja. Kepatuhan keselamatan tersebut meliputi
kepatuhan umum dan kepatuhan terhadap Alat Pelindung Diri (APD),
seperti mengikuti standar keselamatan kerja dan pemakaian peralatan
pelindung diri. Sedangkan
contextual performance
disebut
safety
participation
atau partisipasi keselamatan yakni perilaku proaktif yang
tidak secara langsung berkaitan dengan keselamatan kerja.
Perilaku-perilaku ini seperti berpartisipasi menjadi sukarelawan dalam kegiatan
keselamatan kerja, dan membantu rekan kerja dalam isu-isu yang
terkait keselamatan kerja, dan menghadiri pertemuan-pertemuan
tentang keselamatan kerja. Hal ini serupa dengan dimensi perilaku
keselamatan kerja yaitu melaksanakan aturan keselamatan dan
berinisiatif terhadap keselamatan kerja (Neal & Griffin, 2006)
Menurut Andi et.al (2005) menyatakan bahwa jenis-jenis
perilaku aman yang dilakukan karyawan di sebuah perusahaan,
meliputi :
a.
Melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi
b.
Mengingatkan pekerja lain tentang bahaya dalam keselamatan
kerja
c.
Selalu menggunakan perlengkapan keselamatan kerja (APD)
e.
Bekerja mengikuti prosedur keselamatan kerja.
f.
Mengikuti kerja sesuai dengan perintah atasan
g.
Tidak bergurau dengan rekan kerja sewaktu bekerja
h.
Tidak pernah melakukan kegiatan berbahaya seperti berlari,
melempar atau melompati.
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan
Menurut Notoatmodjo (2003), pembentukan dan perubahan
perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor, di antaranya faktor
internal seperti susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar,
dan sebagainya. Serta faktor eksternal seperti lingkungan fisik/ non
fisik, iklim, sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
Menurut Griffin & Neal (2003) ada dua faktor yang
mempengaruhi perilaku keselamatan (
Safety behavior
), yaitu :
a.
Faktor-faktor yang berasal dari dalam individu, seperti
komitmen, perbedaan individu misalnya ketelitian, kepribadian
misalnya karakter yang dimiliki bersifat permanen atau orang
tersebut mempunyai kecenderungan celaka.
b.
Lingkungan kerja, seperti iklim keselamatan dan faktor
organisasional misalnya supervisi dan desain pekerjaan.
Dalam penelitian Halimah (2010) disebutkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan yakni :
Menurut Adenan (1986) menyatakan bahwa semakin luas
pengetahuan seseorang maka semakin positif perilaku yang
dilakukannya.
b.
Sikap
Sikap lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk
bertindak, dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap bukan
merupakan suatu tindakan, namun merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku.
c.
Persepsi
Sialagan (1999) menyatakan bahwa Persepsi merupakan suatu
proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indra mereka bermakna pada lingkungan
mereka, sementara persepsi ini memberikan dasar pada
seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan yang mereka
persepsikan.
d.
Motivasi
Motivasi menurut Munandar (2001) diartikan sebagai suatu
proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang
untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah pada
tercapainya tujuan tertentu.
e.
Umur
Hurlock (1994) menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang
f.
Lama bekerja
Dirgagunarsa (1992) menyebutkan bahwa Semakin lama masa
kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih
banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman.
g.
Ketersediaan APD
Notoatmodjo (2003) menyebutkan Ketersediaan APD
merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, di
mana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu
tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya
perilaku tersebut.
h.
Peraturan Keselamatan
Sialagan (2008) menjelaskan bahwa Peraturan memiliki peran
besar dalam menentukan perilaku aman yang mana dapat
diterima dan tidak dapat diterima.
i.
Safety Promotion
atau Promosi Keselamatan Kerja
Menurut George
Safety promotions
atau K3 adalah suatu bentuk
usaha yang dilakukan untuk mendorong dan menguatkan
kesadaran dan perilaku pekerja tentang K3 sehingga dapat
melindungi pekerja, properti, dan lingkungan.
j.
Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan diberikan kepada para tenaga kerja untuk dilatih dan
dikembangkan agar memperlihatkan perilaku yang sesuai
k.
Peran Pengawas
Siagian (1987) menyebutkan Tindakan pengawasan bertujuan
untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan berjalan
sesuai rencana.
l.
Peran Rekan Kerja
Seringkali pekerja berperilaku tidak aman karena rekannya yang
lain juga berperilaku demikian.
B.
Internal Locus of Control
1.
Pengertian
Internal Locus of Control
Locus of control memberikan gambaran pada keyakinan
seseorang mengenai sumber penentu perilakunya. Locus of control
adalah suatu cara di mana individu memiliki tanggung jawab terhadap
kegiatan yang terjadi di dalam kontrol atau di luar kontrol dirinya
(Schulz & Sindrey, 1993 dalam Jaya G & Rahmat, 2005).
Locus of control merupakan elemen utama dari Julian Rotter
yang berarti sejauh mana seorang individu terbiasa mengatribusikan
apa yang ia alami pada faktor internal dalam dirinya atau pada faktor
eksternal di luar dirinya. Locus of control terbagi dua, yaitu lokus
kontrol internal (
internal locus of control
) yaitu terdapat keyakinan
bahwa tindakan individu sendiri akan menyebabkan munculnya hasil
akhir yang diinginkan. Dan lokus kontrol eksternal (
external locus of
atau kekuatan lain menentukan apakah hasil akhir yang diinginkan
akan terjadi (Friedman & Schustack, 2006).
Menurut Pervin konsep locus of control adalah bagian dari
Social Learning Theory yang menyangkut kepribadian dan mewakili
harapan umum mengenai masalah faktor-faktor yang menentukan
keberhasilan pujian dan hukuman terhadap kehidupan seseorang
(Ayudiati, 2010).
Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994)
Internal Locus of Control
adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang
berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga
dapat dikontrol.
Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (2011) yang
menyatakan, individu dengan
Internal Locus of Control
yakin bahwa
kesuksesan dan kegagalan yang terjadi dalam hidup tergantung pada
diri sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa
Internal Locus of Control
adalah
pusat kendali atau keyakinan seseorang terhadap peristiwa yang terjadi
dalam kehidupannya disebabkan oleh faktor internal (berasal dari
2.
Karakteristik
Internal Locus of Control
Menurut Sarafino (2011) karakteristik individu yang
mempunyai
Internal Locus of Control
antara lain :
a.
kontrol (individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa
hidupnya adalah hasil dari faktor internal/kontrol personal)
b.
mandiri (individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan
atau hasil, percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya
sendiri)
c.
tanggung jawab (individu memiliki kesediaan untuk menerima
segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya
sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya
agar mencapai hasil yang lebih baik lagi)
d.
ekspektasi (individu mempunyai penilaian subyektif atau
keyakinan bahwa konsekuensi positif akan diperoleh pada
situasi tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya).
Sedangkan menurut Crider (1983, dalam Ayudiati) karakteristik
internal locus of control
adalah sebagai berikut :
a.
Suka bekerja keras
b.
Memiliki inisiatif yang tinggi
c.
Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah
e.
Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika
ingin berhasil.
Aspek-aspek
Internal Locus Of Control
menurut Rotter (dalam
Pratama & Suharnan, 2014) meliputi kemampuan, minat, dan usaha.
Menurut Rotter, pandangan individu terhadap kemampuan menentukan
nasib sendiri (
internal locus of control
), dengan indikator sebagai
berikut :
a.
Segala yang dicapai individu hasil dari usaha sendiri
b.
Yakin kemampuan sendiri
c.
Keberhasilan individu karena kerja keras
d.
Segala yang diperoleh individu bukan karena keberuntungan
e.
Kemampuan individu dalam menentukan kejadian dalam
hidup
f.
Kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya
g.
Kegagalan yang dialami individu akibat perbuatan sendiri.
Orang dengan
internal locus of control
bertanggung jawab
terhadap kehidupannya dan tindakannya. Mereka lebih memberikan
kuasa dan suka menolong, berorientasi ke tujuan dan pelayanan, dan
bekerja dengan rajin untuk membawa pada perubahan yang positif.
Sehingga, orang dengan
internal locus of control
dapat disebut sebagai
C.
Iklim Keselamatan
1.
Pengertian Iklim Keselamatan
Hoffman dan Stetzer (1996) menyebutkan bahwa konstruk iklim
adalah individu melampirkan makna dan menafsirkan lingkungan di
mana mereka bekerja kemudian mempengaruhi cara di mana individu
berperilaku dalam organisasi melalui sikap, norma, dan persepsi
perilaku.
Menurut Griffin & Neal (2003) Iklim keselamatan
menggambarkan persepsi pekerja tehadap nilai keselamatan dalam
sebuah organisasi.
Zohar (2003) menyatakan bahwa pesepsi terhadap iklim
keselamatan menggambarkan kepercayaan karyawan terhadap
prioritas keselamatan dan persepsi ini menunjukkan harapan hasil
perilaku.
Iklim keselamatan kerja didefinisikan sebagai persepsi pegawai
mengenai kebijakan, prosedur, dan praktik. Kebijakan dan prosedur
adalah pedoman yang ditetapkan untuk memastikan perilaku yang
aman, dan praktik sebagai implementasi dari kebijakan dan prosedur
maupun persepsi pegawai tentang pentingnya perilaku aman ketika
bekerja (Zohar & Luria, 2004). Iklim keselamatan kerja merupakan
persepsi pegawai mengenai lingkungan kerjanya terkait keselamatan,
yang didukung oleh perusahaan terkait berhubungan dengan
prinsip-prinsip keselamatan kerja.
Iklim keselamatan adalah potret dari persepsi pekerja mengenai
keselamatan (Mearns dkk, 1997 dalam Yule & Flin, 2007).
Snyder, dkk (2008) menjelaskan bahwa iklim keselamatan
adalah persepsi pekerja terhadap praktek keselamatan, peraturan, dan
prosedur sehingga mereka bertindak aman dalam lingkungan kerja
dikaitkan dengan prioritas-prioritas lainnya seperti produktivitas.
Dapat disimpulkan bahwa iklim keselamatan merupakan
persepsi karyawan terkait praktek, prosedur, dan kebijakan
keselamatan yang ada di perusahaan untuk bertindak aman.
2.
Faktor-Faktor Iklim Keselamatan
Iklim Keselamatan dipengaruhi oleh empat faktor penguat
(Dejoy et al, 2004 dalam Setiawan, 2012) , antara lain :
a.
Prioritas utama sehubungan dengan keselamatan
b.
Umpan balik formal
c.
Umpan balik informal
Aksi manajemen dan komitmen manajemen terhadap
keselamatan usaha diperusahaannya.
Kathryn, Mearns, Flin (Wicaksono, 2005) menyebutkan 5 faktor
a.
Aspek pekerjaan (
Global perception of job safety
) : persepsi
karyawan terhadap pekerjaan aman atau tidak aman
b.
Aspek rekan kerja (
Co-worker
) : persepsi karyawan terhadap
rekan kerja pada prosedur atau peraturan keselamatan
c.
Aspek penyelia (
Supervisor safety
) : persepsi karyawan
terhadap supervisornya atas sikap dan perilaku terhadap
keselamatan
d.
Aspek perilaku manajemen (
Safety management practice
) :
persepsi karyawan terhadap perilaku manajemen organisasi
dalam melaksanakan peraturan keselamatan kerja
e.
Aspek program manajemen keselamatan (
Satisfaction with
the safety program
) : persepsi karyawan yang berhubungan
dengan kepuasan karyawan terhadap program keselamatan
kerja yang telah ada di organisasi telah dilaksanakan dengan
baik, teratur atau tidak.
Aspek-aspek iklim keselamatan menurut Cheyne et al. (dalam
Setiawan, 2012) adalah :
a.
Aksi manajemen atas keselamatan
b.
Kualitas dari training keselamatan
c.
Aksi individu (personal) atas usaha keselamatan.
3.
Dimensi Iklim Keselamatan
Zohar (dalam Yule, 2008) mengemukakan dimensi iklim
a.
Perceived importance of safety training programs
b.
Perceived management attitudes toward safety
c.
Perceived effects of safe conduct on promotion
d.
Perceived level of risk at work place
e.
Perceived effects of required work pace on safety
f.
Perceived status of safety officer
g.
Perceived effects of safe conduct on social status
h.
Perceived status of safety committee.
Griffin dan Neal (2003) mengukur iklim keselamatan yang
terdiri dari lima sistem meliputi :
a.
Management Value
(Nilai Manajemen) menunjukkan seberapa
besar manajer dipersepsikan menghargai keselamatan di tempat
kerja, bagaimana sikap manajemen terhadap keselamatan, dan
persepsi manajemen mengenai seberapa pentingnya keselamatan.
b.
Safety Communication
(Komunikasi Keselamatan) komunikasi
terkait dengan isu-isu keselamatan.
c.
Safety Practices
(Praktek Keselamatan) menunjukkan sejauh mana
pihak manajemen menyediakan peralatan keselamatan dan
merespon dengan cepat terhadap bahaya-bahaya yang timbul.
d.
Safety Training
(Pelatihan Keselamatan) menunjukkan pelatihan
yang dibuat untuk menjamin level keselamatan yang memadai di
e.
Safety Equipment
(Peralatan Keselamatan) terkait dengan
kecukupan alat-alat perlengkapan keselamatan yang disediakan.
Wills et al (2005, dalam Setiawan, 2012) menyebutkan beberapa
dimensi iklim keselamatan, yaitu :
a.
Communiaction & Procedures
b.
Work Pressure
c.
Commitment Management
d.
Relationship
e.
Training
f.
Safety Rule.
Lu & Tsai (2007) menyebutkan bahwa iklim keselamatan terdiri
atas enam dimensi, yaitu praktek keselamatan manajemen, praktek
keselamatan atasan, sikap keselamatan, pelatihan keselamatan,
keselamatan kerja, dan praktek keselamatan rekan kerja.
D.
Pengaruh Antara Internal Locus Of Control Dan Iklim Keselamatan
Terhadap Perilaku Keselamatan
Orang dengan
locus of control
internal yakin bahwa mereka
memiliki kontrol terhadap kehidupannya. Bahwa mereka akan
mengerjakan berbagai hal mengenai keselamatan, kesehatan, produktivitas
dan kepemimpinan (berbagai hal baik dalam pekerjaan maupun
kehidupan). Lebih singkatnya, mereka memiliki sikap “pribadi yang
Ketika terjadi kecelakaan atau membuat kesalahan, mereka akan menyesal
dan akan menyelesaikannya dengan cara yang berbeda (Manichander,
2014).
Orang dengan
internal locus of control
bertanggung jawab terhadap
kehidupannya dan tindakannya. Mereka lebih memberikan kuasa dan suka
menolong, berorientasi ke tujuan dan pelayanan, dan bekerja dengan rajin
untuk membawa pada perubahan yang positif. Sehingga, orang dengan
internal locus of control
dapat disebut sebagai orang yang sangat
bertanggung jawab (Manichander, 2014).
Karyawan dengan
internal locus of control
akan berperilaku selamat.
Karyawan tersebut akan taat terhadap peraturan yang ada di perusahaan
dan taat menggunakan alat pelindung diri (APD). Karena jika terjadi
kecelakaan mereka akan menyalahkan diri mereka sendiri sebab tidak
mematuhi peraturan yang ada di perusahaan. Selain itu,
locus of control
sendiri merupakan salah satu faktor individual yang mengendalikan
peristiwa kehidupan seseorang dan memberikan gambaran pada keyakinan
seseorang mengenai sumber penentu perilakunya. Sehingga,
internal locus
of control
akan berpengaruh terhadap perilaku keselamatan karyawan.
Hoffman dan Stetzer menyebutkan bahwa iklim keselamatan
memiliki pengaruh langsung terhadap peningkatan perilaku keselamatan
dan penurunan angka kecelakaan (Sari, 2014).
Hasil penelitian Dejoy, dkk di tempat pelayanan kesehatan
lingkungan kerja dengan meningkatkan kepatuhan terhadap peralatan
perlindungan pribadi (Sari, 2014)
Iklim keselamatan yang positif menandakan bahwa organisasi
menghargai pekerjanya serta menyokong kesehatan dan kesejahteraan
pekerja. Hal ini dikarenakan iklim keselamatan merupakan persepsi
pekerja terhadap praktek keselamatan yang ada di perusahaan tempat
mereka bekerja. Iklim keselamatan menggambarkan budaya keselamatan
yang ada di perusahaan. Semakin positif iklim keselamatan, maka perilaku
keselamatan karyawan juga akan tinggi. Sebaliknya semakin negatif iklim
keselamatan, maka semakin tinggi tingkat kecelakaan kerja yang tejadi.
Sehingga, iklim keselamatan berpengaruh terhadap perilaku keselamatan.
Karyawan dengan
internal locus of control
dan bekerja pada
lingkungan kerja yang memiliki iklim keselamatan positif, maka perilaku
keselamatan karyawan akan tinggi. Karena karyawan dengan
internal
locus of control
akan bertanggung jawab atas keselamatan dirinya dan
iklim keselamatan positif akan mendukung karyawan untuk semangat
bekerja lebih baik dengan menaati segala peraturan yang ada di tempat
kerja. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa iklim keselamatan
kerja sebagai penguat kepatuhan karyawan. Sebaliknya, karyawan yang
kurang memiliki
internal locus of control
disertai dengan iklim
keselamatan yang negatif, akan meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja
yang terjadi di tempat kerja. Dengan begitu,
internal locus of control
dan
E.
LANDASAN TEORITIS
Internal Locus of Control
pusat kendali atau keyakinan seseorang
terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya disebabkan oleh
faktor internal (berasal dari dalam diri).
Sarafino (2011) yang menyatakan, individu dengan
Internal
Locus of Control
yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi
dalam hidup tergantung pada diri sendiri.
Menurut Sarafino (2011) karakteristik individu yang
mempunyai
Internal Locus of Control
antara lain :
a.
kontrol (individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa
hidupnya adalah hasil dari faktor internal/kontrol personal)
b.
mandiri (individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan
atau hasil, percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya
sendiri)
c.
tanggung jawab (individu memiliki kesediaan untuk menerima
segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya
sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya
agar mencapai hasil yang lebih baik lagi)
d.
ekspektasi (individu mempunyai penilaian subyektif atau
keyakinan bahwa konsekuensi positif akan diperoleh pada
Menurut Griffin & Neal (2003) Iklim keselamatan menggambarkan
persepsi pekerja tehadap nilai keselamatan dalam sebuah organisasi.
Griffin dan Neal (2003) mengukur iklim keselamatan yang
terdiri dari lima sistem meliputi :
a.
Management Value
(Nilai Manajemen) menunjukkan seberapa
besar manajer dipersepsikan menghargai keselamatan di tempat
kerja, bagaimana sikap manajemen terhadap keselamatan, dan
persepsi manajemen mengenai seberapa pentingnya keselamatan.
b.
Safety Communication
(Komunikasi Keselamatan) terkait dengan
isu-isu keselamatan.
c.
Safety Practices
(Praktek Keselamatan) menunjukkan sejauh
mana pihak manajemen menyediakan peralatan keselamatan dan
merespon dengan cepat terhadap bahaya-bahaya yang timbul.
d.
Safety Training
(Pelatihan Keselamatan) menunjukkan pelatihan
yang dibuat untuk menjamin level keselamatan yang memadai di
organisasi.
e.
Safety Equipment
(Peralatan Keselamatan) terkait dengan
kecukupan alat-alat perlengkapan keselamatan yang disediakan.
Perilaku Keselamatan menurut Neal dan Griffin didefinisikan
sebagai perilaku yang berorientasi pada keselamatan yang diterapkan
Menurut Griffin & Neal (2003) ada dua faktor yang mempengaruhi
perilaku keselamatan (
safety behavior
), yaitu :
a.
Faktor-faktor yang berasal dari dalam individu, seperti
komitmen, perbedaan individu misalnya ketelitian, kepribadian
misalnya karakter yang dimiliki bersifat permanen atau orang
tersebut mempunyai kecenderungan celaka.
b.
Lingkungan kerja, seperti iklim keselamatan dan faktor
organisasional misalnya supervisi dan desain pekerjaan.
Borman & Motowidlo (1993) mengungkapkan bahwa terdapat dua
komponen dari kinerja yakni
task perfomance
dan
contextual performance.
Dalam ranah keselamatan kerja,
task performance
disebut dengan
safety
compliance
atau kepatuhan keselamatan yaitu semua kegiatan formal yang
diisyaratkan untuk menjaga keselamatan di lingkungan kerja. Kepatuhan
keselamatan tersebut meliputi kepatuhan umum dan kepatuhan terhadap
Alat Pelindung Diri (APD), seperti mengikuti standar keselamatan kerja
dan pemakaian peralatan pelindung diri. Sedangkan
contextual
performance
disebut
safety participation
atau partisipasi keselamatan
yakni perilaku proaktif yang tidak secara langsung berkaitan dengan
keselamatan kerja (Neal & Griffin, 2006).
Pendapat ahli di atas, diperkuat dengan penelitian yang dilakukan
dipengaruhi oleh sikap pengetahuan keselamatan dan iklim keselamatan
kerja.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Pihatiningsih dan Sugiyanto
(2010) yang menunjukkan adanya pengaruh iklim keselamatan dan
pengalaman personal terhadap kepatuhan pada peraturan kesalamatan
pekerja konstruksi. Seperti yang diketahui bahwa kepatuhan pada
peraturan keselamatan merupakan salah satu komponen dari perilaku
keselamatan.
Penelitian yang dilakukan Boshoff & Zyl (2011) dengan judul “
The
Relationship Between Locus of Control and Ethical Behaviour Among
Employees in the Financial Sector
”. Data diperoleh melalui Schepers’
Locus of control Questionnaire
dan
Work Beliefs Questionnaire
yang
diberikan kepada 100 karyawan bagian keuangan di Bloemfontein. Uji
statistik menunjukkan hubungan yang signifikan (p ≤ 0,05) antara
locus of
control
internal dan perilaku etis,
locus of control
eksternal, sama halnya
dengan otonomi dan perilaku etis.
Berdasarkan uraian di atas dan sekaligus untuk mempermudah
F.
HIPOTESIS
Berdasarkan teori yang telah dijabarkan, maka hipotesis disusun
sebagai berikut :
H1 =
Internal Locus of Control
berpengaruh terhadap Perilaku
Keselamatan Karyawan Produksi
H2 = Iklim Keselamatan berpengaruh terhadap Perilaku Keselamatan
Karyawan Produksi
H3 =
Internal Locus of Control
dan Iklim Keselamatan berpengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
1.
Identifikasi Variabel Penelitian
Suryabrata (Idrus, 2009) mendefinisikan variabel sebagai segala
sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian dan sering pula
variabel penelitian itu dinyatakan sebagai gejala yang akan diteliti.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini teridentifikasi
sebagai berikut :
Variabel Bebas (X) merupakan variabel stimulus atau variabel yang
mempengaruhi variabel lain (Sarwono, 2006). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah
Internal Locus of Control
(X1)
dan Iklim
Keselamatan (X2).
Variabel Tergantung (Y) merupakan variabel yang memberikan
reaksi atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas, variabel ini
diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh
variabel bebas (Sarwono, 2006). Variabel tergantung dalam penelitian ini
2.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
a.
Perilaku Keselamatan
Perilaku Keselamatan merupakan tingkat perilaku yang
berorientasi pada keselamatan yang diterapkan dalam pekerjaan
sehari-hari, sehingga perilaku tersebut berkaitan dengan kemampuan dalam
menjalankan tugas menjaga keselamatan, yang diukur menggunakan
skala perilaku keselamatan berdasarkan dua komponen dari perilaku
keselamatan, yaitu
task performance
atau
safety compliance
(kepatuhan
keselamatan) yang merupakan aktivitas utama yang harus dilakukan
individu untuk mempertahankan keselamatan di tempat kerja. Yang
kedua
contextual performance
atau
safety participation
(partisipasi
keselamatan) didefiniskan sebagai perilaku yang tidak secara langsung
berkontribusi terhadap aktivitas keselamatan.
b.
Internal Locus of Control
Internal Locus of Control
merupakan tingkat keyakinan seseorang
terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya disebabkan oleh
faktor internal (berasal dari dalam dirinya). Tingkat ini diukur dengan
menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang
meliputi, kontrol (individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa
hidupnya adalah hasil dari faktor internal/kontrol personal), mandiri
(individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil,
percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri), tanggung
sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha
memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih
baik lagi), dan ekspektasi (individu mempunyai penilaian subyektif atau
keyakinan bahwa konsekuensi positif akan diperoleh pada situasi
tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya).
c.
Iklim Keselamatan
Iklim Keselamatan merupakan tingkat persepsi karyawan
terhadap kebijakan, prosedur, dan praktek terkait dengan keselamatan
yang ada pada perusahaan. Tingkat ini diukur menggunakan skala iklim
keselamatan yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang meliputi,
Management Value
(Nilai Manajemen) menunjukkan seberapa besar
manajer dipersepsikan menghargai keselamatan di tempat kerja,
bagaimana sikap manajemen terhadap keselamatan, dan persepsi
manajemen mengenai seberapa pentingnya keselamatan.
Safety
Communication
(Komunikasi Keselamatan) terkait dengan isu-isu
keselamatan.
Safety Practices
(Praktek Keselamatan) menunjukkan
sejauh mana pihak manajemen menyediakan peralatan keselamatan dan
merespon dengan cepat terhadap bahaya-bahaya yang timbul.
Safety
Training
(Pelatihan Keselamatan) menunjukkan pelatihan yang dibuat
untuk menjamin level keselamatan yang memadai di organisasi. Dan
yang terakhir,
Safety Equipment
(Peralatan Keselamatan) terkait dengan