Analisis Sosial, Ekonomi Dan
Lingkungan
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan
dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian
aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi
eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan
rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.
4.1 Analisis Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi,
maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu
diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa
manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan
aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang
beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah
terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat
nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan
hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,
termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan
pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender
guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif
gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Komponen sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan keresahan masyarakat
karena rencana investasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pengadaan tanah
biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah
atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama
pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan dengan
kesepakatan kedua belah pihak terutama terkait dengan ganti rugi atau ganti untung dan
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena
dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
4.1.1 Aspek Sosial pada Tahap Perencanaan Pembangunan
A. Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan
Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan
Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP),
Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS),
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program
Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Berikut akan dijabarkan dalam bentuk tabel
yang berisikan pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari
masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa
datang di Kabupaten Paser.
Tabel 4.1
Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten
No Program/
Kegiatan Lokasi Tahun
Bentuk 1 Pemberdayaan Masyarakat
No Program/
Kegiatan Lokasi Tahun
Bentuk Keterlibatan/
Akses
Tingkat Partisi- Pasi Perempuan
(jumlah)
Kontrol Pangambilan
Keputusan oleh Perempuan
Manfaat
Permasalahan yang Perlu Diantisipasi
di Masa Datang
Long Ikis 2017
Desa Putang
Kec.Long Kali 2017
ada
Desa Muara Adang II
Kec.Long Kali 2017
ada
Desa Saing
Prupuk 2017
ada
Sumber : Hasil Analisa Tahun 2017
4.1.2. Perlindungan Sosial Pada Tahap Pelaksanaan Pembangunan
Pelaksanaan pembangunan bidang secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat
penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,
pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
A. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat
pembangunan di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka
berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program,
persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
B. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah
yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih
dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang
diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar
kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
C. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan
adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana
pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali
kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan
kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai
persyaratan.
Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and
resettlement untuk kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini :
1. Transparan : Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara
transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup,
antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan
terkena dampak.
2. Partisipatif : Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat
dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek, jumlah dan
bentuk kompensasi, serta lokasi tempat permukiman kembali.
3. Adil : Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan masyarakat.
Masyarakat tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, seperti
tanah pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan
asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak,
harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. Masyarakat harus diberi kesempatan untuk
mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan
menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan/atau permukiman kembali.
4. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau jika
memungkinkan, secara sukarela mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya pada
kegiatan. Dalam kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan melakukan
musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah benar-benar
dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun;
5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:
DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yang disepakati kedua belah pihak); dan
Tanah yang dihibahkan nilainya ≤ 10 % dari nilai tanah, bangunan atau aset lain yang
produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.
Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak
setelah DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Team atau SMT harus
dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara
sukarela. Persetujuan tersebut harus didokumentasikan secara formal;
1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yang diperlukan, jumlah
warga yang terkena dampak, informasi umum mengenai pendapatan serta status
dan didukung oleh NJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa pemukiman
kembali/resettlement) dilakukan;
2. Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau 40 KK, atau
melibatkan pemindahan lebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan
Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK yang
menyeluruh.
3. Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurang dari 200 orang
atau 40 KK atau berdampak pada kurang dari 10% aset produktif atau hanya melakukan
pemindahan penduduk secara temporer (sementara) selama masa konstruksi, harus
didukung dengan RTPTPK sederhana.
4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung
jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan.
5. Perhitungan ganti rugi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untuk menghitung
ganti rugi, yakni:
Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokas yang memiliki
karakteristik ekonomi yang serupa pada saatpembayaran kompensasi ganti rugi
dilakukan;
Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilaipasar bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;
Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman yang sama
ditambah dengan biaya atas kerugian non material lainnya; dan
Perhitungan ganti rugi untuk aset lainnya diganti dengan aset yang paling tidak sama, atau ganti rugi uang tunai setara dengan harga untuk memperoleh aset yang sama.
Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau pemukiman
dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa warga/individu, entitas, atau badan
hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa:
Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif
lainnya; dan
Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana,
dan sebagainya.
6. Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi:
Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan, termasuk hak adat;
Warga yang tidak memiliki hak atas tanah, akan tetapi menguasai/menggarap lahan atau aset lannya (hak garap);
Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (hak
Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut sebagai squatter); dan
Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan agama).
Prosedur pelaksanaan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari
beberapa kegiatan utama yang meliputi: penyiapan awal dari usulan kegiatan untuk melihat
apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan
permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah
dan permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel V.4 perumusan surat
pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau
perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali (RTPTPK)
sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK kembali (recheck) dengan tracer
study. Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah
sesuai dengan standar Bupati.
Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan sebelum
usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi
kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan
dengan baik.
Kegiatan-kegiatan yang memerlukan kegiatan perlidungan social seperti konsultasi
masayarakat, Pemindahan Penduduk/Kompensasi ke masayarakat dan Permukiman
Kembali diantaranya sebagai berikut :
1. Pembangunan Rusunawa
2. Normalisasi Sungai
3. Pembangunan Kawasan RSH
4. Pembangunan Kawasan Perkantoran
Tabel 4.2
Kategori Pendugaan Safeguard Sosial
Kategori Dampak Persyaratan
A
Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah
1. Sub Proyek seluruhnya menempati tanah negara Surat Pernyataan dari
pemrakarsa kegiatan
2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian menempati tanah yang dihibahkan secara sukarela
Laporan yang disusun oleh pemrakarsa kegiatan
B
Pembebasan tanah secara sukarela:
Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang dihubahkan < 10% dan memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau garis sepadan bangunan, dan bangunan atau aset tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai < Rp. 1 Juta.
Surat Persetujuan yang
disepakati dan ditandatangai bersama antara pemrakarsa kegiatan dan warga yang
menghibahkan tanahnya
Kategori Dampak Persyaratan
C
Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau 40 KK atau < 10% dari aset produktif atau melibaykan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi
RTPTPK sederhana
D Pembebasan tanah berdampak pada > 200 orang atau
memindahkan warga > 100 orang RTPTPK menyeluruh
4.1.3. Perlindungan Sosial Pada Tahap Pasca Pelaksanaan Pembangunan
Output kegiatan pembangunan seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat.
Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana
dapat terukur, seperti :
A. Kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur dimana akses jalan masyarakat
dapat dilalui, selain itu waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan
biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan
tersebut.
B. Terciptanya Lingkungan Permukiman yang aman, dan nyaman. Dimana lingkungan
permukiman masayarakat menjadi lebih sehat akibat pembanguanan infrastruktur di
sekitar lingkungan masyarakat dan terwujudnya kelayakan sanitasi lingkungan.
C. Meningkatnya taraf hidup perekonomian masayarakat, dimana adanya recruitment
tenaga kerja bagi masayarakat sekitar pembangunan infrastruktur. Sejumlah lowongan
kerja akan dibuka dan jumlah tenaga kerja setempat yang dapat terserap dapat
digunakan dalam operasional
D. Berkurangnya kecemburuan sosial di masayrakat, dimana dengan adanya pembangunan
infrastruktur yang merata di setiap kawasan, warga masyarakat mendapatkan fasilitas
yang sama.
4.2 Analisis Ekonomi
A. Kemiskinan
Pada aspek ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya
diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang
perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs
dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitasrendah/tembok tanpa
diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-
seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.
Analisa Garis Kemiskinan (Rupiah) dan Penduduk Miskin (Ribu) di Kabupaten Paser
dapat dilihat pada Tabel 4.3 Berikut
Tabel 4.3
Garis Kemiskinan (Rupiah) dan Penduduk Miskin (Ribu) di Kabupaten Paser Tahun 2011‒2016
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2017
Dari tabel di atas dapat dijelaskan mengenai tigkat kemiskinan di Kabupaten Paser
kemiskinan Kabupaten Paser sebesar 7.91% dan mengalami peningkatan pada tahun 2016
sebesar 8.68%. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di
Kabupaten Paser salah satunya terjadinya defisit keuangan Kabupaten Paser pada tahun
2015, sehingga berdampak pada kemampuan perekonomian masyarakat Kabupaten Paser.
4.3 Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
A. Pemahaman Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS,
adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini,
KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau
program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Program KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) merupakan instrument yang
relative baru dikembangkan sebagai penguatan program untuk menyusun rumusan
kebijakan rencana program berorientasi pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu konsep pembangunan
yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup dalam upaya
mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada pertumbuhan dengan memperhatikan
keterbatasan sumber daya alam dan kemampuan institusi masyarakat didalam
melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan dasar
didalam menyusun program program pembangunan. Disamping itu pembangunan
berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi lingkungan ke dalam
kerangka proses pembangunan.
1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui penyusunan
Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan manfaat pembangunan;
2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi kemungkinan
kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan,
rencana, atau program pembangunan;
3. Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif diatasi atau
dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan,
rencana, atau program pembangunan.
Gambar 4.1.
Kedudukan KLHS Terhadap AMDAL
Gambar 4.2
Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut :
1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan;
2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui pengkajian
sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia;
3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang
pengambilan keputusan yang lebih tinggi;
4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan yang
tidak berkelanjutan sejak dini;
5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat keterlibatan para pihak
(stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan
partisipasi;
6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin
berlangsungnya pembangunan berkelanjutan;
7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan
sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.
KLHS menjadi instrumen penting dalam perencanaan penataan ruang karena
pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan
kumulatif dari berbagai proyek. Selain itu integrasi aspek lingkungan yang saat ini
menggunakan instrumen AMDAL tidak mampu untuk mengukur dampak kumulatif secara
sistematis. KLHS dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik dan dapat
memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan.
Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah :
1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam penyusunan
kebijakan, rencana, atau program (KRP) ;
2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP ;
3. Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan
dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha atau
kegiatan.
B. Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan,
sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Kaidah
terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat
partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki
efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi
penataan ruang adalah :
1. Keterkaitan (interdependency)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Keadilan (justice)
Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu
komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu
variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan
antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek,
kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti
diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan
pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan
pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.
Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan
program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber
alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang
tertentu.
Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk
mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut :
1. Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?
2. Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan lingkungan
hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?
3. Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan kerugian
atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut akan
mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat?
4. Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya dikembangkan?
5. Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas efek-efek
tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP tersebut
terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum?
C. Metode Penyusunan KLHS
Ruang lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal
sebagai berikut :
1. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
3. Kinerja layanan/jasa ekosistem;
4. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
5. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
6. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan pembangunan
yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan konsultasi dan dialog
secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS harus sesuai dengan
kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku. Melalui penyusunan KLHS
maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif – alternatif baru
pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut :
1. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang perlu
dipertimbangkan dalam KRP;
2. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya isu-isu
yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;
3. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi masukan
untuk optimalisasi.;
4. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para pengambil
keputusan.
Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan seluruh persiapan dan mobilisasi sumberdaya yang diperlukan.
2. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait
3. Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai
pengembangan infrastruktur di Kabupaten Paser
4. Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.
5. Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi.
6. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.
Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPIJM. Diagram alir pentahapan
Gambar 4.3.
Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Sumber: Permen LH No.9/2011
Beberapa identifikasi/kajian yang dilakukan dalam rangka KLHS RPI2-JM dapat
mengutip dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW.
Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan
dengan tahapan atau proses sebagai berikut :
1. Penapisan
Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu
KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi kriteria
pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Pelingkupan
Pelingkupan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menetapkan nilai penting KLHS,
tujuan KLHS, isu pokok, ruang lingkup KLHS, kedalaman kajian dan kerincian penulisan
dokumen, pengenalan kondisi awal, dan telaah awal kapasitas kelembagaan. Kegiatan
ini dilakukan melalui pendekatan sistematis dan metodologis yang memenuhi kaidah
ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini
tidak dilakukan proses konsultasi publik.
3. Pengkajian
Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah, pemetaan
kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan alternatif rumusan
maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang sudah ada. Tim kajian
melakukan serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) terkait,
4. Perumusan dan pengambilan keputusan
Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah persetujuan
rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan dalam rangka
mempengaruhi hasil akhir KRP.
Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan
sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
Gambar 4.4.
Mekanisme Penyelenggaraan KLHS
Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan
menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi :
1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.
Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa :
a. tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,
b. berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan dan
sasaran umum KRP,
c. sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan
indikator-indikator pembangunan berkelanjutan,
d. keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik,
e. konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa teridentifikasi.
2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan.
Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas data,
tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang tersedia serta
cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan memperhatikan
kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain wilayah administratifnya
Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya
agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala setempat.
3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam KRP.
Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu
lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun
internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah
perencanaannya.
4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Berkelanjutan.
Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat dilakukan
penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap indikator-indikator teknis
lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini sebenarnya merupakan iterasi
atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal proses penyusunan KRP
sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.
5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi besaran
dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan. Bentuk pengujian
ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun ketersediaan data, sehingga
pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Pengujian secara kuantitatif maupun
kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti dengan verifikasi berupa proses konsultasi
maupun diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.
6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang
beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa
dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang
lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.
7. Uji Identifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan maupun Kumulatif.
Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana
jenis-jenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau dampak-dampak
lanjutan yang lahir dari dampak langsung yang ditimbulkan, maupun akumulasi efek
dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang besar.
Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara :
a. mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar uji
untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi muatan KRP
terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk menuntun pengambil
keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan opsi-opsi yang mendukung
b. melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan data,
kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana
c. melakukannya secara berulang/iteratif
d. mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai dengan
kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.
Gambar 4.5.
Kerangka Kerja dan Metodologi KLHS
Dalam pelaksanaannya, penyusunan KLHS dilakukan terhadap 3 kondisi KRP, yaitu
KRP yang sudah disusun atau dilaksanakan sebelumnya, KRP yang masih dalam proses
perencanaan atau penyusunan dan yang terakhir adalah KRP yang sedang dalam proses
penyusunan. Pendekatan pelaksanaan KLHS terhadap ketiga kondisi KRP tersebut berbeda
Gambar 4.6.
Integrasi Pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan KRP
Gambar 4.7
Skema Alternatif Pelaksanaan Integrasi KLHS
D. Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program
Berdasarkan hasil analisa pada bab sebelumnya, didapatkan rumusan beberapa
usulan program Cipta Karya tahun 2017 - 2021 yang akan direncanakan di Kabupaten
Paser, yang selanjutnya setelah melalui proses penapisan terdapat usulan program yang
perlu dilakukan studi KLHS terlebih dahulu. Proses penyusunan KLHS RPIJM dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Identifkasi Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang akan trelibat baik dalam proses penyusunan KLHS maupun
terkena dampak dari penerapan KRP, terdiri dari pemangku kepentingan pemerintah dan
Dinas/Instansi/institusi
Pemerintahan
Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P
Pejabat yang bertanggung jawab menyetujui K/R/P
Institusi lingkungan hidup
Institusi terkait lainnya
Institusi/Lembaga Non
Pemerintahan
Dewan Perwakilan
LSM/Ormas
Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi
Asosiasi/Dunia Usaha
Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak
Seberapa besar keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan KLHS dilihat
keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang dalam tupoksi masing-masing OPD
terkait, serta potensi dampak yang akan diterima OPD tersebut atas penerapan KRP
tersebut terkait dengan pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan OPD dalam KLHS
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4.
Identifikasi Pemangku Kepentingan Instansi Pemerintah
No Instansi Alasan Rekomendasi
1. Bupati Paser Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam
penyusunan KLHS
2. DPRD Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam
penyusunan KLHS 3. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
menyusun dan melaksanakan di bidang perencanaan pembangunan daerah
Terlibat dalam penyusunan KLHS 4. Dinas Lingkungan Hidup penyusuanan dan pelaksanaan di bidang lingkungan
hidup dan Pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan di Kebersihan, dan Tata Kota
Terlibat dalam penyusunan KLHS
5. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana
Terlibat dalam penyusunan KLHS 6. Dinas Kebudayaan,
Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Paser
tugas pembantuan di bidang pembinaan kebudayaan, pariwisata pemuda dan olahraga.
Tidak terlalu Terlibat
Membantu melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang perikanan dan bidang pertanian sub bidang peternakan dan kesehatan hewan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
8. Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Paser
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang koperasi, usaha kecil dan menengah, perindustrian dan perdagangan
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
9. Dinas Perhubungan Kabupaten Paser
Tugas pembantuan di bidang pembinaan system transportasi, lalu lintas angkutan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan danau, serta komunikasi dan informatika
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
10. Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Paser
Tugas pembantuan di bidang pendapatan daerah meliputi pelaksanaan dan pengawasan pajak bumi bangunan dan biaya perolehan atas tanah dan bangunan
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
11. Dinas Pendidikan Kabupaten Paser
Tugas pembantuan di bidang pembinaan Pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah Dasar, Pendidikan Menengah, pendidikan masyarakat, pendidikan guru dan tenaga kerja
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
12. Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Tugas dalam pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan pencatatan sipil, pelaksanaan dan
No Instansi Alasan Rekomendasi
Paser pengawasan pengelolaan data dan dokumen
kependudukan
Penyusunan KLHS
13. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Paser
pembinaan, pengendalian dan pengawasan tugas di bidang kesekretariatan, pengendalian kependudukan dan pelaporan, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera, dan advokasi dan penggerakan masyarakat
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
14. Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Paser
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan ekonomi, sosial, budaya, agama dan kewaspadaan nasional serta bina bidang politk
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 15. Badan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Paser
Tugas pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan anggaran, akuntansi, perbendaharaan, aset, penatausahaan dan penggunausahaan aset
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 15. Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kabupaten Paser
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan pengairan, cipta karya, bina marga
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
16 Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Paser
melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan yang meliputi perumahan, kawasan Permukiman, serta pertanahan berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
17 Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Paser
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan evaluasi, pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan penyuluh, petani.
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
18. Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Paser
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan evaluasi, pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan penyuluh dan kemitraan, penyediaan sarana dan prasarana serta pengkajian teknologi, evaluasi pengembangan kapasitas sumber daya manusia penyuluhan, evaluasi pengembangan kapasitas sumber daya manusia penyuluhan
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
2. Identifkasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Pada prinsipnya semua kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam
rangka memberikan kemudahan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
peningkatan kualitas hidup dan taraf hidup masyarakat. Untuk itu pencapaian tujuan tersebut
dapat Berdasarkan usulan program kegiatan sebagaimana yang diapparkan pada bab 6,
maka terdapat beberapa usulan program yang masuk kategori dalam Kebijakan, Rencana
dan Program (KRP) yang perlu dilakukan kajian atau penyusunan KLHS sebelum
diimplementasikna, yaitu terdiri dari :
a. Pertanahan & Tata Ruang
1) Kesenjangan Perkembangan Wilayah & struktur Ruang
2) Pemanfaatan Lahan Basah Untuk Budidaya Perikanan di Sepanjang Jaringan
Irigasi
3) Perubahan Kawasan Lindung Mangrove, Sempadan Pantai, Sempadan Sungai
dll (sesuai Perda pasal 24)
4) Optimalisasi Pemanfaatan DAS
5) Penataan Sempadan Sungai Perubahan Rona Lingkungan Pada Kawasan DAS
6) Pengendalian Pemanfaatan Ruang
8) Pengendalian Pemanfaatan Lahan Gambut dengan ketebalan > 3 m yang tidak
sesuai daya dukungnya (Beruntung Baru & Gambut)
9) Penurunan Ruang Terbuka Hijau (Permukiman)
10) Permasalahan Tumpang Tindih Kepemilikan Lahan
11) Berkurangnya luasan lahan pertanian tanaman pangan & holtikultura
12) Pemantapan Kawasan Hutan
13) Penyelesaian Kegiatan Non Kehutanan dalam Kawasan Hutan (Forest-Land
Tenure)
b. Ekonomi Wilayah
1) Kesenjangan Tingkat Pendapatan Masyarakat di Wilayah Perdesaan &
Perkotaan
2) Berkurangnya peluang usaha masyarakat kecil karena eksploitasi sumber daya
yang tidak berkelanjutan
3) Belum Optimalnya Pertumbuhan Ekonomi Wilayah & pengembangan potensi
ekonomi sektoral & geografi
4) Belum optimalnya kesempatan kerja serta daya saing & industri hilir masih rendah
5) Penurunan/Rendahnya Produksi Pertanian karena anomali iklim, OPT (organisme
pengganggu tanaman), terbatasnya penerapan teknologi, terbatasnya Prastan &
alih fungsi lahan
c. Infrastruktur Wilayah
1) Belum optimalnya Penanganan & Pengelolaan air bersih dan Sanitasi
2) Keterbatasan Akses Transportasi Darat
3) Kurang Optimalnya Pemanfaatan Transportasi Sungai (pendangkalan)
4) Belum Berkembangnya MRT (mass rapid transportation) untuk Transportasi
Umum
5) Terdapatnya hambatan samping jalan Raya/Bahu Jalan
6) Belum optimalnya jaringan listrik
7) Belum optimalnya jaringan komunikasi
8) Belum optimalnya jaringan irigasi & drainase
d. Sosial Kemasyarakatan
1) Perubahan Perilaku & Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
2) Migrasi Penduduk pada Kawasan Cepat Tumbuh
3) Kualitas SDM masih rendah
4) Belum Terkendalinya Pertumbuhan & Penyebaran Penduduk
e. Dampak Lingkungan
3) Sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan
4) Perubahan Ekosistem karena pengurugan rawa/ pengeringan lahan
5) Penurunan Kualitas & Kuantitas Air Tanah
6) Erosi & Perambahan Hutan
7) Pencemaran Lingkungan akibat Aktifitas Tambang, Industri & Transportasi
f. Kelembagaan
1) Keterbatasan Informasi & Promosi Potensi Daerah
2) Belum berkembangnya koperasi/Bumdes
3) Belum optimalnya koordinasi antar lembaga
AMDAL, UKL, UPL dan SPPLH
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan/atau Kegiatan.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup,
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha
dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPLH) adalah merupakan
pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk
melakukan pengelolaan dan pemantauanlingkungna hidup atas dampak lingkungan hidup
dari Usaha dan/atau kegiatannya diluar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau
UKL-UPL
Panduan kerangka Lingkungan dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait
yang berlaku, antara lain:
1. Undang-undang (UU) No. 32/2009 Tentang Perlindungaan dan Pengelolaan lingkungan
hidup, pasal 22-33 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan diharuskan wajib AMDAL. Pasal
34 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan
dampak lingkungan yang wajib UKL/UPL. Pasal 35 rencana kegiatan atau pekerjaan
yang diminta untuk dilengkapi dengan SPPL.
2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan, Dokumen Lingkungan
Hidup (AMDAL dan UKL-UPL) menyediakan informasi yang diperlukan untuk proses
pengambilan keputusan terkait dengan penerbitan izin lingkungan. Informasi yang
disajikan berupa dampak lingkungan yang terjadi akibat rencana usaha dan/atau
kegiatan dan langkah-langkah pengendaliannya dari aspek teknologi social dan institusi,
3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 32-33, Keputusan Kelayakan Lingkungan
atau ketidaklayakan diambil oleh Mentri/Gubernur/Bupati/Walikota dari hasil rekomendasi
hasil penilaian Andal & RKL-RPL dari Komisi Penilai Amdal dengan jangka waktu 10 hari
kerja.
4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 47, izin lingkungan diterbitkan oleh Mentri,
gubernur, atau bupati/walikota bersamaan dengan diterbitkannya keputusan kelayakan
lingkungan hidup
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15/2012, tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 tahun 2012 tentang Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan hidup
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2008 tentang Penetapan
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib
Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL); dan
Seluruh program investasi inrfrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh
Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini.
1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak
sub-proyek, dirumuskan dalam bentuk :
a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan
(ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), khususnya bagi kegiatan sub proyek yang
diprakirakan menimbulkan dampak penting atau perubahan mendasar bagi
lingkungan.
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL),
bagi kegiatan sub proyek yang tidak menimbulkan dampak penting pada lingkungan.
c. Standar Operasi Baku (SOP) untuk petunjuk pelaksanaan mitigasi dilapangan
termasuk petunjuk pelaksanaan operasional dan pemeliharaan sarana yang
dibangun.
d. Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.
2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau
UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial,
kelembagaan dan keuangan sub-proyek.
3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk
penting terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui
rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapi dengan AMDAL.
4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan
untuk mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat
alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi / kawasan lindung, alur laut
internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak
membiayai pembelian, produksi atau penggunaan :
a. Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau;
b. Asbes. Bahan-bahan yang mengandung unsur asbes;
c. Bahan/material yang termasuk dalam ketegori B3 (bahan beracun dan berbahaya).
Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan,
menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau
bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di
Indonesia;
d. Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai kegiatan
yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida;
e. Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak
membiayai pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang
mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang
sedang dibangun;
f. Kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai
kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa
benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual;
dan
g. Penebangan kayu. RPIJM bidang Infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai
kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan
penebangan kayu.
Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari berbagai kegiatan utama, yakni:
pentapisan awal sub proyek sesuai dengan kriteria persyaratan Safeguard, evaluasi dampak
lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari sub proyek yang
diusulkan, perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan
RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.
Tabel 4.5
Kategori Pendugaan Safeguard Lingkungan
Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah
A
Sub proyek dapat mengakibatkan dampak
lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan
Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah
B
Sub proyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan
UKL/UPL
C
Sub proyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan air.
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup yang terkait dengan Bidang Pekerjaan Umum Cipta Karya
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan Wajib AMDAL
No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran
1 Persampahan
a. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah domestik dengan sistem control landfill atau sanitary landfill
(luas < 10 Ha dan kapasitas < 10.000 ton)
b. TPA di daerah pasang surut , Semua kapasitas/besaran
c. Pembangunan Transfer Station (kapasitas operasional) ≥ 500 ton/ hari
d. Pembangunan incenarator Semua kapasitas
e. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: ≥ 500 ton/ Hari
f. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampah baku) ≥ 500 ton/ hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api ≥ 500 ton/ hari
2 Pembangunan perumahan/ permukiman
a. Kota metropolitan ≥ 25 ha
b. Kota besar ≥ 50 ha
c. Kota sedang ≥100 ha
d. Keperluan Settlement transmigrasi ≥ 2000 ha
3 Air limbah domestik
a. Pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), termasuk fasilitas penunjangnya
Luas ≥2 ha
Kapasitas ≥ 11 m3 / hari b. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) limbah
domestik termasuk fasilitas penunjangnya
Luas ≥ 3 ha
Kapasitas ≥ 2.4 ton/ hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah Luas ≥ 500 ha
Kapasitas ≥ 16.000 m3 / hari
4 Pembangunan saluran drainase (primer dan/atau skunder) di permukiman
a. Kota besar/ metropolitas ≥ 5 km
b. Kota sedang, panjang ≥ 10 km
5 Jaringan air bersih di kota besar/ metropolitas
a. Pembangunan jaringan distribusi ≥ 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi >= 10 km
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas
dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang
wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel beriku ini.
Tabel 4.7.
Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran)
Dasar
Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
1 Normalisasi Sungai
a. Kota Besar/Metropolitan (panjang atau luas)
Perubahan alur, dasar Dan tebing b. Kota Sedang (panjang
sungai)
3 Km s/d < 10 Km, 10 ha s/d 50 Ha
c. Perdesaaan (panjang sungai)
a. Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan sistem control landfill atau sanitary landfill
(luas < 10 Ha fisik, kimia dan sosial ekonomi budaya, introduksi jenis kawasan
Gangguan kesehatan, estetika, bau, asap, pembakaran, emisi bio gas (H2S, NOX, Sox, Cox, c. Pembangunan Transfer
Station (kapasitas operasional)
<1000 ton/ hari
d. Pembangunan
incenarator < 500 ton/hari
e. Bangunan Komposting dan Daur Ulang
(kapasitas sampah baku)
> 50 s/d 100 ton/Ha
3 Pembangunan Perumahan
dan Permukiman
No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran)
Dasar
Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
sosial ekonomi dan budaya
dengan masyarakat
4 Peremajaan Perumahan
dan Permukiman
prasarana dan sarana kota, perubahan kondisi sosial a. Kota Metropolitan dan
Besar >= 1Ha
b. Kota Sedang >= 2 Ha
c. Revitalisasi kawasan (memfungsikan kembali kawasan)
>= 1 Ha
5 Pembangunan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) dan Instalasi
Pengolahan Air Limbah
(IPAL) kualitas air tanah maupun air permukaan sekitar
6 Pembangunan Sistem
Perpipaan Air Limbah timbulnya bau, lalat, vektor penyakit, pencmaran udara akibat emisigas hasil pembakaranpencemaran atau perubahan kualitas dan kuantitas air tanah, air permukaan dan air
bakuserta keresahan masyarakat terhadap pengelolaan air limbah. Kota Besar/ Metropolitan
(luas/ layanan) < 500 Ha
7 Drainase Permukiman Kota
a. Pembangunan saluran di Kota Besar dan
Metropolitan Perubahan bentang
alam dan bentuk perubahan kualitas air di bagian hilir saluran *) pembangunan drainase skunder dan tertier di kota sedang kemungkinan melewati permukiman padat - Drainase Utama
(panjang) < 5 Km
- Drainase Skunder dan
Tertier (panjang) 1 Km – 5 Km
b. Pembangunan Saluran di Kota Sedang
- Drainase Utama
(panjang) < 10 Km
- Drainase Skunder
dan Tertier (panjang) 2 – 10 Km*
c. Pembangunan Saluran
No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran)
Dasar
Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
8 Pembangunan Bangunan
Gedung, meliputi
apartemen/ perkantran dan rumah sakit kelas A, B, dan bangkitan LHR, air limbah, sampah, peningkatan kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, air limbah, jalan akses,
9 Air Bersih Perkotaan
Penerapan konsumen air bersih, konflik pemakaian sumber daya air, perubahan pasokan air, penurunan muka tanah akibat penyedotan air tanah yang berlebihan, intusi air asin, perubahan kualitas air badan penerima limbah hasil proses pengolahan air. *)skala besaran wajib UKL?UPL untuk
pengambilan dari mata air > 5 l/dt s/d <50 l/d (khususnya di P. Jawa dan pulaupulau kecil)
*) sepanjang belum diatur oleh instansi yang
berwenang a. Pembangunan Jaringan
Distribusi (luas layanan)
100 Ha s/d < 500 Ha b. Pembangunan Jaringan
Pipa Transmisi
5 Km s/d <10 Km
c. Pengambilan Air Baku dan Sungai, Danau dan Sumber Air Lainnya (debit)
50 l/dt < 250 l/d*
d. Pembangunan Instalasi Pengelohan Air Lengkap (debit)
< 50 l/d
e. Pengmbilan Air Tanah < 5 l/d dan < 50
10 Pembangunan Kawasan
Permukiman Untuk
Perubahan tata guna lahan kawasan, ketidakpuasan run off , perubahan KDB, KLB.
Catatan a. Jumlah Penduduk
No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran)
Dasar
Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
*) kedalam kegiatan ini termasuk yang dipersiapkan untuk menampung
pengungsi dan memukimkan kembali, penduduk yang dipindahkan akibat pembangunan proyek misalnya waduk, jalan, bencana sosial, dll.
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012
Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum untuk mempertimbangkan
skala/besaran menggunakan ketentuan berdasarkan jumlah populasi, yaitu :
Kota Metropolitan : > 1.000.000 jiwa
Kota Besar : 500.000 – 1.000.000 jiwa
Kota Sedang : 200.000 – 500.000 jiwa
Kota Kecil : 20.000 – 200.000 jiwa
Seperti halnya pengelolaan persampahan, dampak yang ditimbulkan bisa menjadi
positif pada peningkatan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, memberikan
tatanan lingkungan yang bersih dan sehat, memperkecil resiko terjangkitnya penyakit pada
masyarakat serta dapat menekan peningkatan volume limbah padat/sampah.
Namun, khusus untuk pengembangan untuk lokasi tempat pembuangan akhir (TPA)
sendiri, akan menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun
air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat. Selain itu dampak lainnya cara jelas dapat diliat pada tabel
berikut :
Tabel 4.8.
Dampak Potensial Kegiatan Pembuangan Akhir
Tahap
Pembangunan Kegiatan Perkiraan Dampak
Prakonstruksi Pemilihan lokasi
TPA
Perencanaan
Pembebasan lahan
Lokasi yang tidak memenuhi persyaratan akan
mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat
Perencanaan yang tidak didukung oleh data yang akurat
akan menghasilkan konsntruksi yang tidak memadai
Ganti rugi yang tidak memadai akan menimbulkan
keresahan masyarakat
Konstruksi Mobilisasi alat berat
& tenaga
Pembersihan lahan
Pekerjaan sipil
Meningkatkan polusi udara (debu, kebisingan)
Keresahan sosial apabila tenaga setempat tidak
dimaanfaatkaan
Pengurangan tanaman
Pembuatan konstruksi yang tidak memenuhi persyaratan
Tahap
Pembangunan Kegiatan Perkiraan Dampak
Operasi Pengangkutan
Penimbunan dan
pemadatan
Penutupan tanah
Ventilasi gas
Pengumpulan lindi
dan pengolahan lindi
Pengangkutan sampah dalam keadaan terbuka dapat
menyebabkan bau dan sampah berceceran di sepanjang jalan yang dilalui truk
Penimbunan sampah yang tidak beraturan dan
pemadatan yang kurang baik menyebabkan masa pakai TPA lebih singkat
Penutupan tanah yang tidak memadai dapat
menyebabkan bau, populasi lalat tinggi dan pencemaran udara
Ventilasi gas yang tidak memadai menyebabkan
pencemaran udara, kebakaran dan bahaya asap
Lindi yang tidak terkumpul dan terolah dengan baik dapat
menggenangi jalan dan mencemari badan air dan air tanah
Pasca operasi Reklamasi lahan
Pemantauan kualitas
lindi dan gas
Reklamasi yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan
apalagi digunakan untuk perumahan dapat
membahayakan konstruksi bangunan dan kesehatan masyarakat
Tanpa upaya pemantauan yang memadai, maka akan
menyulitkan upaya perbaikan kualitas lingkungan
Untuk mengurangi dampak tersebut, dalam melaksanakan pembangunan dan
pengoperasian TPA perlu kajian lingkungan TPA yang disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk
melaksanakan pembangunan dan pengoperasian TPA adalah :
1. AMDAL
a. Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha
b. Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung, berbatasan
dengan kawasan lindung atau yang secara langsung mempengaruhi kualitas
lingkungan kawasan lindung. Seperti di pinggir sungai, pantai, laut dan kawasan
lindung lainnya (< 10 ha)
c. Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL / RPL.
d. Kerangka Acuan KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan
kegunaan studi), ruang lingkup studi (lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah,
lingkup rona lingkungan hidup awal dan lingkup wilayah studi), metode studi (metode
pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak dan penentuan dampak
penting, metode evaluasi dampak), pelaksanaan studi (tim studi, biaya studi dan
waktu). KA ANDAL juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran
e. Penyusunan dokumen ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan studi dan
kegunaan studi), metoda studi (dampak penting yang ditelaah, wilayah studi, metode
pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak penting dan evaluasi
dampak penting), rencana kegiatan (identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL,
lingkungan hidup (fisik-kimia, biologi, sosial dan kesehatan masyarakat termasuk
komponen-komponen yang berpotensi terkena dampak penting) , prakiraan dampak
penting (pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi termasuk mekanisme
aliran dampak pada berbagai komponen lingkungan), evaluasi dampak penting
(telaahan terhadap dampak penting dan digunakan sebagai dasar pengelolaan).
Selain itu juga perlu dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai dasar ilmiah dan
lampiran seperti surat izin rekomendasi untuk pemrakarsa, SK, foto-foto, peta,
gambar, tabel dan lain-lain
f. Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan, rencana
pengelolaan lingkungan (dampak penting dan sumber dampak penting, tolok ukur
dampak, tujuan rencana pengelolaan lingkungan, pengelolaan lingkungan melalui
pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi, lokasi pengelolaan lingkungan, periode
pengelolaan lingkungan, pembiayaan pengelolaan lingkungan dan institusi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan). Dokumen RKL ini juga dilengkapi
dengan pustaka dan lampiran
g. Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan (dampak
penting yang dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang dipantaau,
tujuan RPL, metode pemantauan dan institusi yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan pemantauan lingkungan
2. UKL / UPL
a. Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha
b. Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL
Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis
kegiatan, rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak lokasi
kegiatan dengan SDA dan kegiatan lainnya, sarana/fasilitas yang direncanakan, proses
yang akan dilaksanakan), komponen lingkungan yang mungkin akan terkena dampak,
dampak yang akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak dan ukurannya, sifat dan tolok
ukur dampak), upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemraakarsa,
upaya pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak
yang dipantau, lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme
pelaporan pelaksanaan UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansi pembina,
BPLDH dan dinas teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan
pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan.
3. SPPL
Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL) merupakan surat yang
berisikan persetujuan atau kesediaan suatu perusahaan atau industri untuk berkomitmen