PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh :
Fransiscus Aditya Padlu Waruyung 101134164
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh :
Fransiscus Aditya Padlu Waruyung 101134164
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penulis persembahkan karya sederhana ini kepada:
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas anugerah kesehatan
dan keselamatan yang tiada henti.
2. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberi restu dsuci
dari surge.
3. Bapakku, Pak No atas kasih sayang dan dukungannya
selama ini.
4. Dosen-dosen PGSD Universitas Sanata Dharma yang
memberikan segenap ilmu yang sangat berharga.
4. Teman-temanku PGSD 2010
v
MOTTO
“
Never give up
“
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 14 Juni 2014 Peneliti,
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAN UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Fransiscus Aditya Padlu Waruyung NIM : 101134164
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul: PENGARUH
PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA beserta perangkat yang diperlukan. Demikian saya berikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk
media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 14 Juni 2014 Peneliti,
viii
ABSTRAK
PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI
Waruyung, Fransiscus Aditya Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya masalah bahwa tingkat prestasi belajar matematika masih rendah yang dibuktikan oleh data hasil studi TIMSS dan PISA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaanprestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Jenis penelitian ini adalah quasi-experimental dengan desainnon-equivalent control group design. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas V SD N Sokowaten Baru, siswa kelas VB sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas VA sebagai kelompok kontrol. Instrumen penelitian ini berupa 15 soal uraian
untuk pre-test dan post-test. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
dokumentasi dan observasi. Prosedur analisis data pada penelitian ini terdiri dari penentuan hipotesis, mengorganisasi data, menentukan taraf signifikansi, menguji
asumsi klasik dan menguji hipotesis. Teknik analisis data
menggunakanindependent t-testdan paired t-testyang didukung dengan
penggunaan Microsoft Excel dan SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data adalah bahwa secara umum kelompok eksperimen (M = 61,2; SE = 3,75) memiliki rata-rata skor post-test yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (M = 63,62; SE = 4,391). Perbedaan skor tersebut signifikan t(48)=-2,077, p < 0,05 dan memiliki small effect size sebesar r = 0,282.. Perbedaan skor tersebut signifikan t(48)=-2,077, p < 0,05 dan memiliki small effect size sebesar 7,9%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori. Peneliti merekomendasikan alat peraga matematika berbasis metode Montessori digunakan pada pembelajaran matematika.
ix
ABSTRACT
THE DIFFERENCES OF STUDENTS LEARNING ACHIEVEMENT OF THE USING MONTESSORI METHOD BASED MATH VISUAL AID
Waruyung, Fransiscus Aditya Sanata Dharma University
2014
This research was triggered by the learning math achievement tiers in still low as evidenced by data of TIMSS and PISA study results. This study aims to find the differences of student learning achievement of the usingMontessori method-based math visual aid. The type of research used in this study is quasi experimental type with non-equivalent control design. Population and sample of the research are students of SD N Sokowaten Baru in the first grade, the control group is class VA and the experiment group is VB. Instruments of the research 15 essay questions to use in pre-test and post-test. Data collection technique use document and observation. The procedure of data analysis in this study consists of determining the hypothesis, managing the data, determining significance level, and testing the classical assumption and hypothesis. Data analysis technique that is used for testing the hypotheses is independent t – test, is supported by Microsoft Excel and the Statistical Product and Service Solutions (SPSS ).
The result of this research shows that student learning achievement has difference by using of Montessori method based visual aid. It is indicated by data analysis shows that on average experiment (M = 61,2; SE = 3,75) has higher mean score of pre-test than the ontrol group (M = 63,62; SE = 4,391). This difference was significant t(48) =-2, 077, p < 0,05 and has small effect size until 7,9%.The conclusion of this research is that student learning achievement has difference by using of Montessori method based visual aid.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanskripsi ini
dengan baik. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga
Matematika Berbasis Metode Montessori Papan Pin Perkalian untuk Operasi
Perkalian Terhadap Prestasi Belajar Siswa” ditulis sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Strata I Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Skripsi ini selesai tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segenap hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Rohandi,Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma.
2. G. Ari Nugrahanta, SJ, S.S., BST., M.A., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. E.Catur Rismiati, S.Pd.,MA.,Ed.D., Wakil Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus pembimbing I yang telah sangat membantu dalam proses pembuatan karya ilmiah ini.
4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd, dosen pembimbing II yang telah memberikan
saran yang membangun dalam pembuatan karya ilmiah ini.
5. Kastinah, S.Pd.SD.Kepala Sekolah SDN Sokowaten Baru yang telah
xi
8. Bapakku Sukarno, ibuku Lucia Siswanti (Alm), adikku Ananto Dwi Supriyadi
dan Ariska Sukarno Putri yang selalu memberikandoa, kasih sayang,dukungan dan bimbingan kepada peneliti.
9. Bapakku, Yohanes Supriyadi, S.Pd. (Alm) yang selalu mendukung dan
memberikan inspirasi kepada peneliti.
10. Bhernadeta Bertiyanti yang selalu memberi semangat, doa dan kasih sayang kepada peneliti.
11. Teman-teman penelitian kolaboratif eksperimen Montessori (Deta, Ulfah, Wulan, Rasti, Ifa, dan Putri), yang selalu berbagi pengetahuan, semangat dan keceriaan kepada penulis.
12. Teman-teman PPL SDN Sokowaten Baru, yang memberikan bantuan selama peneliti melakukan penelitian di sekolah.
13. Teman-teman PGSD USD kelas E angkatan 2010 yang selalu memberikan inspirasi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
14. Sekretariat PGSD yang selalu membantu dalam hal administrasi dan segala keperluan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat berguna untuk karya ilmiah ini.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 14 Juni 2014 Peneliti,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
1. Tahap Perkembangan Anak Sekolah Dasar... 10
2. Metode Montessori ... 15
3. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 19
4. Pembelajaran Matematika ... 26
5. Prestasi Belajar ... 29
B. Penelitian yang Relevan ... 33
C. Kerangka Berpikir ... 37
D. Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39
B. Desain Penelitian ... 40
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41
D. Variabel Penelitian dan Data Penelitian ... 43
E. Populasi dan Sampel ... 45
F. Teknik Pengumpulan Data ... 46
xiii
H. Teknik Pengujian Instrumen ... 50
I. Prosedur Analisis Data ... 66
J. Jadwal penelitian ... 82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 84
B. Hasil Penelitian ... 86
C. Pembahasan ... 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 113
B. Keterbatasan Penelitian ... 114
C. Saran ... 114
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Menurut Piaget ... 11
Tabel 3.1 Waktu Pengambilan Data ... 42
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 48
Tabel 3.3 Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas ... 50
Tabel 3.4 Kriteria Hasil Validasi ... 52
Tabel 3.5 Validasi Instrumen Silabus... 53
Tabel 3.6 Validasi Instrumen RPP ... 54
Tabel 3.7 Hasil Validasi Tes Prestasi ... 55
Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Validitas Muka untuk Instrumen Pembelajaran ... 56
Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Validasi Muka untuk Instrumen Penelitian ... 57
Tabel 3.10 Kisi-kisi Soal Uji Validitas Konstruk ... 59
Tabel 3.11 Hasil Validitas Konstruk menggunakan SPSS ... 60
Tabel 3.12 Rincian Soal Sebelum dan Setelah Validasi ... 62
Tabel 3.13 Koefisien Reliabilitas ... 64
Tabel 3.14 Hasil Perhitungan Reliabilitas ... 64
Tabel 3.15 Kualifikasi Indeks Kesukaran ... 65
Tabel 3.16 Hasil Perhitungan IK ... 66
Tabel 3.17 Kategori Effect Size ... 79
Tabel 3.18 Jadwal Penelitian ... 82
Tabel 4.1 Deskripsi Data Penelitian ... 87
Tabel 4.2 Skor Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 88
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Pre-test Kelompok Kontrol... 91
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Pre-test Kelompok Eksperimen ... 92
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Skor Pre-test ... 94
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Independent-test Skor Pre-test ... 96
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Post-test Kelompok Kontrol... 97
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Post-test Kelompok Eksperimen ... 99
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Skor Post-test ... 101
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Independentt-test Skor Post-test ... 104
Tabel 4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 107
Tabel 4.12 Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pre-test danPost-test Kelompok Kontrol ... 108
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Peraga Rak Bangun Datar Berbasis Metode
Montessori ... 24
Gambar 2.2 Papan Pertama pada Rak Bangun Datar Persegi dan Segitiga ... 25
Gambar 2.3 Literature Map Penelitian yang Relevan ... 36
Gambar 2.4 Penggunaan Geometri Stick Box dalam Mengajarkan Materi Mengidentifikasi Jenis Sudut dengan Kartu Soal ... 26
Gambar 2.5 Penggunaan Geometri Stick Box dalam Mengajarkan Materi Besar Sudut dengan Kartu Soal ... 27
Gambar 2.6 Literature Map Penelitian yang Relevan ... 38
Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 40
Gambar 3.2 Rumus Product Moment ... 60
Gambar 3.3 Rumus Koefisian Alpha ... 63
Gambar 3.4 Rumus Indeks Kesukaran ... 65
Gambar 3.5 Rumus Kolmogorov-Sminov ... 70
Gambar 3.6 Rumus Lavene’s test ... 72
Gambar 3.7 Rumus Independent t-test ... 77
Gambar 3.8 Rumus Effect Size ... 79
Gambar 3.9 Rumus Koefisien Determinasi ... 80
Gambar 3.10 Rumus Paired t-test ... 80
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Skor Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 89
Gambar 4.2 Histogram (kiri) dan P-P Plot (kanan) Skor Pre-test Kelompok Kontrol ... 93
Gambar 4.3 Histogram (kiri) dan P-P Plot (kanan) Skor Pre-test Kelompok Eksperimen ... 93
Gambar 4.4 Histogram (kiri) dan P-P Plot (kanan) Skor Post-test Kelompok Kontrol ... 98
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Penelitian ... 124
Lampiran 2 Contoh Perangkat Pembelajaran Sebelum Uji Instrumen ... 127
Lampiran 3 Contoh Komentar Validitas Isi Perangkat Pembelajaran ... 152
Lampiran 4 Hasil Validasi Muka Instrumen pembelajaran ... 157
Lampiran 5 Contoh Perangkat Pembelajaran Sesudah Uji Instrumen ... 159
Lampiran 6 Contoh Instrumen Penelitian Sebelum Uji Instrumen ... 184
Lampiran 7 Contoh Komentar Validitas Isi Instrumen Penelitian ... 196
Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Muka Instrumen Penelitian ... 201
Lampiran 9 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Konstruk ... 208
Lampiran 10 Contoh Pekerjaan Siswa Hasil Validitas Konstruk ... 219
Lampiran 11 Tabulasi Data Mentah Hasil Validitas Konstruk ... 230
Lampiran 12 Hasil Analisis Uji Instrumen Penelitian ... 233
Lampiran 13 Contoh Pekerjaan Pre-test dan Post-test ... 247
Lampiran 14 Tabulasi Data Mentah Skor Pre-test ... 288
Lampiran 15 Tabulasi Data Mentah Skor Post-test ... 293
Lampiran 16 Hasil Analisis Skor Pre-test (SPSS) ... 298
Lampiran 17 Hasil Analisi Skor Post-test (SPSS) ... 306
Lampiran 18 Hasil Deskripsi Data Penelitian (SPSS) ... 314
Lampiran 19 Hasil Uji Signifikansi (SPSS) ... 317
Lampiran 20 Hasil Observasi Pembelajaran ... 320
1 BAB I PENDAHULUAN
Bab I menguraikan beberapa hal, yaitu latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berkualitas adalah dambaan serta harapan hampir setiap orang
atau lembaga (Ali, 2009: 331). Indonesia mengharapkan setiap lembaga pendidikan berkualitas agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas (Ali, 2009: 331-332). Indonesia memiliki Undang-undang yang
mengatur hak warganya untuk mendapatkan pendidikan. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” (Hasbullah, 2006: 125).
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pengajaran untuk mendapatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
(Usman, 2011: 143). Pengajaran yang baik menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula, sehingga mampu bersaing dalam dunia secara global. Seseorang
yang tidak memiliki bekal pendidikan akan mengalami ketertinggalan, dan tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. Persaingan yang ketat di era globalisasi merupakan tantangan bagi setiap negara untuk memajukan pendidikan dengan
SDM yang berkualitas dibutuhkan untuk bersaing agar tidak tertinggal oleh negara lain (Suhartini, 2009: 10).
SDM yang berkualitas diciptakan melalui pendidikan. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dalam rangka membimbing dan
mengarahkan perkembangan anak ke arah dewasa (Jamaris, 2013: 2). Sekolah dapat membentuk SDM yang berkualitas. Sekolah memberikan berbagai macam mata pelajaran yang dapat melatih kemampuan siswa baik dalam kemampuan
akademik maupun non akademik. Mata pelajaran pokok di Indonesia salah satunya adalah mata pelajaran matematika (BSNP, 2006: 8). Kemampuan
pemahaman anak Indonesia terhadap mata pelajaran matematika masih rendah (Susanto, 2013: 191). Hal tersebut dapat dibuktikan pada hasil studi oleh TIMSS (Trens in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Programme for International Student Assessment).
TIMSS adalah studi internasional yang dikoordinasi oleh IEA (The
International Association for the Evaluation of Educational Achievement) yang berpusat di Amsterdam Belanda. TIMSS memiliki tujuan mengukur prestasi matematika dan sains negara peserta di seluruh dunia yang diselenggarakan setiap
4 tahun sekali (Kemendikbud, 2011). PISA adalah lembaga studi yang
dikoordinasi oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and
Hasil studi TIMSS pada tahun 1999, 2003, dan 2007 secara berurutan Indonesia memperoleh peringkat 32 dari 38 negara, peringkat 37 dari 46 negara,
dan peringkat 35 dari 45 negara (Kemendikbud, 2011). Hasil studi yang terbaru dari TIMSS pada tahun 2011 menunjukkan prestasi matematika Indonesia berada
pada peringkat 38 dari 40 negara peserta dengan perolehan skor 386 (Arora, 2011: 31). Hasil studi PISA pada tahun 2000, 2003, dan 2006 secara berurutan Indonesia memperoleh peringkat 39 dari 41 negara dengan perolehan skor 367,
peringkat 38 dari 40 negara dengan perolehan skor 360, dan peringkat 50 dari 57 negara dengan perolehan skor 391 (Kemendikbud, 2011). Hasil studi PISA yang
terbaru pada tahun 2012 Indonesia memperoleh peringkat 64 dari 65 negara (NECS, 2012).
Hasil studi dari TIMSS dan PISA dapat dijadikan sebagai gambaran
bahwa prestasi matematika Indonesia di mata dunia masih tergolong rendah. Indonesia berada peringkat 10 paling bawah dari tahun ke tahun. Hayat dan Yusuf
(2010: 201) mengatakan bahwa salah satu manfaat mengikuti PISA adalah memahami kekuatan dan kekurangan sistem pendidikan masing-masing negara peserta.
Prestasi matematika yang rendah merupakan dampak yang diakibatkan oleh buruknya sistem pendidikan di Indonesia (Tjalla, 2011: 3). Sistem
pendidikan di Indonesia memiliki rancangan atau kurikulum yang berubah-ubah. Sukmandinata (2010: 3) menjelaskan rancangan atau kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kurikulum merupakan bagian yang tak
kurang sesuai perkembangan siswa karena menitik beratkan pada aspek kognitif dan kurang mengembangkan karakter siswa menjadi dasar bagi pemerintah untuk
mengembangkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2012: 12). Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) menegaskan bahwa kurikulum 2013
diharapkan dapat menjawab tantangan PISA, terutama untuk soal matematika level advance (Kemendikbud, 2013) karena matematika adalah dasar dari ilmu-ilmu lain.
Suherman (2003: 56) menegaskan bahwa fungsi matematika adalah sebagai alat, pola pikir dan pengetahuan. Fungsi matematika sebagai alat adalah
dapat digunakan memecahkan masalah dalam kegiatan sehari-hari. Pola pikir yaitu membantu memahami dan penalaran dari suatu pengertian melalui matematika. Pengetahuan yaitu digunakan untuk mencari kebenaran dan
mengembangkan penemuan-penemuan yang pernah ada. Ketiga fungsi matematika tersebut menegaskan bahwa matematika adalah ilmu yang penting
untuk siswa.
Pentingnya ilmu matematika bagi siswa menuntut guru untuk mengupayakan pembelajaran matematika yang efektif dan efesien, sehingga
tujuan pendidikan dapat tercapai. Pencapaian hasil tersebut tentu tidak mudah karena siswa mengalami kesulitan belajar matematika. Kesulitan yang dialami
oleh siswa dalam belajar matematika adalah memahami konsep pembelajaran metematika yang abstrak (Widdiharto, 2008: 8). Soedjadi (2000: 24) mengungkapkan bahwa matematika adalah ilmu yang memiliki objek abstrak,
Hudojo (2001: 208) mengatakan dalam mengajarkan matematika menggunakan benda-benda konkret. Pembelajaran matematika yang abstrak
diperlukan alat bantu berupa alat peraga yang dapat memperjelas materi yang disampaikan guru, sehingga siswa lebih mudah memahami (Heruman, 2008: 1).
Alat peraga adalah benda konkret yang dapat membantu siswa dalam memahami materi matematika (Sitanggang, 2013: 3).
Alat peraga dapat menjembatani pola pikir siswa dari hal yang abstrak ke
konkret. Alat peraga memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami konsep yang abstrak, merangsang berpikir, memotivasi, aktif, dan merangsang
untuk memecahkan masalahnya sendiri (Suherman, 2003: 243). Alat perga yang baik mampu membangun pengetahuan siswa secara mandiri, sehingga materi matematika dapat dipahami lebih lama.
Pembelajaran mandiri merupakan salah satu karakteristik dari metode Montessori. Metode Montessori menggunakan alat peraga yang dapat
membimbing anak untuk menemukan pengetahuannya sendiri (Montessori, 2013: 192). Alat peraga matematika Montessori menggunakan alat pengendali kesalahan, sehingga pembelajaran didominasi oleh siswa dan guru hanya sebagai
fasilitator pembelajaran. Ciri-ciri khusus selain memiliki pengendali kesalahan adalah menarik dan bergradasi (Montessori, 1964: 168-173).
Alat peraga Montessori dirancang sesuai dengan perkembangan anak, baik dalam hal perkembangan psikologi maupun fisik (Montessori 2008: 83-84). Alat peraga Montessori dalam perkembangan psikologi dapat membantu siswa
melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan prestasi belajar siswa atas
penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, salah satunya adalah melatih kemampuan dalam mata pelajaran matematika. Rendahnya prestasi belajar matematika
Indonesia berdasarkan TIMSS dan PISA mencerminkan bahwa pendidikan di Indonesia tergolong rendah. Alat peraga Montessori dapat membantu memahami
mata pelajaran matematika dari hal yang abstrak ke konkret.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada perbedaan prestasi belajar siswa kelas V SD Sokowaten Baru Banguntapan Bantul tahun pelajaran 2013/2014 atas penggunaan
alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori yang digunakan berupa alat peraga Rak Bangun Datar Montessori. Mata pelajaran yang diajarkan adalah mata pelajaran
matematika kelas V dengan standar kompetensi 6. “memahami sifat-sifat bangun
dan hubungan antar bangun”, dan untuk kompetensi dasar 6.1 “mengidentifikasi
D. Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah berdasarkan latar belakang penelitian ini
yaitu “apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga
matematika berbasis metode Montessori?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan prestasi
belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka manfaat
penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa
Siswa mendapatkan pengalaman belajar setelah menggunakan alat peraga Rak Bidang Datar Montessori dan membantu memahami materi pelajaran yaitu sifat-sifat bangun datar.
2. Bagi guru
Guru mendapatkan wawasan baru tentang alat peraga Montessori yang
3. Bagi sekolah
Sekolah mendapatkan sumbangan positif bagi kemajuan sekolah karena guru
mendapatkan tambahan wawasan baru tentang alternatif alat peraga yaitu alat peraga Montessori yang diterapkan sekolah tersebut.
4. Bagi peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman baru mengenai alat peraga Montessori dan menerapkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa khususnya materi sifat-sifat bangun datar.
G. Definisi Operasional
Penelitian ini perlu definisi operasional untuk menyamakan persepsi tentang hal-hal yang masih berbeda, yaitu :
1. Matematika adalah ilmu yang terdiri dari kumpulan ide abstrak yang berisi
simbol-simbol.
2. Alat peraga adalah media pembelajaran yang digunakan untuk
memperagakan sesuatu yang akan dipelajari, sehingga terlihat lebih nyata.
3. Alat peraga matematika adalah media pembelajaran yang digunakan untuk
memperagakan sesuatu yang berhubungan dengan materi matematika, sehingga dapat memudahkan siswa dalam mempelajari ilmu matematika yang
abstrak.
4. Metode Montessori adalah pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada
siswa untuk melakukan dan menemukan pengetahuannya sendiri dengan
5. Alat peraga Montessori adalah media pembelajaran yang disusun menarik,
bergradasi, dan memiliki pengendali kesalahan yang memungkinkan siswa
menemukan pengetahuannya sendiri serta melatih panca inderanya.
6. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori adalah media
pembelajaran matematika yang disusun menarik, bergradasi, dan memiliki
pengendali kesalahan yang memungkinkan siswa menemukan
pengetahuannya sendiri serta dapat melatih panca inderanya.
7. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah melakukan proses
pembelajaran, dalam penelitian ini berupa nilai yang diperoleh dari skor tes
yang dilakukan siswa berupa pengetahuan kognitif.
8. Siswa sekolah dasar adalah siswa yang sedang belajar pada jenjang
pendidikan sekolah dasar, yaitu bersia 7-12 tahun.
9. Pre-test adalah kegiatan yang dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa dalam memahami materi
sifat-sifat bangun datar.
10. Post-test adalah kegiatan yang dilakukan di akhir pembelajaran untuk mengetahui kemampuan akhir yang dimiliki siswa dalam memahami materi
10 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab II akan diuraikan mengenai kajian teori, penelitian yang relevan,
kerangka berfikir, dan hipotesis. Kajian pustaka akan membahas mengenai beberapa topik yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian yang relevan berisi tentang penelitian-penelitian yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Kerangka berpikir berisi tentang rumusan konsep yang didapatkan dari berbagai tinjauan teori. Bagian yang terakhir yaitu hipotesis yang
berisi dugaan sementara yang terjadi pada penelitian.
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka membahas beberapa topik yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dipakai, yaitu tahap perkembangan anak sekolah dasar, alat peraga matematika Montessori, metode Montessori, pembelajaran matematika, materi
mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan prestasi belajar. 1. Tahap Perkembangan Anak Sekolah Dasar
Pada sub bab ini diuraikan tahapan perkembangan anak dan karakteristik
siswa Sekolah Dasar (SD). Teori tahapan perkembangan anak menunjukkan dimana posisi perkembangan siswa SD berada. Teori perkembangan anak diambil dari
a. Tahap Perkembangan Anak
Piaget menjelaskan bahwa perkembangan merupakan proses kontinu yang
ditandai dengan berbagai perubahan dari tahapan satu ke tahapan selanjutnya. Setiap tahap tidak dapat dilompati karena urutan perkembangan sudah pasti dan saling
mempengaruhi antara tahap satu dengan tahap selanjutnya (Salkind, 2009: 325). Tahap perkembangan anak sekolah dasar dalam teori kognitif Piaget dibagi menjadi 4 tahap (Desmita, 2007: 46). Tahapan pertama adalah sensorimotor, saat anak berusia
0-2 tahun. Pada tahap ini, pengetahuan anak didasarkan pada berbagai tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamah,
mendengar, membau, dan lain-lain. Anak memperoleh pemahaman dengan melakukan interaksi fisik dengan benda-benda maupun orang yang ada disekitarnya. Kedua adalah tahap pra-operasional, saat anak berumur 2-7 tahun. Pada tahap ini anak dapat mengungkapkan sesuatu yang dilihatnya dengan kata-kata dan gambar-gambar. Ketiga adalah tahap operasional konkret, saat anak berumur 7-11 tahun. Pada
tahap ini anak dapat berfikir logis mengenai hal-hal konkret dan menggolongkan benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Desmita (2009: 104) mengungkapkan bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Tahap
keempat adalah operasional formula, yang berlangsung pada anak usia 11 tahun ke atas. Tahap ini seorang remaja sudah dapat berfikir logis dan mengerti pemikiran
Tabel 2.1
Tahap Perkembangan Menurut Piaget
Tahap Usia Deskripsi Perkembangan
1. Sensori Motor 0 – 2 tahun Bayi bergerak dari tindakkan reflek instinktif saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis. Pembangunan pemahaman
mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk yang berbeda.
4. Operasional Formal
11 – hingga dewasa
Remaja mulai berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.
Tabel 2.1 menjelaskan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (Desmita,
2009: 101). Tahap pertama adalah sensori motorik yang terjadi ketika bayi berusia 0-2 tahun. Pada tahap ini bayi membentuk pemahaman pada pengalaman sensorik. Pengalaman sensorik didapatkan dari pengoptimalan panca indera untuk melakukan
gerakan dan interaksi dengan orang lain atau benda di sekitar. Contoh penerapannya adalah bayi menggenggam atau menghisap suatu benda.
Tahap perkembangan kognitif yang kedua adalah pra operasional yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan kata-kata dan gambar-gambar. Anak akan menjadikan media ketika menjumpai kata atau gambar
dan anak mendapat pengalaman melalui komunikasi dengan lingkungannya. Perkembangan tersebut menunjukkan adanya peningkatan simbolis yang melampaui
Tahap ketiga adalah tahap operasional konkret yang terjadi pada anak usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak mulai berpikir secara logis mengenai peristiwa yang
konkret. Anak juga sudah mulai mampu mengklasifikasikan benda-benda ke dalam berbagai jenis bentuk yang berbeda-beda. Anak dalam tahap operasional konkret
tidak mampu melaksanakan operasi yang bersifat abstrak karena masih kesulitan dalam mengaitkan konsep abstrak dengan pengalaman konkret. Strategi pendidikan bagi anak operasional konkret semestinya tidak menganggap bahwa anak mampu
belajar tanpa pengalaman tindakan yang nyata (Salkind, 2009: 346).
Tahapan yang terakhir adalah tahap operasional formal yang terjadi pada usia
11 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini remaja mulai mampu memecahkan masalah dan analisis sistematis. Kebanyakan anak sudah mampu menangani berbagai persoalan abstrak mengenai situasi-situasi yang berlawanan dengan fakta. Pemikiran
remaja ditandai dengan kepekaan terhadap orang lain, kemampuan menghadapi pertentangan, dan kemampuan untuk menangani logika tingkat tinggi (Salkind, 2009:
350).
Tokoh berikutnya yang menjelaskan tentang tahapan perkembangan anak adalah Maria Montessori. Montessori membagi tiga tahapan perkembangan anak,
yaitu anak pada umur 0-6 tahun, 6-12 tahun, dan 12-18 tahun (Montessori, 2008: XII). Tahap yang pertama sensorials explorers, tahap kedua reason explorers, dan tahap ketiga dinamakan humanistic explorers.
“In the first plane of information, children are “senorials explorer”; in the
“humanistic explorers”, interested in the quality of society for themselves and
for others peoples of the world” (Lillard, 1996: 154).
Tahapan yang pertama adalah anak pada usia 0-6 tahun yang disebut dengan
masa sensorials explorers. Pada tahap sensorials explorers anak banyak
menggunakan panca indera untuk mendapatkan pengalaman baru. Usia 0-6 tahun adalah usia emas bagi anak-anak. Pada usia ini anak mulai belajar melakukan gerak, berlatih tentang keteraturan, menyayangi lingkungan, serta sangat peka terhadap
sesuatu yang bersifat mendetail serta bilangan atau angka.
Tahap kedua adalah anak pada usia 6-12 tahun yang disebut dengan reason explorers. Pada tahap ini, anak mulai peka terhadap hal yang bersifat logika dan pembenaran. “Younger children ask “why” but they are in effect asking “what”,
“what is that”, “what is it called”. In the words, they are searching for fact reather
than the reasons behind those facts” (Lillard, 1996: 47). Anak mulai bereksplorasi
tentang pengetahuan melalui hal-hal konkret yang ditemui.
Tahap ketiga adalah anak pada usia 12-18 tahun yang disebut humanistic explorers. Pada tahapan ini anak mulai mengalami kematangan fisik. Anak mulai mencari model yang akan menjadi idolanya dan menjadikannya acuan untuk diikuti.
b. Tahap Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
Usia anak Indonesia ketika memasuki sekolah dasar adalah rata-rata adalah 6
usia sekolah dasar termasuk pada tahap operasional konkrit karena sudah mampu melakukan aktivitas mental mengenai hubungan-hubungan logis dari berbagai konsep
yang difokuskan pada objek ataupun peristiwa yang konkret (Desmita, 2007: 156).
Montessori berpendapat bahwa anak yang berada pada tahap reason explorers mulai
mencari pengetahuan-pengetahuan baru melalui hal-hal yang konkret di sekitarnya (Lillard, 1996: 47). Kesamaan yang ada pada kedua tahap ini menandakan bahwa anak mulai mampu berpikir logis, mencari penjelasan, dan pengetahuan dari
pengalaman-pengalaman konkret yang dialaminya. 2. Metode Montessori
Pada sub bab ini diuraikan teori mengenai sejarah metode Montessori, dan metode Montessori. Sejarah metode Montessori menjabarkan asal terciptanya metode Montessori. Metode Montessori membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan
metode Montessori.
a. Sejarah metode Montessori
Pembelajaran Montessori merupakan sebuah karya dari seorang dokter yaitu Dr. Maria Montessori. Maria Montessori adalah dokter sekaligus ahli pendidikan dari Italia. Ia lahir pada tahun 1870 dan meninggal pada tahun 1952 (Lillard, 1996:4).
Montessori sempat tinggal di beberapa Negara seperti Itali, Spanyol, India, dan Netherland selama perang dunia berlangsung. Selama berpindah-pindah, Montessori
mencoba memahami anak-anak dari berbagai kebudayaan. Hingga pada akhirnya Montessori berminat untuk membantu anak yang berkebutuhan khusus di daerah
(rumah anak-anak usia 3-6 tahun). Maria Montessori kemudian mengajukan program yang menginstitusionalisasikan anak-anak terbelakang mental yang lapar akan
pengalaman. Beliau merasa bahwa anak-anak tersebut mampu diajarkan selayaknya anak-anak normal (Crain, 2007: 97).
Maria Montessori mengatakan bahwa dari lahir sampai usia enam tahun, anak mempunyai daya serap tinggi (absorbent mind). Pada periode ini anak mempunyai kemampuan yang tinggi untuk belajar dan beradaptasi dari lingkungan sekitarnya
dengan sendirinya. Semua kemampuan anak tersebut dapat diaplikasikan dalam sekolah yaitu dalam pendidikan Montessori yang didirikan oleh Maria Montessori.
Pendidikan Montessori yang baik ialah mereka yang dapat memaksimalkan pendidikan anak dengan mengenalkan bahan, alat dan kegiatan khusus yang dirancang untuk merangsang intelegensi anak. Mendorong anak untuk memusatkan
perhatian ke suatu kegiatan tertentu akan membuat ia mencapai kemampuan optimumnya dalam lingkungan. Secara spontan kesenangan akan belajar akan
terungkap sewaktu anak diberi kebebasan (dalam batasan tertentu) untuk menentukan keinginannya (Crain, 2007).
Pembelajaran Montessori juga merupakan belajar penemuan. Belajar
penemuan tersebut dibantu dengan alat peraga yang didesain secara eksplisit dapat memberikan makna bagi anak-anak (Lillard, 2005: 328). Dapat disimpulkan bahwa
b. Metode Montessori
Susanto (2013: 43) menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang
digunakan guru dalam mengorganisasikan kelas atau dalam menyajikan bahan pelajaran. Maria Montessori berusaha mengembangkan sebuah metode pendidikan
yang melawan pola-pola pendidikan konvensional. Maria Montessori
mengungkapkan bahwa metode pembelajaran yang Ia ciptakan adalah metode yang mengembangkan kebebasan berkarakter dengan cara yang mengagumkan dan luar
biasa (Montessori, 2002:33). Maria Montessori mengajarkan anak-anak mengenai kebenaran yang mendasar tentang tata bahasa, matematika, biologi, dll. Anak-anak
dapat belajar dengan baik melalui nomenclature dan hasil pekerjaan mereka sangat terstruktur. Montessori menjelaskan bahwa dalam pembelajarannya, anak mampu belajar dengan terstruktur, berfokus pada suatu proyek tertentu, dan anak memiliki
kebebasan untuk menentukan kapan mereka belajar dan hal apa yang ingin mereka pelajari. Montessori mengungkapkan 8 prinsip pendidikan yaitu, konsep gerak
(motorik) dan kognitif, kontrol indera, berfokus pada ketertarikan siswa, pemberian penghargaan ekstrinsik, pengacakan secara kolaboratif, belajar dengan hal konkret, Interaksi anak dengan orang dewasa, dan lingkungan (Lillard, 2005: 29).
Prinsip yang pertama ialah konsep gerak (motorik) dan kognitif berhubungan begitu erat karena gerak dapat berpengaruh pada proses berpikir dan belajar. Konsep
dapat mendukung siswa untuk belajar menjadi baik. Panca indera manusia berfungsi menerima informasi baru dari lingkungan sekitarnya, maka panca indera sangat
penting bagi perkembangan siswa. Prinsip ketiga berfokus pada ketertarikan siswa. Montessori beranggapan bahwa siswa akan dapat belajar lebih baik jika mereka
tertarik dengan apa yang sedang mereka pelajari. Prinsip yang keempat, pemberian penghargaan ekstrinsik untuk sebuah kegiatan, misalkan uang untuk membaca ataupun nilai tinggi untuk sebuah tes yang diberikan, merupakan motivasi yang
berdampak negatif untuk mendorong aktivitas tersebut. Penghargaan-penghargaan tadi membuat siswa senang, namun jika yang terjadi adalah kebalikkannya maka
siswa akan kecewa. Kekecewaan yang siswa rasakan akan dapat mempengaruhi motivasi belajarnya. Prinsip pembelajaran Montessori yang kelima adalah pengacakan secara kolaboratif dapat membuat keadaan sangat kondusif untuk belajar.
Keadaan kelas Montessori memiliki siswa dengan umur bervariasi sehingga dapat terjadi pembelajaran secara tentor sebaya. Prinsip ke-enam adalah belajar dengan hal
konkret akan lebih bermakna bagi siswa daripada belajar dengan konsep abstrak. Hal konkret akan membantu siswa, khususnya pada tahap usia anak-anak untuk memahami pengetahuan dan informasi baru yang siswa dapatkan dari lingkungan
sekitar. Interaksi anak dengan orang dewasa menjadi prinsip ketujuh pembelajaran Montessori. Bentuk-bentuk interaksi khusus orang dewasa akan terasosiasi oleh anak
siswa sangat bermanfaat. Lingkungan yang telah dikondisikan sesuai dengan kebutuhan siswa akan mendorong siswa untuk belajar dengan mandiri.
Tujuan pokok yang hendak dicapai dalam pembelajaran Montessori adalah membuat anak-anak mandiri dan melakukan segala sesuatu sendiri. Pendekatan
Montessori tidak pernah ditemukan hukuman. Pembelajaran Montessori
memfasilitasi anak belajar dengan menggunakan alat peraga. Alat peraga yang didesain disebut alat peraga didaktis yang didalamnya memiliki unsur pengendali
kesalahan atau alat peraga tersebut sudah mampu menjawab letak kesalahan anak. Montessori mengatakan “manusia itu berhasil bukan karena sudah diajarkan oleh
gurunya, tetapi karena mereka mengalami sendiri dan melakukannya sendiri,
pengalaman adalah guru terbaik”. Pendekatan Montessori menyebutkan guru dengan
sebutan direktris karena fungsi guru lebih sebagai pengarah, fasilitator dan
observatori. Pembelajaran menggunakan alat peraga atau media belajar yang memiliki pengendali kesalahan lebih menarik bagi siswa dan lebih membuat siswa
mampu berkonsentrasi sehingga dapat memahami materi yang diajarkan (Magini: 2013: 43).
3. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori
Pada sub bab ini diuraikan teori mengenai pengertian alat peraga matematika, alat peraga matematika berbasis metode Montessori, karakteristik alat peraga
a. Pengertian alat peraga matematika
Usman (2011: 31) menjelaskan bahwa alat peraga adalah alat-alat yang
digunakan oleh guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa.
Pendapat yang sama dinyatakan oleh Anitah (2010: 83) bahwa alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran yang memperlancar proses pembelajaran. Pengertian alat peraga dari para ahli dapat mengarahkan bahwa alat peraga matematika adalah
alat yang digunakan untuk memperjelas materi pelajaran matematika sehingga dapat memudahkan siswa dalam memahami materi serta dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat siswa dalam belajar.
Terdapat beberapa keuntungan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika (Suherman, 2003: 243). Keuntungan pertama adalah bahwa kegiatan
belajar mengajar lebih termotivasi dengan menggunakan alat peraga. Siswa yang mempunyai motivasi belajar akan cenderung senang untuk belajar. Keuntungan
kedua adalah dengan menggunakan alat peraga, konsep abstrak matematika dapat tersaji dalam bentuk konkret. Bentuk konkret yang ditemui siswa membantu siswa untuk memahami materi baru yang diterima. Keuntungan ketiga adalah alat peraga
dapat merangsang siswa untuk berpikir, merangsang siswa menjadi aktif, merangsang siswa untuk memecahkan masalahnya sendiri. Rangsangan yang ditimbulkan alat
b. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori
Alat peraga diciptakan oleh Montessori berdasarkan hasil observasi dan
eksperimen terhadap penggunaan alat peraga pada anak didiknya di Casa dei Bambini
(Montessori, 2002: 36,81). Montessori menyatakan bahwa alat peraga adalah material
yang digunakan siswa sebagai bantuan belajar yang didesain secara sederhana, menarik, memungkinkan untuk dieksplorasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara mandiri, dan memperbaiki kesalahan mereka sendiri (Lillard,
1997: 11). Alat peraga matematika berbasis metode Montessori tidak didesain untuk mengajar matematika namun ditujukan untuk dapat membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan matematikanya (Lillard, 1997: 137).
Kemampuan yang dikembangkan siswa diantaranya seperti dalam memahami perintah, memahami urutan, mengenal hal yang abstrak dan memiliki kemampuan
untuk menyatukan semuanya itu menjadi sebuah temuan yang baru. Alat peraga matematika Montessori didesain secara sederhana dan menarik sesuai dengan konsep
pemikiran Montessori sendiri (Montessori, 2002: 169-175). Siswa diberi kesempatan secara utuh, mandiri mengeksplorasi alat peraga tersebut dan melakukan perbaikan pada kesalahannnya sendiri tanpa harus dikoreksi orang lain. Berdasar pada
teori-teori yang telah terpapar dapat disimpulkan bahwa alat peraga matematika berbasis metode Montessori adalah alat yang dirancang sendiri oleh Montessori guna
c. Karakteristik alat peraga matematika berbasis metode Montessori
Alat peraga yang diciptakan oleh Montessori memiliki karakteristik yaitu
menarik, bergradasi, auto correction, dan auto education. Pada penelitian ini, karakteristik kontekstual pada alat peraga ditambahkan oleh peneliti. Ciri kontekstual
ditambahkan sebagai usaha untuk semakin dekat dengan sistem pembelajaran di Indonesia. Karakteristik-karakteristik tersebut yang membedakan dengan alat peraga lain.
Karakteristik yang pertama adalah menarik yaitu menarik bagi siswa untuk menggunakan alat peraga ketika alat peraga yang dibuat mampu membangkitkan
motivasi siswa dalam menggunakannya. Siswa akan belajar menggunakan dengan menyentuh, meraba, memegang, dan merasakan suatu benda nyata. Alat peraga yang dibuat lembut dan warna yang ditampilkan cerah (Montessori, 2002: 175).
Karakteristik yang ke-dua adalah memiliki gradasi atau bergradasi. Bergradasi, bahwa alat peraga Montessori memiliki rangsangan dengan gradasi yang rasional
(Montessori, 2002: 175). Contohnya seperti yang dikatakan oleh Magini (2007: 49) dimana ada seorang gadis kecil yang berusia tiga tahun mengambil balok silinder dan mencoba memasangkannya secara bergradasi dan membongkar pasangan balok
silinder sebanyak empat puluh dua kali. Alat peraga balok silinder merupakan salah satu alat peraga yang diciptakan oleh Montessori, balok silnder memiliki
gradasi warna, bentuk, ukuran, dan gradasi umur. Gradasi umur artinya alat peraga tersebut dapat digunakan oleh semua orang.
Karakteristik yang ke-tiga adalah Auto education. Alat peraga yang diciptakan Montessori memungkinkan anak belajar mandiri. Anak juga dapat lebih berkembang
dalam kegiatan pembelajaran tanpa campur tangan orang dewasa (Montessori, 2002: 175). Guru hanya sebagai pengamat yang mengamati siswa dan melihat kondisi kesiapan siswa dengan memperkirakan kebutuhan khusus yang dimilikinya (Crain,
2007: 100).
Karakteristik yang ke-empat adalah Auto correction dimana alat peraga mempunyai pengendali jika terdapat kesalahan. Pengendali kesalahan alat peraga dapat berupa kunci jawaban atau ketika menggunakan alat peraga dan terjadi kesalahan, anak dapat mengetahuinya. Anak mampu mengetahui kesalahannya
sendiri tanpa diberitahukan orang lain. Contohnya pada alat peraga balok silinder tadi, siswa akan menggunakan alat tersebut sampai memperoleh bentuk dan ukuran
yang pas dengan cara melakukannya secara berulang-ulang hingga ia berhasil menemukan pembenaran (Montessori, 2002: 175).
Karakteristik alat peraga Montessori yang ke-lima adalah kontekstual.
Penerapan alat peraga matematika Montessori di Indonesia memunculkan karakteristik yang ke lima yaitu kontekstual. Karakteristik kontekstual muncul untuk
lingkungan sekolah. Nilai kontekstual juga diharapkan dapat membuat siswa merasa mengenal alat peraga tersebut sehingga mudah beradaptasi dengan alat dan mudah
menggunakan.
d. Alat peraga rak bangun datar Montessori
Alat peraga bangun datar digunakan untuk mempelajari materi sifat-sifat bangun datar di kelas V semester 2. Materi sifat-sifat bangun datar terdapat pada standar kompetensi 6 yaitu, memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
dan kompentensi dasar 6.1 yaitu, mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar. Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini merupakan duplikasi dari alat peraga
Montessori. Alat peraga bangun datar tampak pada gambar 2.1. .
Gambar 2.1 Alat Peraga Rak Bangun Datar Berbasis Metode Montessori
Gambar 2.1 merupakan alat peraga bangun datar terbuat dari kayu dan triplek. Alat peraga bangun datar berbentuk balok dengan ukuran 45cm x 30cm x 20cm. Alat
genjang dan trapesium. Papan ke-tiga berisi bangun datar belah ketupat dan layang-layang. Papan ke-empat berisi bangun datar segilima dan segi enam. Papan ke-enam
berisi bangun datar segi tujuh dan segi delapan. Papan ketujuh berisi bangun datar lingkaran. Papan bangun datar dapat dilihat dalam gambar 2.1.
Gambar 2.2 Papan Pertama pada Rak Bangun Datar Persegi dan Segitiga
Gambar 2.2 merupakan salah satu contoh papan yang berisi bangun datar
persegi dan persegi panjang.Ada tiga bangun datar persegi dan segitiga yang memiliki warna berbeda-beda. Bangun datar persegi berwarna biru tidak dibelah
menjadi dua bagian. Bangun datar persegi berwarna merah dibelah menjadi dua bagian yang sama menjadi dua bangun datar persegi panjang. Bangun datar persegi
berwarna kuning dibelah menjadi dua bangun datar segitiga sama kaki. Bangun datar segitiga berwarna biru sebagai bangun datar segitiga utuh tidak dibelah. Bangun datar segi tiga berwarna merah dibelah menjadi dua bagian bangun datar segitiga siku-siku.
Alat peraga bangun datar dilengkapi dengan kartu soal. Kartu soal merupakan soal bangun datar beserta jawaban dari soal tersebut. Soal beserta kunci jawaban berada
dalam satu kertas yang dibuat bolak-balik. Kartu pengendali alat peraga bangun datar ditempatkan pada tempat yang terbuat dari kayu.
4. Pembelajaran Matematika
Surya (2006: 62) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan perilaku baru.
Susanto (2013: 185) menambahkan bahwa dalam pembelajaran terdapat komunikasi dua arah, yaitu mengajar dilakukan oleh guru sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik. Perilaku tersebut sebagai hasil dari pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungan. Pembelajaran yang dibahas adalah pembelajaran matematika, maka pada sub bab ini membahas tentang pengertian matematika, tujuan
pembelajaran matematika, dan materi mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.
a. Pengertian Matematika
Matematika merupakan ide-ide yang abstrak berisi simbol-simbol. Konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol (Susanto, 2013: 183). Konsep-konsep tersebut telah disusun secara sistematis
berdasarkan konsep yang paling sederhana hingga konsep yang lebih kompleks. Kemampuan terhadap penguasaan konsep merupakan syarat supaya bisa menguasai
matematika merupakan suatu ilmu yang memiliki objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan dan berpola pikir deduktif. Penalaran deduktif merupakan penalaran
berdasarkan konsistensi sehingga kebenarannya telah pasti. Matematika dapat dikatakan sebagai konsep yang abstrak karena dalam matematika berhubungan
dengan simbol yang membutuhkan penalaran dalam memahami simbol-simbol tersebut.
Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa matematika merupakan suatu ilmu
yang berkaitan dengan konsep abstrak menggunakan penalaran. Matematika tidak mudah untuk dipahami oleh siswa pada umumnya. Mata pelajaran matematika di
sekolah dasar berisi bahan pelajaran yang menekankan agar siswa mengenal, memahami serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya dengan praktek kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan umum matematika lebih menitik beratkan pada penalaran dan
penanaman sikap (Suherman 2003: 58). Penalaran dan sikap menjadi fokus karena dengan penalaran dan sikap yang benar akan membantu siswa dalam memahami konsep matematika sehingga mampu mengerjakan semua jenis soal matematika.
Tujuan matematika pada pendidikan sekolah dasar adalah mengupayakan siswa agar dapat menggunakan matematika pada kehidupannya (Susanto, 2013: 189). Ekawati
nalar serta pembentukan kepribadian. Kedua bersifat material, sifat ini penekanannya pada penerapan matematika serta keterampilan matematika.
Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa tujuan matematika adalah untuk mengasah kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan
masalah dinilai penting karena pada umumnya hal-hal yang harus diselesaikan siswa adalah sebuah permasalahan yang harus dipecahkan. Membuat siswa mampu menerapkan pengetahuan matematika dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan
tujuan matematika. Permasalahan matematika sering muncul dikehidupan sehari-hari, misalnya jual beli dan pengukuran terhadap suatu benda. Mengacu pada teori
mengenai tujuan matematika yang telah terpapar dapat dikatakan bahwa inti dari tujuan pembelajaran matematika adalah penguasaan konsep metematika dengan menggunakan penalaran dan penanaman sikap untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari dari seorang siswa.
c. Materi Mengidentifikasi Sifat-sifat Bangun Datar
Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar adalah materi pelajaran yang ada di Sekolah Dasar (BSNP, 2006: 238). Materi tersebut tercantum dalam Standar Kompetensi (SK) 6. “Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun”, dengan Kompetensi dasar 6.1. “Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar”.
Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar termasuk dalam keterampilan geometri.
membedakan dengan bangun lainnya. Bangun datar yang dipelajari di sekolah dasar meliputi bangun datar segitiga, persegi, persegi panjang trapesium, jajar genjang,
lingkaran, dan lain-lain (Soenarjo, 2007: 226-229). 5. Prestasi Belajar
Pada sub bab ini diuraikan mengenai teori belajar, pengertian belajar, pengertian prestasi belajar, dan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
a. Teori Belajar
Terdapat beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Teori-teori tersebut mengalami perkembangan seiring perkembangan zaman di dunia. Teori yang
dibahas dalam penelitian ini ada dua yaitu teori kognitivisme dan teori konstruktivisme. Kedua teori tersebut dibahas karena dianggap sejalan dengan penelitian ini.
1) Teori Kognitivisme
Teori kognitivisme adalah teori yang menjelaskan hal-hal yang bekaitan dengan kemampuan manusia dalam memahami pengalaman-pengalamannya sehingga
menjadi bermakna bagi manusia. “Kognitivisme meyakini bahwa belajar adalah hasil
dari usaha individu dalam memaknai pengalaman-pengalamannya yang berkaitan dengan dunia disekitarnya” (Jamaris, 2013: 125). Belajar pengetahuan terdiri dari tiga
dengan gejala yang ditemukan. Fase aplikasi konsep, pada fase ini siswa menggunakan konsep yang disimpulkan untuk meneliti gejala lain. Ahli yang
menganut teori kognitivisme ialah Jean Piaget, Jerome Brunner, Kurt Lewin, Robert M. Gagne, dan David P. Ausubel. Gagne berpendapat bahwa belajar merupakan
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulan dari lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru yang berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai (Dimyati & Mudjiono, 2006: 10).
2) Teori Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang meyakini bahwa
siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuan sendiri tentang dunia sekitarnya melalui pengalaman-pengalamannya (Jamaris, 2013: 148). Tokoh yang menganut teori belajar konstruktivisme diantaranya J. J. Bruner, Jean Piaget, dan
Vygotsky. J.J. Bruner berpendapat bahwa alangkah baiknya jika sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswanya untuk maju dengan cepat sesuai dengan
kemampuan siswa dalam suatu mata pelajaran (Slameto, 1988: 13). Lingkungan yang hendaknya disediakan sekolah adalah lingkungan yang memungkinkan siswa untuk melakukan eksplorasi dan menemukan penemuan baru. Bruner mempertegas
bahwa dalam membangun pengetahuannya, siswa memilih memperkuat
pengetahuannya melalui berbagai kegiatan, seperti mengajukan hipotesis dan
dalam melaksanakan tindakan guna pemecahan masalah sehingga siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri (Jamaris, 2013: 151).
Kedua teori beranggapan bahwa siswa memiliki kemampuan kognitif untuk memahami ataupun mengerti hal-hal di sekitarnya secara mandiri. Teori kognitivisme
berpandangan bahwa setiap siswa memiliki kemampuan berpikir untuk memaknai pengalaman-pengalaman yang ditemui sehingga dapat menjadikannya keterampilan dan pengetahuan baru. Sejalan dengan teori kognitif, teori kontruktivisme
memandang bahwa siswa dengan bekal kognitif yang dimilikinya mampu membangun pemahaman dan pengetahuan dengan membelajarkan dirinya sendiri
secara mandiri. Kedua teori ini dijadikan landasan dalam penelitian ini dalam memaknai proses belajar.
b. Pengertian Belajar
Siregar (2010: 3) menjelaskan bahwa belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang, berlangsung seumur hidup, sejak masih
bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Seseorang telah belajar sesuatu dapat diketahui dengan adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut berupa perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor) serta nilai dan sikap (afektif). Pendapat lain dikatakan oleh Dimyati (2006: 7) belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks. Sebagai
Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah aktifitas sadar dan pengalaman yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh konsep dan pengetahuan baru sehingga dapat mengubah tingkah laku diri yang relatif tetap. Pengetahuan tersebut dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman baru.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Widiyoko (2009: 25) merumuskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat kegiatan pembelajaran. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses pembelajaran (Susanto, 2013: 5). Hasil belajar yang didapatkan siswa berupa pemahaman konsep,
keterampilan proses, dan sikap siswa. Dipertegas oleh Sudjana (2005:3) yang mengatakan bahwa prestasi belajar ialah hasil belajar yang dicapai oleh siswa dengan
kriteria tertentu sehingga untuk mengetahui tingkat prestasi belajar maka perlu dilakukan evaluasi belajar. Prestasi belajar sesungguhnya adalah hasil belajar, namun pada umumnya hanya mengarah pada aspek kognitif saja. Winkel (2007: 162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau
kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan
d. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara umum faktor-faktor
tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Slameto, 2002: 60). Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada di
luar diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapatlah dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat. Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa.
Teori Gestalt (dalam Susanto, 2013: 12) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perkembangan yang bisa dipengaruhi oleh faktor diri siswa sendiri dan faktor lingkungan. Pendapat tersebut dapat menjadi dasar bahwa hasil belajar juga
dipengaruhi oleh dua hal yakni siswa sendiri dan lingkungannya. Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang mengarah pada aspek kognitif saja sehingga dapat
dikatakan faktor yang yang mempengaruhi hasil belajar sama dengan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
B. Penelitian yang Relevan
Contoh penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan penulis
adalah :
Koh & Frick (2010) melakukan penelitian tentangi penerapan dukungan untuk
kebebasan individu di dalam kelas Montessori. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebebasan individu terhadap motivasi instrinsik siswa dalam
bekerja. Subjek penelitian ini adalah guru, asisten, dan 28 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru dan asisten memiliki strategi yang mendukung
kemandirian siswa dan sesuai dengan metode Montessori. Siswa di sekolah Montessori memiliki motivasi intrinsic yang tinggi dalam mengerjakan tugasnya.
Wahyuningsih (2011) meneliti tentang pengaruh model pendidikan montessori
terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini adalah penelitian quasi
eksperimental dengan penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis.
Hasil penghitungan uji hipotesis diperoleh nilai thitung = 7,35 kemudian
dikonsultasikan pada ttabel pada taraf signifikan 0,05 diperoleh nilai ttabel =1,667
Karena thitung > ttabel maka Ha diterima, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran model
pendidikan montessori dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran dengan model pendidikan Montessori berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
Rahmadini (2012) meneliti tentang pemberdayaan pembelajaran materi ajar identifikasi sfat-sifat bangun datar bagi pengembangan nilai karakter berfikir kritis
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian pengembangan (development research) yang menekankan pada pengembangan perangkat pembelajaran dengan mengacu
pada standar proses. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran cukup tinggi, hal yang ditinjau dari hasil belajar siswa dengan ketuntasn kelas
88,37%, memotivasi belajar siswa tinggi 74,42% menyatakan sangat baik dan 25,58% menyatakan baik, respon siswa positif 97,67% dan kesan guru terhadap penerapan perangkat yang dikembangkan juga positif (100%).
Lestari (2013) melakukan penelitian mengenai efektivitas alat peraga matematika. Alat peraga yang digunakan adalah kertas persegi satuan untuk materi
luas persegi dan persegi panjang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian gabungan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan, minat, dan pengaruh alat peraga dalam pembelajaran matematika.
Subjeknya adalah siswa kelas III sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh alat peraga terhadap keterlibatan siswa yang mencapai 100%. Peningkatan
juga terjadi pada minat yang besarnya 100%, namun tidak ada pengaruh alat peraga terhadap kemampuan siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dapat dijadikan referensi bagi penelitian ini. Metode yang digunakan lebih kaya karena
Gambar 2.3 Literature Map Penelitian yang Relevan
Gambar 2.3 menunjukkan literature map penelitian yang relevan dengan
penelitian ini. Penelitian relevan yang digunakan antara lain adalah Koh& Frick
(2010). Penerapan kemandirian individu dan pengaruhnya terhadap motivasi Koh & Frick (2010)
intrinsik siswa Montessori, Wahyuningsih (2011) Pengaruh model pendidikan montessori terhadap hasil belajar matematika siswa. Rahmadini (2012)
Pemberdayaan pembelajaran materi ajar identifikasi sfat-sifat bangun datar bagi pengembangan nilai karakter berfikir kritis dan logis, dan Lestari (2013) Efektivitas
alat peraga matematika kertas persegi satuan. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena pada tujuan dan hipotesis atau hipotesis penelitiannya. Perbedaan penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah pada pengambuilan
variabel penelitian dan subjek penelitian. Peneliti memilih penelitian ini karena belum ada penelitian relevan yang menggunakan alat peraga matematika berbasis
Montessori dengan subjek siswa kelas 5.
C. Kerangka Berpikir
Matematika merupakan kumpulan ide abstrak yang berisi simbol-simbol..
Sistem matematika dapat mengubah pola berfikir seseorang menjadi matematis, logis dan sistematis ini tidak sejalan dengan tahapan perkembangan mental anak.
Matematika yang dianggap jelas dan logis oleh orang dewasa, masih merupakan hal yang tidak masuk akal dan menyulitkan bagi anak. Untuk menanamkan pola pikir abstrak kedalam pemikiran anak yang konkrit dapat digunakan alat peraga
matematika.
Pemlihan alat peraga dilakukan dengan teliti. Tidak semua alat peraga sesuai
pendidikan yang mengembangkan alat peraga sebagai sarana untuk membelajarkan siswa. Alat peraga berbasis Montessori memiliki karakteristik yang unik karena
menarik, memiliki: (1) gradasi, (2) auto-educational, (3) auto-correction (4) dan kontekstual. Karakteristik-karakteristik tersebut sejalan dengan karakteristik siswa SD yang mudah tertarik dengan warna yang indah dan nyaman untuk bekerja mandiri, sehingga alat peraga berbasis Montessori dipandang efektif untuk mengatasi permasalahan prestasi belajar siswa.
Alat peraga akan membantu dalam memahami pembelajaran khususnya matematika. Siswa akan tertarik dengan pembelajaran menggunakan alat peraga.
Dengan ketertarikan siswa untuk belajar, maka alat peraga berbasis Montessori akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
D. Hipotesis
Hipotesis penelitian berisi tentang dugaan sementara yang akan terjadi dalam penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan prestasi belajar siswa