Prosedur Numerik
Pada bab ini, metode numerik digunakan untuk menghitung medan kecepatan, yakni dengan menghitung batas dan domain integral. Tensor tegangan tak
Newton melalui persamaan Maxwell Linear dan perubahan (Evolution) bentuk
batas dari setiap permukaan S(l), l= 1, ..., K melalui persamaan kinematik.
V.1 Integral Batas
Pada bab ini, kita akan membangun proses numerik dari persamaan integ-ral batas melalui proses diskritisasi batas dan diskritisasi domain integinteg-ral.
Diskritisasi batas domain S yang mulus (smooth boundary) atau permukaan
(interface) fluida menjadi Nb segmen Si, i = 1, ..., Nb sedemikian sehingga
membentuk himpunan titik diskritisasi. Penghubung antar dua titik
diskri-tisasi dinamakan elemen batas (Boundary Elements) dilambangkan dengan
e
Si, i = 1, ..., N b, dan titik-titik diskritisasi dinamakan titik-titik ekstrim ( Ex-treme Points) atau node pada elemen batas. Pada daerah domain
didiskriti-sasi menjadiNrsel integral. Hasil jumlahan kecepatanuipada masing-masing
elemen batas menghampiri nilai kecepatan pada batas S dan hampiran batas
e
S = ∪N b
I=1Sei. Selisih antara nilai kecepatan pada batas S dengan nilai
ham-piran kecepatanSei dinamakan denganerror diskritisasi. Elemen batas dipilih
sedemikian sehingga menghasilkan error dikritisasi yang minimum.
Melalui persamaan integral batas pada bab V
c(ikl)u(il)(x)−R∂Ω(l)Kijk(r)u(il)(y)n (l) j (y)dΩ = 1η R Ω(l)Jik(r)∂j∂tτ(ijl)(y)dS +1 η R ∂S(l)Jik(r)π (l) ij (y)nj(l)(y)dS (5.1) dengan cik(x) = δij, x∈Ω; 1/2δij, x∈S dan mulus dix;
dari kondisi dinamik (5.23), diperoleh persamaan integral batas c(ikl)u(il)(x)−R∂Ω(l)Kijk(r)u(il)(y)n (l) j (y)dΩ = 1η R Ω(l)Jik(r)∂j∂tτ(ijl)(y)dS −σ η R ∂S(l)Jik(r) ³ 1 R1 +R21 ´ ni(l)(y)dS (5.2) dan πij(l) =−P δij +λ(∂iuj +∂jui). Tensor tegangan pada fluida Non-Newton
τd
ij ditentukan dari persamaan Maxwell linear
¡ 1 +De∂ ∂t ¢ τ(ijl) =η ³ ∂iu(jl)+∂ju(il) ´ (5.3)
Pada interface awal S0 diberi gangguan
f(x1, x2, t) =ad ¡
1 +²e−ikx1¢ (5.4)
dengan² sebagai parameter kecil dan tensor tegangan Non-Newton awal, kita
asumsikan sebagai distribusi tegangan isotropik.
τij(0) =Qδij (5.5)
Dari persamaan (4.34) dan persamaan (5.1), diperoleh bentuk benang yang baru pada waktu t(l). Nilai kecepatan u(l) dari persamaan (5.1) digunakan
pada persamaan (4.34) untuk mendapatkan tensor tegangan tak Newton baru pada waktu t(l). Iterasi ini berulang hingga mencapai energi minimum, yakni
benang sudah terdeformasi menjadi satu tetesan (droplet).
Algoritma 5.1 Proses iterasi ini dituliskan dalam algoritma berikut:
Step 1 Menentukan bentuk permukaan benang awal dengan menyelesaikan
persamaan (5.1) dengan memanfaatkan posisi awal x dan tensor
te-gangan awal (5.4)
Step 2 Menghitung tensor tegangan Non-Newton τd
ij pada tl dengan
menye-lesaikan persamaan (5.2) untuk interface Sl
Step 3 Menghitung kecepatan padati dengan menyelesaikan persamaan (5.1)
Step 4 Mengulang step 1 sampai step 3
Kecepatan untuk fluida Newton dapat ditentukan melalui kekontinuan ke-cepatan, yakni ud=uc, dengan algoritma sebagai berikut:
Algoritma 5.2 Proses iterasi ini dituliskan dalam algoritma berikut:
Step 1 Mengambil bentuk permukaan benang awal dengan menyelesaikan
persamaan (5.1) dengan memanfaatkan kondisi awal (5.3) dan tensor tegangan awal (5.4)
Step 2 Menghitung tensor tegangan Newtonτd
ij padatidengan menyelesaikan
persamaanτij(c) =η ³ ∂iu(jl)+∂ju(il) ´ untuk interface S(l)(t i)
Step 3 Menghitung kecepatan padati dengan menyelesaikan persamaan (5.1)
Step 4 Lakukan ulang step 1 sampai step 3.
Algoritma ini digambarkan sebagai berikut:
Input : Q, eps, etac, etad,sigma, E, a, L, x_{0}, y_{0}, tau11,tau12,tau21, tau22
Kecepatan pada batas {u_bts} Kecepatan pada domain {udom} Tensor tegangan baru melalui persamaan Maxwell Linear
Penentuan posisi baru melalui kondisi kinematik
Keluaran : u_bts, udom, tau11,tau12,tau21,tau22,x_baru
akhir
V.2 Integral Domain
Proses deformasi benang yang bergerak pada sistem koordinatOx1x2
ditrans-formasi ke sistem koordinat polar. Daerah domain didiskritisasi menjadi Nr
internal sel. Masing-masing internal sel berbentuk segitiga. Hal-hal ini dapat terlihat pada gambar berikut:
Tensor tegangan tak Newton pada tiap-tiap titik integrasi di daerah domain di-hitung dengan menggunakan metode Gauss Legendre 7 titik. Tensor tegangan
untuk waktut berikutnya diformulasikan τij(l+1) = ηhtDe µ u(l)j (n+1)−u (l) j (n) x(l)i (n+1)−x (l) i (n) +u(l)i (n+1)−u (l) i (n) x(l)j (n+1)−x (l) j (n) ¶ +¡1− ht De ¢ τij(l) (5.6) dan 1 xj(i+1)−xj(i)τ (l+1) ij = (ηht) 2 De2(xj(i+1)−xj(i)) ³ uj(n+1)−uj(n) xi(n+1)−xi(n) + ui(n+1)−ui(n) xj(n+1)−xj(n) ´ + (1−Deht) xj(i+1)−xj(i)τ (l) ij (5.7)
dan disubstitusi ke integral domain
Z Ω
(τij∂jJik)dΩ
Perhitungan numerik untuk persamaan integral batas (5.5) terbagi menjadi dua bagian:
a. Elemen batas dan internal cell tidak mengandung titik asal x (Elemen atau cell regular)
Pada kasus ini, jarak antara titik asalxdengan titik-titik hasil diskritisasi
y lebih besar dari nol kx −yk > 0 sedemikian sehingga singularitas kernel berada di luar domain integral. Simulasi numerik untuk kasus ini menggunakan Quadratur Gauss. Pada elemen batas menggunakan Quadratur Gauss Legendre 12 titik. Pada inner domain menggunakan modifikasi Quadratur Gauss Legendre.
b. Elemen batas dan internal cell mengandung titik asal xElemen atau cell singular
Pada kasus ini, jarak antara titik asal xdengan titik-titik hasil
diskriti-sasi y sama dengan nol kx−yk = 0 sedemikian sehingga elemen batas
mengandung singularitas kernel Jik(r). Kernel ∂jJik(r) = k1rk juga pada
singular pada integral domain.
Ambil sembarang internal sel pada domain, dengan titik masing-masing
a= (u1, v1), b= (u2, v2), c = (u3, v3). Titik-titik ini ditransformasi ke
in-ternal sel baru x1 = (0,0) = (y1, y2), x2 = (1,0) = (y1, y2), x3 = (0,1) =
(y1, y2) sedemikian sehingga diperoleh
y1 = (u3 −u1)y1+ (u2−u1)y2+u1 (5.8) y2 = (v3−v1)y1+ (v2−v1)y2+v1 (5.9) dengan Jacobian Jac= Ã ∂x∗ ∂y1 ∂x ∗ ∂y2 ∂y∗ ∂y1 ∂y∗ ∂y2 !
Selanjutnya, pada masing-masing titik-titik segitiga terdapat tensor
te-ganganA, B, C, yang masing-masing dinyatakan
A= µ A11 A12 A21 A22 ¶ ;B = µ B11 B12 B21 B22 ¶ ;C = µ C11 C12 C21 C22 ¶ ; dan mengalami proses transformasi sedenikian sehingga
y1A+y2B+ (1−y1−y2)C (5.10)
yang mana x1, x2, x3 menyatakan titik-titik segitiga (vertices).
Dengan demikian integral domain dinyatakan dengan
Z Ω τij∂jJikdΩ = Z 1 u=0 Z 1−u v=1 τij∂jJikdudv (5.11) dengan Jik = 1 4π Z 1 0 Z 1−u v=1 τij∂j µ −δikln|r|+ rirk |r|2 ¶ dudv Misal f((y1, y2) ; (α, β)) = ln p (y1−α)2+ (y2−β)2 dengan ∂f ∂y1 = p y1−α (y1−α)2 + (y2−β)2 ∂f ∂y2 = p y2−β (y1−α)2 + (y2−β)2 dan g11((y1, y2) ; (α, β)) = (y1−α)2 (y1−α)2+ (y2−β)2 g12((y1, y2) ; (α, β)) = (y1 −α)(y2−β) (y1−α)2+ (y2−β)2 g21((y1, y2) ; (α, β)) = (y1 −α)(y2−β) (y1−α)2+ (y2−β)2 g22((y1, y2) ; (α, β)) = (y2−β) 2 (y1−α)2+ (y2−β)2
dan turunan dari fungsi g, yakni: ∂g11 ∂y1 = 2(y1 −α) (y1−α)2+ (y2−β)2 − 2(y1−α) 3 ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 ∂g11 ∂y2 = 2(y1−α)2(y2−β) ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 ∂g12 ∂y1 = (y2−β) (y1−α)2+ (y2−β)2 − 2(y1−α)2(y2−β) ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 ∂g12 ∂y2 = (y1−α) (y1−α)2+ (y2−β)2 − 2(y2−β)2(y1 −α) ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 ∂g21 ∂y1 = (y2−β) (y1−α)2+ (y2−β)2 − 2(y1−α)2(y2−β) ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 ∂g21 ∂y2 = (y1−α) (y1−α)2+ (y2−β)2 − 2(y2−β)2(y1 −α) ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 ∂g22 ∂y1 = 2(y1−α) 2(y 2−β) ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 ∂g22 ∂y2 = 2(y2−β) (y1−α)2+ (y2−β)2 − 2(y2 −β) 3 ((y1−α)2+ (y2−β)2)2 Jika (u1, v1) = (α, β), maka (y1−α)2 = ((u3−u1)y1+ (u2−u1)y2)2 (y2−β)2 = ((v3−v1)y1+ (v2−v1)y2)2 Misal : u3−u1 =a;u2−u1 =b;v3−v1 =c;v2−v1 =d;
Dengan demikian penentuan integral domain
Z 1 0 Z 1 1 τij∂jJikdudv = Z 1 0 Z 1−u 1 (y1A+y2B+ (1−y1−y2)C) Ã ay1+by2 p (ay1+by2)2+ (cy1+dy2)2 + 2(ay1+by2) (ay1+by2)2+ (cy1+dy2)2 ! −(y1A+y2B+ (1−y1−y2)C) µ 2(ay1+by2)3 ((ay1+by2)2+ (cy1+dy2)2)2 ¶ dy1dy2 V.3 Integral Waktu
Pada bagian ini, kita akan menentukan tensor tegangan tak Newton dan
ben-tuk permukaan domain (interface) S(l) untuk waktu t berikutnya. Bentuk
permukaan domain S(l) baru ditentukan melalui perhitungan posisi titik-titik
diskritisasi batas domain S(l), yakni perhitungan integral waktu pada kondisi
kinematik (2.24) dengan menggunakan metode skema Euler Forward.
xnM
j (ti+1) =xnMj (ti) + ∆t
¡
unM ·nn¢n
V.4 Hasil Numerik
Telah diperoleh persamaan Stokes nonhomogen
η∂jju(il)−∂iP(l)=De∂j∂tτij(l) dalam Ω
dengan kondisi awal
x2(0) = 0; x2(ad) = ad ¡ 1 +²e−ikx1¢ x1(0) = 0; xL = L;
dan kondisi batas
[|τijtj|] = 0 kondisi dinamik pada batasS
[|τijnj|] = −σ µ 1 R1 + 1 R2 ¶
ni kondisi dinamik pada S
dxi
dt = ui kondisi kinematik padaS
Berdasarkan persamaan integral batas pada bab 4, diperoleh
cikui(x)− Z S Kijk(r)ui(y)nj(y)dS− 1 λ Z S Jik(r)κni(y)dS = 1 λ Z Ω τij(r)∂jJikN N(y)dΩ
Melalui hasil numerik dari persamaan integral batas, proses deformasi fluida tak Newton menjadi droplet dinyatakan sebagai perubahan bentuk permukaan
interface (perubahan x2) pada setiap iterasi waktut
Berdasarkan gambar di atas, pembentukan tetesan (droplet) terjadi pada ite-rasi terakhir. Tetesan (droplet) terlihat pada saat bentuk interface mancapai nilai minimum.
Namun, proses numerik pada subbab (V.2) dan subbab (V.3) memiliki keku-rangan, yakni adanya kernel ∂jJik(r) pada integral domain yang mengandung
singularitas r. Oleh karen itu, kita tidak memperoleh hasil yang maksimal.
Perubahan bentuk yang telah diperoleh yang digambarkan sebagai berikut
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 0.05 0.055 0.06
Profil interface fluida, dt = 0.0005
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.009 0.0095 0.01 0.0105 0.011 0.0115 0.012
e t a d = 0 . 0 1 E = 4 Q = 0 . 1 - 9 7 . 8 5 1 - 5 8 . 4 2 5 - 1 2 . 4 7 8 - 8 9 . 0 7 7 - 5 4 . 0 3 8 - 1 2 . 2 6 2 - 8 0 . 8 3 1 - 4 9 . 9 1 5 - 1 2 . 0 6 3 - 7 4 . 8 4 8 - 4 6 . 9 2 4 - 1 1 . 9 2 4 - 7 2 . 6 5 0 - 4 5 . 8 2 5 - 1 1 . 8 8 4 - 7 3 . 0 9 5 - 4 6 . 0 4 7 - 1 1 . 9 1 4 - 7 6 . 4 0 4 - 4 7 . 7 0 2 - 1 2 . 0 1 8 - 8 3 . 6 6 1 - 5 1 . 3 3 1 - 1 2 . 2 2 4 - 9 4 . 1 2 4 - 5 6 . 5 6 2 - 1 2 . 5 1 2 - 1 1 0 - 6 4 . 4 0 9 - 1 2 . 9 3 7 - 4 3 . 9 0 5 - 3 1 . 4 5 2 - 1 1 . 1 5 4 7 0 . 8 7 5 3 5 . 4 3 7 0 . 1 9 1 3 1 1 8 5 . 6 5 1 0 . 2 3 3 1 . 4 9 8 1 3 5 . 4 1 7 7 . 2 0 5 1 3 . 5 1 4 1 3 1 . 2 7 7 5 . 1 3 4 1 3 . 3 1 6 1 4 8 . 1 2 8 3 . 5 5 8 1 3 . 7 4 5 1 7 6 . 6 9 9 7 . 8 4 7 1 4 . 5 0 9 2 1 2 . 1 5 1 1 . 5 5 7 1 5 . 4 6 9 2 5 3 . 2 6 1 3 . 6 1 3 1 6 . 5 7 8 2 9 3 . 4 9 1 5 . 6 2 4 1 . 7 6 6 3 2 5 . 4 2 1 7 . 2 2 1 1 8 . 5 0 8 3 3 8 . 5 3 1 7 . 8 7 6 1 8 . 8 2 4 6 6 . 6 3 4 4 2 . 8 1 7 1 1 . 5 5 3 - 1 5 . 6 0 8 - 0 . 7 8 0 4 2 0 T a b e l d a t a : P o s is i y b a r u 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 −3 −2 −1 0 1 2 3 Iterasi ke 1, De = 4 , t = 0.02