REWARD DAN PUNISHMENT DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
SARIFUL ROHMAN
NIM: 111-12-033
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
dia tidak diberi balasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua saya, Bapak Solekhan dan Ibu Roviyani yang senantiasa
memberikan nasihat dan telah mendidik saya dari kecil sampai menikmati
kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
2. Kakakku Nurwachid beserta istrinya yang telah membantu membimbing proses
perkuliahan saya.
3. Keluarga besar PAI A, Keluarga PPL SMK N 3 Salatiga dan Kelompok KKN
posko 41 yang telah memberikan saya pengalaman hidup yang luar biasa.
4. Seluruh teman-teman yang mengenal saya baik teman sekolah, kuliah, maupun
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafa‟atnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “REWARD DAN PUNISHMENT DALAM
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Achmad Maimun, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
ix
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 22 Agustus 2016
Penulis
x
ABSTRAK
Rohman, Sariful. 2016. “Reward dan Punishment dalam Perspektif Pendidikan
Islam” Pembimbing: Achmad Maimun, M.Ag.
Kata kunci: Reward, Punishment, Pendidikan Islam
Pendidikan sekarang ini banyak sekali hal yang dapat menimbulkan pro dan kontra. Sebagai contoh, kekerasan yang terjadi dalam pendidikan nyatanya bertentangan dengan Undang-undang perlindungan anak di Indonesia saat ini. Namun dalam pendidikan Islam, tindakan memukul diperbolehkan sesuai dengan hadits nabi Muhammad dan dengan beberapa ketentuan yang mengaturnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana reward dan
punishment dalam perspektif pendidikan Islam. Dan juga untuk mengetahui bagaimana relevansinya dalam pendidikan sekarang ini. Penelitian ini menggunakan kajian kepustakaan atau literatur. Yang mana sumber-sumber data diambil dari beberapa buku lalu dianalisis dan diambil kesimpulanya.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN BERLOGO...ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING...iii
HALAMAN PENGESAHAN...iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...v
MOTTO...vi
PERSEMBAHAN...vii
KATA PENGANTAR...viii
ABSTRAK...ix
DAFTAR ISI...x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...4
C. Tujuan Penelitian...4
D. Manfaat Penelitian...5
E. Metodologi Penelitian...5
F. Penegasan Istilah...7
xii BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Reward dan Punishment...12
1. Pengertian Reward dan Punishment...12
2. Tujuan Reward dan Punishment...15
3. Macam-macam Reward dan Punishment...17
4. Teori-teori Reward dan Punishment...24
5. Prinsip-prinsip Reward dan Punishment...28
B. Pendidikan Islam...31
1. Definisi Pendidikan Islam...31
2. Dasar Pendidikan Islam...32
3. Tujuan Pendidikan Islam...33
BAB III JANJI DAN ANCAMAN DALAM AJARAN ISLAM A. Janji dan Ancaman Allah...37
1. Konsep Janji dan Ancaman Allah...37
2. Bentuk-bentuk Janji dan Ancaman Allah...41
B. Hukuman Dalam Ajaran Islam...49
xiii
BAB IV REWARD DAN PUNISHMENT DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIKAN ISLAM
A. Reward dalam Pendidikan Islam...63
B. Punishment dalam Pendidikan Islam...70
1. Pendapat Para Tokoh Pendidikan Islam...70
2. Dasar Pmeberian Punishment dalam Islam...75
3. Penerapan Punishment dalam Lembaga Pendidikan Islam...82
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...98
B. Saran...98
DAFTAR PUSTAKA...100
RIWAYAT HIDUP PENULIS...103
LAMPIRAN LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Manusia hidup di dunia ini mengalami berbagai persoalan kehidupan
yang bermacam-macam. Ada kalanya merasakan kebahagiaan dan ada kalanya
juga merasakan kesedihan. Kebahagiaan dapat diperoleh dari hal-hal kecil
seperti mendapatkan sebuah hadiah dari orang terdekat. Semua orang pada
umumnya akan sangat senang apabila mendapatkan sebuah hadiah tertentu,
kalaupun ada yang tidak senang ketika diberikan sebuah hadiah, itu mungkin
karena suatu alasan tertentu. Sementara itu, kesedihan dapat diperoleh dari
hal-hal yang kecil juga seperti kehilangan suatu barang, atau karena dimarahi
oleh orang tuanya karena suatu kesalahan yang diperbuatnya dan bisa saja
orangtua memberikan hukuman kepada anaknya tersebut.
Mendidik anak memang tidaklah mudah, seorang pendidik tentu harus
mengetahui minat sang anak. Agar mampu memberikan dorongan motivasi
kepada anak. Dalam hal ini, pemberian hadiah (reward) dan pemberian
hukuman (punishment) menjadi sangat penting. Untuk mendidik anak,
hukuman hanyalah salah satu alat atau cara. Orang tua atau guru dapat
menggunakan cara lain dalam mendidik anak, misalnya memberikan teladan,
memberikan hadiah atau pujian terhadap tindakan yang baik, serta
menciptakan situasi dan kondisi yang tanpa disadari mengarahkan anak untuk
2
Ada surga, ada neraka. Allah SWT menjanjikan surga sebagai hadiah
bagi orang beriman dan diberikan-Nya neraka sebagai hukuman bagi orang
yang melanggar perintah-Nya. Janji pemberian hadiah dan hukuman itu
banyak difirmankan-Nya dalam Al-Qur‟an, untuk memotivasi manusia agar
mau beriman dan meninggalkan larangan-larangan-Nya (Istadi, 2005: 3).
Dalam hal ini maka jelas bahwa Allah SWT memberikan contoh kepada
manusia pada umumnya untuk memberikan hadiah dan hukuman apabila
seseorang melakukan kebaikan dan keburukan.
Reward dan punishment merupakan metode atau cara untuk mendidik seorang anak agar menimbulkan perilaku yang baik dari si anak. Hukuman
menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid atau anak, sedangkan
reward atau hadiah menunjukkan apa yang mesti dilakukan anak (Soemanto, 1987: 204). Ketika melihat ini maka pemberian reward dan punishment itu
tentunya harus ditempatkan pada situasi dan kondisi yang benar dan tepat.
Alternatif bentuk hadiah yang terbaik ternyata bukan berupa materi,
tetapi berupa perhatian baik verbal maupun fisik. Perhatian verbal bisa berupa
komentar-komentar pujian seperti, Subhanallah, Alhamdulillah, dll. Sementara
hadiah perhatian fisik berupa pelukan, elusan di kepala, acungan jempol atau
sekadar terangkatnya alis mata karena ekspresi kagum (Istadi, 2005: 39).
Terkadang seseorang melihat hadiah atau reward hanya berupa barang ataupun
materi, padahal hadiah dapat berupa hal-hal kecil seperti diatas. Hadiah yang
baik adalah hadiah yang dapat menumbuhkan motivasi si anak dan mendorong
3
Mengenai punishment atau hukuman ini ternyata pada zaman dahulu
sekitar tahun 1908 di Negara Singapura ada sebuah madrasah yang bernama
Madrasah Al-Iqbal Al-Islamiyah mencantumkan punishment dalam kurikulum
pendidikanya. Madrasah tersebut memberikan hukuman bagi siswa yang
melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Hukuman yang diberikan
diantaranya, dicerca oleh seorang teman, dicerca oleh teman sekelas di depan
kelas, dikurung selama setengah hari, dan dibebani dengan tugas yang
menggunakan akal, ditahan selama satu hari, serta dibebani tugas yang
menggunakan akal, diberi makan dengan roti dan air saja, dikeluarkan dari
sekolah bila berbuat salah berulang kali. (Saerozi, 2013: 150)
Apabila dicermati, hukuman yang diberikan tidak nampak ada
kekerasan didalamnya. Berbeda dengan yang terjadi akhir-akhir ini, banyak
sekali berita di media cetak maupun elektronik yang memuat kabar kekerasan
terhadap siswa yang dilakukan oleh oknum guru atau orangtua yang
melakukan kekerasan kepada anaknya dalam mendidik. Seringkali, oknum
guru ataupun orangtua kurang memperhatikan dampak psikologis ataupun
psikis dari pemberian hukuman ini. Sehingga terkadang menimbulkan perilaku
anak yang malah lebih menyimpang sebelum kejadian itu.
Sebagai contoh, pada bulan Februari tahun 2015 seorang guru
berinisial W di SMP Negeri 1 Palasah Kabupaten Majalengka yang
memeberikan hukuman kepada murid-muridnya karena tidak mengerjakan PR
yang diberikan sebelumnya. Hukumanya adalah mengelilingi lapangan basket
4
mendapatkan hukuman tersebut. Di putaran kedua, gadis berusia 13 tahun
tersebut terkapar dan akhirnya meninggal dunia di puskesmas terdekat.
(http://m.kompasiana.com/sahrona.lumbanraja)
Kasus di atas tentunya menjadi perhatian yang lebih khususnya bagi
pendidik dan umumnya bagi para orangtua agar tidak melakukan hal-hal yang
dapat membahayakan diri anak. Menghukum seorang anak yang melakukan
sebuah kesalahan memang bentuk atau cara mendidik tanggungjawab anak,
namun yang perlu diperhatikan adalah hukuman tersebut tidak boleh
mengakibatkan dampak yang negatif bagi anak itu sendiri. Berawal dari latar
belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut melalui skripsi
yang berjudul “Reward dan Punishment dalam Persepektif Pendidikan Islam”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penulisan skrisi ini
dapat kami rumuskan rumusan masalah sebagi berikut :
1. Bagaimana reward dan punishment dalam perspektif pendidikan Islam?
2. Bagaimana relevansi reward dan punishment dalam pendidikan saat ini?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan yang dapat
diambil oleh penulis sesuai dengan rumusan masalah diatas, diantaranya :
1. Untuk mengetahui bagaimana reward dan punishment dalam perspektif
pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui relevansi penggunaan reward dan punishment dalam
5
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan mempunyai kegunaan sebagi
berikut:
1. Manfaat teoritik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran serta tambahan wawasan pengetahuan dalam pendidikan Islam
terkait dengan reward dan punishment.
2. Manfaat Praktik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi inovasi kepada
guru ataupun orangtua dalam memberikan reward dan punishment kepada
anak dan juga agar para orangtua ataupun guru dapat lebih berhati-hati
dalam memberikan reward dan punishment sehingga tidak menimbulkan
efek negatif terhadap perkembangan anak.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini termasuk jenis penelitian kepustakaan
atau disebut library research. Yaitu penelitian yang dilakukan di
perpustakaan yang objek penelitianya dicari melalui beragam informasi
dari sumber-sumber seperti buku, koran, majalah dan lain sebagainya.
Dimana data-data yang penulis ambil merupakan data yang bersumber dari
buku-buku ilmiah yang masih berhubungan dengan tema skripsi yang
6 2. Sumber data
Sumber-sumber yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah berbagi tulisan yang temanya sama dengan judul yang penulis
angkat. Adapun sumber data yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut:
a. Sumber data primer
Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan objek
penelitian skripsi ini. Diantara buku-buku itu adalah sebagai berikut :
1) Buku “Agar Hadiah dan Hukuman Efektif” , penulis Irawati Istadi. 2) Buku “Mempertimbangkan Hukuman pada Anak”, penulis Tim
Pustaka Familia.
3) Buku “Pendidikan Islam Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh” ,
penulis Heri Gunawan.
4) Dan buku-buku lain yang menunjang penulisan skripsi ini dan
berkenaan langsung dengan judul.
b. Sumber data sekunder
Yaitu suber data yang mengandung dan melengkapi
sumber-sumber data primer. Buku-bukunya diantara lain :
1) Buku “Ilmu Pendidikan Islam“ , penulis Zakiah Daradjat dkk. 2) Buku “Pembaruan Pendidikan Islam“ , penulis Muh Saerozi. 3) Buku “Manajemen Pengajaran secara Manusiawi” , penulis
7
4) Buku “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, penulis Mohd.
Athiyah Al-Abrasyi.
5) Dan buku-buku lain yang menunjang penulisan skripsi ini.
6) Serta buku-buku ilmiah lain yang mendukung dalam penulisan
skrisi ini.
c. Metode Analisis Data
Dari data yang diperoleh penulis, maka untuk menganalisis
dipakai metode analisis isi (content analysis). Yaitu menganalisis
semua data yang telah didapatkan sehingga nantinya akan
mendapatkan data yang akurat untuk ditulis dan dapat dikombinasikan
sesuai dengan materi data yang dibutuhkan.
F. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran dan pengertian
dalam memahami judul diatas, serta untuk membatasi ruang lingkup
pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan dalam
beberapa pengertian yang terkait dalam judul skripsi ini yaitu :
1. Reward
Reward dalam kamus bahasa Inggris artinya adalah ganjaran, hadiah (Echols, Shadily, 2010 : 485) . Hadiah adalah sesuatu yang
menyenangkan yang diberikan setelah seseorang melakukan tingkah
laku yang diinginkan (Arikunto, 1980 : 182).
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai salah satu motivasi.
8
untuk meningkatkan belajarnya ataupun kedisiplinannya. Tujuan
pemberian hadiah hanyalah untuk pembiasaan semata, ketika
pembiasaan telah dicapai maka pemberian hadiah pun harus dikurangi
(Istadi, 2005: 34).
2. Punishment
Dalam bahasa Inggris punishment artinya adalah hukuman atau
siksaan (Echols, Shadily, 2010:456). Hukuman adalah sanksi fisik
maupun psikis atas kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan anak.
Hukuman mengajarkan anak tentang apa yang tidak boleh dilakukan,
bukan apa yang harus dilakukan di masa berikutnya (Tim Pustaka
Familia, 2007: 99).
2. Perspektif
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kontemporer, perspektif
diartikan dengan sudut pandang atau pandangan (Depdikbud,
1995:1060).
4. Pendidikan Islam
Menurut bahasa seperti yang dikemukakan Zakiah Daradjat
(2011:25-28) kata pendidikan yang umum digunakan sekarang, dalam
bahasa Arabnya adalah tarbiyah, dengan kata kerja rabba. Kata
pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah ta‟lim dengan kata kerjanya
allama. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya tarbiyah wa ta‟lim sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arabnya adalah
9
Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami pada zaman
sekarang belum terdapat di zaman Nabi.Tetapi usaha dan kegiatan yang
dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan
berdakwah,menyampaikan ajaran, memberi contoh dll itu berarti Nabi
telah mendidik. Apa yang beliau lakukan dalam membentuk manusia,
kita rumuskan sekarang dengan pendidikan Islam. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian
muslim.
Adapun pengertian pendidikan Islam menurut sumber yang lain
adalah suatu proses yang edukatif yang mengarah kepada pembentukan
akhlak atau kepribadian secara utuh dan menyeluruh, menyangkut
aspek jasmani dan rohani. Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam merupakan usaha sadar dan terencana untuk
membentuk peserta didik agar memiliki keseimbangan jasmani dan
rohani, serta memiliki iman, ilmu, dan amal sekaligus (Gunawan,
2014:9-10 )
G Sistematika Penulisan Skripsi BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab I ini, Pendahuluan adalah bab pertama dari skripsi yang
mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang
diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu dilakukan.oleh karena itu,
10
masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat Penelitian, (5) metodologi
penelitian, (6) penegasan Istilah.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi pembahasan mengenai pengertian reward dan
punishment, tujuan reward dan punishment., macam-macam reward dan punishment, teori-teori reward dan punishment, prinsip-prinsip reward dan punishment. Pengertian pendidikan Islam, dasar pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam.
BAB III JANJI DAN ANCAMAN DALAM AJARAN ISLAM
Dalam bab ini nantinya akan berisi tentang : Konsep janji dan
ancaman Allah (al-wa‟d wa al-wa‟id), bentuk-bentuk janji dan ancaman
Allah yang ada di dunia dan di akhirat. Bentuk-bentuk hukuman dalam
ajaran Islam serta konsep targhib dan tarhib dalam pendidikan Islam.
BAB IV REWARD DAN PUNISHMENT DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Dalam bab ini nantinya akan berisi tentang : reward dan
punishment dalam pendidikan Islam serta penerapanya dalam
pembelajaran. Pendapat para tokoh Pendidikan Islam mengenai reward
dan punishment. Dan yang terakhir berisi tentang relevansi penggunaan reward dan punishment dalam pendidikan saat ini.
11
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari skripsi ini, juga berisi saran
dari penulis kepada semua orang mengenai reward dan punishment, dan
juga berisi kata-kata penutup untuk mengakhiri penulisan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Reward dan Punishment
1. Pengertian Reward dan Punishment
Reward dalam kamus bahasa Inggris mempunyai arti ganjaran, hadiah (Echols, Shadily, 2010 : 485). Menurut Suharsimi Arikunto, hadiah
adalah sesuatu yang diberikan kepada orang lain karena sudah bertingkah
laku sesuai dengan yang dikehendaki yakni peraturan sekolah dan tata
tertib yang telah ditentukan (Arikunto, 1980: 182). Dalam bahasa arab,
hadiah berasal dari kata
اَياَدَى ج َةَّيِدَى
yang berarti hadiah atau pemberian(Yunus, 2010: 480).
Ketika membahas teori-teori pembelajaran dikenal efek yang
dirasakan oleh seseorang sebagai sesuatu yang menyenangkan, maka efek
tersebut dikenal sebagai reward atau hadiah (Sriyanti, dkk, 2009:72).
Sementara itu, Abdurrahman Mas‟ud mendefinisikan reward adalah suatu pemberian penghargaan dalam arti luas dan fleksibel karena prestasi
seseorang (Mas‟ud, 2002: 172). Dengan begitu maka dapat disimpulkan
bahwa reward adalah pemberian ganjaran atau hadiah kepada seseorang
atas prestasinya yang sifatnya menyenangkan.
13
dari kata
ةَبٌُقُع ج
با
َق
ِع
yang berarti siksa (Yunus, 2010: 274).Hukumanadalah sanksi fisik maupun psikis atas kesalahan atau pelanggaran yang
dilakukan anak. Hukuman mengajarkan anak tentang apa yang tidak boleh
dilakukan, bukan apa yang harus dilakukan di masa berikutnya (Susana
dkk, 2007: 99). Hukuman diberikan ketika seseorang telah melakukan
kesalahan ataupun melanggar peraturan yang telah ditetapkan.
Punishment banyak digunakan oleh orangtua ataupun guru ketika mendidik anak. Orangtua terkadang memberi hukuman seperti,
mengurangi uang saku, memukul anak dan hukuman-hukuman lainya
yang membuat anak merasa kesakitan baik fisik maupun psikis. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ngalim Purwanto, bahwa hukuman adalah
penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh
seseorang (orangtua, guru dan sebagainya) sesudah terjadi suatu
pelanggaran, kejahatan atau kesalahan (Purwanto, 2007: 186). Ketika anak
menerima hukuman tersebut, anak akan merasa bahwa dia menyesal
ataupun menderita. Harapanya adalah anak menjadi menurut kepada
orangtuanya.
Punishment dalam istilah psikologi, terjadi tatkala muncul situasi deprivation (kehilangan) atau pengalaman tidak enak yang ditimbulkan oleh satu kelompok atau individu secara sengaja dengan merugikan
kelompok lain yang disebabkan oleh misdeed, pelanggaran atau kejahatan
14
merupakan salah satu metode dalam pendidikan yang dapat digunakan
sebagai salah satu alat dalam mendidik tanggung jawab anak. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa punishment adalah sanksi fisik maupun psikis
kepada seseorang, yang mengakibatkan penderitaan sehingga
memunculkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
Hukuman dalam pendidikan menurut Ahmad tafsir memiliki
pengertian yang luas, mulai dari hukuman ringan sampai pada hukuman
berat, sejak kerlingan yang menyengat sampai pukulan yang agak
menyakitkan. Sebenarnya, tidak ada ahli pendidikan yang menghendaki
digunakanya hukuman dalam pendidikan kecuali bila terpaksa. Hadiah
atau pujian jauh lebih dipentingkan ketimbang hukuman (Tafsir, 2008:
186)
Ketika menggunakan metode reward perlu dipahami beberapa
strategi agar pemberian reward bisa efektif dan tepat sasaran. Asmaun
Sahlan (2010:60) menjelaskan beberapa strategi dalam memberikan
reward diantaranya yaitu :
a. Menetapkan prosedur pemberian hadiah.
b. Mencari tahu hadiah apa yang menarik.
c. Sesuaikan dengan standar perilaku yang telah dicapai.
d. Mendistribusikan hadiah dengan adil.
15
Sementara itu penggunaan punishment juga harus dilakukan
dengan hati-hati dan mempertimbangkan beberapa hal. Hal-hal yang harus
diperhatikan ketika memberikan hukuman menurut Ahmad Tafsir sebagai
berikut :
1) Hukuman itu harus adil sesuai dengan kesalahan.
2) Berikan hukuman yang mendidik, tidak menyakiti badan dan jiwa.
3) Anak harus mengetahui mengapa ia dihukum.
4) Hukuman itu harus membawa anak kepada kesadaran akan
kesalahanya.
5) Hukuman jangan sampai meninggalkan dendam pada anak. (Tafsir,
2008: 186)
2. Tujuan Reward dan Punishment
Reward dan punishment tidak dilakukan sembarangan. Perlu
diketahui bahwa Reward dan punishment memiliki tujuan yang ingin
dicapai dengan digunakanya metode ini. Reward adalah pemberian hadiah
ataupun ganjaran yang diberikan kepada anak atau siswa karena telah
melakukan sesuatu yang baik. Pada dasarnya, tujuan pemberian hadiah
hanyalah untuk pembiasaan semata, ketika pembiasaan telah dicapai maka
pemberian hadiah pun harus dikurangi (Istadi, 2005: 34).
Menurut Idris dan Marno (2008:133) ada beberapa tujuan
pemberian reward diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan perhatian siswa dalam proses belajar mengajar.
16
c. Mengarahkan perkembangan berfikir siswa ke arah berfikir divergen.
d. Mengendalikan serta memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang
positif serta mendorong munculnya tingkah laku yang produktif.
Sedangkan tujuan pemberian hukuman adalah seperti yang
dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (2007:189) , tujuan orang memberi
hukuman itu bermacam-macam. Hal ini sangat bertalian erat dengan
pendapat orang tentang teori-teori hukuman sebagai berikut :
1) Teori pembalasan. Teori inilah yang tertua. Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap kelainan dan
pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Tentu saja teori ini tidak
boleh dipakai dalam pendidikan di sekolah.
2) Teori perbaikan. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi, tujuan hukuman itu ialah memperbaiki si
pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semacam itu lagi.
3) Teori perlindungan. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar.
Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dapat dilindungi dari
kejahatan-kejahatanyang telah dilakukan oleh si pelanggar.
4) Teori ganti kerugian. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian (boete) yag telah diderita akibat dari
kejahatan atau pelanggaran itu. Dalam proses pendidikan, teori ini
17
mungkin menjadi tidak merasa bersalah karena kesalahanya itu terbayar
denagn hukuman.
5) Teori menakut-nakuti. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan takut kepada si pelanggar akan akibat
perbuatanya yang melanggar itu sehingga ia akan selalau takut
melakukan perbuatan itu dan mau meninggalkanya.
3. Macam-macam reward dan punishment
a. Macam-macam reward
Banyak orang beranggapan bahwa reward identik dengan
pemberian sesuatu yang berbentuk barang. Akan tetapi, sebenarnya
reward sangatlah banyak bentuk-bentuknya. Berikut macam-macam reward yang dapat diberikan kepada anak :
1) Pujian
Pujian memiliki pengaruh yang besar pada seseorang
apabila pujian tersebut memperhatikan porsi yang proporsional.
Terlebih pujian kepada anak dan para pemuda, sebab mereka
membutuhkan penghargaan, penghormatan dan penerimaan sosial
(Al-Qahthani, 2013: 216)
2) Pemberian Hadiah
Suharsimi Arikunto membagi hadiah menjadi beberapa
bagian yaitu:
18
Bentuk hadiah yang paling lazim digunakan adalah peringkat
huruf atau angka. Meskipun simbul-simbul lain seperti tanda
bintang, centang, tanda benar, dan lain-lain. Kadang-kadang
juga digunakan untuk siswa-siswi sekolah dasar dan
menengah. Pemberian peringkat dengan cara yang betul dan
adil akan merupakan hadiah yang paling tepat jika dikaitkan
langsung dengan usaha siswa, prestasi dan kemampuan
(Arikunto, 1993:160).
b) Penghargaan
Hadiah ini dapat berupa berbagai hal yang mempunyai arti
adanya “perhatian” kepada siswa. Misalnya saja siswa berhasil
membuat pekerjaan tangan atau hasil karya yang lain. Karena
hasil tersebut sangat menonjol dibandingkan dengan hasil
karya siswa lain, maka hasil tersebut dipamerkan di depan
kelas atau dipertontonkan kepada siswa-siswa lain (Arikunto,
1993:161) Dengan begitu maka siswa akan merasa bahwa
kerja keranya membuahkan hail yang baik dan dapat
dibanggakan. Dan untuk siswa lain, harapanya adalah mampu
termotivasi untuk meraih hasil yang lebih baik lagi.
c) Hadiah berupa kegiatan
Hadiah berupa kegiatan adalah bahwa jika guru memberikan
kegiatan kepada siswa sebagai hadiah, ia harus memberikan
19
“sesuatu yang istimewa” sebagai ganjaran atas keistimewaan
yang telah dilakukan. Sebelum melakukan kegiatan yang
dihadiahkan kepadanya, siswa harus tahu betul apa yang harus
diperbuat sehingga anak-anak lain dapat menghargai apa yang
diperbuat sehingga anak-anak lain dapat menghargai apa yang
diperoleh temanya sebagai keistimewaan (Arikunto,
1993:164).
d) Hadiah berupa benda
Dalam memberikan hadiah yang berupa benda ini, guru
dituntut pertimbangan yang lebih cermat dibandingkan dengan
pemberian hadiah dalam bentuk-bentuk lain. Hadiah tersebut
antara lain berupa: makanan, uang, alat-alat tulis, buku-buku
dan lain sebagainya (Arikunto, 1993:164).
Reward sangat bermacam-macam bentuknya seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun menurut Irawati Istadi, alternatif bentuk
hadiah yang terbaik ternyata bukan berupa materi, tetapi berupa
perhatian baik verbal maupun fisik. Perhatian verbal bisa berupa
komentar-komentar pujian seperti, Subhanallah, Alhamdulillah, dll.
Sementara hadiah perhatian fisik berupa pelukan, elusan di kepala,
acungan jempol atau sekadar terangkatnya alis mata karena ekspresi
kagum (Istadi, 2005: 39). Pemberian reward yang berbentuk barang
20
kebiasaan bagi anak maupun siswa untuk mengharapkan hadiah.
Perhatian dan menghargai anak akan jauh lebih baik akibatnya.
b. Macam-macam punishment
Punishment atau hukuman sangat banyak bentuk-bentuknya. Orangtua ataupun pendidik seringkali menggunakan hukuman
dengan alasan memperbaiki anak, tidak jarang mereka
menggunakan cara yang sedikit keras. Namun, Suharsimi Arikunto
memberikan beberapa bentuk hukuman yang bisa digunakan
pendidik dalam menghukum anak. Dan berikut diantaranya:
1) Penurunan Skor atau Penurunan Peringkat
Hukuman jenis ini merupakan hukuman yang paling banyak
diterapkan di sekolah. Terutama ketika diterapkan ketika siswa
terlambat datang, tidak ataupun terlambat mengumpulkan
tugas. (Arikunto, 1993: 174)
2) Pengurangan Hak
Hukuman jenis ini merupakan hukuman yang paling efektif
karena dapat digunakan sesuai selera siswa. Dengan demikian,
guru dituntut mengamati dengan teliti supaya dapat dengan
tepat memilihkan pengurangan hak yang tepat bagi setiap siswa
(Arikunto, 1993: 174).
3) Hukuman Berupa denda
Jenis hukuman yang berupa denda ini di Indonesia merupakan
21
dengan “denda” dalam hal ini memnag tidak berupa uang,
tetapi lebih banyak mempunyai makna “pembayaran” dalam
bentuk pada umumnya berupa pengulangan pekerjaan
(Arikunto, 1993: 175).
4) Pemberian Celaan
Pemberian hukuman ini biasanya digabungkan dengan
hukuman lainya. Siswa yang melanggar peraturan penting yang
diperuntukan bagi siswa akan mendapat celaan. Hukuman ini
guru menuliskan kesalahan siswa dalam buku catatan khusus.
Umumnya pemberian hukuman ini hanya untuk siswa yang
melanggar peraturan beberapa kali (Arikunto, 1993: 175).
5) Penahanan Sesudah Sekolah
Hukuman ini hanya dapat diberikan apabila siswa disuruh
tinggal di sekolah setelah jam usai dan ditemani oleh guru.
Hukuman jenis ini biasanya diberikan kepada siswa yang
terlambat datang, absen yang tidak dimaafkan atau melanggar
peraturan sekolah yang dianggap penting atau tata tertib kelas
(Arikunto, 1993: 175).
6) Penyekoresan
Hukuman jenis ini merupakan hukuman yang “berat”, terutama
karena menyangkut aspek administratif siswa. Penyekoresan
merupakan pencabutan hak sebagai siswa untuk sementara
22
sebagaimana siswa lain. Penyekoresan ini sifatnya berat, oleh
karena itu hukuman ini hanya dilakukan apabila memang ada
kesalahan yang sifatnya berat (Arikunto, 1993: 176)
7) Referal
Istilah “referal” ini terkenal dalam bidang bimbingan dan penyuluhan. Apabila pembimbing tidak mampu, atau merasa
bahwa ia memerlukan bantuan dari pihak lain untuk menangani
klienya, maka pembimbing tersebut dapat “mengirim” klien
yang sedang ditangani orang lain, misalnya dokter, polisi dan
sebagainya (Arikunto, 1993: 176).
Meskipun hukuman bisa saja kehilangan efektifitasnya,
pengalaman dalam penelitian dan dalam pengajaran sama-sama
menyatakan bahwa terkadang bisa saja membantu mengelola beberapa
perilaku bermasalah tertentu. Untuk meminimalisasikan pengaruh negatif
dari hukuman, para guru harus mengikuti beberapa panduan seperti yang
dikemukakan oleh Kelvin Seifert (2010: 256-257) berikut :
a) Gunakan hukuman dengan hemat. Hukuman akan mengalami peningkatan efektifitas ketika ia mengalami peningkatan frekuensi,
dan dalam berbagai kasus, tidak selalu bersifat etis.
b) Jelaskan alasan mengapa anda memberikan hukuman. Tanpa sebuah alasan yang rasional, para siswa sangat mungkin akan mengarah pada
23
contoh, mereka bisa jadi menyimpulkan bahwa mereka, dan bukan
perilaku mereka yang buruk.
c) Persiapkan sebuah cara alternatif dalam meraih penguat motivasi yang positif. Mengingat penguat motivasi positif memiliki pengaruh negatif yang lebih sedikit, para siswa harus selalu mendapatkan
kesempatan untuk menerima penguat motivasi yang demikian.
d) Jika memungkinkan, anjurkan perilaku yang berkebalikan dari perilaku buruk yang dilakukan para siswa. Misalnya, jika seorang anak berlari kesana dalam ruang kelas, temukan sebuah alternatif
konstruktif yang lebih berprluang menghalangi perilaku tersebut
(seperti, membaca dengan tenang), ketimbang perilaku yang mungkin
bisa berkombinasi dengan perilaku buruk sebelumnya.
e) Jika memungkinkan, hindari hukuman fisik. Mengingat para guru hanya memberikan hukuman dengan hemat (poin a diatas), maka
beberapa bentuk hukuman seharusnya tidak perlu digunakan.
Termasuk hukuman secara fisik.
f) Berikan hukuman pada saat sebuah perilaku buruk dimulai dan bukan pada saat perilaku tersebut selasai. Secara umum, penelitian terhadap anak-anak menunjukkan fakta bahwa hukuman akan bekerja lebih
efektif pada saat perilaku tersebut sudah dimulai.
Hukuman pada dasarnya bertindak sebagai pencegah perilaku yang
kurang baik dari anak ataupun kesalahan yang dilakukan oleh anak.
24
akibat yang kurang baik dari hukuman tersebut. Menurut Ngalim
Purwanto (2007: 189) ada beberapa efek yang diakibatkan oleh hukuman,
dan berikut diantaranya :
a.Menimbulkan perasaan dendam pada si terhukum.ini adalah akibat dari
hukuman yang sewenang-wenang dan tanpa tanggung jawab. Akibat
semacam inilah yang harus dihindari oleh pendidik.
b.Menyebabkan anak menjadi lebih pandai menyembunyikan
pelanggaran. Ini pun akibat yang tidak baik, bukan yang diharapkanoleh
pendidik.
c.Memperbaiki tingkah laku si pelanggar. Misalnya yang suka
bercakap-cakap di dalam kelas, karena mendapat hukuman, mungkin pada
akhirnya berubah juga kelakuanya.
d.Mengakibatkan si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah. Oleh
karena kesalahanya dianggap telah dibayar dengan hukuman yang telah
dideritanya.
e.Memperkuat kemauan si pelanggar untuk menjalankan kebaikan.
Biasanya ini adalah akibat dari hukuman normatif. Sering hukuman
yang demikian tidak memperlihatkan akibat yang nyata kelihatan.
4. Teori-teori Reward dan Punishment
a. Teori koneksionisme
Teori ini adalah pembentukan atau penguatan hubungan antara
stimulus dan respons. Hubungan stimulus dan respons ini mempunyai
25 a) Law of readness
1) Bila sudah ada “kecenderungan bertindak” lalu bertindak akan membawa kepuasan, dan tidak akan ada tindakan-tindakan lain
untuk mengubah kondisi itu.
2) Bila sudah ada “kecenderungan bertindak” tetapi tidak bertindak akan menimbulkan ketidakpuasan. Hal ini akan menimbulkan
response-response lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasan.
3) Apabila belum ada “kecenderungan bertindak” dipaksa bertindak maka akan menimbulkan ketidakpuasan untuk
menghilangkan atau mengurangi ketidakpuasan tersebut akan
muncul tindakan-tindakan lain.
b) Law of exercise atau Law of use Law of disuse
Hubungan antara S dan R akan bertambah kuat atau erat
bila sering digunakan (use) atau sering dilatih (exercise) dan akan
berkurang, bahkan lenyap sama sekali jika jarang digunakan atau
26
sebaliknya. Oleh karenanya sebaiknya hadiah lebih diutamakan
daripada hukuman.
b. Teori Operant Conditioning
Teori ini dirintis oleh seorang tokoh terkenal yang bernama
Skinner. Ia membuat rincian lebih dalam tentang Stimulus dan Respon.
a) Respondent response/ refleksive response.
Response jenis pertama ini ditimbulkan oleh
perangsang-perangsang tertentu, perangsang-perangsang tersebut pada
umumnya mendahului response. Sedangkan response-response
timbul secara relatif tetap, misalnya makanan yang menimbulkan
air liur.
b) Operant responsive/ instrumental response.
Response jenis kedua ini timbul dan berkembang diikuti
oleh perangsang-perangsang tertentu, perangsang-perangsang
umumnya lebih kemudian atau setelah timbulnya response, ia
bersifat memperkuat. Misalnya, anak melakukan perbuatan belajar
menyanyi setelah selesai lalu diberi hadiah, maka saat-saat
berikutnya ia akan lebih giat menyanyi.
c. Teori Medan
Tokoh teori ini semula adalah penganut aliran psikologi
Gestalt Mazhab Berlin, kemudian menempuh jalur lain terutama
penelitianya tentang motivasi. Tokoh yang nama aslinya Kurt Lewin
27
Beberapa hasil penelitianya adalah meliputi hasil belajar
hukuman dan hadiah, berhasil dan gagal, energi cadangan. Menurut
teori ini, situasi yang mengandung hukuman dapat diilustrasikan
sebagai berikut : Individu dimasukkan dalam lingkaran kanan ditutup
dengan tugas, kiri ditutup dengan ancaman hukuman, atas bawah
ditutup dengan barier (pengawasan). Dalam keadaan seperti ini
individu harus memilih alternatif yang sma-sama tidak disenangi.
Sedangkan situasi yang mengandung hadiah adalah individu lebih
masuk dalam medan terbukasatu sisi, sebelah kanan ada tugas sebagai
pra syarat untuk mencapai hadiah sehingga tidak ada tegangan
(Mustaqim, 2001: 59-60)
Banyak diantara para ahli psikologi diantaranya Good dan Brophy
yang tertarik untuk mempelajari dan mengadakan penelitian mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan hukuman. dari penelitian-penelitian tersebut
dilahirkan berbagai teori tentang hukuman sebagai berikut:
a. Teori Kerenggangan
Teori ini mengatakan bahwa dengan diberikanya hukuman
kepada subjek yang melakukan kesalahan tindakan akan menyebabkan
hubungan rangsang-reaksi (S.R bond) antara tindakan salah dengan
hukuman menjadi renggang. Demikian juga individu tersebut akan
menjadi renggang dengan tindakan menyimpang itu (Arikunto, 1993:
168).
28
Teori ini mengatakan bahwa dengan diberikanya hukuman
kepada subjek yang melakukan kesalahan tindakan, subjek tersebut
akan mengurangi atau menurunkan frekuensi tindakan negatif tersebut
(Arikunto, 1993: 169).
c. Teori penjeraan
Teori ini mengatakan bahwa jika subjek mendapat hukuman,
maka subjek tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang menyebabkan
timbulnya hukuman semula (Arikunto, 1993: 170).
d. Teori sistem motivasi
Teori ini mengatakan bahwa jika individu mendapat hukuman
maka akan terjadi perubahan dalam sistem motivasi dalam diri individu.
Perubahan yang terjadi dalam sistem motivasi tersebut mengakibatkan
penurunan pada individu untuk mengurangi atau menurunkan frekuensi
perilaku yang berhubungan dengan timbulnya hukuman yang
bersangkutan (Arikunto, 1993: 170).
e. Teori hukuman alam
Teori ini dikenal juga dengan hukuman model Rousseau karena
diteorikan oleh Rousseau. Rousseau adalah seorang ahli pendidikan
sebelum abad pertengahan. Dia berpendapat bahwa apabila anak
melakukan kesalahan tingkah laku, pendidik tidak perlu memberikan
hukuman, karena alam sendirilah yang akan menghukumnya (Arikunto,
29
5. Prinsip-prinsip Reward dan Punishment
a. Prinsip-prinsip Pemberian Reward
1) Penilaian didasarkan pada perilaku bukanya pelaku
Bagi yang belum terbiasa, tentunya masih sulit untuk
membedakan antara pelaku dengan perilaku. Perbedaanya adalah.
Perilaku bisa baik dan dan bisa salah, tetapi pelaku senantiasa tetap
baik. (Istadi, 2005: 29)
2) Hadiah harus ada batasanya.
Pemberian hadiah tidak bisa menjadi metode yang
dipergunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan hingga
tahapan menumbuhkan kebiasaan saja. Hal terpenting yang harus
dilakukan adalah memberikan pengertian sedini mungkin kepada
anak tentang pembatasan ini. Sampaikan dalam berbagai
kesempatan, bahwa tujuan pemberian hadiah hanyalah untuk
menumbuhkan pembiasaan semata. Pengertian ini harus disampaikan
seawal mungkin, untuk menghindari tumbuhnya harapan anak yang
terlalu besar terhadap perolehan hadiah ini. (Istadi, 2005: 33)
3) Distandarkan pada proses bukan hasil
Begitu banyak orang lupa, bahwa proses jauh lebih penting
daripada hasil. Proses pembelajaran, yaitu usaha yang dilakukan
anak, adalah merupakan lahan perjuangan yang sebenernya.
Sedangkan hasil yang akan diperoleh nantinya tidak bisa dijadikan
30
mempengaruhi selain dari pengaruh proses atau usaha anak saja.
Jadi, ketika memberikan hadiah harus memperhatikan proses anak
dalam mendapatkan hasil tersebut. (Istadi, 2005: 45)
4) Dimusyawarahkan kesepakatanya
Jangan takut untuk bermusyawarah dengan anak, karena
sesungguhnya anak memiliki kemampuan berdialog yang baik.
Tetapi yang lebih penting dari semua itu, jika pendidik berhasil
melibatkan anak dalam keputusan-keputusan yang berkaitan dengan
diri mereka, maka mereka akan lebih termotivasi untuk
melakukanya, dan lebih mudah menjaga serta mematuhinya. (Istadi,
2005: 47)
b. Prinsip-prinsip Pemberian Punishment
1) Menjaga kesetimbangan antara hukuman dan hadiah
Orang tua atupun pendidik terkadang hanya terfokus untuk
memperbaiki perilaku anak yang salah dengan cara memberikan
hukuman. Sebaliknya perbuatan baik anak dibiarkan saja, tidak
diperhatikan, tidak diberikan perhatian positif maupun hadiah,
pujian ataupun yang lainya. Hal inilah yang harus jadi bahan
pertimbangan dan diperhatikan. Bahwasanya, hadiah dan hukuman
haruslah seimbang penggunaanya dan disesuaikan penggunaanya.
(Istadi, 2005: 67)
31
Kesalahan yang paling sering dilakukan orangtua dan
pendidik adalah ketika mereka menghukum anak disertai dengan
emosi kemarahan, atau bahkan emosi kemarahan itulah yang
menjadi penyebab timbulnya keinginan untuk menghukum. Dalam
kondisi ini, tujuan sebenarnya dari pemberian hukuman yang
menginginkan adanya penyadaran agar anak tak lagi melakukan
kesalahan, menjadi tidak lagi efektif. (Istadi, 2005: 81)
3) Menyepakati hukuman
Sama seperti metode pemberian hadiah yang harus
dimusyawarahkan dan didialogkan terlebih dahulu, maka begitu pula
yang harus dilakukan sebelum memberikan hukuman. Inisiatif
orangtua dan pendidik utuk mendialogkan hal ini demi memperoleh
kesepakatan, merupakan tindakan yang menghargai anak sebagai
seorang pribadi. Ketika telah ada kesepakan sebelumnya dengan
anak, maka harapanya adalah sang anak sadar akan konsekuensi
yang harus diterima apabila melakukan kesalahan sesuai dengan
kesepakatan. (Istadi, 2005: 86)
B. Pendidikan Islam
1. Definisi Pendidikan Islam
Banyak sekali para pakar pendidikan yang mendefinisikan
pendidikan Islam. Dari begitu banyak pendapat para pakar tersebut,
maka berikut penjelasan dari pengertian pendidikan Islam tersebut.
32
terencana untuk membentuk peserta didik agar memiliki keseimbangan
jasmani dan rohani, serta memiliki iman, ilmu, dan amal sekaligus
(Gunawan, 2014:9-10 )
Muhammad Hamid an-Nashir dan Qulah Abd al-Qadir Darwis
mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan
perkembangan manusia (ri‟ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa,
tingkahlaku, dan kehidupan sosial keagamaan yang diarahkan pada
kebaikan menuju kesempurnaan. ( Roqib, 2009: 17)
Definisi pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir dalam
bukunya Ilmu Pendidikan da lam Perspektif Islam adalah bimbingan
yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang
secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam,. Bila disingkat,
pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia
menjadi muslim semaksimal mungkin (Tafsir, 2008: 32).
Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha
yang dilakukan oleh seseorang (guru) untuk mengarahkan anak dalam
hal jasmani dan rohani serta tingkah lakunya sehingga dapat menjadi
seorang muslim yang terdidik dengan baik.
2. Dasar Pendidikan Islam
a. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di
33
untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran
yang terkandung dalam Al-Qur‟an itu sendiri dari dua prinsip
besar, yaitu berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut
Aqidah. Dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari‟ah
(Departemen Agama RI, 1984: 19)
b. As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan,perbuatan ataupun pengakuan
Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah
kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan
beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
Sunnah merupakan sumber ajaran ke dua sesudah Al-Qur‟an,
Sunnah juga berisi aqidah dan syari‟ah. Sunnah berisi petunjuk
(pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala
aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau
muslim yang bertaqwa (Departemen Agama RI, 1984: 20).
c. Ijtihad
Ijtihad ialah berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu
yang dimiliki oleh ilmuan syari‟at Islam untuk menetapkan atau menentukan hukum Syari‟at Islam dalam hal-hal yang ternyata
belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan As-sunnah.
Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan
termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada
34
3. Tujuan Pendidikan Islam
Berbicara mengenai pendidikan Islam maka yang perlu
diketahui juga adalah tujuan pendidikan Islam tersebut. Seperti halnya
lembaga-lembaga lain, maka pendidikan Islam juga memiliki tujuan
tersendiri yang ingin dicapai. Berikut tujuan-tujuan tersebut menurut
para tokoh intelektual Islam :
a. Menurut Imam al-Ghazali tujuan pendidikan Islam dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat
mendekatkan diri kepada Allah Swt.
2) Membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan hidup,
baik di dunia maupun akhirat (Arief, 2002: 22).
b. Menurut Zakiah Daradjat (2011:29) tujuan pendidikan Islam terdiri
dari tujuan umum,tujuan akhir, tujuan sementara, dan tujuan
profesional yaitu sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula
dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan
Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan
institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.
Tujuan umum itu tidak dapat dicapai kecuali melalui proses
pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan
35
2) Tujuan Akhir
Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka
tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah
berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk insan kamil
dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun,
bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang.
Perasaan, pengalaman dan pengalaman dapat
mempengaruhinya. Karena itulah, pendidikan Islam berlaku
selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan, memelihara, mempertahankan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Orang yang sudah takwa dalam
bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan
dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan,
sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang,
meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam
pendidikan formal.
3) Tujuan Sementara
Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola
takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana,
sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada
diri pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah
merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah
36
pendidikanya, lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak
dari tujuan pendidikan tingkat permulaan, bentuk lingkaranya
sudah harus kelihatan.
4) Tujuan Operasional
Tujuan operasioanal ini lebih banyak dituntut dari anak
didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat
operasioanalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan
kepribadian. Untuk tingkat paling rendah, sifat yang berisi
kemampuan dan keterampilanlah yang ditonjolkan. Misalnya
dapat berbuat, terampil melakukan, lancar mengucapkan,
mengerti, memahami, meyakini dan menghayati adalah soal
kecil. Pada masa permulaan yang penting ialah anak didik
mampu dan terampil berbuat, baik perbuatan itu perbuatan
lidah (ucapan) ataupun perbuatan anggota badan lainya.
Kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada anak didik,
merupakan sebagian kemampuan dan keterampilan insan kamil
yang semakin sempurna.
Berdasarkan pendapat-pendapat tokoh di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam pada hakikatnya adalah
membentuk manusia yang beriman kepada Allah SWT untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tujuan pendidikan Islam lainya
adalah agar anak didik mampu berperilaku baik selama hidupnya dengan
37
BAB III
JANJI DAN ANCAMAN DALAM AJARAN ISLAM
A. Janji dan Ancaman Allah
1. Konsep Janji dan Ancaman Allah
Agama Islam mengajarkan kepada manusia tentang berbagai hal,
mulai dari sikap manusia, ibadah, sosial dan sebagainya. Islam merupakan
satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah SWT. Seperti yang
dijelaskan Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 19 sebagai berikut :
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi (Al Kitab) kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS.Ali Imran : 19) (Departemen Agama RI, 2002: 52)
Atas dasar ayat di atas, maka semua aspek kehidupan harus di
kembalikan kepada Islam tentang bagaimana menyikapinya agar tidak
salah jalan. Allah SWT memberikan janji kepada umatnya yang beriman
akan dimasukkan ke dalam surga. Surga menjadi balasan ataupun
ganjaran bagi orang-orang yang beriman.
Janji dan ancaman dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah
38
اًدْعًَ
yang artinya menjanjikan sesuatu (Yunus, 2010: 502).Istilah ini dipopulerkan oleh aliran Mu‟tazilah sebagai al Usul al-Khamsah, atau lima ajaran dasar yang menjadi pegangan kaum
Mu‟tazilah . Menurut al-Khayyat seperti yang dikutip oleh Harun
Nasution (1986: 52) orang yang diakui menjadi pengikut atau penganut
Mu‟tazilah, hanyalah orang yang mengakui dan menerima kelima dasar
itu. Orang yang hanya menerima sebagian dasar-dasar tersebut tidak
dipandang sebagai orang Mu‟tazilah. al Usul al-Khamsah sendiri diberi
urutan yaitu, al-Tawhid, al-„Adl, al-wa‟d wa al-Wa‟id, al-Manzilah bain
al-Manzilatain dan al-„Amr bi al-Ma‟ruf wa al-Nahy „an al-Munkar.
Menurut paham Mu‟tazilah, Tuhan tidak akan dapat disebut adil,
jika Ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan jika
tidak menghukum orang yang berbuat buruk. Keadilan menghendaki
supaya orang yang bersalah diberi hukuman dan orang yang berbuat baik
diberi upah, sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan (Nasution, 1986:
55). Maka konsep ini bisa menjadi acuan bahwa memberikan upah
kepada anak yang menunjukkan perilaku baik merupakan bentuk
keadilan orang tua kepada anaknya. Sementara itu, pemberian hukuman
kepada anak yang berbuat kesalahan terhadap peraturan yang telah
ditetapkan juga merupakan bentuk keadilan orangtua sesuai dengan
39
Bagi kaum Mu‟tazilah dan kaum Maturidiah golongan
Samarkand menganggap bahwa manusia dihukum atas perbuatan yang
dikehendakinya dan yang dilakukanya bukan dengan paksaan tetapi
dengan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya (Nasution, 1986:
127). Anggapan ini apabila dicermati adalah bentuk keadilan Tuhan
karena Tuhan telah membebaskan manusia untuk melakukan perbuatan
yang dikehendakinya sendiri-sendiri. Manusia dalam hal ini, dibebaskan
akan tetapi juga harus siap menanggung resiko apabila melakukan
perbuatan yang buruk. Resiko itu adalah dihukum oleh Tuhan.
Menurut Mu‟tazilah, Tuhan tidak dapat bersifat zalim dalam
memberi hukuman, tidak dapat menghukum anak orang musyrik lantaran
dosa orangtuanya dan mesti memberi upah kepada orang yang patuh
pada-Nya dan memberi hukuman kepada orang yang menentang
perintah-Nya (Nasution, 1986: 124). Ini artinya bahwa menurut mereka
Tuhan tidak akan melanggar peraturan yang telah dibuat-Nya. Maka
dalam hal ini, berarti Tuhan mengajarkan kepada manusia tentang sikap
bertanggungjawab terhadap hak dan kewajiban masing-masing manusia.
Berbeda dengan Mu‟tazilah, Al-Asy‟ari berpendapat bahwa upah
yang diberikan Tuhan hanyalah merupakan rahmat dan hukuman tetap
merupakan keadilan Tuhan (Nasution, 1986: 126). Jadi, menurut faham
Asy‟ariah, Tuhan memiliki kebebasan dalam memberikan upah dan
hukuman. Tuhan boleh-boleh saja tidak memberikan upah, karena Tuhan
40
memberikan upah kepada manusia, jika yang demikian dikehendaki-Nya,
dan memberi hukuman jika itu pula dikehendaki-Nya (Nasution, 1986:
126). Pendapat Al-Ghazali ini memberikan gambaran bahwa Allah maha
kuasa segala-galanya. Allah memiliki kekuasaan untuk memberikan upah
kepada manusia sesuai dengan kehendak-Nya dan Allah memiliki
kekuasaan untuk memberikan hukuman yang bermacam-macam kepada
manusia sesuai dengan kesalahan manusia itu sendiri.
Menurut kaum Asy‟ariah, Tuhan tidak berkewajiban menjaga
kemaslahatan (al-salah wa al-aslah) manusia, tidak wajib memberi upah
atau ganjaran pada manusia atas perbuatan-perbuatanya (Nasution, 1986:
73). Konsep ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak harus memberi upah
atau ganjaran pada manusia, kalaupun Tuhan memberikan upah atau
ganjaran maka semua itu adalah atas kehendak-Nya dan manusia
harusnya tidak mengharapkan apa-apa dari perbuatanya kecuali adalah
keridhaan Allah SWT.
Pada intinya, kaum Asy‟ariah berpendapat bahwa Tuhan memberi
hukuman menurut kehendak mutlaknya, tidak terikat pada suatu
kekuasaan, kecuali kekuasaan-Nya sendiri. Sementara itu kaum
Mu‟tazilah beranggapan bahwa Tuhan mengeluarkan hukuman sesuai
dengan hukum dan bukan dengan sewenang-wenang (Nasution, 1986:
41
Berdasarkan kedua pendapat dari dua aliran di atas yaitu
Mu‟tazilah dan Asy‟ariyah maka penulis dapat menyimpulkan bahwa,
Allah sudah memberikan janji dan ancaman di dalam Al-Qur‟an yang
sangat banyak. Janji yang berupa ganjaran, Surga, kesenangan dunia dan
akhirat dan juga mengancam manusia yang berbuat keburukan selama
hidupnya untuk mendapatkan siksa yang pedih di Neraka. Namun yang menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS.Al-Baqarah: 148). (Departemen Agama RI, 2002: 23)
Banyak sekali ayat dalam Al-Qur‟an yang mengulang kata
“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Ini artinya
bahwa Allah mengisyaratkan bahwa kekuasaan mutlak ada pada Allah
SWT. Begitu juga dengan pemberian upah dan hukuman adalah mutlak
kuasa Tuhan, sehingga manusia hanya bisa melakukan perbuatan baik
yang sesuai perintah-Nya. Kalau manusia sudah melakukan yang terbaik
42
terhadap janji dan ancaman Allah, biarlah itu menjadi hak dan rahasia
Allah SWT.
2. Bentuk-bentuk Janji dan Ancaman Allah
a. Janji Allah di Dunia
1) Keberuntungan, seperti firman Allah SWT :
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,” (Qs.Al-Mukminun: 1) (Departemen Agama RI, 2002: 342)
2) Petunjuk, seperti firman Allah SWT :
meyakini bahwasanya Al-Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj :54) (Departemen Agama RI, 2002: 338)3) Pertolongan, seperti firman Allah SWT
43
menolong orang-orang yang beriman. ( QS.Ar-Ruum :47) (Departemen Agama RI, 2002: 409)
4) Kemuliaan/ketaatan, seperti firman Allah SWT:
Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada
mengetahui. “(QS. Al-Munafiqun: 8) (Departemen Agama RI, 2002: 555)
5) Kehidupan yang baik, seperti firman Allah SWT :
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl : 97) (Departemen Agama RI, 2002: 278)
b. Janji Allah di Akhirat
1) Masuknya orang-orang beriman ke Surga, kekal di dalamnya, dan
keridhaan dari Allah Swt. Sebagaimana firman Allah SWT:
44
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu
adalah keberuntungan yang besar. “ (QS.At-Taubah : 72) (Departemen Agama RI, 2002: 198)
2) Melihat Allah Swt, sebagaimana firman Allah SWT :
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. kepada Tuhannyalah mereka melihat. “ (QS.Al -Qiyamah:22-23) (Departemen Agama RI, 2002: 578)
Janji-janji Allah SWT sangatlah banyak. Apa yang digambarkan
Allah dalam firman-firman-Nya merupakan balasan bagi orang yang
bertaqwa dan berbuat baik. Janji-janji yang bersifat kesenangan dan
kebahagiaan ini adalah bentuk motivasi dari Allah kepada manusia untuk
senantiasa bertaqwa kepada Allah dan berbuat kebaikan. Dengan motivasi
seperti itu, maka manusia diharapkan untuk berlomba-lomba dalam
beribadah kepada Allah.
Sementara itu, dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi berikut ini juga menjelaskan janji Allah Swt kepada makhluknya.
45
ِةًنَجْلا ىَلِا اًقْيِرَط ُوَل ُلله ا َلَيَس اًمْلِع ِوْيِف ُسِمَتْلَي ًقْيِرَط َكَلَس ْنَم
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka
Allah memudahkan baginya jalan menuju Surga”. (At-Tirmidzi,
1992: 274)
Hadits di atas menjelaskan janji Allah SWT kepada orang yang
mau menempuh jalan untuk menuntut ilmu. Barangsiapa yang menuntut
ilmu kebaikan (Islam), maka Allah akan memudahkan jalan orang
tersebut menuju Surga. Dengan begitu maka orang yang menuntut ilmu itu
adalah orang yang dimuliakan oleh Allah sehingga Allah memberikan
ganjaran akan dimudahkan dalam perjalananya ke Surga nanti.
Janji Allah tersebut mengisyaratkan pentingnya menuntut ilmu,
karena dengan ilmu maka manusia akan mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk. Dengan mengetahui kedua perkara ini tentunya manusia
akan lebih mudah untuk menjalani kehidupan dan membuat hidupnya
lebih barokah dan ketika telah tiba saatnya nanti jalanya ke Surga akan
sangat mudah seperti yang telah dijanjikan Allah SWT.
Seperti yang disebutkan di atas, janji-janji Allah bisa berupa
ganjaran dunia dan di akhirat. Ganjaran di dunia itu bisa berupa
keberuntungan, petunjuk, pertolongan, keselamatan, kehidupan yang baik
dan sebagainya. Ganjaran di dunia merupakan bentuk perhatian Allah
SWT kepada manusia yang bertaqwa. Sementara itu ganjaran di akhirat
tidak lain adalah Surga. Surga digambarkan Allah sebagai tempat yang
46
Namun sekali lagi bahwa janji-janji Allah tersebut hanya bisa didapat oleh
orang-orang yang beriman dan bertaqwa.
Sir Sayid Amir Ali berpendapat mengenai ajaran tentang akhirat.
Seperti yang dikutip oleh Maunah (2011: 290) umpamanya ia menjelaskan
bahwa keinginan manusia untuk dapat bersatu kembali dengan orang yang
dikasihi dan disayangi, sesudah dipisahkan oleh kematian. Hasrat besar
inilah yang menmbulkan ide adanya kelanjutan hidup sesudah selesainya
hidup di dunia ini. Agama-agama yang datang sebelum Islam pada
umumnya menggambarkan bahwa hidup kedua manusia itu akan
memperoleh upah dan balasan dalam bentuk jasmani dan bukan dalam
bentuk rohani. Pendapat ini tentunya ada alasanya tersendiri. Upah dan
balasan yang berupa jasmani barangkali lebih terasa nyata ketimbang
dengan upah dan balasan rohani. Karena dengan upah dan balasan yang
berupa jasmani akan semakin meyakinkan bahwa upah dan balasan itu
memang nyata ada.
Sir Sayid Amir Ali menambahkan apa yang harus dipercayai orang
Islam ialah bahwa di akhirat nanti tiap orang harus
mempertanggungjawabkan segala perbuatanya di dunia ini. Tetapi, lebih
dari itu Tuhan bersifat pengasih serta rahmatnya akan dilimpahkan secara
adil kepada semua makhluknya. Inilah keyakinan pokok yang harus