1 1.1. LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara yang berdasarkan atas hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen ketiga. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan selalu tercipta rasa tentram dan damai di mana untuk mencapai aspek–aspek tersebut diperlukan adanya kesadaran hukum dari masyarakat untuk menaati setiap peraturan perundang–undangan yang berlaku. Dengan dikeluarkannya Undang–undang No 8 Tahun 1981 Tentang Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan peraturan pelaksananya, yang diatur dalam peraturan pemerintah No 27 Tahun 1983 tentang tata cara beracara. Undang–undang ini merupakan produk baru yang mengatur ketentuan hukum formil dari hukum pidana di Indonesia.
Tujuan hukuam acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak–tidaknya mendekati kebenaran materil yaitu kebenaran yang selengkap–lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan umum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu pidana telah
2
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (KUHAP)1.
Untuk mewujudkan tujuan hukum tersebut, maka aparat kepolisianlah yang merupakan alat penegak hukum yang mendapat tugas paling awal karena kepolisian sebagai penyelidik yaitu untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana sehingga dengan ditentukan peristiwa pidana itu akan dapat dilakukan suatu penyidikan bahkan untuk dapat dilakukan penyidikan terlebih dahulu ditentukan dan dilakukan pemeriksaan pada tempat kejadian perkara (TKP) yang diduga telah terjadinya suatu tindak pidana.
Tindakan kepolisian yang dilakukan di tempat kejadian perkara baik dilakukan secara perorangan maupun secara berkelompok (unit kecil lengkap) adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses penyelidikan dan merupakan langkah awal untuk dapat membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi sedangkan dalam kenyataannya masih banyak orang yang diduga sebagai pelaku kejahatan atau pelanggaran karena kurang sempurnanya pengolahan TKP. Di samping tidak ditemukannya bukti – bukti sehingga pelaku dapat bebas dari segala tuntutan.
Kemampuan penyelidik dalam mengelolah TKP akan membawa konsekuensi yang sangat besar dalam pengukapan perkara kejahatan 1
http://arfen-media.blogspot.com/2012/10/tujuan-dari-hukum-acara-
pidana.html#!/2012/10/tujuan-dari-hukum-acara-pidana.html atau http://reonald-
hukumpidana.blogspot.com/2012/03/ringkasan-hukum-acara-pidana-oleh.html(download tgl 07/05/2013.Pkl 20.14 wita).
3
pidana dan membuat terang suatu tindak pidana, untuk menemukan siapa pelakunya, bagaimana modus operandinya apa yang menjadi motif dilakukannya suatu kejahatan dan tidak menutup kemungkinan terungkapnya jaringan atau kelompok para pelaku kejahatan.
Begitu pula hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik akan membawa pengaruh yang sangat besar di dalam hasil penyidikan (bekas perkara). Kurang sempurna seperti tempat kejadian tidak jelas, oleh karena itu kemampuan penguasaan teknik dan taktik penanganan TKP bagi seorang penyidik sangat memegang peranan penting di dalam berhasilnya suatu misi penyidikan.
Menurut Hans Gross seorang ahli kriminal psykologi2, mengemukakan bahwa tidak seorangpun yang sempurna melakukan kejahatan karena sifatnya yang tegas-tegas maupun kealpaan akan meninggalkan bekas-bekas atau bukti-bukti di TKP.
Bertitik tolak dari pendapat tersebut, maka jika telah diterimanya laporan atau pengaduan tentang adanya tindak kejahatan pidana yang telah terjadi yang pertama-tam harus diperhatikan adalah jangan terpengaruh oleh adanya kejahatan itu dan senantiasa tetep tenang. Setibanya di TKP harus di lakukannya pengamatan secara umum (General Observation),
jangan sampai terpengaruh oleh keadaan dan pikiran-pikiran orang yang berada disekitar TKP.
2
Majalah Bayangkara :No.147:1989:24(Dalam Skripsi Hambatan Penyidik/Penyidik pembantu di Tempat Kejadian Perkara Pidana Pembunuhan di Resort Kota Kupang. Nama Albert M. Ratui Edo.,tahun 2006, Falkutas Hukum Universitas Kotolik Widya Mandira Kupang.)
4
Penemuan dan pengumpulan alat bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dalam suatu tindak pidana merupakan langkah awal yang dilakukan oleh penyidik dalam hal ini pihak kepolisian yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mencari dan menemukan alat bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Proses pengolahan Tempat kejadian Perkara (TKP) yang dilakukan pihak kepolisian dalam hal ini penyidik tentunya sudah ditetapkan dan diatur dalam undang-undang Kepolisian. Hal ini memberikan keleluasaan atau wewenang kepada pihak penyidik untuk mengolah Tempat Kejadian Perkara setelah mendapat laporan dari masyarakat tentang terjadinya suatu tindak pidana.
Namun dalam pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP), penyidik sering mendapat kesulitan atau hambatan di mana pelaku tindak pidana sering menghilangkan alat bukti untuk menghilangkan jejak agar tidak dapat dipidana. Masalah seperti ini sering dialami oleh pihak penyidik kepolisian dalam pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
5
Tabel I :Jumlah kasus pembunuhan yang belum diungkap oleh Penyidik Polsekta Kelapa Lima Tiga tahun terakhir dari tahun 2011 sampai 2013,
NO TAHUN KASUS KETERANGAN
1 2011 2 PENYELIDIKAN
2 2012 2 PENYELIDIKAN
3 2013 3 PENYELIDIKAN
Sumber data Polsek Kelapa Lima Kupang
Berdasarkan tabel diatas, simpulan peneliti adalah jumlah kasus yang belum diuangkap dan masih dalam tahap penyelidikan karena adanya hambatan dalam proses pengolahan TKP untuk menemukan alat bukti dana barang bukti pendukung terhadap kasus pembunuhan di atas. Maka peneliti tertarik untuk memilih judul “ Hambatan-Hambatan Penyidik dalam Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) Kasus Pembunuhan Di Wilayah Hukum Polsekta Kelapa Lima Kupang Kota.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Hambatan-hambatan apa sajakah yang ditemukan penyidik dalam pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus pembunuhan di wilayah hukum Polsekta Kelapa Lima Kupang Kota yang terjadi saat ini?
6
2. Bagaimana strategi penyidik dalam pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus pembunuhan di wilayah hukum Polsekta Kelapa Lima Kupang Kota pada masa yang akan datang?
1.3. TUJUAN DAN KEGUNAAN 1. Tujuan
1. Untuk menemukan hambatan-hambatan apa saja yang dialami penyidik dalam melakukan pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus pembunuhan di wilayah hukum Polsekta Kelapa Lima Kupang Kota.
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi yang digunakan penyidik dalam pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus pembunuhan di wilayah hukum Polsekta Kupang Kota pada masa yang akan datang.
2. Kegunaan
Dengan hasil yang dicapai maka penelitian ini akan memberikan kegunaan dan manfaat :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi mahasiswa dan mahasiwi ilmu hukum khususnya dalam hukum pidana dalam upayanya untuk mengetahui teori penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana pembunuhan sekaligus menjadi sumbangan yang berguna sebagai upaya perluasan
7
wawasan keilmuan yang berkaitan dengan hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini berguna sebagai masukan bagi pemerintah untuk penataan kelembagaan Kepolisian sehingga Kepolisian dapat melaksanakan penyidikan tindak pidana pembunuhan secara optimal.
1.4. KERANGKA PEMIKIRAN
Untuk memberikan batasan-batasan yang tegas dari konsep-konsep yang masih bersifat abstrak dari variabel-variabel pokok permasalahan penelitian ini, maka penulis mencoba untuk menggambarkannya dalam kerangka pemikiran sebagai berikit:
a. Penyelidik.
Penyelidik ialah orang yang melakukan “penyelidikan”. Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggarantindak pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana. Pencarian dan usaha menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk menemukan sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan “penyedikan” atau tidak sesuai dengan cara yang diatur oleh KUHAP (Pasal 1 butir 5) 3.
3
Departemen Pertahanan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2000.
8
Penyelidikan diatur dalam Pasal 1 butir 4: Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang- undang ini untuk melakukan penyelidikan. Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 4, yang berwenang melaksanakan fungsi penyelidikan adalah “setiap pejabat polisi negara republik indonesia”. Tegasnya penyelidikan adalah setiap pejabat polri. Jaksa atau pejabat lain tidak berwenang melakukan penyelidikan. Penyelidikan, “monopoli tunggal” polri.
Fungsi dan wewenang penyelidikan bertujuan;
1. Menyederhanakan dan memberi kepastian kepada masyarakat siapa yang berhak dan berwenang melakukan penyelidikan.
2. Menghilangkan kesimpangsiuran penyelidikan oleh aparat penegak hukum, sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih seperti yang dialami pada masa HIR.
3. Juga merupakan efesiensi tindakan penyelidikan ditinjau dari segi pemborosan jika ditangani oleh beberapa instansi, maupun terhadap orang yang diselidiki4.
b. Wewenang penyelidik
Wewenang penyelidik meliputi ketentuan yang disebut pada pasal 5 KUHAP, yang dapat dipisahkan ditinjau dari beberapa segi.
1. Fungsi Dan Wewenang Berdasarkan Hukum
a. Menerima Laporan Atau Pengaduan
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Sedangkan pengaduaan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
4
9
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya5.
b. Mencari Keterangan Dan Barang Bukti
Seperti yang telah dijelaskan, tujuan pelembagaan fungsi penyelidikan dimaksudkan sebagai langkah pertama atau sebagai bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan, guna mempersiapkan semaksimal mungkin fakta, keterangan, dan bahan bukti sebagai landasan hukum untuk memulai penyidikan.
c. Menyuruh Berhenti Orang Yang Dicurigai
Kewajiban dan wewenang ketiga yang diberikan pasal 5 kepada penyelidik, menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. Wewenang ini wajar, sebab tidak mungkin dapat melaksanakan kewajiban penyelidikan kalau tidak diberi wewenang menyapa dan menayakan identitas seseorang. Yang kurang jelas dalam pelaksanaan wewenang ini, apakah penyelidik harus mendapat “surat perintah” dari penyidik atau dari atasanya. d. Tindakan lain Menurut Hukum
Kewajiban dan wewenang selanjutnya ialah mengadakan “tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Sungguh sangat kabur rumusan ini, tidak jelas apa yang dimaksud dengan “tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Sulit sekali
5
Kitab undang-undang hukum Acara Pidana dilengkapi surat putusan mahkamah konstitusi No.6/PUU-V/2007.penerbit kesindo utama, Surabaya.hlm 190
10
menentukan warna dan bentuk tindakan yang dimaksud dalam ketentuan KUHAP Pasal 5 ayat (1) huruf a butir 4 tersebut.
2. Kewenangan Berdasarkan Perintah Penyidik
Kewajiban dan wewenang penyelidik yang dibicarakan dia atas adalah yang lahir dan inherent dari sumber undang-undang sendiri. Sedang kewajiban dan wewenang yang akan dibicarakan pada uraian ini adalah yang bersumber dan “perintah” penyidik yang dilimpahkan kepada penyelidik. Tindakan dan kewenangan undang-undang melalui penyelidik dalam hal ini, lebih tepat merupakan tindakan “melaksanakan perintah” penyidik; berupa:
1. penangkapan,larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. membawa dan mengadapkan seseorang pada penyidik.
Tindakan yang dimaksud di atas dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b KUHAP.
3. Kewajiban penyelidik membuat dan meyampaikan laporan
Penyelidik wajib menyampaikan hasil pelaksanaan tindakan sepanjang yang menyangkut tindakan yang disebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b pengertian laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan, harus merupakan “laporan tertulis”. Jadi disamping adanya laporan lisan, harus diikuti laporan tertulis demi untuk adanya pertanggungjawaban dan
11
pembinaan pengawasan terhadap penyelidik, sehingga apa saja pun yang dilakukan penyelidik tertera dalam laporan tersebut6.
c. Penyidik
Menurut BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 huruf 1 KUHAP7 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang untuk melakukan penyidikan.
Dan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal (1) angka 10 menegaskan penyidik adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing- masing.
d. Tujuan Penyidikan
Tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah melakukan kejahatan dan memberi pembuktian-pembuktian mengenai kesalahan yang telah dilakukannya (Bawengan 1977:11).,Untuk mencapai maksud tersebut maka penyidik akan menghimpun keterangan
4
ibid hlm. 20-23
7
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di lengkapi Surat Putusan Mahkamah Konstitusi No.6/PUU-V/2007 beserta penjelasannya, Penerbit Kesindo Utama, Surabaya, 2007, Hlm. 187.
12
sehubungan dengan fakta-fakta tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu. Menghimpun keterangan-keterangan termaksud biasanya adalah mengenai:
(1) Fakta tentang terjadinya sesuatu kejahatan. (2) Identitas dari pada sikorban.
(3) Tempat yang pasti di mana kejahatan dilakukan. (4) Bagaimana kejahatan itu dilakukan.
(5) Waktu terjadinya kejahatan.
(6) Apa yang menjadi motif, tujuan serta niat. (7) Identitas pelaku kejahatan8.
e. Tempat Kejadian Perkara
Tempat Kejadian perkara adalah tempat di mana suatu tidak pidana terjadi atau akibat yang ditimbulkan. Tempat-tempat lain di mana barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut ditemukan.
Pengertian tempat kejadian perkara menurut W.J.S Purwa
Darminta 9adalah kata perankai yang menyatakan suatu keadaan tempat
terjadinya suatu perbuatan tindak pidana.Perkara pidana diartikan sebagai suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran hukum terhadap hal-hal yang diatur seperti dalam rumusan-rumusan undang-undang hukum pidana.
8
http://permanaikhsan.blogspot.com/2011/03/pengertian-dan-tujuan-penyidikan. (download tgl 07/05/2013.Pkl 20.14 wita)
9
Y. Pradya Puspa 1989:929. (Dalam Skripsi Hambatan Penyidik/Penyidik pembantu di Tempat Kejadian Perkara Pidana Pembunuhan di Resort Kota Kupang. Nama Albert M. Ratu Edo.,tahun 2006,Falkutas Hukum Universitas Kotolik Widya Mandira Kupang.)
13
Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur- unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sehingga bagi siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat di kenakan sanksi pidana atau hukuman. Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman10.
Menurut R. Soesilo tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau di abaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana11.
f. Pengolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara)
Mengenai pengolahan TKP untuk tidak pidana tertentu, yakni Tindak Pidana Pembunuhan, menggunakan Petunjuk Lapangan (Juklap) Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana, yakni Penanganan Tindak Pidana pembunuhan, dikatakan bahwa pengolahan TKP dilakukan oleh team olah TKP (Penyidik Polri, dengan dibantu oleh ahli forensik dan Bantuan Teknis lainnya seperti ahli cuaca dan ahli yang memahami tentang suhu/kelembapan), dengan disaksikan oleh orang yang berada di TKP khususnya orang yang melakukan tindak pidana tersebut (pelaku).
10
Dallyo, pengantar Hukum Indonesia,PT. Gramedia Pustaka Utama, jakarta1992: hlm 91. 11
14
Tindakan pengamanan di TKP dilakukan dengan menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) dengan membuat batas/tanda garis polisi (police line) di TKP bila lokasi memungkinkan. Atau membuat tanda patok batas TKP yang didasari hasil pengambilan titik-titik koordinat.
Mengenai tahapan tindakan penanganan di TKP, antara lain: melakukan pemotretan dengan maksud untuk mengabadikan situasi TKP termasuk keberadaan saksi-saksi, kegiatan/aktivitas di TKP, barang bukti yang berada di TKP dan untuk memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi TKP serta untuk membantu melengkapi kekurangan- kekurangan dalam pengolahan TKP termasuk kekurangan-kekurangan dalam pencatatan dan pembuatan sketsa, obyek pemotretan TKP secara keseluruhan dan berbagai sudut, detail atau close-up terhadap setiap obyek yang diperlukan untuk penyidikan; dan pembuatan sketsa TKP. Sketsa dibuat dengan maksud untuk menggambarkan TKP seteliti mungkin dan sebagai bahan untuk menggambarkan kondisi TKP12
1.5. METODE PENELITIAN
1. Tipe Pendekatan
Tipe pendekatan yang digunakan dalam penilitian ini adalah Yuridis Sosiologis. Aspek Yuridis karena kasus ini merupakan salah satu masalah Hukum yang menjadi problematika penegakan hukum, sedangkan aspek Sosiologis karena dalam penelitian ini penulis
12
15
meneliti Apakah hambatan-hambatan Penyidik dalam pengolahan tempat kejadian perkara (TKP) kasus pembunuhan di wilayah hukum polsekta Kelapa Lima Kupang Kota.
2. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan aspek yang diteliti yaitu hambatan-hambatan Penyidik dalam pengolahan tempat kejadian perkara (TKP) kasus pembunuhan.
3. Lokasi penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan di Polsekta Kelapa Lima Kupang Kota.
4. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penyidik 1 orang dan penyidik pembantu yang berjumlah 4 orang di Polsekta Kelapa Lima Kupang Kota yang karena jabatannya diberi wewenang dalam menangani kasus pembunuhan.
5. Sampel
Dalam penelitian ini tidak dilakukan penarikan sampel karena populasinya terjangkau.
6. Responden
Dalam responden ini yaitu :
a. Kasat Reserse Kriminal terdiri dari 1 orang b. Kapolsekta terdiri dari 1 orang c. Penyidik 1 orang
16
d. Penyidik Pembantu 4 orang Jumlah 7 orang
1.5.1 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung 2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari hasil kepustakaan dan berkas-berkas yang tersedia pada lembaga terkait. Data sekunder terdiri dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sesuai dengan hirarkinya dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan Nomor 7 Ayat 1, yang terdiri dari :
a. Norma atau kaidah dasar, yaitu pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Peraturan Dasar.
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang dan Peraturan yang setara Peraturan pemerintah dan peraturan yang setara Keputusan presiden dan peraturan yang setara Keputusan Menteri dan peraturan yang setara Peraturan-peraturan daerah.
d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat e. Yurisprudensi
17
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.
1.5.2 TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dari hasil penelitian dilakukan dengan cara menjelaskan tentang data-data yang diperoleh dari hasil editing, coding dan tabulasi.
- Editing merupakan proses penelitian kembali terhadap catatan, berkas- berkas, informasi dikumpulkan oleh para pencari data.
- Coding merupakan usaha mengklasifikasi jawaban responden berdasarkan macamnya dimana peneliti memberikan kode pada masing-masing jawaban untuk memudahkan pengolahan data.
- Tabulasi merupakan kegiatan memasukkan data ke dalam kelompok data tertentu menurut sifat tertentu untuk mempermudah analisis data.
1.5.3. TEKNIK ANALISIS DATA
Data-data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan bahan hukum (data sekunder) melalui metode Deskriptif Kualitatif yaitu dengan menjelaskan dan menguraikan data-data yang diperoleh guna memberikan
18 18