• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Mempengaruhi Belanja Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor yang Mempengaruhi Belanja Daerah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor yang Mempengaruhi Belanja Daerah

Pengaruh PAD Terhadap Belanja Daerah

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah akan mempengaruhi belanja pemerintah daerah dikenal dengan nama tax spend hipotesis ( Aziz et al, 2000; Doi, 1998; Von Furnsternberg et al, 1986 dalam Syukriy Abdullah dan Abdul Halim, 2003 ). Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran ( Bambang Prakoso, 2004 ).

Melihat beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi

belanjanya dan Pendapatan Asli Daerah ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah.

Semakin banyak Pendaptan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada pemerintah pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya (Rahmawati, 2010).

Berdasarkan penelitian yang ada sebelumnya Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Jadi meningkatnya Pendapatan Asli Daerah yang didapat semakin tinggi daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya.

Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Belanja Daerah

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005, dana perimbangan tersebut dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi.

Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan Pendapatan dan Belanja Daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan diuji secara empiris menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja. Sementara studi tentang pengaruh grants dari Pemerintah Pusat terhadap keputusan

pengeluaran atau Belanja Pemerintah Daerah sudah berjalan lebih dari 30 tahun (Bambang Prakosa, 2004). Holtz-Eakin, et al (1985) dalam Bambang Prakosa (2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan Sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan Belanja Pemerintah Daerah.

Berdasarkan penelitian sebelumnya dana perimbangan memiliki pengaruh terhadap belanja daerah, dimana pengaruh tersebut memiliki pengaruh yang positif.

Berikut beberapa hasil penelitian tentang pengaruh PAD dan

Dana Perimbangan Terhadap Belanja Daerah:

Penelitian Nur Indah Rahmawati

Judul penelitian Nur Indah Rahmawati adalah Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Alokasi Belanja Daerah Di Jawa Tengah.

(2)

2009. Metode pengambilan sampel menggunakan metode sensus dengan mengambil seluruh populasi. Alat yang digunakan penelitian adalah regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa DAU dan PAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat ketergantungan alokasi belanja daerah lebih dominan terhadap PAD daripada DAU.

Penelitian Ronald hariyanto Tahun 2005

Judul penelitian Ronald Hariyanto (2005) adalah Analisis Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Propinsi Jawa Tengah periode 2000-2002.

Hasil Penelitian yaitu :

1. Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1), mempunyai koefisien positif sebesar 0.14, yang berarti setiap ada kenaikan jumlah PAD pada masing-masing daerah di Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan tingkat pengeluaran pemerintah pada masing-masing daerah sebesar 1,4%, dengan asumsi variabel yang lain tetap (Cateris Paribus).

2. Variabel Dana Perimbangan (X2), mempunyai koefisien positif sebesar 0.9, yang berarti setiap ada kenaikan jumlah Dana Perimbangan pada masing-masing daerah di Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan tingkat pengeluaran pemerintah pada masing-masing daerah sebesar 0,9%, dengan asumsi variabel yang lain tetap (Cateris Paribus).

3. Variabel Jumlah Penduduk (X3), mempunyai koefisien positif sebesar 2.50, yang berarti setiap ada kenaikan jumlah penduduk pada masing-masing daerah di Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan tingkat

pengeluaran pemerintah pada masing-masing daerah sebesar 2,5%, dengan asumsi variabel yang lain tetap (Cateris Paribus).

Penelitian Kesit Bambang Prakosa Tahun 2004

Judul penelitian Kesit Bambang adalah Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah, Studi Empirik Di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah baik dengan maupun tanpa lag. Ketika tidak menggunakan lag, pengaruh PAD terhadap belanja daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan digunakan lag, pengaruh DAU terhadap belanja daerah justru lebih kuat daripada PAD.

Secara empiris penelitian ini membuktikan bahwa besarnya belanja daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari pemerintah pusat. Dari hasil penelitaian tersebut,

menunjukan bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Dalam model prediksi BJD, daya prediksi DAU terhadap BJD tetap lebih tinggi dibanding daya prediksi PAD. Hal ini menunjukan telah terjadi flypaper effect.

Penelitian Widiyanto Tahun 2004

(3)

Hasil penelitiannya yaitu menunjukan hubungan yang erat antara perubahan DAU dan PAD terhadap perubahan belanja daerah baik pada saat dilakukan regresi sederhana (dengan atau tanpa lag) maupun dengan regresi berganda hampir sama pengujian menunjukan hubungan yang signifikan positif, yang bermakna bahwa apabila terjadi peningkatan pada DAU dan PAD maka akan diikuti peningkatan pada belanja daerah.

Pada saat hasil dari masing-masing pengujian itu dibandingkan satu sama lain, terlihat bahwa nilai t-statistik, f-statistik, R,R², dan Adjusted-R² pada masing-masing variabel, DAU

memiliki nilai yang lebih besar daripada PAD, hal ini menunjukan bahwa pengaruh prubahan besarnya DAU yang diterima oleh pemerintah kab/kota di propinsi DIY dan Jawa Tengah terhadap besarnya belanja daerah.

Penelitian Purbayu Budi Santosa Tahun 2005

Judul penelitian Purbayu Budi Santosa adalah Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kediri

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah.

Semakin besar PAD maka menunjukkan bahwa daerah itu mampu melaksanakan

desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. PAD diartikan sebagai penerimaan dari somber-sumber dalam wilayahnya sendiri, yang dipungut

berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD. Faktor-faktor tersebut meliputi : pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB. Data yang diamati dalam penelitian ini adalah datu runtut waktu periode 1989-2002. Model estimasi yang digunakan adalah regresi berganda yang ditransformasikan ke bentuk logaritma.

Hasil regresi menunjukkan bahwa ternyata variabel Pengeluaran Pembangunan mempunyai koefisien regresi sebesar 0,398. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi kenalkan Pengeluaran Pembangunan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PAD sebesar 0,398 person (faktor lain dianggap konstan). Variabel Penduduk mempunyai koefisien regresi sebesar 8,049. Hal ini berarti bahwa setiap terJadi kenaikan variabel Penduduk sebesar 1 person maka akan meningkatkan PAD sebesar 8,049 person (faktor lain dianggap konstan). Variabel PDRB mempunyai koefisien regresi sebesar 0,573. Hal ini berarti bahwa setiap terJadi kenalkan PDRB sebesar 1 person make akan meningkatkan PAD sebesar 0,573 person (faktor lain dianggap konstan).

Sumber:

Argi, (2011). Analisis Belanja Daerah Dan Faktorfaktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2009. Skripsi S1, Fakultas Ekonomika Universitas Diponegoro Tahun 2011+

--- --- --- ---

Untuk mendapatkan Versi Lengkap dari Penelitian ini, silahkan kunjungi Halaman File Penelitian Ekonomi.

(4)

Pengeluaran pemerintah daerah berperan untuk

mempertemukan permintaan masyarakat dengan penyediaan

sarana dan prasarana yang tidak dipenuhi oleh swasta.

Sedangkan pengeluaran pemerintah itu sendiri tidak begitu

saja dilaksanakan oleh suatu pemerintah daerah, tapi harus

direncanakan terlebih dahulu.

Pada ketentuan UU No.33 Tahun 2004 telah diatur beberapa aspek yang berkaitan dengan perimbangan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satu yang diatur dalam ketentuan ini yaitu permasalahan belanja daerah. Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, belanja daerah dimaksudkan sebagai semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.

Download UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Rinciannya bisa dibagi dalam dua bentuk yaitu berdasar sifat dan berdasar fungsinya. Berdasar sifat ekonominya belanja daerah terdiri atas belanja pegawai dan belanja barang, subsidi, hibah dan bantuan sosial.

Sedangkan berdasar fungsinya belanja daerah terdiri dari belanja untuk pembangunan perumahan dan fasilitas umum, peningkatan kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan serta perlindungan sosial.

Pada hakekatnya pengeluaran pemerintah daerah menyangkut dua hal (anggaran line item), yaitu sebagai berikut :

1.

Pengeluaran rutin

, seperti pembiayaan untuk pemeliharaan atau

penyelenggaraan pemerintah sehari-hari. Misalnya untuk belanja pengawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja lain-lain, Angsuran pinjaman/hutang dan bunga, bantuan keuangan, pengeluaran tidak termasuk bagian lain, dan pengeluaran tidak tersangka.

2.

Pengeluaran pembangunan

, yaitu pembiayaan untuk pembangunan daerah sebagai kegiatan pemerintahan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan dalam sektor pertanian, industri, perhubungan, pariwisata dan sektor-sektor yang lain.

Adanya perubahan tentang struktur pengeluaran pemerintah daerah (Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002) diterangkan sebagai berikut :

(5)

untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

2.

Belanja pelayanan publik

adalah belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

Kemudian perubahan tentang struktur pengeluaran pemerintah daerah (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006) dapat diterangkan sebagai berikut:

1.

Belanja tak langsung

adalah bagian belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program seperti belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan yang telah ditetapkan undang-undang, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa, belanja bantuan keuangan dan belanja tak tersangka.

2.

Belanja langsung

adalah bagian belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan pelaksanaan program seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Sumber:

Argi, (2011). Analisis Belanja Daerah Dan Faktorfaktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2009. Skripsi S1, Fakultas Ekonomika Universitas Diponegoro Tahun 2011

--- --- --- ---

Untuk mendapatkan Versi Lengkap dari Penelitian ini, silahkan kunjungi Halaman File Penelitian Ekonomi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah

Penerapan Otonomi Daerah

Kewenangan otonomi daerah adalah keseluruhan kewenangan penyelenggaraaan pemerintahan, sepertiperencanaan, perizinan, dan pelaksanaan, kecuali kewenangan di bidang-bidang pertahnan keamanan, peradilan, politik luar negeri, moneter/fiskal dan agama serta kewenangan lainnya yang di atur oleh peraturan perundangan yang lebih tinggi. Penyelenggaraan otonomi di tingkat provinsi meliputi kewenangan-kewenangan lintas kabupaten dan kota dan kewenangan-kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan daerah otonom kabupaten dan kota, serta kewenangan bidang pemerintahan lainnya (Safitri, 2009). Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan

(6)

sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan; (2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah (Landiyanto,2005).

Dana Perimbangan Keuangan

Halim Abdul & Mujib Ibnu (2009) menjelaskan, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yaitu berupa system keuangan daerah yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab antar tingkat pemerintahan sesuai dengan pengaturan UU tentang Pemerintahan Daerah. UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah meliputi ruang lingkup pengaturan dari : 1. Prinsip-prinsip pembiayaan fungsi pemerintahan di Daerah.

2. Sumber-sumber pembiayaan fungsi dan tugas tanggung jawab Daerah yang meliputi. a. Pendapata Asli Daerah

b. Dana Perimbangan c. Pinjaman

d. Pembiayaan pelaksanaan asa dekonsentrasi bagi provinsi

3. Pengelolaan dan Pertangungjawaban kauangan daerah 4. Sistem informasi keuangan daerah.

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 27 Jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang di tetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 28, yang dimaksud Kebutuhan fiskal daerah adalah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk

melaksanakan fungsi layanan dasar umum, sedangan yang di maksud Kapasitas Fiskal Daerah adalah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.

A. Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang di bagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-undang ini merupakan penyelarasan dengan Undang-undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali di ubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-undang ini di muat pengaturan mengenai Bagi Hasil Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sector

pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dan DAK, dialihkan menjadi DBH.

B. Dana Alokasi Umum (DAU)

(7)

formula celah fiscal dan penambahan variable DAU. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiscal kecil akan memperoleh aloksi DAU relative kecil. Sebaliknya, Daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiscal besar akan memperoleh alokasi DAU relative besar. Secara implicit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kepasitas fiscal.

C. Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus didaerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Prasarana pelayanan dasar

masyrakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sumber Pendapatan Asli Daerah berasal dari : Pajak Daerah, Retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sedangkan Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Safitri,2009).

A. Pajak Daerah

Prakosa (2003) Menjelaskan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh oran gpribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembanguna daerah. Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000, Pajak Daerah Kota / Kabupaten terdiri dari :

1. Pajak Hotel; 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan Jalan;

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; 7. Pajak Parkir.

B. Retribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus di sediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, sehingga bisa disimpulkan bahwa retribusi daerah adalah retribusi yang dipungut daerah karena adanya suatu balas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah pemungut retribusi. (Prakosa,2005). Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah (pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;

2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta

(8)

pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indicator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kineja ekonomi di suatu negara. Sedangkan untuk tingkat wilayah, Propinsi maupun Kabupaten/Kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya. Total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun) dihitung sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Haryanto,2004).

Belanja Daerah

Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja

penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat

diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1) terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Yang termasuk urusan wajib adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan b. Kesehatan c. Pekerjaan umum d. Perumahan rakyat e. Penataan ruang

f. Perencanaan pembangunan g. Perhubungan

h. Lingkungan hidup i. Pertanahan

j. Kependudukan dan catatan sipil k. Pemberdayaan perempuan

l. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera m. Sosial

n. Tenaga kerja

o. Koperasi dan usaha kecil dan menengah p. Penanaman modal

(9)

r. Pemuda dan olah raga

s. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri t. Pemerintahan umum

u. Kepegawaian

v. Pemberdayaan masyarakat dan desa w. Statistik

x. Arsip

y. Komunikasi dan informatika

Sedangkan yang termasuk dengan urusan pilihan adalah sebagai berikut : a. Pertanian

b. Kehutanan c. Pariwisata

d. Kelautan dan perikanan e. Perdagangan

f. Perindustrian g. Transmigrasi.

Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang dikiasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan. Untuk Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari :

a. Pelayanan umum

b. Ketertiban dan ketentraman c. Ekonomi

d. Lingkungan hidup

e. Perumahan dan fasilitas umum f. Kesehatan

g. Pariwisata dan budaya h. Pendidikan

i. Perlindungan sosial

Belanja menurut kelompok belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program.

Belanja Tidak Langsung

, meliputi

:

a. Belanja Pegawai

Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan

b. Belanja Bunga

(10)

c. Belanja Subsidi

Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada

perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.

d. Belanja Hibah

Belanja hibah digunakan untukmenganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepadapemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ peroranganyang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.

e. Bantuan Sosial

Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

f. Belanja Bagi Hasil

Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

g. Bantuan Keuangan

Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.

h. Belanja tidak terduga

Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup.

Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Belanja Langsung

, meliputi:

a. Belanja Pegawai

Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah,

b. Belanja Modal

(11)

c. Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b digunakan untuk

pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.

Santosa dan Rahayu (2005) membuktikan bahwa, Pendapatan Asli Daerah di pengaruhi oleh Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk. Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk merupakan hubungan fungsional.

a. Hubungan PAD dan Pengeluaran Pemerintah

Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan segenap unsure satu lapisan masyarakat. Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan segaian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi.

b. Hubungan PAD dan Jumlah Penduduk

Adam Smith (dikutip oleh Santosa dan Rahayu, 2005) Menjelaskan bahwa, dengan didukung bukti empiris, pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Santosa dan Rahayu (2005) mengatakan, penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan

penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jtunlah penduduk meningkat mica pendapatan yang dapat ditarik jugs meningkat.

c. Hubungan PAD dan PDRB

Santosa dan Rahayu (2005) Mengatakan Hubungan antara PAD dengan PDRB merupakan hubungan fungsional, karena PDRB merupakan fungsi dari PAD. Dengan meningkatnya PDRB maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya.

Hubungan PDRB terhadap Belanja Daerah

Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan produk domestik regional bruto adalah semua

(12)

Hasil penelitian yang dilakukan (Lin dan Liu, 2000) menunjukkan

desentralisasi

memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan

ekonomi daerah yang membuktikan adanya hubungan yang

positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan

pertumbuhan ekonomi

. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa

pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi (Oates,1995). Hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik.

Secara teori, semakin besar Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB), maka akan semakin besar pula pendapatan yang

diterima oleh kabupaten / kota. Dengan semakin besar

pendapatan yang diperoleh daerah, maka pengalokasian

belanja oleh pemerintah pusat akan lebih besar untuk

meningkatkan berbagai potensi lokal di daerah tersebut

untuk kepentingan pelayanan publik

. (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong,2004).

Sumber:

Prakoso, (2011). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2011

Pengertian Belanja Daerah

Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 dan aturan

pelaksanaannya, struktur APBD terdiri dari pendapatan,

belanja, transfer dan pembiayaan yang masing-masing secara

tegas harus dicantumkan bersamaan dengan jumlah

(13)

Belanja Daerah dikelompokkan menjadi dalam dua jenis yaitu Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada propinsi/kabupaten dan pemerintah desa, belanja bantuan keuangan kepada propinsi/kabupaten dan pemerintah desa, belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal (Badan Pusat Statistik,2010).

Dalam Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 disebutkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian / pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan

pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006

belanja modal

didefinisikan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan

,

seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya (Subiyanto dan Halim, 2008).

Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan (Kawedar dkk., 2008).

Download:

 UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Full Penjelasan);

 UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Pembagian Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

 PP Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Sumber:

Prakoso, (2011). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2011

--- --- --- ---

Untuk mendapatkan Versi Lengkap dari Penelitian ini, silahkan kunjungi Halaman File Penelitian Ekonomi.

(14)

Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah

yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah

. Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan

merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan asli daerah. Semakin besar dana Pendapatan Asli Daerah berarti semakin besar belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah untuk pembangunan di daerahnya masing-masing.

Adapun jenis pajak kabupaten/kota menurut undang-undang nomor 34 tahun 2000, tentang perubahan Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 2 ayat (2) terdiri dari: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C dan pajak parkir.

Pajak daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Oleh sebab itu pajak daerah harus dikelola secara

professional dan transparan dalam rangka optimalisasi dan usaha meningkatkan kontribusinya terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah melalui intensifikasi pemungutannya dan ektensifikasi subyek dan obyek pajak daerah.kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah sangat besar.

Semakin besar Pendapatan Asli Daerah maka belanja daerah

juga semakin besar, jika Pendapatan Asli Daerah rendah

maka belanja daerah juga akan rendah

(Halim,Abdul 2001).

Download:

 UU Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah

Sumber:

Prakoso, (2011). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2011

(15)

Mangkoesoebroto (1997) menegaskan bahwa pengeluaran

pemerintah mencerminkan pilihan kebijakan pemerintah.

Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk

membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah

mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah

untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Teori pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teori makro pengeluaran peemerintah yang menjelaskan pola waktu pengeluaran pemerintah dengan variabel agregat, seperti produk domestik bruto, tingkat inflasi dan teori mikro pengeluaran pemerintah yang menjelaskan dasar mikro ekonomi proses keputusan yang meningkatkan pengeluaran pemerintah (Mangkoesoebroto, 1997). Ada tiga model teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah, yaitu model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah dan teori Peacock & Wiseman sebagai berikut:

1. Model Pembangunan Perkembangan Pengeluaran

Pemerintah

Model perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi dibedakan menjadi tahap awal, menengah dan lanjut. Pada tahap awal pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, investor sektor publik menyediakan infrastruktur sosial seperti : jalan, belanja bidang kesehatan dan belanja bidang pendidikan, yang mendorong ekonomi ke tahap menengah. Dalam tahap menengah, investasi publik diikuti dengan pertumbuhan investasi swasta. Kegagalan pasar terjadi di semua tahap, sehingga keterlibatan pemerintah terus meningkat untuk mengatasi kegagalan tersebut.

Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentasei terhadap Gross National Product (GNP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) semakin besar dan prosentase pemerintah semakin kecil. Menurut Rostow, pada tahap lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih dari pengeluaran infrastruktur untuk penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program pendidikan, program kesejahteraan hari tua, pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. Pendapat Magrave dan Rostow

menjelaskan perubahan pengeluaran pemerintah dan variasi pelayanan publik dalam siklus pembangunan.

2. Hukum Wagner

Hukum Wagner menjelaskan mengenai bagian Produk Domestik Regional Bruto yang diambil sektor publik. Hukum ini terkait dengan pertumbuhan ukuran relatif sektor publik, yaitu jika pendapatan perkapita dalam ekonomi bertambah, maka ukuran sektor publik juga bertambah. Pernyataan Wagner tersebut bersifat empiris berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan sektor publik di sejumlah negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19, yang menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi rasio pengeluaran publik

(16)

urbanisasi membutuhkan intervensi dan peraturan sektor publik.

Dalam pertumbuhan pengeluaran publik untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, dijelaskan Wagner berdasarkan elastisitas pendapatan permintaan, bahwa dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan riil per kapita naik, maka pengeluaran publik meningkat terhadap layanan tersebut dan akan meningkatkan rasio pengeluaran pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto. Model Wagner tidak mengandung teori pilihan publik, tetapi menggunakan teori negara organik yaitu negara dianggap individu dan pembuat keputusan secara independen dari anggota masyarakat.

3. Teori Peacock dan Wiseman

Studi Peacock dan Wiseman merupakan analisis “pola waktu” pengeluaran publik. Dasar analisisnya adalah teori politik penentuan pengeluaran publik, yaitu pemerintah senang mengeluarkan banyak uang, rakyat tidak suka bayar pajak, dan pemerintah harus memperhatikan keinginan rakyat.

Peacock dan Wiseman mengemukakan teori yang didasarkan pada pandangan masyarakat bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran, sedangkan

masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar tersebut. Masyarakat mempunyai suatu toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai aktivitas pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah, sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk

membayar pajak. Inti dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat, walaupun tarif pajak tidak

berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya PDB

menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dalam pengeluaran pemerintah.

Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Oleh sebab itu, penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat dan pemerintah meningkatkan

penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak, sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan tersebut disebut efek pengalihan

(displacement effect) yaitu bahwa adanya suatu gangguan sosial akan menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Selain itu, banyaknya aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang disebut dengan efek inspeksi (inspection effect). Di samping itu, adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta (concentration effect). Adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak turun kembali pada tingkat sebelum terjadinya perang.

Hipotesis yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman mendapat kritikan dari Bird yang menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke aktivitas yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam persentasenya terhadap PDB. Akan tetapi, setelah terjadinya gangguan persentase

(17)

sebelum terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird, efek pengalihan hanya gejala dalam jangka pendek dan tidak terjadi dalam jangka panjang.

Ketiga model teori makro pengeluaran pemerintah tersebut tidak dapat menjelaskan proses pengeluaran pemerintah secara rinci sebagaimana teori mikro pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang pemerintah (barang yang disediakan oleh pemerintah) dan menganalisis pengaruh faktor-faktor tersebut atas tersedianya barang pemerintah. Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang pemerintah menentukan jumlah barang pemerintah yang akan disediakan melalui anggaran belanja, dan ini akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Jadi, perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa faktor yaitu : perubahan permintaan akan barang publik, perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, perubahan kualitas barang publik dan perubahan harga faktor-faktor produksi.

Soeparmoko (1987) mengklasifikasikan pengeluaran

pemerintah menjadi lima jenis yaitu :

1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa atau barang bersangkutan, misalnya pengeluaran untuk jasa perusahaan.

2. Pengeluaran yang produktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang berpengaruh positif terhadap penerimaan pemerintah, misalnya pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan.

3. Pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat, misalnya obyek pariwisata.

4. Pengeluaran yang secara tidak langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun saat pengeluaran terjadi penghasilan perorangannya akan naik.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang, misalnya pengeluaran untuk anak yatim piatu. Jika hal ini tidak dijalankan sekarang, maka kebutuhan pemeliharaan tersebut akan menjadi lebih besar di masa yang akan datang.

Sumber:

(18)

--- --- --- ---

Untuk mendapatkan Versi Lengkap dari Penelitian ini, silahkan kunjungi Halaman File Penelitian Ekonomi.

No comments :

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Labels: Belanja Daerah , Hukum Wagner , Pelayanan Publik , Pengeluaran Pemerintah , Teori Peacock dan Wiseman , Tinjauan Teori

Older Posts Home

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dilakukan pengujian citra baru di dalam jaring saraf tiruan dengan nilai penimbang yang didapat dari pelatihan dengan data training.. Desain

Kalau diperhatikan keterangan Rasyid Ridha di atas, tampaknya ia tidak mengharamkan lotre/undian berhadiah guna kepentingan umum atau negara, karena manfaatnya lebih besar

Dengan sistem yang ada dalam e- court saat ini siapa saja yg akan menggunakan persidangan elektronik harus dan wajib memeliki akun sebagai "Pengguna Terdaftar"

Data-data penelitian diambil dari karangan berbahasa Arab mahasiswa semester V (ganjil) Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri..

Cara 2: Jika Sig. Maka dapat disimpulkan bahwa H 0 diterima, yang berarti bahwa Corporate Image secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat.. H0 :

Alat pengumpulan data teknik observasi adalah lembar observasi terhadap guru yang melaksanakan penelitian tindakan kelas (melaksanakan pembelajaran tindakan

Sedangkan tujuan dari analisis hidrologi ini adalah untuk mengetahui ketersediaan air Aek Sirahar dalam hubungannya dengan kebutuhan air atas areal pertanian yang berdasarkan

Oleh karena itu pengendalian diri sangat di butuhkan untuk menstabilkan kembali emosi yang pernah terluapkan menggunakan terapi transpersonal dengan cara