PADA PERUSAHAAN MEMPUBLIK
DI BURSA EFEK INDONESIA
(PERIODE 2001-2007)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Program Studi Akuntansi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM (STIE AMM) Mataram
Diajukan oleh: FAOZAN EL MUFID
NPM: 06.0033.SA
JENJANG PENDIDIKAN PROGRAM SARJANA (S1)
JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI AMM
ANALISIS MANAJEMEN LABA
SEBELUM DAN SESUDAH PERISTIWA RIGHT ISSUE
PADA PERUSAHAAN MEMPUBLIK
DI BURSA EFEK INDONESIA
(PERIODE 2001-2007)
Diajukan oleh: FAOZAN EL MUFID
NPM: 06.0033.SA
Mataram, 03 Agustus 2010 Mataram, 29 Juli 2010
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik manajemen laba sebelum dan sesudah peristiwa right issue pada perusahaan mempublik di Bursa Efek Indonesia periode 2001-2007. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel sebanyak 36 perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Analisis data menggunakan model Jones yang dimodifikasi. Manajemen laba diproksi dengan discretionary accruals. Pengujian hipotesis menggunakan t-test: paired two samples for means.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa discretionary accruals sebelum peristiwa right issue tidak lebih besar dari pada discretionary accruals sesudah peristiwa right issue. Hal ini berlawanan dengan teori dan penelitian terdahulu. Adanya krisis ekonomi global memungkinkan hasil yang tidak diharapkan tersebut. Dengan adanya krisis ekonomi global, perusahaan berusaha untuk tidak melakukan manajemen laba dengan melakukan penaikan laba yang akan mengakibatkan kinerja perusahaan menurun relatif tinggi di waktu yang akan datang.
Kata kunci: manajemen laba (earnings management), discretionary accruals,
right issue
This research is aimed to find out the activity of earnings management before right issue and after right issue at go public companies in Indonesia Stock Exchange between the years of 2001-2007. This research uses purposive sampling technique and is achieved 36 samples. Data applied in this research is secondary data. Data analysis used is modified-Jones model. Earnings management is proxy by discretionary accruals. The hypothesis is tested by t-test: paired two samples for means.
The result of this research shows that discretionary accruals before right issue is not greater than the discretionary accruals after right issue. This is against theory and previous research. The global economics crisis may cause that unexpected result. The global economics crisis makes firms try not to manage earnings by maximizing earnings which cause the decreasing of performance drastically in the long-term.
Keywords: earnings management, discretionary accruals, right issue
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Mataram, 19 Agustus 2010
FAOZAN EL MUFID
Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Manajemen Laba Sebelum dan Sesudah Peristiwa
Right Issue pada Perusahaan Mempublik di Bursa Efek Indonesia (Periode
2001-2007)”. Tak lupa shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan umatnya sampai akhir jaman.
Manajemen laba merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk memanipulasi laba dengan mengakui pendapatan dan biaya berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Perusahaan yang melakukan manajemen laba terkadang dikatakan sebagai perusahaan yang telah melakukan kecurangan (fraud), meskipun begitu, ada kalanya manajemen laba merupakan pemanfaatan kebijakan akuntansi yang diperbolehkan oleh peraturan yang ada, jadi tidak selamanya berupa kecurangan (fraud). Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui indikasi manajemen laba di seputar peristiwa right issue pada perusahaan mempublik di Bursa Efek Indonesia. Penulis berharap bahwa penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan ilmu kepada pembaca. Amin.
Penyusunan skripsi ini telah melibatkan banyak orang dalam penyelesaiannya. Penulis banyak mendapat bantuan, motivasi, saran, dukungan bahkan kritik dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak H. Umar Said, S.H., M.M. selaku Ketua STIE AMM Mataram,
2. Bapak Drs. Irianto, M.M. selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu membimbing, mengarahkan, memberi masukan dan mengoreksi penulisan dalam penyusunan skripsi ini,
3. Ibu Erna Widiastuty, S.E., M.Si. selaku pembimbing pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu membimbing, mengarahkan, memberi masukan dan mengoreksi penulisan dalam penyusunan skripsi ini, 4. Bapak I Made Suardana, S.E., M.M. selaku dosen wali sekaligus pembahas
utama, yang telah banyak memberikan saran dan kritik guna penyempurnaan penyusunan skripsi ini,
5. Ibu Hj. Indah Ariffianti, S.E., M.M. yang telah meminjamkan Indonesian Capital Market Directory guna kelancaran penyusunan skripsi ini,
6. Ibu Ida Ayu Nursanty, S.E., Ak., M.Si. yang telah memberikan bantuan dan masukan guna kelancaran penyusunan skripsi ini,
7. Bapak Zulkarnaen, S.E. yang telah memperkenalkan analisis data dengan menggunakan Microsoft Excel,
8. Bapak Drs. Irfan Nursasmito, M.Si., Ak. yang telah memberikan semangat, masukan dan diskusi guna kelancaran penyusunan skripsi ini,
internet, it was a big help for me to understand earnings management more,
10. Varda Yaari, for all the discussions and suggestions for the arrangement of this research,
11. Seluruh staf STIE AMM Mataram yang telah membantu guna kelancaran penyusunan skripsi ini,
12. Bapak dan Ibu dosen STIE AMM Mataram yang telah dengan sabar membimbing dan mentransformasikan ilmunya kepada penulis,
13. Kedua orang tua penulis, Bapak Suhadi dan Ibu Siti Muntamah yang selalu membantu, mendoakan, mendorong dan mendukung penulis untuk terus menuntut ilmu,
14. Kakak dan adik penulis, Uma (dan Uda) dan Muna (dan Wal), yang selalu mendoakan, mendorong dan mendukung penulis untuk terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini,
15. Keponakan-keponakan penulis, Yayan, Ega, Farel, dan Tandez, yang mendorong penulis untuk tetap bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini secepatnya,
16. My lovely madilto, without you, I will never be able to finish this research, thanks for all the beautiful time you share with me,
17. Mbak Janah, yang selalu dengan setia menerima titipan skripsi untuk diserahkan kepada dosen pembimbing,
18. Si kembar (Eli dan Mala), Uni, Ramli dan Teri, yang selalu menyemangati penulis dengan jalinan pertemanan yang indah,
19. Kru Besok (Eli, Teri, Wir, Dani, Agus, Oki, Ira, Indah, Ayu, Komang, Anom, Syifa, Sukma), yang terus memberi semangat,
20. Idayani, Hasanati, Ratih dan Maskur, yang terus memberikan semangat, masukan dan doa guna kelancaran penyusunan skripsi ini,
21. Teman-teman satu angkatan yang saling menyemangati dalam penulisan skripsi, tanpa kalian skripsi ini akan lebih lama lagi selesai,
22. Untuk pria-pria perkasa yang selalu menemani hari-hari penulis, kalian selalu mengganggu konsentrasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, tapi kalian juga yang selalu menjadi penyemangat penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini, you are ones I hate the most, but in the same time, you are ones I love dearly,
23. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan, sehingga segala saran dan kritik yang membangun dengan senang hati akan penulis terima sebagai masukan guna penyempurnaan penyusunan skripsi ini lebih lanjut.
Mataram, 19 Agustus 2010
3.1 JENIS PENELITIAN ... 20
3.2 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ... 20
3.3 TEKNIK DAN ALAT PENGUMPULAN DATA ... 22
3.4 JENIS DAN SUMBER DATA ... 23
3.4.1 JENIS DATA 3.5 VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL ... 24
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 HASIL PENELITIAN ... 32
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 SIMPULAN ... 47
... ... 50
Hal.
Hal.
Hal.
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan memerlukan modal, terutama
untuk keperluan operasional rutinnya. Untuk memperoleh modal tersebut,
perusahaan dapat menerbitkan saham dan menjual kepada publik melalui
penjualan saham kepada masyarakat. Yaitu dengan penawaran perdana (initial
public offering), atau penawaran kedua, ketiga dan seterusnya (seasoned equity
offering), atau right issue. Salah satu cara untuk mendapatkan modal tersebut
adalah dengan menjual saham perusahaan kepada pemegang saham lama (right
issue). Right issue juga disebut sebagai penawaran saham terbatas.
Right issue merupakan hak bagi pemegang saham lama untuk bisa memesan
terlebih dahulu saham yang dikeluarkan oleh perusahaan. Sehingga, right issue
sering digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan modal tambahan. Pihak
perusahaan mengeluarkan hak tersebut kepada para pemegang saham lama
(pemegang saham saat ini). Hak yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pemegang saham lama tersebut akan memberikan kebebasan kepada pemegang
saham lama untuk menambah saham yang sudah mereka tanam di perusahaan
tersebut. Perusahaan bahkan bisa saja memberikan potongan harga terhadap harga
saham yang berlaku saat ini jika pemegang saham tersebut membeli saham
mereka (Greenblatt, 2008).
Dengan adanya hak (dan bukan kewajiban) kepada pemegang saham untuk
membeli saham perusahaan dengan harga diskon, perusahaan dapat memperoleh
tambahan modal yang dibutuhkan sekaligus memberi peluang yang sama kepada
semua pemegang saham untuk membeli saham baru yang diterbitkan. Jika
pemegang saham sekarang ikut serta dalam menggunakan hak belinya atas
tambahan saham yang ditawarkan oleh perusahaan dalam penawaran terbatas
tersebut, kepentingan mereka tidak akan terganggu dengan adanya penjualan
saham baru dengan harga yang lebih rendah. Namun, jika pemegang saham tidak
mau membeli saham tambahan, mereka dapat menjual hak mereka kepada pasar
dengan harga yang murah (Greenblatt, 2008).
Dengan penawaran harga yang murah oleh perusahaan kepada pemegang
saham lama, diharapkan perusahaan akan mendapatkan tambahan dana relatif
cepat. Untuk itu, kinerja perusahaan haruslah terlihat bagus agar pemegang saham
lama tersebut mau melakukan right issue. Terkadang, agar kinerja perusahaan
terlihat bagus, pihak manajemen berusaha untuk mengatur laba perusahaan, yaitu
dengan menaikkan/menurunkan laba perusahaan, atau meratakan laba perusahaan.
Cara-cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengatur laba tersebut disebut
dengan manajemen laba. Ada beberapa cara yang bisa digunakan oleh manajemen
dalam manajemen laba, di antaranya adalah pemilihan metode akuntansi atau
melakukan kebijakan akrual (Astuti, 2005).
Discretionary accruals merupakan kebijakan yang paling sering dilakukan
dalam manajemen laba, yaitu dengan mengendalikan transaksi akrual sehingga
hanya akan mempengaruhi kualitas laba suatu perusahaan. Transaksi akrual dalam
perusahaan bisa terjadi secara normal, atau karena manajemen ingin mengatur
laba. Transaksi akrual yang terjadi secara normal berdasarkan kinerja dari
perusahaan dan strategi bisnis yang dilakukan perusahaan, konvensi industri,
kejadian-kejadian makro atau karena faktor-faktor ekonomi lainnya disebut
non-discretionary accruals. Sedangkan transaksi akrual yang terjadi karena
manajemen ingin mengatur laba disebut discretionary accruals (Ronen dan Yaari,
2008).
Sejumlah studi tentang analisis manajemen laba sering memfokuskan pada
penggunaan discretionary accruals oleh manajer dalam mengatur laba, misalnya
Jones (1991), Chtourou (2001), Rao dan Dandale (2005), Rajgopal, et al. (2007).
Beberapa penelitian tersebut membutuhkan sebuah model untuk memperkirakan
komponen-komponen discretionary dari laba yang dilaporkan. Beberapa model
yang ada berkisar antara model-model yang sederhana yang mengukur
discretionary accruals sebagai total accruals, sampai kepada model-model yang
lebih kompleks dengan memisahkan total accruals menjadi discretionary dan
non-discretionary accruals (Dechow, et al, 1995).
Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan di Indonesia mengenai
manajemen laba (earnings management) sebagian besar juga menggunakan
discretionary accruals, misalnya Halim, et al. (2005), Rahmawati, et al (2006),
Fitriasari (2007), Achmad, et al. (2007). Penelitian tersebut menghasilkan bukti
empiris bahwa sebagian besar perusahaan yang mempublik di Bursa Efek
yang digunakan dalam mengatur laba. Penelitian-penelitian tersebut, mendorong
penulis untuk melakukan penelitian terkait dengan manajemen laba, yaitu dengan
menganalisis manajemen laba sebelum dan sesudah right issue pada perusahaan
mempublik, dan mencari bukti empiris adanya indikasi manajemen laba, yang
dalam hal ini diproksi dengan discretionary accruals. Meskipun terdapat
penelitian sebelumnya yang meneliti tentang manajemen laba seputar right issue,
seperti yang dilakukan Astuti (2005), tetapi alat analisis yang digunakan berbeda
dengan penelitian penulis. Selain itu, penulis mengambil periode amatan dengan
jangkauan yang lebih luas, yaitu dari tahun 1999-2009. Hal ini mengingat periode
right issue yang penulis ambil adalah dari tahun 2001 sampai tahun 2007,
sehingga penulis mengambil periode amatan dua tahun sebelum tahun 2001
sampai dua tahun sesudah tahun 2007. Selama periode tersebut terdapat kejadian
krisis ekonomi global, sehingga hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengetahui apakah perusahaan melakukan manajemen laba pada tahun amatan
tersebut. Dengan demikian, diharapkan hasil dari penelitian ini tidak bias, karena
selama periode krisis, ada kemungkinan manajer perusahaan melakukan
manajemen laba untuk dapat menghasilkan kinerja yang memuaskan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan, terutama untuk dirinya sendiri.
Dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas, mendorong penulis
untuk melakukan penelitian tentang manajemen laba di seputar right issue.
Adapun judul yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah “Analisis Manajemen Laba Sebelum dan Sesudah Peristiwa Right Issue pada
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas, penulis mengambil
pokok permasalahan sebagai berikut:
“Bagaimanakah indikasi praktik manajemen laba sebelum dan sesudah right issue
pada perusahaan mempublik di Bursa Efek Indonesia periode 2001-2007?”
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
“Untuk mendapatkan bukti secara empiris tentang bagaimana indikasi adanya
praktik manajemen laba sebelum dan sesudah right issue pada perusahaan
mempublikdi Bursa Efek Indonesia periode 2001-2007.”
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Secara akademis, merupakan salah satu syarat untuk mencapai kebulatan
studi strata satu (S1) pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM Mataram.
2. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini mampu membantu mahasiswa untuk mengetahui tentang manajemen laba, dan mahasiswa bisa membedakan antara
kecurangan (fraud) yang berupa manipulasi data akuntansi, dengan
manajemen laba, yang lebih cenderung untuk memanfaatkan kebijakan
akuntansi yang diperbolehkan oleh PSAK.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sumber oleh masyarakat yang tertarik menggeluti pasar saham, sehingga mereka bisa
mengetahui bahwa data laporan keuangan perusahaan yang mempublik tidak
1.5 HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Astuti (2005), tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi manajemen perusahaan untuk melakukan earnings
management di seputar right issue, dan meneliti apakah terdapat perbedaan
discretionary accrual (DA) sebelum dan sesudah right issue. Yaitu apakah
discretionary accrual (DA) sebelum right issue memiliki kecenderungan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan sesudah right issue. Beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi manajemen dalam melakukan earnings management
yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan, yang terdiri dari
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, leverage dan size; dalam
penelitian ini size digunakan sebagai variabel kontrol dan earnings management
diproksi dengan discretionary accruals. Uji-t berpasangan digunakan untuk
meneliti perbedaan discretionary accruals sebelum dan sesudah right issue.
Hasilnya menunjukkan bahwa leverage berpengaruh terhadap earnings
management secara positif dan signifikan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
leverage, maka semakin besar motivasi manajemen dalam melakukan earnings
management. Sebagai tambahan, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan antara discretionary accruals sebelum dan sesudah right issue,
yaitu discretionary accruals sebelum right issue memiliki kecenderungan relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan sesudah right issue. Adapun keterbatasan dalam
penelitian ini yaitu sampel yang digunakan sangat sedikit. Keterbatasan lain dalam
penelitian ini adalah periode amatan yang digunakan dalam penelitian ini
melewati periode pada masa krisis, sehingga dapat mengakibatkan hasil yang
kemungkinan besar adalah bias.
Sukartha (2007), tujuan penelitiannya adalah (1) untuk menguji apakah
manajemen perusahaan target akuisisi melakukan earnings management dengan
meningkatkan jumlah laba yang dilaporkan pada publikasi terakhir sebelum
pengumuman akuisisi, (2) untuk menguji apakah earnings management yang
dilakukan oleh perusahaan target akuisisi menguntungkan para pemegang saham,
dan (3) untuk menguji apakah kepemilikan manajerial mempengaruhi earnings
management dan kesejahteraan pemegang saham perusahaan target akuisisi.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesejahteraan pemegang saham
perusahaan target akuisisi yang diproksi dengan Cumulative Abnormal Return
(CAR) dan dihitung dengan menggunakan Market Model. Sedangkan variabel
bebas adalah earnings management dihitung dengan Modified Jones Model, dan
variabel kepemilikan manajerial dihitung dengan persentase kepemilikan
manajerial pada saham perusahaan target akuisisi. Hipotesis penelitian diuji
dengan t-test dan ordinary least square regression test. Hasil dari penelitian ini
adalah (1) perusahaan target akuisisi melakukan earnings management dengan
menaikkan discretionary accruals untuk publikasi terakhir sebelum pengumuman
akuisisi, (2) efek positif dari earnings management pada kesejahteraan pemegang
saham perusahaan target akuisisi pada publikasi terakhir sebelum akuisisi lebih
tersebut, dan (3) kepemilikan manajerial memiliki efek positif dan secara statistik
signifikan pada kesejahteraan pemegang saham perusahaan target akuisisi selama
publikasi terakhir sebelum akuisisi. Saran untuk penelitian berikutnya adalah
dengan menambahkan variabel independen, seperti bidder dengan kas atau
dengan saham, atau bidder asing atau domestik.
Usadha dan Yasa (2008), tujuan penelitiannya adalah untuk memperoleh
bukti empiris apakah perusahaan pengakuisisi melakukan earnings management
sebelum pelaksanaan merger dan akuisisi. Analisis dilakukan dengan melakukan
uji-t dua sampel berpasangan. Hasilnya adalah terdapat indikasi earnings
management yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi sebelum merger dan
akuisisi dengan cara memanfaatkan income increasing accruals. Penelitian ini
juga membuktikan adanya penurunan kinerja keuangan perusahaan setelah
merger dan akuisisi dilakukan. Untuk hasil yang lebih representative penelitian
ini menyarankan untuk memperpanjang periode penelitian dan menggunakan
metode stratified sampling, karena memiliki tingkat generalisasi yang lebih tinggi
daripada penggunaan metode purposive sampling.
1.6 LANDASAN TEORI
1.6.1 DEFINISI EARNINGS MANAGEMENT
Terdapat beberapa klasifikasi dari definisi earnings management, yaitu
definisi earnings management secara putih, abu-abu atau hitam. Manfaat (putih)
earnings management adalah meningkatkan transparansi dari laporan; jahat
berarti memanipulasi laporan dalam batasan standar yang jelas, yang dapat berupa
oportunis atau peningkatan efisiensi (Ronen dan Yaari, 2008).
Ronen dan Yaari (2008: 25) menyatakan bahwa:
Earnings management (white) is taking advantage of the flexibility in the choice of accounting treatment to signal the manager’s private information on future cash flows. Earnings management (gray) is choosing an accounting treatment that is either opportunistic (maximizing the utility of management only) or economically efficient. Earnings management (black) is the practice of using tricks to misrepresent or reduce transparency of the financial reports.
Menurut Schipper (1989: 92), earnings management diartikan sebagai:
By "earnings management" I really mean "disclosure management" in the sense of a purposeful intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain (as opposed to, say, merely facilitating the neutral operation of the process). This definition limits the discussion, in that it includes only the external reporting function and not, for example, managerial accounting reports or activities (such as lobbying the Financial Accounting Standards Board) designed to influence or change Generally Accepted Accounting Principles.
Sedangkan Scott (2003: 369) menyebutkan bahwa earnings management is
the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some specific
objective.
Dari beberapa definisi di atas, terdapat beberapa kesamaan yang digunakan
dalam mendefinisikan earnings management. Schipper lebih cenderung untuk
menyebut campur tangan pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan
untuk memperoleh keuntungan pribadi, seperti pengertian Ronen dan Yaari
tentang earnings management secara abu-abu. Sedangkan Scott lebih cenderung
menyebutkan adanya kebijakan akuntansi yang digunakan oleh pihak manajemen
untuk memperoleh tujuan tertentu, seperti halnya Ronen dan Yaari yang
Jadi earnings management merupakan kebijakan pihak manajemen dalam
menetapkan pilihan metode akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan
keuangan, sehingga laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh pihak manajemen. Menurut penulis, selama apa yang diharapkan
dan dilakukan oleh pihak manajemen masih dalam batas-batas yang
diperbolehkan dalam aturan prinsip akuntansi berlaku umum, maka earnings
management masih bisa ditolerir, sedangkan jika dalam melakukan earnings
management, pihak manajemen melakukan manipulasi data sehingga data terlihat
lebih baik (atau lebih jelek), maka apa yang dilakukan pihak manajemen tersebut
merupakan suatu fraud.
1.6.2 METODE UNTUK MENGATUR LABA
Menurut Ronen dan Yaari (2008), manajemen dapat mengatur laba dengan
cara sebagai berikut:
1. Memilih perlakuan akuntansi yang diterima oleh GAAP, atau PABU, seperti
memilih antara metode penilaian persediaan LIFO atau FIFO, atau kebijakan
pengakuan pendapatan.
2. Memutuskan waktu untuk mengadopsi standar baru, memutuskan apakah
menulis efek transisi dari standar baru pada laporan laba rugi atau sebagai
penyesuaian terhadap modal sendiri dari pemegang saham yang ada di neraca,
dan memutuskan untuk tidak mengimplementasikan standar baru pada
dasar-dasar yang tidak material.
3. Penilaian akan adanya estimasi-estimasi, seperti penyusutan, penyisihan untuk
4. Mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan dan biaya, seperti
mempercepat atau menunda penjualan aset untuk memperoleh smooth
earnings dan memutuskan apakah akan mengkapitalisasikan biaya.
1.6.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EARNINGS
MANAGEMENT
Watts dan Zimmerman (1990) menyebutkan bahwa tiga hipotesis yang
paling umum digunakan dalam studi tentang earnings management adalah the
bonus plan hypothesis, the debt/equity hypothesis, dan the political cost
hypothesis.
The bonus plan hypothesis adalah bagaimana manajer perusahaan dengan
rencana bonus yang akan diberikan pemilik cenderung untuk menggunakan
metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba pada laporan laba rugi periode
berjalan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat konsistensi bagi
manajer untuk memanipulasi laba bersih dalam hubungannya dengan bonus yang
akan mereka terima, seperti penelitian yang dilakukan Healy dan Wahlen (1999),
Galai, et al. (2003), Halim (2005), dan Achmad, et al. (2007). Bonus yang tinggi
akan cenderung mengakibatkan mereka berusaha meningkatkan laba bersih
periode berjalan, sedangkan bonus yang rendah cenderung akan mengakibatkan
mereka berusaha menurunkan laba bersih perusahaan pada periode berjalan.
The debt/equity hypothesis memprediksi bahwa semakin tinggi rasio hutang
terhadap modal sendiri, semakin besar kemungkinan manajer perusahaan
menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Semakin tinggi
batasan perjanjian hutang. Semakin dekat batas perjanjian hutang, semakin besar
kemungkinan adanya pelanggaran perjanjian dan meningkatkan biaya technical
default. Manajer cenderung akan memilih metode akuntansi untuk meningkatkan
laba sehingga dapat mengendorkan batasan hutang dan mengurangi biaya
technical default.
The political cost hypothesis memprediksi bahwa perusahaan besar
cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang dapat menurunkan laba.
Size diproksi sebagai variabel dalam perhatian politik. Pada dasarnya, hipotesis ini
mengasumsikan bahwa informasi itu sangat berharga, terutama tentang
keuntungan akuntansi apakah menunjukkan keuntungan secara monopoli dan
“kontrak” dengan yang lain dalam proses politik untuk menetapkan hukum dan
peraturan yang akan meningkatkan kesejahteraan mereka. Proses politik tidak
berbeda dengan proses pasar dalam hal penghormatan itu. Dengan diberikan biaya
untuk informasi dan pemantauan, manajer memiliki insentif untuk melakukan
earnings management terhadap laba akuntansi.
1.6.4 POLA-POLA DALAM MELAKUKAN EARNINGS MANAGEMENT
Ronen dan Yaari (2008) menyebutkan ada beberapa pola yang digunakan
dalam melakukan earnings management. Adapun pola-pola yang dikemukakan
oleh mereka adalah sebagai berikut:
1. Truth-telling. Di sini manajemen berusaha untuk mengungkapkan laporan
keuangan yang sebenarnya, selama laporan tersebut dapat menguntungkan
mereka. Misalnya pemilik perusahaan ingin mengetahui seberapa besar
manajemen perusahaan akan melaporkan kinerja keuangan perusahaan yang
sebenarnya jika kinerja keuangan perusahaan memuaskan, sesuai dengan
harapan pemilik perusahaan.
2. Smoothing. Dalam smoothing manajemen berusaha untuk meratakan fluktuasi
laba yang terjadi pada perusahaan, sehingga jika laba yang dihasilkan
perusahaan terlalu tinggi (overstatement) atau terlalu rendah (understatement),
maka manajemen akan berusaha meratakannya. Hal ini disebabkan investor
lebih menyukai perusahaan dengan fluktuasi laba yang relatif rata (stabil).
3. Maximization and minimization. Di sini manajemen berusaha untuk
memaksimalkan (meminimalisasi) laba yang diperoleh. Manajemen
memaksimalkan laba dengan cara mengakui pendapatan dalam satu periode.
Hal ini dilakukan jika pemilik perusahaan ingin memperpanjang kontrak dari
manajemen tersebut. Manajemen meminimalisasi laba dengan cara mengakui
biaya dalam satu periode. Hal ini dilakukan jika manajemen perusahaan
menggunakan faktor politik dalam melakukan earnings management, seperti
misalnya untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah, atau untuk mengurangi
biaya pajak.
4. Taking a bath. Dalam taking a bath manajemen berusaha untuk
meminimalisasi laba sedemikian sehingga laba yang dihasilkan perusahaan
jauh di bawah laba sesungguhnya, bahkan ada kemungkinan manajemen
melaporkan bahwa perusahaan mengalami kerugian yang cukup signifikan
jika terdapat penggantian pimpinan, sehingga diharapkan pemimpin
berikutnya akan mampu untuk menaikkan laba perusahaan secara signifikan.
1.6.5 SEASONED EQUITY OFFERINGS (SEO)
Seasoned Equity Offerings (SEO) adalah penawaran saham tambahan yang
dilakukan oleh perusahaan publik yang memerlukan tambahan dana untuk
membiayai kegiatan operasional maupun investasinya, Sulistyanto (2008: 75).
Selain sebagai tambahan dana, SEO juga digunakan oleh perusahaan untuk
mencari dana untuk membayar hutang jangka panjangnya yang akan jatuh tempo.
Penawaran saham ini dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mekanisme right
issue dan yang kedua adalah dengan mekanisme second offerings, third offerings,
dan seterusnya.
Widoatmodjo (2005) menyebutkan bahwa right issue merupakan upaya
emiten untuk menambah modal perusahaan, yang biasanya dikatakan sebagai
second issue atau third issue, tergantung sudah berapa kali emiten menawarkan
sahamnya kepada masyarakat. Dari sisi emiten right issue merupakan upaya
penambahan modal dengan biaya yang lebih murah dibanding IPO. Bagi investor,
right issue dapat berdampak positif maupun negatif. Right Issue diterjemahkan
sebagai bukti rights atau emisi klaim. Right issue sebenarnya merupakan hak
(bukan kewajiban) investor untuk membeli saham baru yang dikeluarkan emiten.
Right Issue pada akhirnya akan dikonversi menjadi saham biasa.
Penghasilan investasi right issue sama seperti penghasilan investasi pada saham
biasa, yaitu terdiri dari capital gain dan dividen. Penghasilan capital gain bisa
1. Investor menggunakan haknya, sehingga investor membeli saham baru,
kemudian menjual sahamnya. Jika harga jual yang didapat lebih tinggi dari
harga teoritis, maka investor akan mendapat capital gain. Jika harga pasar
meningkat akibat right issue, maka capital gain yang diterima akan semakin
besar. Jika harga pasar turun, misalnya sesuai dengan harga teoritis, maka
investor tidak akan mendapat untung maupun rugi. Jika harga pasar turun di
bawah harga teoritis maka investor akan mengalami capital loss.
2. Investor menjual haknya untuk membeli saham baru. Jika harga jual yang
diperoleh lebih tinggi dari harga rights, maka investor akan mengalami capital
gain, jika harga jual sama dengan harga rights, investor tidak akan mengalami
capital gain maupun capital loss, dan jika harga jual berada di bawah harga
rights, maka investor akan mengalami capital loss.
Untuk memperoleh penghasilan dari dividen, berarti investor harus memiliki
saham. Bagi pemegang saham lama, untuk memperoleh dividen ini, investor harus
menggunakan haknya. Untuk bisa memperoleh dividen tersebut, investor harus
menunggu sampai emiten sudah wajib menerbitkan laporan keuangan dan
membagikan dividen, dengan asumsi bahwa emiten memperoleh keuntungan.
Selain keuntungan yang bisa diperoleh investor setelah membeli right issue,
investor juga bisa mengalami risiko setelah membeli right issue. Harga saham
suatu perusahaan selalu mengalami fluktuasi naik dan turun. Terdapat anggapan
bahwa saat emiten mengeluarkan right issue, maka suplai saham emiten akan
meningkat, hal ini bisa mengakibatkan harga tertekan, sehingga menjadi salah
satu risiko dalam investasi pada right issue. Meskipun begitu risiko tersebut bisa
right issue. Logikanya, perusahaan yang melakukan ekspansi menunjukkan
kinerja perusahaan tersebut baik. Dalam hal ini, prospek perusahaan setelah
melakukan right issue bisa diasumsikan lebih baik, dan diharapkan investasi pada
right issue akan menguntungkan.
Adanya keuntungan dan risiko dari investasi right issue tersebut
mengharuskan investor harus hati-hati dalam melakukan pembelian saham right
issue. Adapun beberapa hal yang perlu investor cermati adalah sebagai berikut:
1. Hindari membeli pada masa bearish, yaitu pada masa kondisi ekonomi sedang
mengalami resesi. Dalam kondisi seperti itu, permintaan sangat lemah,
sehingga apabila penawaran ditambah hampir dipastikan harga akan tertekan
atau menurun.
sebaliknya jika investor berada pada posisi beli right issue, maka investor harus
mengusahakan eksekusinya di akhir masa penawaran rights.
Manfaatkan nilai right issue untuk mengambil keputusan, pastikan investor
mendapatkan tingkat keuntungan setelah membeli right issue dengan
memprediksi tingkat keuntungan yang bisa digunakan indikator nilai right issue.
Manajemen Laba
Sulistyanto (2008), menyebutkan bahwa dalam penawaran saham perdana
(IPO), investor cenderung hanya menggunakan laporan keuangan perusahaan
sebagai satu-satunya sumber informasi untuk membuat keputusan investasinya.
Namun, setelah perusahaan memutuskan untuk mempublik, maka perusahaan
tidak lagi menjadi suatu organisasi yang tertutup yang bebas melakukan apa saja
yang diinginkan oleh pihak manajemen. Setiap keputusan dan kegiatan dari
perusahaan akan diawasi, dikontrol dan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik. Masyarakat, terutama investor, berharap dapat memperoleh
informasi yang relevan, akurat, dan netral. Upaya-upaya penyelewengan dalam
mengelola perusahaan akan dapat menyeret pihak manajemen ke pengadilan.
Dalam SEO, investor mempunyai akses dan sumber untuk memperoleh
informasi yang lebih memadai. Selain menggunakan informasi keuangan, investor
dapat menggunakan berbagai akses dan sumber informasi lain untuk menilai
begitu, masih terdapat asimetri informasi antara pihak manajemen perusahaan
dengan investor. Sehingga, meskipun investor dapat mengetahui informasi yang
memadai, pihak manajemen perusahaan tetap menjadi pihak yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pihak lain. Hal inilah yang mendorong dan memotivasi
manajer untuk berperilaku oportunis dengan melakukan manajemen laba agar
mempunyai kesempatan untuk memiliki issue fully subscribed. Tujuannya adalah
menyesatkan investor dalam mengambil keputusan untuk menilai saham yang
ditawarkan oleh pihak perusahaan.
Upaya tersebut sebenarnya wajar dilakukan pihak manajemen perusahaan
yang melakukan SEO, sebab secara teoritis terbukti adanya hubungan positif
antara kinerja perusahaan dengan harga saham perusahaan bersangkutan. Semakin
tinggi kinerja perusahaan maka akan semakin tinggi pula harga sahamnya, dan
begitu juga sebaliknya. Upaya rekayasa yang dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan adalah dengan menaikkan laba selama beberapa periode sebelum
SEO. Hal ini dilakukan sehingga pada saat SEO, kinerja perusahaan terlihat relatif
lebih baik dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Tujuannya adalah agar
investor merespon positif terhadap saham yang ditawarkan oleh pihak manajemen
perusahaan.
Beberapa penelitian telah membuktikan secara empiris bahwa perusahaan
yang melakukan SEO memiliki kecenderungan untuk menaikkan laba sebelum
SEO, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Jian dan Elder (2004), Astuti
(2005), Rao dan Dandale (2005), serta Jie, et.al. (2008). Dalam penelitian tersebut
sebelum SEO, dalam jangka panjang perusahaan akan mengalami penurunan
kinerja. Meskipun begitu, beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasar tidak
terkejut dengan adanya penurunan kinerja perusahaan setelah SEO. Hal tersebut
juga berlaku untuk perusahaan yang melakukan right issue. Dari paparan di atas,
penulis mengambil hipotesis sebagai berikut.
Ha: Discretionary accruals sebelum right issue cenderung lebih tinggi
1.9 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang penulis ambil adalah penelitian komparatif. Penelitian
komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Di sini
variabelnya masih sama dengan penelitian variabel mandiri tetapi untuk sampel
yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2009: 11). Penulis
membandingkan adanya indikasi manajemen laba antara sebelum dan sesudah
perusahaan melakukan right issue, pada perusahaan-perusahaan yang mempublik
di Bursa Efek Indonesia periode 2001-2007.
1.10 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Sugiyono (2010: 61) menyebutkan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan
yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2001-2007, yaitu
berjumlah 423 perusahaan.
Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono, 2010: 62). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 68). Adapun
pertimbangan-pertimbangan yang penulis ambil dalam pengambilan sampel
adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan yang melakukan right issue antara tahun 2001 sampai dengan
tahun 2007. Terdapat 103 perusahaan yang melakukan right issue selama
tahun 2001-2007, baik perusahaan manufaktur, jasa, dagang maupun lembaga
pembiayaan.
2. Perusahaan tersebut berada dalam kelompok industri manufaktur, jasa atau
dagang, bukan dari kelompok perusahaan perbankan, asuransi atau kelompok
lembaga keuangan lainnya. Dari 103 perusahaan yang melakukan right issue,
terdapat 41 perusahaan dari sektor lembaga pembiayaan (beberapa perusahaan
dari sektor ini melakukan right issue lebih dari sekali).
3. Perusahaan tersebut hanya melakukan satu kali right issue selama lima tahun
(karena periode amatan lebih dari lima tahun, maka perusahaan bisa saja
melakukan dua kali right issue selama periode amatan, selama right issue
pertama dan kedua berjarak lebih dari lima tahun). Perusahaan dari sektor
lembaga pembiayaan yang melakukan dua kali right issue tidak dimasukkan
ke dalam kategori ini, karena sudah masuk ke dalam kategori nomor 2.
Terdapat 17 perusahaan manufaktur, jasa atau dagang yang melakukan dua
kali right issue selama periode amatan.
4. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan secara lengkap selama
lima tahun berturut-turut, yaitu dua tahun sebelum right issue, pada saat right
issue, dan dua tahun setelah right issue, dengan periode akuntansi yang
dan dagang yang tidak memiliki laporan keuangan lengkap pada periode
amatan. Hal ini disebabkan beberapa perusahaan yang melakukan right issue
pada tahun 2007 belum menerbitkan laporan keuangan yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 2009, atau perusahaan tersebut delisting satu atau dua
tahun setelah melakukan right issue. Selain itu terdapat beberapa perusahaan
yang tidak memiliki nilai nominal untuk beberapa rekening yang dibutuhkan
oleh penulis.
Adapun perhitungan jumlah perusahaan sampel yang penulis ambil dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Perhitungan Sampel
1.11 TEKNIK DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini, penulis mengambil teknik dokumentasi. Dokumentasi
adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi
buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film
dokumenter, data yang relevan penelitian (Riduwan, 2008: 31). Penulis mencari
data yang dibutuhkan oleh penulis melalui laporan keuangan yang dipublikasikan
oleh perusahaan mempublik, baik melalui internet, Indonesian Capital Market
Penulis mengambil alat pengumpulan data berupa checklist. Checklist atau
daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan
diamati. Checklist dapat menjamin bahwa peneliti mencatat tiap-tiap kejadian
sekecil apapun yang dianggap penting (Riduwan, 2008: 28). Penulis membuat
checklist berupa nama-nama perusahaan yang masuk ke dalam Bursa Efek
Indonesia selama periode 2001-2007, perusahaan yang melakukan right issue
selama tahun tersebut, jenis-jenis perusahaan, perusahaan yang melakukan dua
kali right issue, perusahaan yang kurang lengkap laporan keuangannya, dan
(Sugiyono, 2010: 23). Data kualitatif yang penulis gunakan pada penelitian ini
adalah data perusahaan yang mempublik di Bursa Efek Indonesia, data
perusahaan yang melakukan right issue selama periode amatan, data
perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan secara lengkap, dan
data jenis perusahaan yang melakukan right issue.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang
diangkakan (skoring) (Sugiyono, 2010: 23). Data kuantitatif pada penelitian
periode amatan, terutama data mengenai perhitungan discretionary accruals,
yaitu berupa Total Aset, Aset Tetap, Persediaan, Piutang Usaha, Pendapatan,
dan Hutang Usaha.
1.12.2 SUMBER DATA
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data sekunder. Sumber
data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya
dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya, sehingga lebih
informatif jika digunakan oleh pihak lain (Husein, 2003: 60). Dalam penelitian
ini, penulis mengambil datanya melalui internet, yaitu dari http://www.idx.co.id,
dan http://www.e-bursa.com dan dari Indonesian Capital Market Directory, serta
pemesanan laporan keuangan kepada perusahaan penyedia laporan keuangan bagi
perusahaan yang mempublik di Bursa Efek Indonesia, yaitu Mitra Riset.
9. Discretionary accruals
10.Non-discretionary accruals
1.13.2 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
1. Earnings management, adalah kebijaksanaan yang dilakukan manajemen
dalam memanfaatkan fleksibilitas pilihan dalam perlakuan akuntansi untuk
memberikan informasi keuangan dan arus kas di masa datang (Ronen dan
Yaari, 2008). Dalam penelitian ini, earnings management diproksi dengan
discretionary accruals.
2. Total accruals, merupakan perubahan total modal kerja akrual pada periode t
(Ronen dan Yaari, 2008). Dalam penelitian ini, total accruals adalah selisih
dari jumlah perubahan persediaan dan perubahan piutang usaha dengan
perubahan hutang usaha.
3. The changes of inventory, adalah selisih lebih pendapatan atas biaya-biaya
yang dibebankan dan yang merupakan kenaikan bersih atas modal yang
berasal dari kegiatan usaha (Soemarso, 2008: 57). Dalam penelitian ini,
perubahan persediaan adalah selisih antara persediaan tahun berjalan dengan
persediaan tahun sebelumnya yang terdapat dalam laporan posisi keuangan.
4. The changes of accounts receivable, merupakan perubahan hak klaim yang
dimiliki perusahaan terhadap seseorang atau perusahaan lain yang berasal dari
penjualan barang dan jasa sebagai kegiatan utama perusahaan antara periode
berjalan dengan periode sebelumnya (Soemarso, 2008). Dalam penelitian ini,
perubahan piutang usaha adalah selisih antara piutang usaha tahun berjalan
dengan piutang usaha tahun sebelumnya yang terdapat dalam laporan posisi
5. The changes of accounts payable, adalah hutang jangka pendek yang berasal
dari pembelian barang-barang atau jasa untuk keperluan usaha (Soemarso,
2008). Dalam penelitian ini, perubahan hutang usaha adalah selisih antara
hutang usaha tahun berjalan dengan hutang usaha tahun sebelumnya yang
terdapat dalam laporan posisi keuangan.
6. Total assets, merupakan jumlah total kekayaan yang dimiliki perusahaan yang
merupakan sumber daya bagi perusahaan untuk melakukan usaha (Soemarso,
2008). Dalam penelitian ini, total aset adalah jumlah total aset perusahaan
seperti yang terdapat dalam laporan posisi keuangan perusahaan.
7. The changes of revenues, merupakan perubahan jumlah yang dibebankan
kepada langganan untuk barang dan jasa yang dijual antara periode berjalan
dengan periode sebelumnya. Definisi lain adalah perubahan kenaikan bruto
dalam modal yang berasal dari barang dan jasa yang dijual antara periode
berjalan dengan periode sebelumnya (Soemarso, 2008). Dalam penelitian ini,
perubahan pendapatan adalah selisih antara pendapatan tahun berjalan dengan
pendapatan tahun sebelumnya seperti yang terdapat dalam laporan laba/rugi.
8. Property, plant and equipment, merupakan aset berwujud yang dimiliki oleh
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi atau menyediakan barang
dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi dan diharapkan
untuk digunakan lebih dari satu periode (Mirza, et al., 2008). Dalam penelitian
ini, aset tetap adalah nilai bersih dari aset tetap seperti yang terdapat pada
9. Discretionary accruals, merupakan akrual yang muncul dari pemilihan
metode perlakuan akuntansi dengan tujuan untuk mengatur laba (Ronen dan
Yaari, 2008). Dalam penelitian ini discretionary accruals adalah selisih antara
total accruals dengan non discretionary accruals.
10.Non-discretionary accruals, merupakan akrual yang muncul pada periode
berjalan yang terjadi secara normal berdasarkan kinerja perusahaan dan
strategi bisnis, konvensi industri, kejadian-kejadian makro ekonomi, dan
faktor-faktor ekonomi lainnya (Ronen dan Yaari, 2008). Dalam penelitian ini
non discretionary accruals adalah jumlah lagged assets, aset tetap,dan selisih
antara perubahan pendapatan dengan perubahan piutang usaha, yang dikalikan
dengan masing-masing koefisien regresinya.
1.14 PROSEDUR ANALISIS DATA
Earnings management diasumsikan terjadi jika terdapat perbedaan antara
transaksi akrual periode berjalan dengan periode sebelumnya semata-mata karena
adanya perubahan pada discretionary accruals karena non-discretionary accruals
dianggap konstan dari periode ke periode (Jones, 1991). Untuk itu, earnings
management sebagai variabel terikat dalam penelitian ini diproksi dengan
discretionary accruals dan kemudian dihitung dengan menggunakan the
modified-Jones model. Penggunaan model Jones yang dimodifikasi ini karena
model ini memberikan hasil yang paling kuat di antara model-model yang lain
(Dechow, et al., 1995). Hal yang baru dari model ini adalah adanya perlakuan
terhadap piutang usaha. Selain itu penggunaan model Jones yang dimodifikasi
untuk merubah pendapatan dan aset tetap (gedung, tanah dan peralatan). Akrual
dalam pendapatan ditentukan dengan adanya perubahan pada modal kerja akrual,
seperti piutang usaha, persediaan dan hutang usaha. Sedangkan akrual dalam aset
tetap ditentukan dengan perubahan biaya penyusutan (Ronen dan Yaari, 2008).
Langkah-langkah dalam menghitung discretionary accruals adalah sebagai
berikut:
1. Mencari nilai total accruals, dengan persamaan sebagai berikut:
TAt = It + ARt - APt ... (1)
(Ronen dan Yaari, 2008: 388)
Dimana:
TAt = total accruals;
It = the changes of ending inventory;
ARt = the changes of accounts receivable;
APt = the changes of accounts payable.
2. Mencari nilai koefisien regresi dari setiap variabel independen (total aset,
perubahan pendapatan dan aset tetap), dengan menggunakan model
matematika (Jones model) sebagai berikut:
REV = the changes of revenues;
PPE = property, plant and equipment;
= error term;
i = index for firm, i = 1, 2, …, N;
t = index for the period (year) in the estimation period;
αi, β1i, β2i = the coefficient regression.
Untuk mencari koefisien regresi, penulis menggunakan regresi ganda
tiga prediktor tanpa intercept, hal ini bisa dilihat dari persamaan di atas, di
mana dalam persamaan tersebut terdapat tiga variabel bebas sebagai faktor
prediktor dan tanpa menggunakan intercept. Analisis regresi ganda digunakan
jika peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya)
variabel bebas, jika dua atau lebih variabel terikat sebagai faktor prediktor
dimanipulasi (dinaikturunkan nilainya) (Sugiyono, 2010). Ada kalanya suatu
model regresi linear diformulasikan tanpa mengandung variabel konstan atau
intercept. Hasil regresi yang menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel
konstan tidak berbeda secara signifikan dari nol mengandung pengertian
bahwa model regresi yang diuji adalah model regresi tanpa intercept (Sritua,
2006).
3. Mencari nilai non-discretionary accruals dengan menggunakan koefisien
regresi yang sudah dicari pada langkah No. 2, yaitu dengan menggunakan
model matematika (themodified-Jones model) sebagai berikut:
Dimana:
NDAip = non-discretionary accruals of firm i in period p;
Aip-1 = lagged assets of firm i;
AR = the changes of accounts receivable;
^
DAit = discretionary accruals of firm i in period t;
5. Menguji hipotesis dengan menggunakan paired t-test, dengan persamaan:
t= x´1− ´x2
s1 = simpangan baku sampel 1
s1 = simpangan baku sampel 2
s22 = varian sampel 2
r = korelasi antara dua sampel
Pencarian koefisien regresi dengan regresi ganda tiga prediktor tanpa
intercept, dan pengujian hipotesis dengan menggunakan paired t-test dilakukan
dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Dalam pengujian uji-t berpasangan,
penulis menggunakan analisis data t-test: paired two samples for means, dengan
kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Jika thitung ≤ ttabel, maka H0 diterima, berarti discretionary accruals sebelum
right issue tidak lebih besar dari discretionary accruals sesudah right issue. 2. Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak, berarti discretionary accruals sebelum right
1.15 HASIL PENELITIAN
1.15.1 STATISTIK DESKRIPTIF
Dalam penelitian ini terdapat 36 perusahaan sampel, sehingga terdapat 180
observasi selama periode amatan, yaitu antara tahun 1999 sampai dengan tahun
2009.
Tabel 4.1 Hasil regresi linier berganda antara discretionary accruals
(sebagai variabel dependen), total accruals, dan non-discretionary
accruals (sebagai variabel independen)
Dari tabel 4.1 hasil regresi linier berganda antara discretionary accruals
(sebagai variabel dependen), total accruals dan non-discretionary accruals
(sebagai variabel independen), ditunjukkan bahwa tingkat signifikansinya adalah
0 (kurang dari 0,05). Dengan derajat keyakinan 95%, hal tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata perusahaan yang mempublik pada periode amatan melakukan
manajemen laba. Untuk keterangan lebih lengkap mengenai hasil regresi linier
berganda tersebut, dapat melihat lampiran 5.
Tabel 4.2 Hasil statistik deskriptif dari
discretionary accruals selama
periode amatan
Dari hasil statistik deskriptif discretionary accruals selama periode amatan
seperti yang terlihat pada tabel 4.2, ditunjukkan bahwa nilai rata-rata dari
discretionary accruals perusahaan selama periode amatan adalah -0,078880996.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa rata-rata perusahaan sampel dalam
penelitian ini melakukan aktivitas manajemen laba dengan pola penurunan laba
Tabel 4.3 Hasil statistik deskriptif dari
discretionary accruals sebelum
peristiwa right issue
Dari hasil statistik deskriptif discretionary accruals sebelum peristiwa right
issue seperti yang terlihat pada tabel 4.2 di atas, ditunjukkan bahwa nilai rata-rata
dari discretionary accruals sebelum peristiwa right issue adalah -0,097847274.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa sebelum peristiwa right issue, rata-rata
perusahaan sampel melakukan aktivitas manajemen laba dengan pola penurunan
laba (minimization). Hal ini berlawanan dengan teori yang menyatakan bahwa
sebelum right issue pihak manajemen akan cenderung melakukan pola menaikkan
Tabel 4.4 Hasil statistik deskriptif dari
discretionary accruals pada saat
peristiwa right issue
Dari tabel 4.3 di atas, dapat dilihat hasil statistik deskriptif dari
discretionary accruals pada saat peristiwa right issue. Nilai rata-rata dari
discretionary accruals pada saat peristiwa right issue adalah -0,049669664. Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan melakukan aktivitas manajemen laba dengan
pola penurunan laba (minimization) pada saat peristiwa right issue. Jika
dibandingkan dengan peristiwa sebelum right issue, tampak bahwa nilai rata-rata
dari discretionary accruals pada saat peristiwa right issue lebih tinggi dari pada
sebelum peristiwa right issue. Hal ini berlawanan dengan penelitian yang
menyebutkan bahwa discretionary accruals sebelum right issue cenderung lebih
Tabel 4.5 Hasil statistik deskriptif dari
discretionary accruals setelah
peristiwa right issue
Nilai rata-rata dari discretionary accruals setelah peristiwa right issue
adalah negatif, yaitu -0,074520384, seperti terlihat pada tabel 4.5 di atas. Jika
dibandingkan dengan nilai rata-rata dari discretionary accruals pada saat right
issue maka nilai rata-rata dari discretionary accruals setelah peristiwa right issue
cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyebutkan
bahwa terjadi penurunan kinerja pada perusahaan yang melakukan manajemen
laba di seputar right issue (Astuti, 2005; Rao dan Dandale, 2005). Meskipun
begitu, jika dibandingkan dengan peristiwa sebelum right issue, nilai rata-rata dari
discretionary accruals setelah peristiwa right issue cenderung lebih tinggi.
Dengan demikian, kondisi ini berlawanan dengan beberapa penelitian sebelumnya
1.15.2 HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS
Dalam penelitian ini penulis menggunakan t-test: paired two samples for
means untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan discretionary accruals
sebelum dan sesudah right issue. Yaitu adanya kecenderungan discretionary
accruals yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan dengan sesudah right
issue. Pengujian dengan t-test: paired two samples for means dilakukan dengan
membandingkan discretionary accruals sebelum dan sesudah right issue. Selain
itu, sebagai pembanding penulis juga membandingkan discretionary accruals
sebelum dan pada saat right issue dan pada saat right issue dan sesudah right
issue.
Tabel 4.6 Hasil t-test: paired two samples for means antara
discretionary accruals sebelum right issue dengan
discretionary accruals sesudah right issue dengan derajat
keyakinan 95%
Dari tabel 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa nilai thitung adalah -1,462553185.
Nilai ini berarti lebih kecil dari ttabel yaitu sebesar 1,68957244. Jika melihat dari
tingkat signifikansi hasil perhitungan, maka dapat dilihat bahwa tingkat
sehingga hasil pengujian secara parsial tidak signifikan. Dengan demikian berarti
bahwa H0 diterima, dan Ha ditolak. Hal ini berlawanan dengan teori dan beberapa
penelitian terdahulu (Sulistyanto, 2008; Astuti, 2005; dan Rao dan Dandale,
2005).
Tabel 4.7 Hasil t-test: paired two samples for means antara
discretionary accruals sebelum right issue dengan
discretionary accruals pada saat right issue dengan
derajat keyakinan 95%
Sebagai pembanding, penulis membandingkan discretionary accruals
sebelum right issue dengan discretionary accruals pada saat right issue. Tabel 4.7
menunjukkan hasil perbandingan antara discretionary accruals sebelum right
issue dengan discretionary accruals pada saat right issue, yaitu nilai thitung sebesar
-1,391303079 lebih kecil dibandingkan dengan ttabel yaitu sebesar 1,68957244
pada derajat keyakinan 95%. Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,086457351
(relatif lebih besar dari 0,05). Dengan demikian, discretionary accruals sebelum
right issue tidak lebih besar jika dibandingkan dengan discretionaryaccruals pada
saat right issue. Hal ini berlawanan dengan teori dan hasil beberapa penelitian
begitu, jika dibandingkan dengan nilai pada tabel 4.6, maka nilai thitung pada tabel
4.7 relatif lebih kecil.
Tabel 4.8 Hasil t-test: paired two samples for means antara
discretionary accruals pada saat right issue dengan
discretionary accruals sesudah right issue dengan derajat
keyakinan 95%
Selain tabel 4.7, sebagai pembanding yang lain adalah dengan
membandingkan discretionary accruals pada saat right issue dengan
discretionary accruals sesudah right issue. Hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.8
diperoleh nilai thitung adalah 0,688091873 lebih kecil jika dibandingkan dengan ttabel
pada pengujian satu pihak (pihak kanan) yaitu sebesar 1,68957244. Sedangkan
tingkat signifikansi dari tabel di atas adalah sebesar 0,247965205, jauh lebih besar
dari 0,05. Dengan demikian hasil pengujian di atas sangat tidak signifikan, yang
berarti bahwa discretionary accruals pada saat right issue tidak lebih besar jika
1.16 PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian statistik deskriptif, dapat diketahui bahwa rata-rata
perusahaan mempublik yang melakukan right issue antara tahun 2001-2007
mempraktikkan manajemen laba. Hal ini bisa dilihat dari hasil regresi linier
berganda antara discretionary accruals dengan total accruals dan non
discretionary accruals signifikan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa perusahaan yang melakukan right issue akan cenderung untuk melakukan
aktivitas manajemen laba, baik sebelum peristiwa right issue, maupun setelah
right issue (Sulistyanto, 2008). Perusahaan yang melakukan right issue akan
mencoba untuk merekayasa laporan keuangannya sehingga tampak bagus di mata
investor. Untuk itu, pihak manajemen melakukan aktivitas manajemen laba
dengan pola penaikan laba (maximization). Dengan kenaikan laba yang signifikan,
diharapkan investor semakin tertarik untuk membeli saham perusahaan yang
melakukan right issue. Meskipun begitu, praktik manajemen laba akan berdampak
buruk untuk perusahaan di masa yang akan datang. Manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan hanya akan menguntungkan perusahaan dalam jangka
pendek. Jangka panjang, perusahaan akan mengalami penurunan kinerja setelah
peristiwa right issue secara signifikan (Astuti, 2005).
Nilai rata-rata dari discretionary accruals perusahaan mempublik yang
melakukan right issue adalah negatif. Dengan demikian, dalam melakukan
aktivitas manajemen laba, sebagian besar perusahaan tersebut melakukan
penurunan laba. Hal ini berlawanan dengan teori dan beberapa penelitian
right issue akan menaikkan laba secara signifikan. Secara teori, ada beberapa hal
yang menyebabkan perusahaan tersebut melakukan aktivitas manajemen laba
dengan menurunkan laba (minimization). Antara lain political cost hypothesis
yang memprediksi bahwa perusahaan besar cenderung untuk menggunakan
metode akuntansi yang dapat menurunkan laba. Perusahaan menurunkan laba
dengan mengakui biaya periode yang akan datang ke dalam periode berjalan.
Biasanya perusahaan melakukan aktivitas manajemen laba dengan cara
menurunkan laba saat perusahaan ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah,
menghindari biaya pajak, atau adanya peraturan-peraturan yang baru dari
pemerintah, baik itu peraturan tentang perpajakan maupun peraturan lain yang
mengatur perusahaan. Seperti peraturan anti trust dan anti monopoli. Sedangkan
yang kedua adalah ketika terjadi pergantian kepemimpinan, dengan harapan
pemimpin yang berikutnya akan dapat menaikkan laba secara signifikan. Dalam
hal ini, pihak manajemen melakukan aktivitas manajemen laba dengan metode
taking a bath. Yaitu manajemen berusaha untuk meminimalisasi laba sedemikian
sehingga laba yang dihasilkan perusahaan jauh di bawah laba sesungguhnya,
bahkan ada kemungkinan manajemen melaporkan bahwa perusahaan mengalami
kerugian yang cukup signifikan pada periode tersebut.
Dalam konteks hubungan keagenan antara perusahaan dengan pemerintah,
perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar pajak yang ditentukan besarnya
dengan besar kecilnya laba yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin besar laba
yang diperoleh perusahaan, maka pajak yang dibayarkan akan semakin besar, dan