BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Polemik mengenai kerugian (keuangan) negara dalam aktivitas bisnis terutama yang dilaksanakan oleh badan usaha milik negara (BUMN), dll, muncul ketika Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) Tahun 1999 mencantumkan, kerugian keuangan negara merupakan salah satu unsur dari tindak pidana korupsi (Pasal 2 dan Pasal3). Penyusun UU Tipikor 1999 tidak mengantisipasi bakal terjadi polemik tersebut dengan pertimbangan bahwa korupsi identik dan melekat pada jabatan negara juga melekat pada penerimaan dan pengeluaran dana APBN/APBD serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Perbendaharaan Negara, dan UU RI Nomor 15 Tahun 2006 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Sekalipun terdapat dua persoalan hukum yang berbeda satu sama lain, tetapi kedua persoalan tersebut berkaitan ketika sampai pada pembuktian mengenai kerugian keuangan negara. Karena baik penyidik, penuntut, atau hakim memerlukan penjelasan mengenai arti istilah keuangan negara dari ahli hukum keuangan negara untuk membantu memperjelas dalam kaitan siapa bertanggung jawab terhadap apa. Di sinilah letak kekeliruan para aktor yang berpolemik karena mereka hanya fokus pada unsur kerugian keuangan negara tanpa mempertimbangkan secara hati-hati dan teliti unsur lain dalam tindak pidana korupsi sebagaimana telah diuraikan di atas. Kekeliruan tafsir hukum yang disebabkan perbedaan optik pandang para ahli hukum keuangan dan ahli hukum administrasi, ahli hukum perdata, dan ahli hukum pidana terjadi disebabkan rumusan ketentuan mengenai definisi keuangan negara yang sangat luas. Di sinilah letak kekisruhan dan polemik berkepanjangan terkait aktivitas bisnis di Indonesia sehingga tidak jelas lagi mana yang termasuk risiko bisnis dan risiko akibat perbuatan melawan hukum yang berindikasi pidana.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah faktor – faktor atau sumber yang menyebabkan timbulnya kerugian Negara ?
2. Bagaimana langkah – langkah penyelesaian terhadap Kerugian Keuangan Negara ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Untuk mengetahui faktor – faktor atau sumber yang
menyebabkan timbulnya Kerugian Negara.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kerugian Negara
Kerugian Negara menurut pasal 1 angka 1 UUPN adalah berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja ataupun lalai. Pengertian ini menunjukkan bahwa kerugian Negara mengandung arti yang luas sehingga mudah dipahami dan ditegakkan bila terjadi pelanggaran dalam pengelolaan keuangan Negara.
Kemudian adapun pendapat menurut Djoko Sumaryanto (2009;29) bukanlah kerugian Negara dalam pengertian di dunia perusahaan/perniagaan, melainkan suatu kerugian yang terjadi karena perbuatan ( perbuatan melawan hukum ). Dalam kaitan ini, faktor – faktor lain yang menyebabkan kerugian Negara adalah penerapan kebijakan yang tidak benar, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Sebenarnya pengelola keuangan Negara melupakan identitasnya pada saat diserahi tugas untuk mengurusi keuangan Negara sehingga Negara mengalami kerugian. Kerugian keuangan Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yag nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik yang disengaja ataupun kelalaian.
B. Faktor – Faktor atau Sumber Penyebab Timbulnya Kerugian Negara
transaksi, seperti transaksi barang dan jasa, transaksi yang terkait dengan utang piutang, dan transaksi yang terkait dengan biaya dan pendapat. Dalam hal ini, Djoko Sumaryanto mengemukakan bahwa tiga kemungkinan terjadinya kerugian Negara tersebut menimbulkan bebepara kemungkinan peristiwa yang dapat merugikan keuangan Negara, sebagai berikut :
1. Terdapat pengadaan barang – barang dengan harga yang tidak wajar karena jauh di atas harga pasar, sehingga dapat merugikan keuangan Negara sebesar selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga yang sewajarnya.
2. Harga pengadaan barang dan jasa wajar. Wajar tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi barang dan jasa yang dipersyaratkan. Kalau harga barang dan jasa murah, tetapi kualitas barang dan jasa kurang baik, maka dapat dikatakan juga merugikan keuangan Negara.
3. Terdapat transaksi yang memperbesar utang Negara secara tidak wajar, sehingga dapat dikatakan merugikan keuangan negarakarena kewajiban Negara untuk membayar utang semakin bear.
4. Piutang Negara berkurang secara tidak wajar dapat juga dikatakan merugikan keuangan Negara.
5. Kerugian Negara dapat terjadi kalau asset Negara berkurang karena dijual dengan harga yang murah atau dihibahkan kepada pihak lain atau ditukar dengan pihak swasta atau perorangan
6. Untuk merugikan Negara adalah dengan memperbesar biaya instansi atau perusahaan. Hal ini dapat terjadi baik karena pemborosan maupun dengan cara lain, seperti membuat biaya fiktif dengan biaya yang diperbesar, keuntungan perusahaan yang menjadi objek pajak semakin kecil.
7. Hasil penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan sebenarnya, sehingga mengurangi penerimaan resi perusahaan tersebut..
Negara. Pada tahap dana yang kan masuk ke kas Negara kerugian bisa terjadi melalui konspirasi pajak, konspirasi denda, konspirasi pengembalian kerugian Negara dan penyeludupan. Sedangkan pada tahap dana akan keluar dari kas Negara kerugian terjadi akibat mark Up, Korupsi, Kredit macet, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan program dan lain – lain. Sementara yang dimaksud dengan perbuatan – perbuatan yang dapat merugikan perekonomian Negara ialah pelanggaran – pelanggaran pidana terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang kewenangannya.
Berbeda dengan halnya yang dikemukakan oleh Theodorus M. Tuanakotta dengan tegas membagi atas lima sumber kerugian keuangan Negara sebagai berikut :
1. Pengadaan Barang dan Jasa
Bentuk kerugian ini dapat berupa hal – hal sebgai berikut :
a. Mark up untuk barang yang spesifikasinya sudah sesuai dengan dokumen tender. Kualitas dan kuantitas barang sudah benar tetapi harganya lebih mahal.
b. Harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas barang dipasok dibawah persyaratan.
c. Syarat penyerahan barang lebih istimewah. Oleh karena syarat pembayaran tetap, maka ada kerugian bunga.
d. Syarat pembayaran yang lebih baik, tetapi syarat lainnya seperti kuantitas, kualitas dan syarat penyerahan barang tetap.
e. Kombinasi dari kerugian yang disebutkan diatas, seperti mark up dan adanya kerugian bunga.
2. Pelepasan Aset
Adapun bentuk pelepasan asset dan kerugian yang dapat ditimbulkannya, sebagai berikut :
a. Penjualan asset yang dilakukan berdasarkan “nilai buku” sebagai patokan
c. Tukar guling tanah dan bangunan yang dikuasai Negara dengan tanah, bangunan, atau asset lain. Oleh karena asset ditukar dengan asset , maka nilai pertukarannya lebih sulit ditentukan.
d. Pelepasan hak Negara untuk menagih. Hak Negara dapat timbul karena perikatan dan putusan [engadilan.
3. Pemanfaatan asset
Bentuk – bentuk kerugian Negara dari pemanfaatan asset antara lain : a. Negara tidak memperoleh imbalan yang layak menurut harga pasar b. Negara ikut menanggung kerugian dalam kerja sama operasional
yang melibatkan asset Negara yang dikaryakan kepada mitra usaha. c. Negara kelihatan asset yang dijadikan jaminan kepada pihak ketiga,
dalam rangka kerja sama operasional atau kerja sama lainnya atau perbuatan lainnya.
4. Penempatan Aset
Adapun bentuk – bentuk kerugian Negara yang terkait dengan penempatan asset Negara, mencakup hal – hal sebagai berikut :
a. Imbalan yang tidak sesuai dengan risiko. Kerugiannya adalah sebesar selisih Bungan ditambah premi untuk faktor tambahan risiko dengan imbalan yang diterima selama periode sejak dilakukannya penempatan asset sampai pengembaliannya.
b. Jumlah pokok yang ditanamkan dan yang hilang. Kerugiaannya addalah sebear jumlah pokok dan bunga.
c. Kalau ada dana pihak ketiga yang ikut hilang dan ditalang oleh Negara, kerugiannya adalah sebesar jumlah pokok dari danan talangan beserta bunganya.
5. Kredit Macet
C. Langkah – Langkah Dalam Menangani Kerugian Negara
Dalam mengatasi permasalahan – permasalahan terhadap keuangan Negara yakni merugikan Negara dapat diselesaikan dalam dua bentuk yaitu:
1. Pengembalian Kerugian Negara di Luar Peradilan
Upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang beri wewenang untuk melakukan pengembalian kerugian nagara di luar peradilan merupakan tata cara yang tidak dikenal dalam prosedur pada lemabaga peradilan. Adapun bentuk penyelesaian untuk menangani kerugian keuangan Negara , sebagai berikut :
a. Tuntutan Ganti Kerugian
Setiap kerugian Negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pengenaan tuntutan ganti kerugian ertujuan untuk memulihkan keuangan Negara yang mengalami kekurangan dan, dikembalikan pada keadaan semuala sehingga digunakan kembali dalam mencapai tujuan negara. Kemudian pihak yang menjatuhkan ganti kerugian tidak boleh sewenang – wenang membebankan tuntutan ganti kerugian tanpa didasarkan pada bukti – bukti yang diperkenankan oleh ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sementara itu pihak yang dikenakan tuntutan ganti kerugian, wajib melakukan pembayaran sebagai bentuk penggantian kerugian Negara tatkala cukup bukti bahwa bersankutan terbukti salah.
b. Pembebasan tuntutan Ganti Kerugian
peraturan perundang – undangan yang berlaku. Terhadap penyelenggara Negara yang melakukan kealpaan atau kelalaian, seyogianya dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana yang seimbang dengan perbuatan tidak melakukan tindakan berupa tuntutan ganti kerugian tersebut. Pengenaan sanksi itu merupakan bentuk dari rasa keadilan sebagaimana tujuan hukum, termaksud tujuan hukum keuangan Negara.
2. Pengembalian Kerugian Negara Melalui Peradilan
Adapun cara pengembalian kerugian keuangan Negara dengan melalui peradilan, sebagai berikut :
a. Instrument Hukum Pidana
Instrumen hukum pidana yang terkait dengan pengembalian kerugian keuangan Negara melalui peradilan UUPTPK. Dengan demikian kerugian dalam kacamata instrument hukum pidana adalah tindak pidana korupsi yang memerlukan pemberantasan berbeda dengan tindak pidana lainnya, seperti pembunuhan. Kemudian dalam UUPTPK memuat beberapa ketentuan yang terkain dengan tindakan hukum yang merugikan Negara, contoh ketentuan yang memuat tentang kerugian Negara yaitu,
Pasal 2 ayat 1 UUPTPK;
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu mulliar rupiah.
harus dilaksanakan agar keuangan Negara tetap berada dalam keadaan normal.
b. Instrumen Hukum Administrasi
Ketika pejabat Negara atau Pegawai Negeri dalam pelaksanaan tugas melakukan kerugian Negara, maka tepat bila diterapkan instrument hukum administrasi. Hal ini didasarkan bahwa pejabat Negara atau pegawai negeri telah melakukan penyalagunaan wewenang. Bahkan melakukan kesewenang – wenangan dalam rangka pelaksanaan tugas yang bersumber dari jabatan itu. Penyalagunaan wewenang atau melakukan kesewenang – wenangan bukan merupakan perbuatan melawanan hukum. Berdasarkan penggunaan instrument hukum administrasi, bila terjadi kerugian Negara yang dilakukan oleh pejabat Negara atau pegawai negeri tidak boleh digunakan pertanggungjawaban pribadi in casu, pertanggung jawaban pidana. Kecuali dalam pelaksanaan wewenang terdapat upaya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain , atau korporasi boleh diterapkan pertanggungjawaban pidana
c. Instrument Hukum Perdata
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kerugian keuangan Negara merupakan suatu keaadaan dimana Negara mengalami kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan seorang maupun kelompok baik disengaja maupun kelalaian
DAFTAR PUSTAKA
Saidi, Muhammad Djafar.2013. Hukum Keuangan Negara :Jakarta : Rajawali Pers.
Atmadja, Arifin P. Soeria. 2010. Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum: Teori, Praktik, dan Kritik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada