PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMK DALAM KONTEKS GLOBALISASI1
Oleh: Miftahul Habib Fachrurozi
(Mahasiswa Magister Pendidikan Sejarah UNS. Email: [email protected])
ABSTRAK
Pendidikan termasuk pendidikan kejuruan (SMK) memiliki peran strategis dalam perkembangan suatu bangsa. Perkembangan pendidikan kejuruan harus sesuai dengan perkembangan zaman. Proses pembelajaran di pendidikan kejuruan saat ini harus sesuai dengan tuntutan era global. Pendidikan kejuruan harus mampu membentuk karakter peserta didik yang siap dan mampu mengahadapi persaingan di era global. Pembelajaran sejarah di pendidikan kejuruan juga harus mampu membentuk karakter siswa yang sesuai dengan tuntutan tersebut.
Pembelajaran sejarah di pendidikan kejuruan harus melingkupi beberapa aspek; 1) Pembelajaran sejarah di pendidikan kejuruan harus menanamkan nilai-nilai serta karakter kepada peserta didik agar siap menghadapi persaingan di era global, 2) Pembelajaran sejarah di sekolah kejuruan harus mampu mengedepankan aspek lokalitas sehingga peserta didik tidak kehilangan jati dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Untuk mengaplikasikan aspek-aspek tersebut pembelajaran sejarah di pendidikan kejuruan idealnya dikembangkan berdasarkan paradigma konstruktivisme. Pembelajaran sejarah dengan paradigma konstruktivisme memungkinkan siswa untuk menggali pengetahuan sendiri. Selanjutnya siswa diharapkan mampu memahami serta memberi makna dari pengatahuan yang mereka dapatkan. Dengan demikian, pembelajaran sejarah di pendidikan kejuruan harus lebih menekankan pada proses sehingga siswa mampu memiliki pengetahuan serta karakter yang sesuai dengan pengalaman yang dimiliki. Proses pembelajaran inilah yang diharapkan mampu membentuk karakter peserta didik yang siap menghadapi persaingan di era global.
Kata kunci: Pembelajaran Sejarah, SMK, Globalisasi
Pengantar
Dunia pada masa kini sedang memasuki era globalisasi. Globalisasi merupakan suatu kondisi dunia yang ditandai dengan menghilangnya sekat teritorial akibat perkembangan teknologi serta komunikasi (Hermanu, 2013: 5). Globalisasi juga ditandai dengan semakin ketatnya persaingan antar negara dalam segala bidang terutama ekonomi. Arus globalisasi yang semakin deras menuntut seluruh masyarakat dunia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Indonesia tidak terelakkan lagi menjadi bagian dari proses perubahan tersebut.
Pengaruh globalisasi di Indonesia menyentuh berbagai sektor kehidupan tidak terkecuali pendidikan. Pendidikan memiliki peran strategis dalam menghadapi arus globalisasi yang semakin deras. Peran strategis dunia pendidikan ini tidak terlepas dari fungsi pendidikan untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu mempersiapkan diri dalam persaingan di era global. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan SDM yang unggul sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di dunia. Apabila dunia pendidikan gagal menciptakan SDM yang unggul, bisa dipastikan bangsa Indonesia akan semakin tertinggal dalam persaingan di era global.
Pendidikan kejuruan atau SMK di Indonesia memiliki posisi yang sangat penting dalam menciptakan SDM yang unggul tersebut. SMK memiliki kekhususan apabila dibandingkan dengan pendidikan menengah pada umumnya. SMK memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan peserta didik agar siap memasuki dunia kerja setelah menyelesaikan proses pendidikannya. SMK harus mampu membekali peserta didik dengan hardskill dan softskill yang mampu menjawab tantangan di dunia kerja. Persaingan tenaga kerja yang semakin ketat pada era globalisasi ini menuntut pendidikan kejuruan berbenah dalam menghadapi tantangan tersebut. Tantangan inilah yang harus dihadapi oleh seluruh elemen di SMK terutama guru-guru SMK.
Setiap mata pelajaran yang diajarkan di SMK harus mampu menyesuaikan diri dengan tantangan di era globalisasi. Tantangan tersebut yang juga harus dihadapi oleh guru mata pelajaran sejarah di SMK. Keberadaan mata pelajaran sejarah di SMK relatif baru keberadaanya yakni sejak diberlakukannya Kurikulum 2013. Meskipun keberadaannya relatif baru, namun pembelajaran sejarah di SMK harus segara menyesuaikan diri dengan tantangan di era global ini. Pembelajaran sejarah di SMK idealnya memiliki kekhususan apabila dibandingkan dengan pembelajaran sejarah di pendidikan menengah yang lain. Kekhususan pembelajaran sejarah di SMK inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam artikel ini.
Globalisasi dan Pembelajaran di SMK
memiliki peranan penting disini karena menjadi sektor utama penghasil sumber daya manusia yang unggul. Keberadaan sumber daya manusia berkualitas inilah yang juga diharapkan mampu mengelola kekayaan sumber daya alam Indonesia sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
Pendidikan kejuruan atau SMK memiliki peran strategis dalam menjawab persoalan ini. Pendidikan kejuruan memiliki perbedaan yang signifikan apabila dibandingkan dengan pendidikan menengah yang lain. Pendidikan kejuruan menurut UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Spesialisasi inilah yang memungkinkan peserta didik di SMK mempelajari materi kejuruannya secara lebih mendalam.
SMK juga memilki karakteristik yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan pendidikan umum yang lain. Karakteristik SMK menurut Calhoum dan Finch (1982: 12-13) antara lain (1) berorientasi pada pendidikan dan pelatihan; (2) justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3) fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan terhadap perkembangan masyarakat; dan (6) hubungan kerjasama dengan masyarakat. Karakteristik tersebut mencerminkan setidaknya beberapa hal yakni (1) pembelajaran di SMK berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hardskill serta softskill siswa; (2) Pembelajaran di SMK menekankan pada proses, dan; (3) Pembelajaran di SMK harus relevan dengan perkembangan masyarakat.
Lebih lanjut, pembelajaran di SMK harus mampu mendorong peserta didik untuk memiliki kemampuan dalam memecahkan berbagai persoalan yang terjadi pada masa kini dengan menggunakan cara berfikir yang logis serta terbuka (Putu Sudira, 2014: 686). Dengan demikian, lulusan SMK diharapkan mampu menjadi warga negara yang berpengetahuan serta memiliki keterampilan di bidangnya. Selain itu, lulusan SMK juga mampu terlibat serta berpartisipasi aktif dalam masyarakat demokratis sesuai dengan perkembangan masyarakat di era global. Tuntutan ini membuat proses pembelajaran SMK harus menyesuaikan diri serta
up to date terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Globalisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses pembelajaran di SMK. Sebagai contoh, memudarnya batas suku, bangsa, agama, serta ras dalam dunia kerja saat ini menuntut calon tenaga kerja untuk menyesuaikan diri dengan hal tersebut. Calon tenaga kerja diharapkan mampu bersikap adaptif, menjunjung toleransi, serta dapat bekerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda tersebut. Persoalan inilah yang seharusnya dikenalkan guru SMK terhadap peserta didiknya. Guru SMK dapat menyisipkan ide-ide multikulturalisme dalam proses pembelajaran untuk membiasakan siswa dalam mengahadapi persoalan di era global. Dengan demikian, lulusan SMK diharapkan mampu memahami realitas dunia global yang kelak akan mereka hadapi sesuai memanamatkan proses pendidikannya.
kehidupan masyarakat (Putu Sudira, 2014: 686). Dengan demikian, siswa jangan hanya aktif dalam pembelajaran di kelas saja, namun juga harus mampu terlibat dalam persolan-persoalan nyata di masyarakat.
Pembelajaran di SMK pada akhirnya harus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat global saat ini. Perkembangan teknologi yang diikuti dengan berkembangnya ide-ide demokratisasi serta multikulturalisme merupakan realitas yang tidak dapat dihindari. Pembelajaran di SMK harus mampu menyiapkan peserta didik agar mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Pembelajaran di SMK jangan hanya menyiapkan peserta didik menjadi calon tenaga kerja saja. Pembelajaran di SMK harus mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik baik material maupun non-material sehingga mereka mampu serta siap menghadapi semua tantangan di masa yang akan datang.
Hakikat Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan peserta didik melalui proses belajar mengajar (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1995: 6). Guru hendaknya mempersiapkan proses pembelajaran dengan sebaik mungkin agar siswa mencapai target serta tujuan pembelajaran. Guru tidak hanya memberikan materi saja kepada siswa, namun siswa diharapkan aktif dalam menggali pengetahuan serta makna dari hal tersebut selama proses pembelajaran. Dengan demikian, proses pembelajaran diharapkan tidak hanya bergantung kepada guru saja, namun dapat berkembang sesuai dengan konteks masing-masing siswa.
Kontekstualisasi proses pembelajaran harus diterapkan dalam setiap mata pelajaran termasuk dalam pembelajaran sejarah. Menurut I Gde Widja, pembelajaran sejarah merupakan perpaduan antara aktivitas belajar mengajar yang didalamnya mempelajari masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini (Setianto, 2012: 479). Pembelajaran sejarah bukan lagi berkisar pada hafalan mengenai peristiwa-peristiwa ataupun tokoh dari masa lampau namun harus mampu memberikan inspirasi bagi peserta didik dalam menjalani kehidupannya di masa kini maupun di masa yang akan datang. Dengan demikian, pembelajaran sejarah harus diajarkan secara kontekstual agar memiliki relevansi dengan kondisi masa kini maupun masa yang akan datang.
Pembelajaran sejarah tidak hanya berpusat pada transfer of knowledge
namun juga transfer of value. Pembelajaran sejarah bukan hanya mengedepankan aspek kognitif saja namun harus menanamkan nilai-nilai yang berguna bagi generasi masa kini. Menurut Sartono Kartodirjo dalam Supardi (2006:129) bahwa maksud pembelajaran sejarah adalah agar generasi muda yang berikut dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya. Dengan demikian pembelajaran sejarah tidak hanya diharapkan dapat menambah pengetahuan siswa tentang masa lampau, namun juga dapat mengubah perilaku sebagai akibat dari proses pembelajaran sejarah yang telah dilalui.
mencekoki siswa dengan “kebenaran tunggal” dalam sejarah. Harapannya siswa
mampu memahami suatu peristiwa sejarah dengan lebih baik sehingga dapat mengambil nilai-nilai yang tersirat dari masa lampau.
Pembelajaran sejarah juga sepatutnya mengedepankan aspek lokalitas dalam materi pembelajaran yang dimuat. Sejarah lokal didefinisikan sebagai sejarah yang memuat aspek lokalitas baik itu bersifat geografis maupun etnis-kultural. Definisi sejarah lokal bergantung kepada “perjanjian” yang diajukan oleh penulis sejarah (Taufik Abdullah, 1996: 15). Sejarah lokal bersifat elastis karena dapat berbicara mengenai sejarah suatu desa, kecamatan, kabupaten, tempat tinggal suatu etnis, suku bangsa yang mendiami satu atau beberapa daerah.
Pembelajaran sejarah lokal memiliki arti penting dalam konteks globalisasi. Pembelajaran sejarah lokal diharapkan mampu memberikan sumbangan kesadaran sejarah pada peserta didik. Selain itu melalui pembelajaran sejarah lokal, peserta didik diharapkan mampu lebih mengenal lingkungan tempat tinggalnya serta potensi-potensi yang ada di lingkungannya. Pengenalan lingkungan kepada peserta didik ini memiliki arti penting karena dapat mengenalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap aspek lokalitas masyarakat. Tujuannya untuk memberikan inspirasi kepada peserta didik dalam menghadapi tantangan di masa kini maupun masa yang akan datang. Kebermaknaan pembelajaran sejarah lokal inilah yang harus ditanamkan oleh guru selama proses pembelajaran.
Pembelajaran Sejarah di SMK dalam Konteks Globalisasi
Bagaimana implementasi pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi? Paradigma yang paling ideal untuk mengembangkan pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi adalah Konstruktivisme. Paradigma Konstruktivisme merupakan landasan utama dalam penyusunan Kurikulum 2013. Konstruktivisme memandang siswa sebagai manusia aktif yang dapat mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri (Schunk, 2012: 323). Dengan demikian, peserta didik memiliki kemungkinan untuk mengonstruksi pengetahuan serta sikapnya selama proses pembelajaran. Sementara itu posisi guru dalam proses pembelajaran lebih sebagai fasilitator yang mendorong siswa mengonstruksi pemahamannya.
Berkaitan dengan tugas guru sebgai fasilitator,maka guru harus mampu melakukan inovasi dalam pembelajaran sejarah. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, kontekstualisasi pembelajaran sejarah serta upaya merupakan hal yang harus dilakukan guru. Dalam konteks pembelajaran sejarah di SMK, guru harus melakukan framing strategy (mewacanakan tema tertentu yang dilanjutkan dengan penggalian wacana) sebagai pijakan bagi terbentuknya kesadaran serta karakter peserta didik.
kerja pribumi yang terampil mengakibatkan mayoritas pekerja pribumi menjadi pekerjaan kasar sehingga mendapat upah yang sangat rendah bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja asing (Ingelson, 2013:124-125). Persoalan inilah yang harus dikontekstualisasikan dalam proses pembelajaran sejarah di SMK.
Guru kemudian dapat meminta siswa untuk membandingkan persoalan tersebut dengan persoalan ketenagakerjaan pada masa kini. Siswa didorong untuk menganalisis hal tersebut untuk menemukan benang merah dari keduanya. Setelah itu, guru dapat membimbing siswa untuk mencari pemecahan masalah dari persoalan tersebut, sekaligus mendorong siswa untuk dapat mempersiapkan diri menghadi persoalan tersebut dalam kehidupan nyata. Kontekstualisasi materi pembelajaran sejarah melalui pembelajaran berbasis masalah inilah yang dapat dilakukan guru sejarah agar mempersiapkan peserta didik menjadi pribadi yang kritis, solutif, serta adaptif dalam menghadapi berbagai persoalan di dunia nyata.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah keunggulan diantaranya: 1) Siswa dapat lebih mengenal persoalan di dunia nyata dan berkontribusi dalam upaya pemecahannya, 2) Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri, 3) Siswa mulai terbiasa dengan cara kerja yang ilmiah dan rasional (Dindin Abdul Muiz, tanpa tahun: 6). Melalui pembelajaran berbasis masalah ini juga siswa diharapkan lebih aktif dan dan mampu memberikan solusi dalam menghadapi berbagai persoalan. Sikap dan Karakter inilah yang harus dimiliki peserta didik untuk menghadapi persaingan era globalisasi seperti saat ini.
Selain kontekstualisasi materi, pembelajaran Sejarah di SMK idealnya juga mengedepankan aspek lokalitas dalam proses pembelajarannya. Upaya ini penting karena pembudayaan nilai-nilai karakter di SMK di setiap daerah seharusnya berbeda satu dengan yang lainnya. Nilai-nilai yang ditanamkan tersebut harus memperhatikan karakteristik sosio-kultural, potensi wilayah, serta keunggulan masing-masing daerah (Putu Sudira, tanpa tahun: 2). Selain itu, nilai-nilai yang ditanamkan pada peserta didik juga harus sesuai dengan nilai-nilai-nilai-nilai sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat. Penanaman tersebut penting untuk mencegah efek negatif globalisasi yakni memudarnya nilai-nilai budaya lokal dalam masyarakat yang digantikan dengan budaya McDonaldisasi yang liberal (Hermanu, 2013: 5). Memudarnya nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat globalisasi yang seharusnya dicegah melalui proses pembelajaran sejarah lokal di SMK.
2015: 218). Nilai-nilai perjuangan Diponegoro inilah yang harus dipahami oleh peserta didik dalam proses pembelajaran.
Tugas guru sejarah kemudian membangun konstruksi sosial dalam proses pembelajaran. Guru sejarah dapat memulai proses tersebut dengan memberikan pemahaman kepada siswa mengenai degradasi moral yang dialami bangsa Indonesia pada era global ini. Sikap sebagian bangsa Indonesia yang begitu saja menerima segala pengaruh budaya Barat dapat menjadi salah satu persoalan yang disampaikan. Berpijak pada fenomena tersebut, guru sejarah dapat mengajak siswa meneladani sikap Diponegoro yang tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan tidak begitu saja menerima sepenuhnya pengaruh budaya Barat di masa lampau. Keteladanan Diponegoro inilah yang perlu dipahami oleh peserta didik sehingga mereka dapat menyikapi pengaruh globalisasi dengan lebih baik.
Pemahaman akan nilai-nilai budaya lokal merupakan hal yang sangat penting dalam menghadapi era globalisasi. Nilai-nilai lokal diharapkan tetap menjadi basis penyaring untuk menyeleksi berbagai dampak negatif yang diakibatkan globalisasi. Proses pembelajaran sebaiknya berakar pada tradisi lokal, namun di sisi lain juga harus mampu menyerap pengetahuan global yang sesuai untuk mendorong perkembangan nilai-nilai lokal tersebut. Penyerapan nilai-nilai lokal inilah yang diperlukan untuk mengembangkan masyarakat lokal secara umum ataupun individu-individu sebagai bagian dari masyarakat lokal tersebut.
Pembelajaran sejarah lokal juga dapat menanamkan nasionalisme kepada siswa. Melalui pembelajaran sejarah lokal, siswa diharapkan mampu mengetahui serta memahami kontribusi masyarakat lokal terhadap perjuangan kebangsaan di masa lampau. Fakta ini seharusnya dapat menumbuhkan rasa nasionalisme serta kesadaran integrasi peserta didik. Dengan demikian, kekhawatiran akan tumbuhnya rasa primordial maupun etnosentrisme maupun memudarnya rasa nasionalisme sebagai efek globalisasi dapat sepenuhnya diatasi.
Implementasi pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi tentu mustahil lepas dari berbagai macam hambatan. Beberapa hambatan yang terjadi pada saat ini anatara lain: (1) cakupan materi yang harus diajarkan sesuai dengan kompetensi dasar (KD) begitu luas, sehingga menyulitkan guru dalam mengembangkan materi untuk disampaikan kepada peserta didik, (2) kesulitan pengembangan materi tersebut mengakibatkan kontekstualisasi materi serta upaya mengedepankan aspek lokalitas sulit dilaksanakan, (3) ketersediaan jam mengajar yang hanya 2x45 menit dalam satu minggu membuat guru sejarah di SMK sering terkendala dengan keterbatasan waktu.
Semestinya kendala-kendala teknis tersebut dapat teratasi andaikata para
Penutup
Pembelajaran sejarah di SMK dalam konteks globalisasi tidak dapat diajarkan secara konvensional. Tantangan yang dihadapi peserta didik sudah semakin kompleks di era globalisasi ini. Pembelajaran sejarah di SMK dapat diajarkan sesuai dengan paradigma Konstruktivisme. Paradigma ini memungkinkan siswa menggali sendiri pengetahuan sejarah serta menggali makna dari proses tersebut. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses tersebut. Dalam pembelajaran sejarah, guru juga diharapkan mendorong siswa agar mampu menggali nilai-nilai yang relevan dalam konteks globalisasi serta tidak mengabaikan aspek lokalitas dalam pembelajaran sejarah. Proses tersebut diharapkan akan membuat peserta didik siap dan mampu menghadapi semua tantangan di era globalisasi.
Daftar Pustaka Buku:
Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipra.
Calhoum, C.C. dan Finch, A.V. 1982. Vocational Education: Concept and Operations. California: Wads Worth Publishing Company
Carey, Peter. 2015. Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855). Jakarta: Kompas.
Ingelson, John. 2013. Perkotaan, Masalah Sosial & Perburuhan di Jawa Masa Kolonial. Depok: Komunitas Bambu.
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Schunk, Dale H. 2012. Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Obor Indonesia.
Taufik Abdullah. 1996. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Makalah/Artikel Ilmiah:
Hermanu Joebagio. Tantangan Pembelajaran Sejarah di Era Global. disampaikan dalam seminar nasional Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah UNY
dengan tema “Problematika Pendidikan Nasional dalam Menghadapi
Tantangan di Era Global”, Yogyakarta, 25 September 2013.
2014. Memantapkan Pendidikan Karakter untuk Melahirkan Insan Bermoral, Humanis, dan Profesional. Yogyakarta: UNY Press.
Setianto, Yudi. 2002. “Dikotomi Bebas dan Nilai Pendidikan dalam Pembelajaran Sejarah”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol. 18(4), hlm. 477-488. Supardi. 2006. “Pembelajaran Sejarah Lokal dalam Konteks Multikulturalisme”,
Cakrawala Pendidikan, Th. XXV, No.1, hlm. 117-137. Internet:
Dindin Abdul Muiz Lidinillah. Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia pada:
http://file.upi.edu/Direktori/KD- TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-
TASIKMALAYA)-197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/problem%20based%20learning .pdf . Diunduh pada 12 Oktober 2016.
Putu Sudira. Nilai Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Nilai Berkarakter Industri di SMK. Tersedia pada:
http://eprints.uny.ac.id/4652/1/011-Pendidikan_Nilai_Berkarakter_Kejuruam.pdf . Diunduh pada 12 Oktober