PENGARUH PERILAKU ADAPTIVE HELP-SEEKING DALAM
BELAJAR MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS VI MI MATHOLI’UN
NAJAH SINANGGUL MLONGGO JEPARA TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
dalam Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh:
NAYLATUL JAZILAH NIM: 073511004
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Naylatul Jazilah
NIM : 073511004
Jurusan/Program Studi : Tadris Matematika
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 28 November 2011
Saya yang menyatakan,
materai
Naylatul Jazilah
iv
NOTA PEMBIMBING Semarang, 28 November 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Pengaruh Perilaku Adaptive Help-Seeking dalam Belajar Matematika terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011
Nama : Naylatul Jazilah
NIM : 073511004
Jurusan : Tadris
Program Studi : Tadris Matematika
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Pembimbing I,
v
NOTA PEMBIMBING Semarang, 28 November 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Pengaruh Perilaku Adaptive Help-Seeking dalam Belajar Matematika terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011
Nama : Naylatul Jazilah
NIM : 073511004
Jurusan : Tadris
Program Studi :Tadris Matematika
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Pembimbing II,
Hj Nur Asiyah, S. Ag, M.
vi
ABSTRAK
Judul : Pengaruh perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika peserta didik kelas VI MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011
Penulis : Naylatul Jazilah
NIM : 073511004
Skripsi ini membahas Pengaruh perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika peserta didik kelas VI MI
Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: 1) Apakah perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika peserta didik kelas VI MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011?; 2) Seberapa besar pengaruh perilaku adaptive help-seeking
dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika peserta didik kelas VI
MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survei korelasional dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Populasi adalah peserta didik VI MI Matholi’un Najah sejumlah 25 anak. Pengumpulan data menggunakan instrumen angket untuk mengetahui data variabel X dan menggunakan metode dokumentasi untuk mengetahui data variabel Y. Instrumen angket sebelum digunakan untuk mendapat data yang objektif, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika peserta didik kelas VI MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011, menunjukkan bahwa nilai distribusi frekuensi perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika peserta didik telah dihitung rata-rata (mean) sebesar 75,18 dalam kategori baik pada interval 68-83. Kemudian data prestasi belajar matematika peserta didik di MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011, telah dihitung rata-rata (mean) sebesar 66,2 yang telah mencapai KKM.
vii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq, hidayah, dan kenikmatan kepada penulis. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kasih sayangnya tidak
pernah terputus terhadap umatnya.
Dengan berbekal keikhlasan dan niat yang tulus serta tanggung jawab,
alhamdulillah penulis telah menyelesaikan penelitian tentang pengaruh perilaku
adaptive help-seeking dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika
peserta didik kelas VI MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, serta
motivasi dari berbagai pihak.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
kepada:
1. Dr. Suja’i, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 2. Drs. Wahyudi, M.Pd, selaku Ketua Prodi Tadris Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Saminanto, S.Pd, M, Sc, selaku Pembimbing I dan Hj Nur Asiyah, S.Ag, M.SI
selaku Pembimbing II, yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya untuk membimbing, mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi
ini hingga selesai.
4. Yulia Romadiastri, S.Si selaku dosen wali studi yang selalu membimbing
penulis.
5. Seluruh dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang membekali
berbagai pengetahuan dan pengalaman.
6. Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang beserta seluruh stafnya.
7. Kepala perpustakaan TKPS Semarang beserta seluruh stafnya.
8. Misbachul Choir, S.E selaku kepala MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di
MI Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara.
viii
10. Bapak dan Ibu tercinta terima kasih atas do’a, nasihat, dan dukungan serta segala pengorbanan dan kasih sayang selama ini dalam mendidik penulis dengan penuh
kesabaran.
11. Adik-adikku (Muhammad Zayyul Baligh dan Nurul Hilmi Azis) yang selalu
memberikan keceriaan dalam hidup penulis.
12. Teman seperjuangan Tadris Matematika 2007 dan sahabat-sahabat TM 07 yang
senantiasa menjadi penyemangat penulis.
13. Sahabat-sahabat sejatiku Nana, Nafis, Nia, Dian, yang selalu membantu penulis
selama mencari ilmu di IAIN Walisongo Semarang baik suka maupun duka.
Kepada mereka semua, penulis ucapkan “jazakumullah khairan katsiran“.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Amin.
Semarang, 28 November 2011 Penulis,
Naylatul Jazilah
ix
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL………...i
PERNYATAAN KEASLIAN………..….ii
PENGESAHAN………....iii
NOTA PEMBIMBING……….iv
ABSTRAK………...v
KATA PENGANTAR………..vi
DAFTAR ISI………....vii
BAB I : PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang….………..1
B. Rumusan Masalah………..4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………4
1. Tujuan Penelitian………...4
2. Manfaat Penelitian………...4
BAB II : KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR/ MADRASAH IBTIDAIYAH SERTA PERILAKU ADAPTIVE HELP-SEEKING DALAM BELAJAR MATEMATIKA……….6
A. Kajian Pustak………..6
B. Kerangka Teoritik………...7
1. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah………...7
2. Prestasi belajar matematika……….…9
3. Perilaku Adaptive Help-Seeking………19
4. Perilaku Adaptive Help-Seeking sebagai Upaya Peserta Didik untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika……….30
x
BAB III : METODE PENELITIAN………33
A. Jenis Penelitian……….33
B. Tempat dan Waktu Penelitian………34
C. Populasi dan Sampel Penelitian………..34
D. Variabel Penelitian………...35
E. Teknik Pengumpulan Data………..35
F. Teknik Analisis Data………37
1. Analisis Data Awal……….37
2. Analisis Uji Hipotesis……….40
BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN………46
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian………...46
1. Profil MI Matholi’un Najah………..46
2. Data Perilaku Adaptive Help-Seeking dalam Belajar Matematika Kelas VI MI Matholi’un Najah……….48
3. Data Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik kelas VI MI Matholi’un Najah………...52
B. Pengujian Hipotesis………..53
C. Pembahasan Hasil Penelitian………..62
D. Keterbatasan Penelitian………...63
BAB V : PENUTUP……….65
A. Simpulan………...65
B. Saran-Saran………..66
C. Penutup………..66 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangannya, peserta didik cepat ataupun lambat pasti
akan mengalami kesenjangan antara tugas dan kemampuannya. Terlebih
dalam tugas matematika. Matematika menjadi mata pelajaran yang wajib
diajarkan karena permasalahan yang akan dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari tidak lepas dengan matematika (perhitungan).
Dalam Matematika diajarkan mengenai berfikir logis dan sistematis.
Hal ini akan sangat berguna dalam memecahkan masalah peserta didik
nantinya. Belajar matematika merupakan hal yang sangat unik dan sering
dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan di masyarakat umumnya
merasa matematika adalah ilmu eksak yang sulit untuk dipahami.
Kendala yang terjadi dalam pembelajaran matematika berkisar pada
karakteristik matematika yang abstrak, masalah media, masalah peserta didik
atau guru. Kendala-kendala tersebut melahirkan kegagalan pada peserta didik
yang akhirnya akan menghambat dalam proses penyelesaian masalah
matematika, karena: 1
a. Peserta didik tidak dapat menangkap konsep dengan benar.
b. Peserta didik tidak menangkap arti dari lambang-lambang.
c. Peserta didik tidak memahami asal-usulnya suatu prinsip.
d.Peserta didik tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.
e. Pengetahuan peserta didik tidak lengkap.
Selain itu, sesuai dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik
SD/MI dan sebagian besar peserta didik SMP/MTs yang berada pada tahap
operasional konkrit, tuntutan terhadap pemahaman dan penalaran masih
terbatas pada produk dan proses Matematika dalam dunia nyata atau dapat
1
2
diilustrasikan melalui contoh-contoh nyata.2 Tentu saja membuat peserta
didik pada tingkat ini sering kali mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah matematika yang sedikit abstrak. Baik saat di kelas maupun saat
mengerjakan tugas rumah yang diberikan guru. Oleh karena itu diharapkan
peserta didik mau menggunakan orang lain sebagai upaya untuk membantu
dirinya dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Menurut Butler, yang dikutip oleh Yuli Darwati terdapat tiga macam
perilaku mencari bantuan yang biasa digunakan siswa ketika mereka
menghadapi kesulitan belajar matematika yaitu3:
1. Perilaku Adaptive Help-Seeking (perilaku meminta bantuan adaptif) yang
merupakan salah satu bentuk regulasi diri yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan belajar matematika dengan memanfaatkan orang lain (dengan
meminta bantuan belajar secara adaptif).4 Peserta didik akan meminta
bantuan dari teman atau orang lain yang dirasa mampu membantunya
untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan soal matematika. Perilaku
ini dilakukan ketika dia benar-benar membutuhkan bantuan yaitu ketika
mereka tidak dapat lagi memecahkan masalah mereka sendiri.
2. Perilaku mencari bantuan eksekutif. Perilaku ini terjadi ketika peserta
didik sering sekali meminta bantuan, meskipun mereka tidak
membutuhkannya. Dan cenderung meminta jawaban daripada petunjuk.
Biasanya tujuannya adalah untuk memperoleh kelengkapan tugas dengan
segera.
3. Dan yang terahir adalah perilaku mencari bantuan tertutup. peserta didik
yang mengadopsi perilaku mencari bantuan ini menghindari mencari
bantuan terbuka seperti dengan menyalin jawaban teman atau menyontek.
Penelitian Newman yang dikutip oleh Yuli Darwati menjelaskan
tentang intensi anak-anak untuk mencari bantuan dalam pekerjaan mereka di
2
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, hlm.144.
3
Yuli Darwati, Adaptive Help-Seeking (Panduan bagi Guru untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika), (Yogyakarta: Logung Printika, 2009), hlm. 42-43
4
3
sekolah. Hasil penelitian menemukan bahwa anak-anak kelas 3 dan 5
mengekspresikan kemungkinan mencari (meminta) bantuan berkaitan dengan
pilihan intrinsik terhadap tantangan, ketergantungan ekstrinsik terhadap guru,
dan sikap mengenai keuntungan dari mencari bantuan, sedangkan anak-anak
kelas VII mengekspresikan mencari bantuan berkaitan dengan sikap
mengenai keuntungan dari mencari (meminta) bantuan. Newman dan Goldin
dalam Yuli Darwati juga mengemukakan bahwa anak-anak sekolah dasar
akan lebih banyak mengekspresikan kebutuhan akan bantuan yang lebih besar
dalam pelajaran matematika daripada membaca.5
Di jelaskan pula dalam wikibooks the practice of learning theories
bahwa salah satu ciri pembelajar mandiri adalah mereka tahu bagaimana
memanfaatkan orang lain sebagai sumber daya untuk mengatasi ambiguitas
dan kesulitan dalam belajar yaitu kemampuan mencari bantuan. Peserta didik
tidak terhindar dari saat-saat di mana dia mengalami situasi sulit dalam hidup
mereka dan juga saat belajar. Ketika ini terjadi mereka akan mampu untuk
memulai memantau kinerja mereka sendiri. Mereka memiliki regulasi diri
yang baik yaitu dengan memiliki strategi untuk melibatkan bantuan orang lain
untuk dapat membantu kesulitannya.6 Maka dapat disimpulkan pula bahwa
pembelajar mendiri juga ternyata melakukan permintaan bantuan secara
adaptif untuk dapat menyelesaikan masalahnya dalam belajar.
Dari latar belakang di atas, peneliti menginginkan untuk mengadakan
penelitian untuk dapat mengetahui adakah pengaruh perilaku adaptive
help-seeking dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika
dengan mengambil judul “Pengaruh Perilaku Adaptive Help-Seeking dalam Belajar Matematika terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011”
5
Yuli Darwati, Adaptive Help-Seeking (Panduan bagi Guru untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika), hlm. 10
6
4 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika
berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik kelas VI Madrasah
Ibtidaiyah Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara?
2. Seberapa besar pengaruh perilaku adaptive help-seeking dalam belajar
matematika terhadap prestasi belajar peserta didik kelas VI Madrasah
Ibtidaiyah Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah perilaku adaptive help-seeking dalam
belajar matematika berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika
peserta didik kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Matholi’un Najah
Sinanggul Mlonggo Jepara
b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perilaku adaptive
help-seeking dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika
peserta didik kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Matholi’un Najah
Sinanggul Mlonggo Jepara
2. Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi penulis
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang luas dan
memberikan pengalaman ketrampilan dalam mengaplikasikan ilmu
yang telah diperoleh di akademik
b. Bagi akademik
Diharapkan dapat dijadikan acuan sebagai tolak ukur dalam
keberhasilan selama ini dalam mendidik dan membekali ilmu bagi
5
c. Bagi Guru
Diharapkan penelitian ini memotivasi guru untuk lebih dapat
memberikan bantuan belajar bagi peserta didik baik di dalam kelas
maupun di luar kelas, mengingat pentingnya bimbingan belajar secara
individu.
d. Bagi sekolah
Dapat digunakan sebagai masukan bagi MI Matholi’un Najah
untuk dapat mengembangkan prestasi belajar peserta didik dengan
meningkatkan kualitas pembelajarannya melalui bimbingan intensif
e. Bagi peserta didik
1) Diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk
meningkatkan prestasi belajarnya dengan motivasi diri untuk lebih
giat dalam belajar matematika.
2) Memberikan pengertian untuk tidak malu bertanya terhadap orang
lain agar dapat mengembangkan pengetahuannya dengan meminta
bantuan adaptif dalam belajar matematika.
3) Memotivasi peserta didik untuk lebih percaya diri, serta
6
BAB II
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH SERTA PERILAKU ADAPTIVE HELP-SEEKING DALAM
BELAJAR MATEMATIKA
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap
penelitian atau karya ilmiah yang ada, baik mengenai kekurangan ataupun
kelebihan yang ada sebelumnya, yaitu:
1. Dalam Penelitian Yuli Darwati: ADAPTIVE HELP-SEEKING
(PANDUAN BAGI GURU UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR MATEMATIKA). Yang menyimpulkan bahwa ada hubungan
positif dan signifikan antara orientasi tujuan penguasaan dengan mencari
bantuan adaptif dalam belajar matematika. Penelitian ini telah dibukukan
dan diterbitkan oleh Logung Pustaka.
2. Dalam skripsi Natalia Nur Elfati, Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang yang berjudul HUBUNGAN KEMAMPUAN AWAL DAN
SIKAP PESERTA DIDIK PADA MATEMATIKA DENGAN PRESTASI
BELAJAR MATEMATIKA MATERI POKOK PECAHAN PESERTA
DIDIK KELAS VII SEMESTER I MTS NU NURUL HUDA
SEMARANG TAHUN PESERTA DIDIKAN 2010/2011. Menyimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan
awal dan sikap peserta didik pada matematika dengan prestasi belajar
matematika kelas VII C hal ini dibuktikan dengan diperoleh rhitung = 0,965
sedang rtabel = 0,316 pada taraf signifikansi 5% maka rhitung > rtabel.
Penelitian ini lebih dimaksudkan untuk menguji hubungan
antara perilaku adaptive help-seeking dengan prestasi belajar peserta didik
MI Matholi’un Najah. Apakah perilaku adaptive help-seeking dalam
belajar matematika dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika
7
dengan penelitian-penelitian di atas, penelitian ini dikatakan berbeda dari
segi tema maupun variabel yang hendak diuji.
B. Kerangka Teoritik
1. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah
Menurut Nasution masa usia Sekolah Dasar sebagai masa
kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun hingga kira-kira 11 atau 12
tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk Sekolah Dasar, dan
dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah
sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai
masa sekolah.1 Tahap ini juga disebut sebagai tahap operasi nyata. Tahap
operasi nyata (sekitar 7-11 tahun) ini memiliki karakteristik intelektual
antara lain mampu memecahkan masalah yang nyata, serta mengerti
hukum dan mampu membedakan baik buruk.2
Menurut Suryobroto yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah,
masa usia sekolah sebagai masa intelektual atau masa keserasian
bersekolah. Tetapi dia tidak berani mengatakan pada umur berapa anak
matang untuk masuk Sekolah Dasar disebabkan kematangan itu tidak
ditentukan oleh umur semata-mata, namun pada umur antara 6-7 tahun
biasanya anak memang telah matang untuk masuk sekolah dasar.3
Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih
mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini menurut
Suryobroto dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu: (1) masa kelas-kelas
rendah Sekolah Dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9 atau 10
tahun dan (2) masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, kira-kira umur 9 atau
10 tahun sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun.4
1
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), hlm. 123
2
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembagan, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 118-119
3
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, hlm. 124
4
8
Karena dalam penelitian ini melibatkan peserta didik kelas VI
Madrasah Ibtidaiyah (setingkat Sekolah Dasar), maka akan dibahas lebih
lanjut mengenai karakteristik peserta didik masa kelas tinggi Sekolah
Dasar. Yaitu antara umur 9 atau 10 tahun sampai umur 11 atau 12 tahun.
Beberapa sifat khas masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar adalah:
a. Anak tertarik perhatiannya pada kehidupan praktis sehari-hari yang
konkret Keadaan ini dapat mendorong anak untuk membantu
pekerjaan-pekerjan yang praktis.
b. Amat bersifat realistik, ingin tahu, ingin belajar, ingin bisa. Karena itu
Oswald Kroch menyebut masa ini dengan masa “realisme”.
c. Menjelang akhir masa ini pada anak-anak telah menaruh minat
terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus yang mereka minati, yang
oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor
d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang
dewasa dalam menyelesaikan tugas-tugas atau dalam memenuhi
keinginannya, setelah umur itu anak-anak sudah bebas dan berusaha
untuk menyelesaikannya sendiri.
e. Pada masa ini anak memandang nilai-nilai yang diperoleh (angka
raport) sebagai ukuran yag tepat mengenai prestasi sekolah.
f. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,
biasanya untuk dapat beramain-main bersama-sama. Di dalam
permainan ini anak biasanya tidak lagi terikat pada aturan permainan
yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.5
Dalam poin keempat dijelaskan bahwa peserta didik sampai
sekitar umur 11 tahun memerlukan guru atau orang dewasa lain untuk
dapat membantunya dalam menghadapi suatu masalah yang sedang
dialami. Kebanyakan anak mulai menyadari kalau dia sedang menghadapi
suatu masalah dan harus diselesaikannya.
5
9
2. Prestasi Belajar Matematika
Prestasi belajar matematika tidak dapat dipisahkan dari perbuatan
belajar matematika itu sendiri, karena belajar merupakan suatu proses,
sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut.
Oleh karena itu, sebelum membahas lebih lanjut mengenai prstasi belajar,
akan dibahas terlebih dahulu mengenai pembelajaran matematika.
a. Pembelajaran Matematika
Di dalam agama Islam, mencari ilmu pengetahuan sangatlah
dianjurkan untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Manusia
merupakan makhluk Allah SWT yang paling sempurna, karena
manusia diberikan akal untuk berpikir. Dengan akal pikiran’ manusia
dapat mempelajari segala ilmu pengetahuan yang ada di alam ini. Oleh
karena itu manusia disuruh untuk belajar, bukti yang mendasari
perintah untuk belajar yaitu diturunkannya Qur’an surat Al-Alaq ayat
1-5 yang merupakan ayat yang pertama kali diturunkan.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan
Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mangajarkan manusia apa yang tidak diketahui”.6
(QS.
Al-Alaq/96: 1-5).
Dari Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5 bahwa Allah
memerintahkan manusia untuk membaca (mempelajari, meneliti, dan
sebagainya) apa yang telah diciptakanNya yaitu Al-Qur’an dan alam
semesta. Tujuan membaca dan mendalaminya adalah untuk
memperoleh hasil yang diridhoi-Nya, yaitu ilmu atau sesuatu yang
6
10
bermanfaat bagi manusia.7 Begitu pentingnya arti belajar, sehingga
setiap anak berhak mengikuti wajib belajar di sekolah sebagai upaya
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
Definisi belajar menurut Skinner yang diungkapkan oleh Bimo
Walgito adalah “Learning is a process of progressive behaviour
adaptation” belajar merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang
bersifat progresif. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari belajar adalah
adanya sifat progresifitas, adanya tendensi ke arah yang lebih
sempurna atau lebih baik dari keadaan sebelumnya.8 Sedangkan
Clifford T Morgan yang dikutip oleh Mustaqim mendefinisikan belajar
sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan
hasil pengalaman yang lalu.9
Berbeda dengan pengertian belajar, pembelajaran adalah upaya
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas
kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.10 Pembelajaran tidak
hanya dilakukan di sekolah akan tetapi di manapun, termasuk di
lingkungan masyarakat maupun di dalam rumah dengan bimbingan
orang tua.
Sedangkan matematika munurut Johnson dan Myklebust
dikutip oleh Mulyono Abdurrahman adalah bahasa simbolis yang
fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berpikir. Lerner mengemukakan bahwa matematika di
samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal
yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan
7
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 720.
8
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum Edisi V, (Yogyakarta: Andi, 2005), hlm. 184
9
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang, 2009), hlm. 39
10
11
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Sedangkan
Kline berpendapat, matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri
utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak
melupakan bernalar induktif.11 Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika merupakaan suatu proses pengembangan seluruh potensi
peserta didik yang diarahkan untuk mengembangkan bernalar deduktif
dan induktif mengenai ilmu tentang kuantitas dan ukuran.
Karakteristik matematika sendiri antara lain adalah sebagai
berikut:12
1) Memiliki objek kajian abstrak.
2) Bertumpu pada kesepakatan.
3) Berpola pikir deduktif.
4) Memiliki simbol yang kosong dari arti.
5) Memperhatikan semesta pembicaraan.
Kendala yang terjadi dalam pembelajaran matematika berkisar
pada karakteristik matematika yang abstrak, masalah media, masalah
peserta didik atau guru. Kendala-kendala tersebut melahirkan
kegagalan pada peserta didik, karena: 13
1) Peserta didik tidak dapat menangkap konsep dengan benar.
2) Peserta didik tidak menangkap arti dari lambang-lambang.
3) Peserta didik tidak memahami asal-usulnya suatu prinsip.
4) Peserta didik tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.
5) Pengetahuan peserta didik tidak lengkap.
Oleh karena itu ketika belajar matematika harus mengetahui
konsep yang mendasarinya. Maka kebanyakan anak (peserta didik)
akan mengaplikasikan perilaku adaptive help-seeking untuk
11
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Pusat Perbukuan Dep. Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan PT Rineka Cipta, 1999), hlm. 252
12
R. Soedjadi, Departemen Pendidikan Nasional, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, 2000), hlm. 13.
13
12
mendapatkan informasi yang diperlukan agar ia dapat menyelesaikan
permasalahan matematika secara mandiri. Pengalaman memecahkan
masalah yang satu mungkin sangat berguna dalam menghadapi
langsung masalah lain yang serupa, tetapi mungkin juga berguna tidak
secara langsung.
b. Prestasi belajar matematika
Menurut Nana Sujana, prestasi belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima
pengalaman belajar.14 Sedangkan menurut Winkel, prestasi belajar
adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang
peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan
bobot yang dicapainya.15
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah,
1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam
Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat
diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang
diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Nurkencana (1986 : 62) juga
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai
atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa
prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam
diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.16
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa
prestasi belajar matematika adalah hasil atau taraf kemampuan yang
telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar matematika dalam
waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan,
14
Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 22
15
Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1999), cet 5, hlm. 62
16 http
13
pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang selanjutnya
diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
Yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil kegiatan
belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan yang
diajarkan. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika
telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik. Dalam
penelitian ini, hasil prestasi belajar diperoleh dari nilai UAM (Ujian
Akhir Madrasah) kelas VI tahun peserta didikan 2010/2011 MI
Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
1) Faktor dari dalam diri siswa (intern).
Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu
dibahas menurut Slameto dalam Ade Sanjaya yaitu faktor jasmani,
faktor psikologi dan faktor kelelahan.17
a) Faktor Jasmani
Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu
faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh. Faktor kesehatan
sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika
kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang
bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya
lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat
inderanya. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan
kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau
badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki,
patah tangan, lumpuh, dan lain-lain.18
17
Ade Sanjaya, http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/02/prestasi-belajar.html, Ahad, 9 Oktober, 2011, 12:48 PM
18
14 b) Faktor psikologis
(1) Intelegensi
Menurut Noehi Nasution dalam Syaiful Bahri
Djamarah, Kecerdasan mempunyai peranan yang sangat
besar dalam ikut menentukan berhasil atau tidaknya
seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu
program pendidikan dan pengajaran. Dan orang yang
cerdas biasanya akan lebih mampu belajar daripada orang
yang kurang cerdas.19
(2) Perhatian
Menurut Gazali yang dikutip oleh Slameto, perhatian
adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itupun
bertujuan semata-mata kepada suatu (benda/hal) atau
sekumpulan obyek.20 Jika bahan pelajaran tidak menjadi
perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia
tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik,
maka semua bahan pembelajaran, baik buku pelajaran,
media dibuat semenarik mungkin agar peserta didik
terfokus perhatiannya terhadap pelajaran.
(3) Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto menyatakan bahwa
bakat adalah capacity to learn. Dengan kata lain bakat
adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru
akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah
belajar atau terlatih.21
(4) Minat
Menurut Slameto minat adalah suatu rada lebih suka
dan rasa keterarikan pada sesuatu hal atau aktivitas, tanpa
19
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, hlm. 194 20
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, hlm. 56 21
15
ada yang menyuruh.22 Minat besar pengaruhnya terhadap
aktivitas belajar siswa, karena siswa yang memiliki minat
terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari dengan
sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.
(5) Motivasi
Motivasi merupakan proses yang menstimulasi
perilaku kita atau menggerakkan kita untuk
bertindak.23Menurut Slameto motivasi erat sekali
hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam
belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari
atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu
berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah
motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau
pendorongnya.24
(6) Kematangan
Menurut Slameto kematangan adalah sesuatu tingkah
atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat
tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru.
sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak
itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar
mengajar.25
(7) Kesiapan
Kesiapan menurut James Drever seperti yang dikutip
oleh Slameto adalah preparedness to respond or react,
artinya kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi.
Jadi, dari pendapat di atas diasumsikan bahwa kesiapan
siswa dalam proses belajar mengajar sangat
22
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, hlm. 191
23
Richard l. Arends, Learning To Teach Belajar untuk Mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hlm. 142.
24
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, hlm. 58 25
16
mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian
prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana
siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima
suatu mata pelajaran dengan baik.26
c) Faktor kelelahan
Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto sebagai berikut:27
“Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya
tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh.
Kelelahan jasmani terjadi karena ada substansi sisa pembakaran
di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian
tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus
karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat,
mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan
minat dan perhatian”.
Faktor Intern lain yang menyebabkan peserta didik
kesulitan berprestasi di sekolah juga dikemukakan oleh Singgih D
Gunarsa dalam bukunya Psikologi untuk Membimbing yaitu28:
a) Kurang berusaha untuk berkonsentrasi saat pembelajaran
b) Kurang melatih diri untuk menjawab/ menyelesaikan soal
c) Kurang banyak mengulang bahan pelajaran
d) Terlalu banyak kegiatan lain yang mendesak kegiatan belajar
e) Kurang dapat memahami penjelasan guru
f) Kurang cermat menangkap apa yang diterangkan guru secara
klasikal
g) Kemampuan intelektual yang rendah
26
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, hlm. 59 27
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, hlm. 59
28
17
h) Kurang dapat membagi waktu untuk belajar.
2) Faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern)
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar
dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga,
faktor sekolah dan faktor masyarakat.29
a) Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat
mempengaruhi dari keluarga antara lain:
(1) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya
terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas oleh
Wirowidjojo dalam Slameto mengemukakan bahwa
keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama. Dari pendapat di atas dapat dipahami betapa
pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya.
Cara orang mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap
belajarnya.
(2) Relasi antar anggota keluarga
Menurut Slameto bahwa yang penting dalam keluarga
adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi
anak dengan saudaranya atau dengan keluarga yang lain
turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah
apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras
atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.
(3) Keadaan ekonomi keluarga
Menurut Slameto bahwa keadaan ekonomi keluarga erat
hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang
belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya
makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain,
29
18
juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar,
meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.
(4) Suasana rumah
Suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang
sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada
dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising tidak akan
memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar.
b) Faktor sekolah
Faktor yang mempengaruhi prestasi blajar yang berasal
dari sekolah dapat berupa:
(1) Guru
Guru merupakan unsur terpenting dalam pendidikan.
Kehadiran guru mutlak diperlukan di dalamnya.30 Dalam
kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam
perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha
menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses
interaksi yang kondusif.
(2) Sarana dan Prasarana
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang
belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian,
dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku
pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium
sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain.
Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan
kondisi pembelajaran yang baik.31
(3) Kurikulum
Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan
kepada siswa, kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan
pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan
30
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, hlm. 185 31
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999),
19
mengembangkan bahan pelajaran itu. Slameto berpendapat
bahwa kurikulum yang tidak baik akan berpengaruh tidak
baik terhadap proses belajar maupun prestasi belajar siswa.32
c) Faktor Lingkungan Masyarakat.
(1) Kegiatan peserta didik dalam masyarakat
Kegiatan peserta didik dalam masyarakat dapat
menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya.33
Kegiatan peserta didik perlu dibatasi dan dipilih kegiatan
yang mendukung belajarnya.
(2) Media Massa
Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik
terhadap peserta didik dan juga terhadap belajarnya.
Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek
terhadap peserta didik.
(3) Teman bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul peserta didik
lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga.
Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap
diri peserta didik, begitu juga sebaliknya, teman bergaul
yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga.34
3. Perilaku Adaptive Help-Seeking
Perilaku diartikan sebagai aktivitas-aktivitas yang merupakan
manifestasi kehidupan psikis. Perilaku atau aktivitas merupakan jawaban
atau respons terhadap stimulus yang mengenainya.35
Dalam kamus lengkap psikology pengertian adaptive behaviour
(perilaku adaptif) diartikan sebagai tingkah laku yang membantu
seseorang untuk melakukan interaksi lebih efektif dengan lingkungan
32
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, hlm. 65
33
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, hlm. 70.
34
Slameto, Belaja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya r, hlm. 71.
35
20
sekitarnya.36 Sedangkan perilaku mencari bantuan dalam belajar
matematika adalah salah satu bentuk regulasi diri yang dilakukan peserta
didik untuk mengatasi kesulitan belajar matematika dengan memanfaatkan
orang lain. Jadi perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika
adalah salah satu bentuk regulasi diri yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan belajar matematika dengan memanfaatkan orang lain (dengan
cara meminta bantuan belajar secara adaptif).37 Tujuannya ia dapat
menyesuaikan diri (menyelesaikan masalah) tanpa bermaksud
menggantungkan tugasnya terhadap orang lain.
Mereka yang memiliki perilaku adaptive help-seeking
cenderung meminta petunjuk atau klarifikasi strategi dari pada meminta
jawaban. Tujuan mencari bantuan adaptif adalah menghasilkan perbaikan
kemampuan (kompetensi) untuk menyelesaikan (memecahkan) masalah
secara independen.38
Dari uraian di atas, perilaku adaptive help-seeking memiliki
beberapa indikator atau ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tujuan dari perilaku adaptive help-seeking adalah meningkatkan
kemampuan/kompetensi pemecahan masalah (matematika) secara
independen.
1) Kemampuan/kompetensi dalam Pemecahan Masalah Matematika
Adapun kompetensi dasar matematika menurut Asep Jihad
dalam Pengembangan Kurikulum Matematika (Tujuan Teoritis dan
Historis) adalah meliputi: pemahaman, pemecahan masalah,
penalaran, koneksi, dan komunikasi matematika.
Pemecahan masalah matematika dibagi menjadi dua ranah:
a) Sebagai pendekatan pembelajaran, digunakan untuk
menemukan dan memahami materi/ konsep matematik
36
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi trjmh Kartini Kartono, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 11
37
Yuli Darmawati, Adaptive Help-Seeking (Panduan bagi Guru untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika), hlm. 39
38
21
b) Sebagai tujuan agar peserta didik dapat:
(1) Merumuskan masalah dari situasi sehari-hari dan
matematik
(2) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai
masalah (sejenis atau masalah baru) dalam atau diluar
matematika
(3) Manjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalahan asal
(4) Menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk
masalah nyata
(5) Menggunakan matematika secara bermakna.39
Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan
keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan
beberapa kombinasi konsep dan keterampilan dalam satu situasi
baru atau situasi yang berbeda.40 Pemecahan masalah yang satu
mungkin akan sangat berguna dalam menghadapi langsung
masalah lain yang serupa.
Pada pemecahan masalah atau persoalan, peserta didik
seharusnya mengalihkan pengertian, ungkapan, dan cara kerja
kepada situasi atau keadaan yang berlainan dari apa yang telah
dipelajari. Dapat juga belajar dari pengertian dan ungkapan yang
telah dikenal melalui kombinasi, generalisasi, atau deduksi belajar
untuk memperoleh yang baru. Atau peserta didik untuk itu harus
mengkombinasikan dan membuat variasi sendiri dari cara kerja
yang telah ia ketahui. Yang sangat menentukan ialah kemampuan
untuk berprestasi atau menciptakan sesuatu dengan berpikir secara
mandiri (independen).41
39
Asep jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika , hlm. 168
40
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, hlm. 254
41
22
2) Sikap Independen yang Terwujud dalam Kepercayaan Diri
Selain dapat meningkatkan kompetensi matematika, hal yang
perlu dibahas adalah mengenai sikap independen dalam
menyelesaikan masalah yang menjadi tujuan dari perilaku adaptive
help-seeking. Dalam Kamus Lengkap Psikologi, Independen
(independence) diartikan sebagai suatu sikap yang ditandai dengan
adanya kepercayaan diri.42
Menurut Willis dalam Teori-Teori Psikologi, kepercayaan
diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi
suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan
sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain. Sedangkan Lauster
mendefinisikan kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup.
Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang berupa
keyakinan dan kemampuan diri seseorang sehingga tidak
terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak,
gembira, optimis, cukup toleran dan bertanggung jawab.
Kepercayaan diri berhubungan dengan kemampuan melakukan
sesuatu yang baik.43 Rasa percaya diri merupakan salah satu
kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh pada aktivitas fisik
dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri pada
umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat
dalam suatu aktivitas tertentu dimana pikirannya terarah untuk
mencapai sesuatu hasil yang diinginkan.44 Diharapkan peserta
didik akan dapat menyelesaikan masalah secara mandiri setelah
mendapatkan pengalaman yang diperolehnya saat meminta bantuan
adaptif dalam belajar matematika.
Aspek-aspek kepercayaan diri menurut Lauster yang dikutip
oleh Nur Gufron dan Rini Risnawati menyebutkan bahwa orang
42
JP Chalin, Kamus Lengkap Psikologi trjmh Kartini Kartono, hlm. 243
43
Nur Gufron dan Rini Risnawati, Teori-Teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 34
44
23
yang mempunyai kepercayaan diri yang positif adalah yang
disebutkan dibawah ini:
a) Keyakinan Kemampuan Diri
Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif
seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara sungguh akan apa
yang dilakukannya.
b) Optimis
Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang
yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal
tentang diri dan kemampuannya.
c) Objektif
Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu
sesuai dengan kebenaran yang semestinya. Bukan menurut
kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
d) Bertanggung jawab
Bartanggung jawab adalah kesediaan seseorang untuk
menanggung sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e) Rasional dan Realistis
Rasional dan realistis adalah analisis terhadap sesuatu
masalah, sesuatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan
pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan
kenyataan.45
Kepercayaan diri dan rasa takut merupakan dua hal yang
bertentangan, yang satu ada, yang lainnya menghambat. Bila
individu merasa takut maka individu tidak dapat mempercayai
pilihan dirinya sendiri. Sebaliknya, bila individu percaya pada diri
sendiri, maka tidak akan ada rasa takut pada pilihan yang dibuat.
Mempercayai diri sendiri membuat diri dapat bertindak penuh
keberanian, mempercayai gagasan dan kemampuan sendiri, jauh di
45
24
dalam lubuk hati tahu bahwa apa yang akan dikerjakan memang
sesuai dengan diri sendiri.46
Menurut Frenson, dalam jurnal yang ditulis oleh Florentina
Rika Susanti menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik dari
rasa percaya diri tinggi yaitu: menerima dan menghargai dirinya
sendiri maupun orang kain, optimis dan memiliki keyakinan akan
dirinya dan kemampuan yang dimiliki, tidak takut dan berani
mencoba melakukan hal-hal dalam situasi apapun, sportif dimana
bertanggung jawab dan menerima kekurangan dan kegagalan yang
dimilikinya, dengan dirinya, dengan lingkungan dan terakhir
adalah mandiri yaitu tidak selalau bergantung pada orang lain dan
tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain.47
b. Mencari bantuan hanya dilakukan ketika benar-benar membutuhkan
sebagai bentuk regulasi diri (Self Regulation).
1) Pengertian Regulasi Diri
Watson yang dikemukakan oleh Tri Wulan, berpendapat
bahwa regulasi diri (Self- Regulated) merupakan intruksi diri untuk
mengadakan perubahan pada perilaku seseorang.48 Regulasi diri
(Self-Regulation) adalah upaya individu untuk mengatur diri dalam
suatu aktivitas dengan mengikutsertakan kemampuan metakognisi,
motivasi, dan perilaku aktif. Pengelolaan diri bukan merupakan
kemampuan mental atau kemampuan akademik. Melainkan
bagaimana individu mengolah dan mengubah pada suatu bentuk
aktivitas.49
46
Florentina Rika Susanti, Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Sosial Peserta didik SMP Santa Maria Fatima, Jurnal Psiko-Edukasi, (vol. VI, No.1, Mei/2008), hlm. 21
47
Florentina Rika Susanti, Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Sosial Peserta didik SMP Santa Maria Fatima, hlm. 26
48
Tri Wulan Anita, Self Regulated Behaviour Pada Remaja Putri Yang Mengalami Obesitas, http://www.balispot.co.id/balipostcetak/2004/3/7/ce2.html , jum’at, 31 desember 2010, 9:35
49
25
Dalam proses pendidikan, intelektual atau intelegensi
menentukan perkembangan berpikir seseorang dalam hal belajar.
Intelektual atau daya pikir berkembang sejalan dengan
pertumbuhan saraf otak karena pikiran pada dasarnya menunjukan
fungsi otak. Diperjelas oleh John Anderson yang dikutip oleh
Baharuddin, “the result the sudy of cognitive psychology have
implications for improving intelectual performance”, peristiwa
belajar yang dialami manusia bukan semata masalah respon
terhadap stimulus (rangsangan) yang ada, melainkan adanya self
regulation dan self direction yang melakukan pengukuran dan
pengarahan diri yang dikontrol oleh otak.50 Peserta didik yang
dapat mengarahkan dirinya kearah yang positif akan lebih berhasil
dibandingkan dengan peserta didik yang lain. Dia akan berusaha
mengembangkan potensinya untuk dapat mengatasi masalahnya
secara mandiri, meskipun dimulai dengan meminta bantuan.
2) Aspek-aspek pengelolaan diri (self-regulation):
a) Metakognitif
Matlin yang dikutip oleh Nur Gufron dkk
mengungkapkan bahwa metakognisi adalah pemahaman dan
kesadaran tentang proses kognitif atau pikiran tentang berpikir.
Ia mengatakan bahwa pengetahuan seseorang tentang
kognisinya dapat membimbing dirinya mengatur atau menata
peristiwa yang akan dihadapi dan memilih strategi yang sesuai
agar dapat meningkatkan kinerja kognitifnya ke depan. Dalam
Nur Gufron dkk, Zimmerman dan Pons menambahkan bahwa
poin metakognitif bagi individu yang melakukan pengelolaan
diri adalah individu yang merencanakan, mengorganisasi,
mengukur diri, dan mengintruksikan diri sebagai kebutuhan
selama proses perilakunya.51
50
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembagan, hlm. 119
51
26
Menurut Preisseisen yang dikutip oleh Martinis Yamin
Metakognisi meliputi empat keterampilan, yaitu:52
(1) Keterampilan pemecahan masalah (problem solving):
keterampilan individu dalam menggunakan proses
berfikirnya untuk memecahkan masalah melalui
pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi, menyusun
berbagai alternatif pemecahan, dan memilih pemecahan
yang paling efektif.
(2) Keterampilan pengambilan keputusan (decision making):
keterampilan individu dalam menggunakan proses
berfikirnya untuk memilih suatu keputusan yang baik dari
beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi,
perbandingan kebaikan dan kekurangan dari setiap
alternatif, analisis inforasi, dan pengambilan keputusan
yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional.
(3) Keterampilan berfikir kristis (critical thinking):
keterampilan individu dalam menggunakan proses
berfikirnya untuk menganalisa argumen dan memberikan
interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional,
analisis asumsi dan bias dari argumen, dan interpretasi yang
logis.
(4) Keterampilan berfikir kreatif (creative thinking):
keterampilan individu dalam menggunakan proses
berfikirnya untuk menghasilkan gagasan yang baru,
konstruktif berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
yang rasional maupun persepsi, dan intuisi individu.
b) Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau
organisme yang mendorong perilaku atau arah tujuan.53 Mc.
52
27
Donald dalam Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa
motivasi merupakan suatu perubahan energi di dalam pribadi
seseorang yang di tandai dengan timbulnya afektif (perasaan)
dan reaksi untuk mencapai tujuan.54
Syaiful Bahri Djamarah juga menjelaskan mengenai
prinsip-prinsip motivasi belajar antara lain:55
(1) Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong
aktivitas belajar
(2) Motivasi intrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik
dalam belajar
(3) Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman
(4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan belajar
(5) Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar
(6) Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar
c) Perilaku
Dijelaskan dalam buku Teori-teori Psikologi
Zimmerman dan Schank mengatakan bahwa perilaku
merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi,
dan memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang
mendukung aktivitasnya.56
Sedangkan menurut Bandura yang dikutip oleh Hamzah B
Uno ada tiga proses untuk mewujudkan regulasi diri (self
regulation), yaitu (1) observasi diri, yakni saat seseorang
mengobservasi perilakunya; (2) keputusan, yakni saat seseorang
melakukan keputusan apakah perilakunya sesuai dengan tujuan
53
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Edisi V hlm. 240 54
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, hlm. 148 55
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, hlm. 152
56
28
yang ditetapkan; (3) respon diri, yakni saat seseorang memberikan
respon kepada dirinya berdasarkan keputusan yang diambil.57
Dalam jurnal yang berjudul How Self-Regulated Learners
Cope with Academic Difficulty: The Role of Adaptive
Help-Seeking, dijelaskan bahwa kompetensi khusus dan sumber motivasi
yang merupakan bentuk regulasi diri yang diperlukan untuk
mencari bantuan adaptif adalah:
a) Kompetensi Kognitif (yakni mengetahui kapan bantuan
diperlukan, mengetahui bahwa orang lain dapat membantu,
mengetahui bagaimana mengajukan pertanyaan agar
benar-benar dapat memperoleh jawaban yang dibutuhkan)
b) Kompetensi Sosial (yakni mengetahui siapa orang terbaik yang
dapat dimintai bantuan, mengetahui bagaimana melaksanakan
permohonan meminta bantuan dengan cara yang tepat)
c) Motivasi Pribadi (yakni tujuan pribadi, kepercayaan diri, dan
perasaan yang terkait dengan toleransi untuk kesulitan tugas,
kesediaan untuk mengekspresikan diri kepada orang lain saat
butuh bantuan, dan perasaan personal)
d) Motivasi kontekstual (yaitu faktor kelas seperti tujuan kelas,
sistem penilaian, kegiatan kolaborasi, interaksi murid dan guru,
serta kesediaan guru untuk memfasilitasi murid dalam
memberikan bantuan).58
c. Mencari bantuan yang berkaitan dengan proses dalam pemecahan
masalah matematika.
Pemecahan masalah matematika adalah proses yang
menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan
masalah yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui
tahap-tahap pemecahan masalah.
57
Hamzah B Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pmbelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 217
58
29
Tahap-tahap proses pemecahan masalah dalam bukunya yang
berjudul How to Solve It, Polya mengembangkan empat tahap proses
pemecahan masalah yang kira-kira serupa dengan langkah-langkah
berikut ini:
1) Memahami Masalah
a) Dapatkah Anda menyatakan masalah dalam kata-kata sendiri?
b) Apa yang akan anda cari atau coba kerjakan?
c) Apa yang anda tidak anda ketahui?
d) Informasi apa yang Anda dapatkan dari masalah yang
dihadapi?
e) Jika ada, informasi apa yang tidak tersedia atau tidak
diperlukan?
2) Merencanakan Penyelesaian Masalah
Walaupun bukan merupakan keharusan, strategi berikut ini
sangatlah berguna dalam proses pemecahan masalah.
a) Mencari pola.
b) Menguji masalah yang berhubungan serta menentukan apakah
teknik yang sama bisa diterapkan atau tidak.
c) Menguji kasus khusus atau kasus lebih sederhana dari masalah
yang dihadapi untuk memperoleh gambaran lebih baik tentang
penyelesaian masalah yang dihadapi.
d) Membuat sebuah tabel.
e) Membuat sebuah diagram.
f) Menulis suatu persamaan.
g) Menggunkan strategi tebak-periksa.
h) Bekerja mundur.
i) Mengidentifikasi bagian dari tujuan keseluruhan.
a) Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah
1) Melaksanakan strategi sesuai dengan yang direncakan pada
30
2) Melakukan pemeriksan pada setiap langkah yang dikerjakan.
Langkah ini bisa merupakan pemeriksaan secara intuitif atau
bisa juga berupa pembuktian secara formal.
3) Upayakan bekerja secara akurat.
b) Pemeriksaan Kembali
1) Periksa hasilnya pada masalah asal (Dalam kasus tertentu, hal
seperti ini perlu pembuktian).
2) Interpretasikan solusi dalam konteks masalah asal. Apakah
solusi yang dihasilkan masuk akal?
3) Apakah ada cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut?
4) Jika memungkinkan, tentukan masalah lain yang berkaitan
atau masalah lebih umum lain dimana strategi yang digunakan
dapat bekerja.59
4. Perilaku Adaptive Help-Seeking sebagai Upaya Peserta Didik untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Seperti diketahui belajar itu sangat kompleks. Hasil belajar atau
prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kecakapan dan
ketangkasan belajar berbeda secara individual. Maka dari itu, semua
peserta didik tidak bisa diperlakukan sama. Dengan demikian, guru (atau
orang tua) dapat membantu peserta didik secara individu dengan memberi
petunjuk-petunjuk umum tentang cara belajar yang efisien serta diberikan
bimbingan sewaktu mereka belajar.60 Hal ini akan memberikan dampak
yang baik bagi perkembangan anak dimana dia dapat belajar secara efisien
tanpa banyak membuang waktu untuk memikirkan hal yang benar-benar
belum diketahuinya.
Kesulitan dalam mengerjakan tugas cepat ataupun lambat pasti
akan dialami oleh peserta didik, Terlebih dalam pembelajaran matematika.
Karakteristik matematika yang telah dibahas sebelumnya mengakibatkan
pesera didik ditingkat MI/SD masih sangat membutuhkan bimbingan
59Pemecahan Masalah
http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf, Jumat, 1 april 2011 (11.03)
60Slameto
31
dalam belajar. Dalam menyelesaikan permasalahan matematika banyak
sekali hal/ informasi yang harus diketahui terlebih dahulu (prasyarat dalam
belajar). Jika peserta didik merasa kesulitan dalam menyelesaikannya
(karena kurang informasi atau belum memahami konsep dan prinsip),
maka tidak menutup kemungkinan dia akan bertanya kepada orang yang
dianggap lebih mengetahuinya.
Peserta didik yang memiliki perilaku adaptive help-seeking,
memiliki tujuan atau motivasi untuk meningkatkan kemampuannya dalam
memecahkan masalah. Sebagaimana prinsip-prinsip motivasi yang
diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah yang mengatakan motivasi akan
melahirkan prestasi, terlebih motivasi yang berasal dari dalam (intrinsik).
Peserta didik yang memiliki perilaku adaptive help-seeking hanya akan
meminta bantuan jika benar-benar membutuhkan saja dan tujuannya agar
saat menemui kesulitan yang serupa, dia akan dapat menyelesaikannya
secara mandiri. Berbeda dengan peserta didik yang memiliki perilaku
maladaptif yang hanya meminta bantuan untuk melengkapi tugasnya saja
tanpa berniat untuk dapat menguasai kompetensi. Dengan demikian dia
akan tetap membutuhkan bantuan saat mengalami kesulitan yang sama.
Ketika mendapat kesulitan, individu dengan tujuan penguasaan,
mengembangkan pola respon yang adaptif, seperti bertahan atau
meningkatkan usaha.61 Pada saat itulah guru maupun orang tua diharapkan
mampu memberikan bantuan yang maksimal kepada peserta didik, dengan
demikian akan membantu peserta didik mengembangkan pengetahuannya
serta kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan yang akan
dihadapinya secara mandiri baik yang sifatnya serupa atau dengan
tingkatan lebih tinggi. Kepercayaan diri peserta didik dalam
menyelesaikan masalah matematika akan meningkat sejalan dengan
pengalamannya dalam memecahkan masalah matematika yang diperoleh
saat meminta bantuan adaptif dalam belajar matematika. Maka bisa
61
32
dipastikan prestasi belajar peserta didik juga akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya kemampuan dalam memecahkan masalah.
Uraian di atas dapat diperjelas dengan bagan di bawah ini:
Dengan demikian, penelitian kali ini ingin mengungkapkan Apakah
perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika berpengaruh
terhadap prestasi belajar matematika peserta didik kelas VI Madrasah
Ibtidaiyah Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dibangun di atas, maka
dirumuskanlah suatu hipotesis yaitu:
Perilaku adaptive help-seeking dalam belajar matematika berpengaruh
positif terhadap prestasi belajar peserta didik kelas VI Madrasah
Ibtidaiyah Matholi’un Najah Sinanggul Mlonggo Jepara
Perilaku AHS
Meminta bantuan saat membutuhkan
Bantuan dari orang lain
Memecahkan masalah
Kemampuan memecahkan masalah meningkat