• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI LINIEARITAS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UJI LINIEARITAS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UJI LINIEARITAS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIIJAU (RTH) DI PERKOTAAN

Andi Sumarlin_163060027

Mahasiswa Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota,Universitas Pasundan,

Sumarlinandi4611@gmail.com

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota – Universitas Pasundan Bandung

JL.Dr.Setiabudhi No.193,Kota Bandung

1.PENDAHULUAN

Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup rumit untuk diatasi. Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan samping di ruas-ruas jalan tertentu.

(2)

kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.

2.KAJIAN TEORI 2.12 PERKOTAAN

Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dbgan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.

Sebuah kota tidak hanya merupakan pemukinan khusus tetapi merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan setiap kota menunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing.

Ruang Terbuka Hijau

Secara historis pada awalnya istilah ruang terbuka hijau hanya terbatas untuk vegetasi berkayu (pepohonan) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan manusia. Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut :

 ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space);

(3)

 ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways);

 ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan Bandar Udara.

Berdasarkan fungsi dan luasan, ruang terbuka hijau dibedakan atas :

 Ruang terbuka makro, mencakup daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara;

 Ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, Tempat Pemakaman Umum (TPU);

 Ruang terbuka mikro, mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan (community park).

Haryadi (1993) membagi sistem budidaya dalam ruang terbuka hijau dengan dua sistem yaitu sistem monokultur dan sistem aneka ragam hayati. Sistem monokultur hanya terdiri dari satu jenis tanaman saja, sedang sistem aneka ragam hayati merupakan sistem budidaya dengan menanam berbagai jenis tanaman (kombinasi antar jenis) dan dapat juga kombinasi antar flora dan fauna, seperti perpaduan antaran taman dengan burung-burung merpati. Banyak pendapat tentang luas ruang terbuka hijau ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota.

Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase ruang terbuka hijau yang harus ada di kota adalah 50% dari luas kota atau kalau kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, menyatakan bahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu orang adalah 1,8 m2. Jadi ruang terbuka hijau walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika ruang terbuka hijau akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan secara proporsional.

(4)

perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi dan ke-inginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan perkembangan kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran RTH fungsi-onal ini.

Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan. Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya.

.

2.2 Ruang Terbuka Hijau

Secara historis pada awalnya istilah ruang terbuka hijau hanya terbatas untuk vegetasi berkayu (pepohonan) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan manusia. Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut :

 ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space);

 ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain);

(5)

 ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan Bandar Udara.

Berdasarkan fungsi dan luasan, ruang terbuka hijau dibedakan atas :

 Ruang terbuka makro, mencakup daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara;

 Ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, Tempat Pemakaman Umum (TPU);

 Ruang terbuka mikro, mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan (community park).

Haryadi (1993) membagi sistem budidaya dalam ruang terbuka hijau dengan dua sistem yaitu sistem monokultur dan sistem aneka ragam hayati. Sistem monokultur hanya terdiri dari satu jenis tanaman saja, sedang sistem aneka ragam hayati merupakan sistem budidaya dengan menanam berbagai jenis tanaman (kombinasi antar jenis) dan dapat juga kombinasi antar flora dan fauna, seperti perpaduan antaran taman dengan burung-burung merpati. Banyak pendapat tentang luas ruang terbuka hijau ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota.

Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase ruang terbuka hijau yang harus ada di kota adalah 50% dari luas kota atau kalau kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, menyatakan bahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu orang adalah 1,8 m2. Jadi ruang terbuka hijau walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika ruang terbuka hijau akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan secara proporsional.

(6)

mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi dan ke-inginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan perkembangan kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran RTH fungsi-onal ini.

Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan. Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya.

Teknis Perencanaan RTH

Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu

a. Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:

1) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah

2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pela-yanan lainnya)

3) Arah dan tujuan pembangunan kota RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat.

B .Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH

c. Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.

Menurut Correa, (1988), dalam penelitian dikatakan bahwa apabila RTH diabstraksikan kebutuhan akan hal-hal yang bersifat sosial tercermin di dalam 4 (empat) unsur utama, yaitu :

a.Ruang keluarga yang digunakan untuk keperluan pribadi b.Daerah untuk bergaul/ sosialisasi dengan tetangga c.Daerah tempat pertemuan warga

(7)

3. UJI LINEARITAS

Uji linieritas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui status linier tidaknya suatu distribusi data penelitian. Hasil yang diperoleh melalui uji linieritas akan menentukan teknik-teknik analisa yang akan digunakan bisa digunakan atau tidak. Apabila dari hasil uji linieritas didapatkan kesimpulan bahwa distribusi data penelitian dikatagorikan linier maka data penelitian dapat digunakan dengan metoda-metoda yang ditentukan (misalnya analisa regresi linier). Demikian juga sebaliknya apabila ternyata tidak linier maka distribusi data harus dianalisis dengan metoda lain Langkah yang harus dilakukan untuk melakukan uji linieritas adalah membuat pengelompokan skor predictor yang nilainya sama menjadi satu kelompok data dengan tetap memperhatikan pasangan data pada masing-masing criteria. Pada uji linieritas yang diharapkan adalah harga F empiric yang lebih kecil dari F teoritik, yang berarti bahwa dalam distribusi data yang diteliti memiliki bentuk yang linier, dan apabila F empiric lebih besar dari F teoritiknya maka berarti distribusi data yang diteliti adalah tidak linier.

4.Hasil dan Pembahasan

a. Signifikasi

Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05.

b. Dasar Pengabilan Keputusan

 Melihat nilai signifikansi pada output SPSS: jika nilai signifikansi lebih

besar dari 0,05, maka kesimpulannya adalah terdapat hubungan linear secara signifikan antara variabel predictor (x) dan variabel kriterium (y). Begitupun sebaliknya.

(8)

a. Tahapan Pengerjaan

Berikut merupakan langkah-langkah dalam menggunakan Uji Linearitas pada SPSS, diantaranya:

1. Buka SPSS

2. Klik Variabel View, kemudian pada bagian Name tulis saja Pergerakan, kemudian di baris selanjutnya Pendapatan, pada kolom Type ubah menjadi Numeric.

3. Kemudian pindahkan ke bagian Data View dan lengkapi data seperti gambar di bawah ini.

(9)
(10)

6. Selanjutnya klik Options, pada Statistics for First Layer, pilih Test of Linearity, kemudian klik Continue.

(11)

Dalam pengambilan keputusan, dapat dilihat dari nilai Signifikansi dan nilai Fhitung pada Tabel Anova. Maka dapat dilihat 2 pertimbangan :

a) Berdasarkan Nilai signifikansi : dari output diatas, diperoleh nilai signifikansi = 0,904 lebih besar dari 0,05 yang artinya terdapat hubungan linear secara signifikan antara variable ketersediaan lahan dengan variable ketersediaan ruang terbuka hijau.

b) Melihat Nilai F : dari output diatas, diperoleh nilai Fhitung = 0,342

lalu kita lihat nilai Ftabel = 3,163. Karena Nilai Fhitung < Nilai Ftabel,

(12)

3,163

5.Daftar Pustaka

http://febryaristian.blogspot.co.id/2011/06/makalah-tentang-ruang-terbuka-hijau.html

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

[r]

Salah satu metode pengendalian kinerja proyek yang lebih progresif untuk digunakan adalah metode Earned Value, metode ini dapat memberikan informasi mengenai

Saat bentang 40 m ini dibebani dengan beban lalu lintas yang semakin meningkat akan mengakibatkan terjadinya lendutan yang cukup besar pada jembatan sehingga

Ingat yang dihafal bukan ceritanya tetapi alur cerita nama-nama surah Al-Qur’an (dalam terjemah) yang tertulis dengan huruf tebal dan kapital1. Seperti; PEMBUKAAN, SAPI BETINA

dekatan aljabar max-plus dalam sistem even diskrit dinamik adalah karena plus dapat menangani dengan mudah proses sinkronisasi (Braker, 1990). Pendekatan dengan aljabar

untuk tiap pilihan jawabannya adalah sebagai berikut :4; Sangat setuju, 3; Setuju, 2; Tidak setuju, 1; Sangat tidak setuju. Selanjutnya mahasiswa diberi angket yang

Kecepatan arus ini juga mempengaruhi elevasi permukaan yang terjadi di Pulau Parang Kumbang, pergerakan massa air yang melalui pulau pada saat pasang Purnama