TINJAUAN PUSTAKA
Karekteristik Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sumber air
pengairannya tergantung atau berasal dari curahan hujan tanpa adanya
bangunan-bangunan irigasi permanen. Hasil padi di lahan sawah tadah hujan biasanya lebih
tinggi dibandingkan dengan di lahan kering (gogo), karena air hujan dapat
dimanfaatkan dengan lebih baik (tertampung dalam petakan sawah). Lahan sawah
tadah hujan umumnya tidak subur (miskin hara), sering mengalami kekeringan,
dan petaninya tidak memiliki modal yang cukup, sehingga agroekosistem ini
disebut juga sebagai daerah miskin sumber daya (Pirngadi dan Mahkarim, 2006)
Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara untuk tanaman padi.Pada saat
tanah sawah tergenang, oksigen yang terdapat dalam pori-pori tanah dan air
dikonsumsi oleh mikroba tanah, sehingga menyebabkan terjadinya keadaan
anaerob. Menurut Prasetyo, dkk (2004) Penggenangan tersebut mengakibatkan
perubahan-perubahan kimia tanah sawah antara lain:
• Penurunan kadar oksigen dalam tanah
• Penurunan potensial redoks
• Perubahan pH tanah
• Reduksi besi (Fe) dan mangan (Mn)
• Peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen
Ketersediaan unsur pada tanah sawah berkaitan dengan distribusi oksigen
pada lapisan olah. Pada saat tanah digenangi air, pertukaran udara yang terjadi
antara tanah, air, dan udara menjadi terhenti dan oksigen dari udara masuk ke
dalam tanah melalui genangan air dengan proses difusi. Laju difusi oksigen
tersebut adalah sangat rendah, yaitu 10 ribu kali lebih lambat dari pada melalui
pori yang berisi udara, sehingga keadaan tanah menjadi anaerob. Oksigen yang
terdapat dalam pori-pori tanah dan air dikonsumsi oleh jasad mikro tanah untuk
respirasi. Pada saat itu pula, kegiatan mikroba tanah aerob segera diganti oleh
mikroba tanah anaerob yang menggunakan energi dari senyawa-senyawa yang
mudah tereduksi seperti NO3-, SO42-, Fe3+, dan Mn4+. Senyawa-senyawa tersebut
segera direduksi menjadi S2- (sulfida), NO2- (nitrit), dan Mn2+ (mangano), dan
Fe2+ (ferro). Pada tanah dengan kadar besi tinggi, ion Fe2+ (ferro) yang larut dalam
air dapat meracuni tanaman. Pengaruh positif yang menguntungkan pada sistem
sawah, seperti yang dijelaskan oleh adalah terjadinya perubahan pH tanah menjadi
sekitar netral (6,5 – 7,50), ketersediaan beberapa unsur hara seperti N, P, K, Fe,
Mn, Si, dan Mo. Pengaruh yang merugikan adalah menurunnya kadar S, Zn, Cu
yang terikat pada sulfida yang mengendap dan hilangnya NO3- karena
denitrifikasi. pada tanah tereduksi, ketersediaan K menjadi meningkat karena
adanya pertukaran ion K di komplek jerapan oleh ion-ion Fe2+ dan Mn2+.
Meningkatnya unsur hara P, disebabkan oleh reduksi ion Fe3+ menjadi ion Fe2+
memperhatikan perubahan perilaku hara nitrogen pada lahan sawah agar
pemupukan lebih efisien (Prasetyo, dkk, 2004).
Unsur Hara Nitrogen (N)
Pertanian padi sawah sangat tergantung pada ketersediaan N dalam tanah.
Nitrogen adalah komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida,
dan klorofil. Zat tersebut memicuh pertumbuhan (meningkatkan tinggi tanaman
dan jumlah anakan), meningkatkan luas daun, dan meningkatkan kandungan
protein beras. Kekurangan N menyebabkan anakan pada tanaman padi menjadi
sedikit, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun hijau kekuning-kunungan.
Sepanjang periode pertumbuhan, tanaman memerlukan unsur N, namun yang
paling banyak diperlukan antara awal sampai pertengahan pembentukan anakan
(midtillering) dan tahap awal pembentukan malai. Suplai nitrogen selama proses
pemasakan diperlukan untuk memelihara fotosintesis selama pengisian biji dan
meningkatkan kadar protein dalam biji (Dobermann and Fairhurst, 2000).
Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat
(NO3-). Pupuk nitrogen yang diberikan pada tanaman padi sawah akan mengalami
berbagai proses trasformasi. Hal ini menyebabkan pemanfatan pupuk
Nitrogen oleh tanaman padi sawah jarang melampaui 30-40%. Menurut
Dobermann and Fairhurst (2000), Sekitar 60-70% aplikasi pupuk N kemungkinan
hilang dalam bentuk gas N, terutama karena volatelisasi dan Denitrifikasi NO3.
Proses trasformasi pupuk nitrogen N padah tanah sawah tergantung dari cara
pemberiannya. Apabila pupuk N diberikan pada tanah sawah dengan cara
dijumpai dalam bentuk NH4+ terlarut. Sebagian dari NH4+ terlarut akan teradsorpsi
(NH4+ teradsorpsi) dan terfiksasi (NH4+ terfiksasi). Teradsorpsi NH4+ dan
terfiksasi NH4+ dapat diserap oleh akar padi (Abdulrachman, dkk, 2009).
Sebagian besar N tanah berupa N organik baik yang terdapat dalam bahan
organik tanah maupun fiksasi N oleh mikroba tanah dan hanya sebagian kecil
(2-5%) berupa N anorganik yaitu NH4+ dan NO3- serta sedikit NO2-. Pada tanah
tergenang N merupakan hara yang tidak stabil karena adanya proses mineralisasi
bahan organik (amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi) oleh mikroba tanah
tertentu. Pada lapisan atas dimana oksigen masih cukup, proses mineralisasi akan
menghasilkan NO3-. Mineralisasi bahan organik.
Amonifikasi Denitrifikasi
N –organik NH4+ NO3-
O2
Sedangkan pada lapisan dibawahnya yang sifatnya reduktif (tanpa oksigen) maka
asimilasi akan berhenti sampai amonifikasi yaitu terbentuknya NH4+. Nitrat
(NO3-) yang terbentuk di lapisan atas (lapisan oksidasi) sebagian akan berdifusi ke
lapisan reduksi dan selanjutnya akan terjadi proses denitrifikasi, terbentuknya gas
N2O atau N2 yang hilang ke udara. Selain melalui proses denitrifikasi NO3-,
kehilangan N juga terjadi pada lapisan air yang pH nya tinggi melalui proses
volatilisasi NH3+. Oleh karena itu pemupukan N harus diberikan ke dalam lapisan
reduksi dengan beberapa kali pemberian untuk mengurangi kehilangan N
Fungsi utama dari unsur fosfor dalam tanaman padi adalah untuk
menyimpan dan mentransfer energi serta mempertahankan integritas membran.
Unsur P bersifat mobil dalam tanaman dan memicu pembentukan anakan,
perkembangan akar, serta mempercepat pembungaan dan pemasakan. Kekurangan
unsur P menyebabkan tanaman padi menjadi kerdil, anakan sedikit,
dan kualitas gabah rendah karena banyak proporsi gabah hampa
(Dobermann and Fairhurst, 2000).
Pertambahan fosfor ke dalam tanah hanya bersumber dari defosit atau
pelapukan batuan dan mineral yang mengandung fosfat seperti mineral apatit.
Ketersediaan fosfor di dalam tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri bahan
induk tanah, serta bagaimana pengelolaan tanah itu oleh manusia. Oleh karena itu
kandungan fosfor di dalam tanah hanya bersumber dan ditentukan
oleh banyak sedikitnya cadangan mineral fosfor dan tingkat pelapukannya
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Unsur hara P diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortho fosfat, terutama
H2PO4- dan HPO4-2. Serapan P oleh akar tanaman hanya melelui mekanisme
intersepsi akar, difusi dalam jarak pendek (0,02 cm) dan aliran massa, sehingga
efisiensi P umumnya sengat rendah hanya sekitar 10-25 % dari jumlah pupuk
yang diberikan (Dobermann and Fairhurst, 2000). Pupuk P yang tidak diserap
tanaman hanya sedikit yang hilang tercuci bersama air perkolasi. Sejalan dengan
waktu, sebagian besar menjadi P nonlabil yang tidak tersedia bagi tanaman,
terfiksasi Al-P dan Fe-P pada tanah masam dan sebagai Ca-P paada tanah Alkalis
Menurut Prasetyo, dkk (2004) meningkatnya ketersediaan P pada awal
penggenangan disebabkan oleh:
(a) Reduksi FePO.2H2O menjadi Fe(PO4)2.8H2O
(b) Desorpsi akibat reduksi Fe3+ menjadi Fe2+
(c) Hidrolisis FePO4 dan AlPO4 pada tanah masam
(d) Pelepasan occluded P (P-tersemat)
(e) Pertukaran ion.
Program intensifikasi telah dilaksanakan pemerintah melalui program
Bimas, Inmas, Insus dan Supra Insus, sejak akhir tahun enam puluhan. Takaran
pupuk N, P dan K yang digunakan cukup tinggi. Sebagai akibat pemupukan fosfat
terus menerus dalam jangka waktu lama, diduga pada beberapa lokasi sawah
intensifikasi di Jawa telah terjadi akumulasi P dalam tanah, karena sebagian besar
pupuk P yang diberikan terikat dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan
efisiensi pupuk fosfat pada tanah sawah sangat rendah, hanya sekitar 10-25% dari
jumlah pupuk yang diberikan (Dobermann and Fairhurst, 2000). Penelitian status
hara P pada lahan sawah intensifikasi dan kalibrasinya telah dilaksanakan oleh
Pusat Penelitian Tanah (Puslittan) di Jawa sejak tahun 1987. Hasil evaluasi
kebutuhan P untuk padi sawah tahun 1987/1988 selama 2 musim tanam pada
lahan intensifikasi, menunjukkan bahwa sebagian besar lahan sawah di Jawa dan
Madura yang berstatus P sedang sampai tinggi tidak tanggap terhadap pemupukan
fosfat. Takaran pemupukan untuk lahan sawah berstatus P tinggi dan sedang dapat
diturunkan masing-masing menjadi 50% dan 75% dari takaran anjuran
Status hara tanah dapat dibuat bila telah disusun kriteria klasifikasi status
hara berdasarkan hasil-hasil penelitian uji tanah, mulai dari penjajagan hara, studi
korelasi kalibrasi sampai penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian uji tanah yang
telah dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat
(Puslitbangtanak) menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak HCl 25% untuk
penetapan P potensial mempunyai korelasi yang baik dengan hasil tanaman padi
sawah (Nursyamsi, dkk, 1994). Hal ini didukung oleh Supardi, dkk ( 1993)
melaporkan dari pemilihan etraksi P tanah sawah, diperoleh HCl 25% sebagai
pengekstrak terbaik.
Kadar P dalam tanah 20 mg P2O5 (100 g)-1 tanah merupakan batas kritis
untuk tanaman padi sawah. Berdasarkan hasil penelitian ditetapkan bahwa tanah
yang mempunyai kadar <20 mg P2O5 (100 g)-1, 20 – 40 mg P2O5 (100 g)-1, dan
>40 mg P2O5 (100 g)-1 tanah termasuk kelas rendah, sedang, dan tinggi
(Sofyan et al, 2004).
Unsur Hara Kalium
Unsur Kalium merupakan hara ketiga yang dibutuhkan tanaman padi
dalam jumlah yang cukup besar setelah N dan P. Sehingga jika kekurangan unsur
K maka produksi akan menurun. Unsur K memiliki peranan yang penting dalam
tanaman padi, diantaranya adalah berfungsi dalam metabolisme karbohidrat,
metabolisme nitrogen dan sitesa protein, menetrelisasi asam asam organik yang
penting bagi proses fisiologi, mengatur bebagai aktifitas unsur mineral,
mengaktifkan bebagai enzim (invertase, peptase, diatase, dan katalase)
menjaga tekanan turgor dalam tanaman, menambah resisten tanaman terhadap
serangan hama dan penyakit. Tanaman yang kekurangan K, ujung daun berubah
menjadi kekunin gangejala mulai tampak mulai dari ujung daun kemudian
kepinggir daun hingga kebagian dasar daun hingga daun menjadi berwarna coklat.
(Dobermann and Fairhurst, 2000).
Sumber Kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral
yang mengandung K seperti mineral mika, biotit atau muskofit. Mineral tersebut
apabila terlapuk melepaskan K kelarutan tanah atau terjerapan tanah dalam bentuk
K-tukar. Letak Kalium dalam koloid umumnya dalam permukaan dakhil (internal
surface) yang sering diduduki oleh ion Mg2+, Fe3+, Al3+ dan molekul H2O.
Perubahan mineral karena pelepasan K dari mika menjadi montmorilonit sebagai
berikut:
Mika Hidratmik Ilit Mineral Transisi Vermikulit/Montmorilonit
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Kalium (K) merupakan hara mobil, diserap tanaman dalam bentuk ion K+
dari larutan tanah. Dalam tanah K yang terdapat dalam larutan tanah berada dalam
bentuk keseimbangan dengan K yang diadsorpsi liat. Penurunan Eh akibat
penggenangan akan menghasilkan Fe2+ dan Mn2+ dalam jumlah besar yang dapat
menggantikan K yang diadsorpsi liat sehingga K dilepaskan ke dalam larutan dan
tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu penggenangan dapat meningkatkan
ketersediaan K tanah (Prasetyo, dkk, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan tingkat ketersediaan hara K bervariasi,
bergantung pada kedalaman lapisan olah tanah, pemupukan dan pola tanam. K
bunga, kemudian menurun pada saat panen. Aplikasi pupuk kandang dan
pengembalian sisa tanaman mengurangi kehilangan karena pencucian hara akibat
curah hujan, menahan air pada palawija, dan meningkatkan produktivitas tanah. K
dapat dipertukarkan dan serapan K oleh tanaman menunjukkan berkorelasi positif
pada tahun pertama sampai ketiga, namun tidak ada korelasi pada tahun keempat
dan kelima karena curah hujan tinggi (Tirtoutomo, et al, 2000).
Ketersediaan unsur K dalam tanah mempengaruhi rencana penggunaan
pupuk pada budidaya tanaman padi sawah. Karena itu penetapan kandungan unsur
K di dalam tanah merupakan kebutuhan pokok dalam menduga respon
pertumbuhan tanaman akibat pemupukan K. Untuk mengetahui ketersediaan
unsur K di dalam tanah perlu digunakan ekstraksi yang memiliki respon terbaik
terhadap serapan K dan produksi tanaman padi. Suyono, dkk (1990) melaporkan
bahwa ekstraksi NH4OAc 1 N pH 7 merupakan ekstraksi terbaik dalam menduga
kandungan K tanah pada lahan sawah, karena hampir semua jenis tanah
berkolerasi nyata dengan serapan dan hasil gabah tanaman padi.
Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang, salah satunya unsur hara, antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu). Untuk setiap 1 ton gabah (GKG) dari pertanaman padi dihasilkan 1,5 ton jerami
yang mengandung 9 kg N, 2 kg P, 25 kg K, 2 kg Si, 6 kg Ca dan 2kg Mg (Makarim, dkk, 2007).
Batas kritis K-dd berkisar antara 0,20-0,40 cmol K/kg, bergantung pada
jenis tanaman, tanah, dan lingkungannya. Tanaman sangat respons terhadap
0,20-0,40 cmol K/kg, dan tidak respons jika nilai K-dd > 0,40 cmol K/kg
(Aljabri, 2007).
pH Tanah Sawah
Penggenangan pada tanah sawah mengakibatkan terjadinya peningkatan
pH tanah mendekati netral pada tanah masam dan menurunkan pH mendekati
netral pada tanah basa/alkalis. Pada saat penggenangan. pH tanah akan menurun
selama beberapa hari pertama hingga mencapai titik minimum, setelah beberapa
minggu kemudian pH akan meningkat kembali untuk mencapai nilai pH netral
yaitu sekitar 6,7–7,2. Penurunan pH awal disebabkan oleh akumulasi CO2 dan
terbentuknya asam organik. Kenaikan pH berikutnya ditentukan oleh, pH awal
dari tanah, macam dan kandungan komponen tanah teroksidasi terutama besi dan
mangan, serta macam dan kandungan bahan organik (Prasetyo, dkk, 2004).
pH tanah pada tanah sawah sangat mempengaruhi ketersedian dari unsur
hara terutama unsur P. pada kondisi masam (pH< 5,5) P terfiksasi oleh Al dan Fe
membentuk Al-p dan Fe-P, sedang pada kondisi alkalis (pH >6,5) terfiksasi
sebagai Ca-P. Bentuk fiksasi P ini bersifat nonlabil (Abdulrachman, dkk, 2009).
Reaksi kemasaman (pH) air genangan tanah sawah dipengaruhi oleh
konsentrasi karban dioksida (CO2) dalam air. Jika kadar CO2 dalam air berada
pada titik kesetimbangan dengan kadar CO2 di atmosfir, ini berarti pH-nya
mendekati 7,0 atau mendekati netral. pH larutan tanah pada tanah tereduksi
mungkin stabil pada pH antara 6,5 sampai 7,00. Perubahan ini, terutama
disebabkan oleh reduksi besi (Fe3+ menjadi Fe2+) atau komponen tanah lainnya
kemasaman. Peningkatan pH pada tanah masam dapat menguntungkan bagi padi,
diantaranya: menekan keracunan alumunium, mangan, besi, karbon dioksida, dan
asam organik; meningkatkan ketersediaan P, Si, dan Mo; serta mendukung proses
mikroorganisme yang melepaskan berbagai nutrisi (Prasetyo dkk, 2004).
Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L)
Pertumbuhan tanam padi dibagi ke dalam tiga fase: (1) Vegetatif (awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif
(primordial sampai pembungaan), dan (3) pematangan (pembungaan sampai
gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ
vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot dan
luas daun. Lama fase ini beragam, yang menyebabkan adanya perbedaan umur
tanaman. Fase reprodukrif ditandai dengan :
a) Memanjangnya beberaparuas teratas batang tanamn
b) Berkurangnya jumlah anakan (matinya anak tidak produktif
c) Munculnya daun bendera
d) Bunting, dan
e) Pembungaan
Inisiasi pramodia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading (keluarnya
bunga atau malai) dan waktunya hampir bersamaan dengan perpanjangan
ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu stedia
reproduktif disebut juga stedia perpanjangan ruas. Di daerah tropis fase
reproduktif umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan
Sebagai contoh IR64 matang dalam waktu 110 hari dengan fase vegetatif 45 hari,
sedang IR28 yang matang dalam 130 hari fase vegetatifnya 65 hari
(Makarim dan Suhartatik, 2009).
Penanaman padi dapat dilakukan menanam 2-3 batang bibit padi
perrumpun dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Jarak penanaman padi akan
berpengaruh pada pertumbuhan gulma. Jarak tanam yang dekat akan dapat
menekan pertumbuhan gulma sehingga gangguan gulma dapat diperkecil, namun
jika jarak tanam terlalu dekat pertumbuhan padi juga akan terhambat
(Puspita dkk, 2005).
Tinggi tanaman adalah sifat baku (keturuhan), adanya perbedaan tinggi
suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat
tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm. Tanaman
padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak). Tanaman pindah
(transplanting) dapat menghasilkan sekitar 10-30 anakan sedang tanam sebar
langsung hanya menghasilkan anakan sekitar 2-5 (Makarim dan Suhartatik, 2009).
Pemupukan berimbang, yaitu pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk
pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan
tingkat hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Untuk
pertumbuhannya, tanaman padi sawah memerlukan suplai hara yang berasal dari
berbagai sumber. Untuk setiap ton padi yang dihasilkan dibutuhkan sekitar 14,7
kg N, 2,6 kg P, dan 14,5 kg K/Ha yang diperoleh dari tanah, air irigasi, sisa
tanaman atau dari pupuk (organik dan/atau anorganik) yang ditambahkan.
Sejak dicanangkannya Program Intensifikasi padi sawah, secara umum
takaran pemberian pupuk untuk padi sawah berkisar antara 200-250 kg urea/ha,
SP-36 100-150 kg/ha dan KCl 75-100 kg/ha (Setyorini dkk, 2004). Rekomendasi
pemupukan lahan sawah yang berstatus P rendah, sedang dan tinggi yang
dianjurkan adalah 100, 75 dan 50 kg (TSP)/ha/musim/. Lahan sawah yang
berstatus hara K rendah direkomendasikan untuk dipupuk 50 kg KCl /ha/ musim,
sedangkan yang berstatus sedang dan tinggi tidak perlu diberi pupuk K tetapi
jerami dikembalikan ke tanah sebagai sumber bahan organik dan K
(Sofyan et al , 2004).
Tanaman padi memiliki potensi hasil genetik, yaitu hasil tertinggi yang
merupakan batas kemampuan suatu varietas padi dalam memproduksi gabah
(Produktivitas), yang dapat dicapai hanya pada iklim terbaik dan tanpa ada
pembatas dari faktor lingkungan tumbuh tanaman apapun. Hasil padi tertinggi
yang pernah dicapai untuk daerah trofik adalah 10-11 ton/Ha, sedangkan didaerah