• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Pembelajaran Talking Stick pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Kalicacing 02 Kecamatan Sidomukti Semester 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Pembelajaran Talking Stick pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Kalicacing 02 Kecamatan Sidomukti Semester 1 "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Kajian Teori

Kajian teori ini merupakan uraian pendapat para ahli yang mendukung penelitian. Beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pendapat yang beragam. Pembahasan ini berisi tentang metode pembelajaran talking stick dan hasil belajar IPA.

2.1.1. Metode Pembelajaran Talking Stick

Metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hal ini mendorong seorang guru untuk mencari metode yang tepat dalam penyampaian materinya agar dapat diserap dengan baik oleh siswa.

2.1.1.1. Pengertian Metode Pembelajaran Talking Stick

Carol Locust (2006; dalam Hogan, 2007: 209) pernah berpendapat sebagai berikut :

“The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping.

(2)

giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Dalam penerapan metode talking stick ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, kecerdasan, persahabatan, atau minat yang berbeda. Metode ini cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkatan umur.

2.1.1.1. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Talking Stick

Menurut Huda (2013:225), langkah-langkah metode talking stick adalah sebagai berikut :

a. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya + 20 cm.

b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.

c. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.

d. Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswanya untuk menutup isi bacaan.

e. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

f. Guru memberi kesimpulan.

g. Guru melakukan evaluasi/penilaian. h. Guru menutup pembelajaran.

Menurut Suprijono (2012:109), langkah-langkah metode talking stick adalah sebagai berikut :

a. Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari.

b. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajari materi tersebut.

(3)

d. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika stick bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainnya, seyogianya diiringi musik.

e. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya.

f. Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik.

g. Guru bersama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan.

Sedangkan menurut Ramadhan (2010), langkah-langkah metode talking stick dapat dilakukan sebagai berikut.

a. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang. b. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.

c. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.

d. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana. e. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari

isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan. f. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.

g. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.

h. Guru memberikan kesimpulan.

(4)

Berdasarkan 3 pendapat mengenai langkah-langkah metode talking stick, gurulah yang menjadi fasilitator dalam jalannya pembelajaran. Semua langkah-langkah dapat disimpulkan sebagai berikut ini :

a. Guru menyiapkan tongkat.

b. Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari.

c. Guru membentuk kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang siswa.

d. Siswa dalam kelompok berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.

e. Guru membagikan bacaan materi yang telah dipelajari. f. Siswa membaca materi yang telah dipelajari.

g. Siswa menutup bacaannya.

h. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa.

i. Siswa yang mendapatkan tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru. Kegiatan ini dilakukan secara berulang hingga sebagian besar siswa mendapat pertanyaan dari guru.

j. Guru bersama siswa melakukan refleksi. k. Guru bersama siswa merumuskan kesimpulan. l. Guru melakukan evaluasi.

2.1.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Talking Stick

Menurut Huda (2013: 225) metode talking stick mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya :

a. Bermanfaat menguji kesiapan siswa.

b. Melatih keterampilan siswa dalam membaca dan memahami materi pembelajaran dengan cepat.

c. Mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apapun.

(5)

2.1.1.3. Solusi Kelemahan Metode Pembelajaran Talking Stick

Pada hakikatnya setiap model pembelajaran mempunyai kelemahan begitu pula pada metode pembelajaran talking stick. Diperlukan suatu upaya dalam mengatasi kelemahan metode ini agar pembelajaran metode ini dapat berjalan secara maksimal. Guru sebagai perencana dan pelaksana pembelajaran haruslah mampu meminimalisir kelemahan metode pembelajaran talking stick dengan cara : pada tahap pemberian pertanyaan dengan menggunakan tongkat, jika salah satu tidak dapat menjawab maka guru harus memberikan pancingan jawaban agar siswa tersebut mampu menemukan jawabannya.

2.1.2. Hasil Belajar

2.1.2.1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru pada akhir kegiatan pembelajaran atau akhir program untuk menentukan angka hasil belajar peserta didik.

Poerwanti (2008:1.37) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, untuk mengetahui hasil belajar siswa, guru diharuskan memberi kuantitas yang berupa angka-angka pada kualitas dari suatu gejala yang bersifat abstrak. Pengukuran hasil belajar pada penelitian ini menggunakan teknik tes berupa soal-soal tes hasil belajar yang harus dikerjakan oleh siswa yang akan menghasilkan data kuantitatif tentang angka.

Dimyati dan Mudjiono (2002:36) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Kemudian Mulyono Abdurrahman (2009:37) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.

(6)

2.1.2.2. Kriteria Hasil Belajar

Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012: 50-51) mengartikan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan penilaian. Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedangkan kriteria yang ditentukan setelah kegaiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan penilaian Acuan Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).

Evaluasi dalam pembelajaran ada dua yakni evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi proses belajar adalah evaluasi atau penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.

Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa yang dinyatakan dalam skor dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Skor hasil belajar diperoleh dari kegiatan proses belajar dan hasil tes yang telah dilakukan.

2.1.3.Ilmu Pengetahuan Alam

2.1.3.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

(7)

“Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” sendiri berasaldari kata dalam ahasa Latin “scientia” yang berarti saya tahu. “science” terdiri dari social scientes (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi (Jujun Suriasumantri, 1998: 299 dalam Trianto, 2010: 136).“

2.1.3.2. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Menurut Prihantoro dkk, 1986 (dalam Trianto, 2010: 137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

Menurut Sutrisno dkk, (2007: 1.29) IPA merupakan salah satu dari banyak jenis ilmu pengetahuan, mempunyai tiga aspek yaitu sebagai proses, sebagai prosedur dan sebagai produk.

a) IPA sebagai proses

Memahami IPA berarti memahami bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta untuk menginterpretasikannya. Para ilmuan mempergunakan berbagai prosedur empirik dan analitik dalam usaha mereka untuk memahami alam semesta ini. Prosedur-prosedur tersebut disebut proses ilmiah atau proses sains.

b) IPA sebagai prosedur

(8)

c) IPA sebagai produk

IPA sebagai produk diartikan sebagai hasil proses yang berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah maupun luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan.

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003: 2 dalam dalam Trianto, 2010: 138) adalah sebagai berikut:

a. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.

c. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.

d. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Hakekat IPA meliputi IPA sebagai proses yaitu proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, IPA sebagai prosedur yaitu metodologi yang dipakai untuk mengetahiu sesuatu atau penelitian, dan IPA sebagai produk maksudnya adalah hasil dari proses berupa pengetahuan, sekumpulan konsep-konsep dan fakta.

2.1.3.3. Pembelajaran IPA di SD

(9)

ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

2.1.3.4. Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD

Menurut Standar Isi, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

(10)

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.3.5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD

Menurut Standar Isi, ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu telah dilakukan, salah satunya dilakukan oleh Cornelia Wita Maha Putri pada tahun 2014 dengan menerapkan metode talking stick untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar IPA yaitu ditunjukkan dari nilai rata-rata pra siklus 58,79 dengan ketuntasan 0% meningkat pada siklus I yaitu 65,31 dengan ketuntasan 48,2 % dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 88,93 dengan ketuntasan 100%.

(11)

siklus 1 adalah 75.1 dengan skor tertinggi 98 dan skor terendah 50, sedangkan skor rata-rata pada siklus II adalah 80.8 dengan skor tertinggi 100 dan skor terendah 58. Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 9 dari 21 siswa yaitu sebesar 47%. Sedangkan pada siklus I ketuntasan belajardapat dicapai oleh 17 dari 21 siswa yaitu sebesar 81%, pada siklus II ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 20 dari 21 siswa yaitu sebesar 95%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Atik Lestari pada tahun 2011 dengan menerapkan talking stick dalam upaya meningkatkan pembelajaran IPA kelas 4 SD. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar dari tiap siklus pada pembelajaran dengan materi energi dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick. Hal ini ditunjukan oleh skor rata-rata pada pra siklus sebesar 52 dengan skor tertinggi 70 dan skor terendah 17, skor rata-rata pada siklus 1 adalah 71 dengan skor tertinggi 90 dan skor terendah 45, sedangkan skor rata-rata pada siklus II adalah 85 dengan skor tertinggi 100 dan skor terendah 55. Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 1 siswa dari seluruh siswa (15 siswa) yaitu sebesar 7 %. Sedangkan pada siklus I ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 11 siswa dari seluruh siswa (15 siswa) yaitu sebesar 73 %, pada siklus II ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 14 siswa dari seluruh siswa (15 siswa) yaitu sebesar 93 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas 4.

(12)

disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas 5 SD.

Penelitian juga dilakukan oleh Feriyanto Rizal pada tahun 2013 dengan menerapkan penggunaan metode talking stick melalui media hand puppet dalam meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas 3 SD. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia dari tiap siklus pada pembelajaran dengan KD mendengarkan materi menyimak cerita dan dialog/percakapan dengan menerapkan metode pembelajaran talking stick melalui media hand puppet. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata pada pra siklus sebesar 67.22 dengan skor tertinggi 90 dan skor terendah 30, skor rata-rata pada siklus 1 adalah 73.49 dengan skor tertinggi 94 dan skor terendah 41, sedangkan skor rata-rata pada siklus II adal ah 81.77 dengan skor tertinggi 96 dan skor terendah 44. Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 16 siswa dari seluruh siswa (25 siswa) yaitu sebesar 59%. Sedangkan pada siklus 1 ketuntasan belajar dapat di capai ol eh 18 siswa dar i seluruh siswa (27 siswa) yaitu sebesar 6 7 %, pada siklus 2 ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 25 siswa dari seluruh siswa (27 siswa) yaitu sebesar 92%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran talking stick yang dikombinasikan dengan media hand puppet dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas 3.

Penelitian-penelitian di atas hampir sama dengan penelitian yang akan dilakukan, dengan menerapkan metode talking stick. Hanya saja pada penelitian yang akan dilakukan hanya berfokus pada penerapan metode talking stick dalam upaya menerapkan pembelajaran IPA kelas 5 SD.

2.3. Kerangka Pikir

(13)

kelompok lalu mereka membentuk sebuah lingkaran besar. Siswa yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi pokoknya. Kegiatan ini diulang terus menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru

Metode talking stick dapat membuat pembelajaran berhasil karena metode ini merupakan metode yang menarik, selain menarik metode ini juga menyenangkan. Karena pembelajaran dengan metode ini menggunakan tongkat atau stick dimana siswa yang mendapatkan tongkat akan menjawab pertanyaan dari guru. Tongkat bergulir dan berhenti sesuai arahan atau instruksi guru dengan tujuan sebagian besar siswa akan mendapatkan tongkat atau stick dan menjawab pertanyaan yang telah disediakan oleh guru. Dengan begitu semua siswa tanpa terkecuali harus bersiap dan belajar bersungguh-sungguh untuk dapat menjawab pertanyaan dari guru. Melalui metode pembelajaran talking stick diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pembahasan yang diurakan di atas, maka dapat diketahui hipotesis tundakan dalam penelitian ini adalah :

a. Penggunaan metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPA di kelas 5 SD N Kalicacing 02 Kecamatan Sidomukti Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

IS-H*MED Radiology - Business Partners Image Connector DOK-BAPI AE Internet Service Request SAP R3 General Practitioner Patient Hospital Archive Other Findings/ Image.. Transfer

Kami sampaikan dengan hormat, bahwa salah satu program Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar melalui Sub Direktorat Pendidikan Khusus Pendidikan Layanan Khusus

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan meng- gunakan model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)

kualitas pelayanan dapat dilakukan antara lain dengan cara : menambah jumlah. counter teller dan customer service, merubah tata letak pamflet, brosur

PENGARUH KEPERCAYAAN MEREK DAN CITRA MEREK TERHADAP NIAT BELI SEPATU NIKE DI SURABAYA.. Disusun

diambil- Selain itu pendanaan yang bersumber dari urang dapat mengurangi konflik antara manajer dengan pemegang saham (Crutchley and Hansen, 1989), hal ini dapat

(1) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a meliputi adegan visual, dialog,

Comments: This idea came to mind when looking to create 'simple features' data for some of the INSPIRE Application Schemas, which don't declare themselves as simple (in some