• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menanggapi Kasus kasus Pelanggaran HAM d (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menanggapi Kasus kasus Pelanggaran HAM d (1)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Menanggapi Kasus-kasus Pelanggaran

HAM di Indonesia

Sunday, May 6th, 2012 - PKn

Menanggapi Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia – Kasus–kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di depan membawa berbagai akibat. Akibat itu, misalnya menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia sangat menderita dan mengancam integrasi nasional.

Bagaimana kita menanggapi kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu tanggapan yang dapat dikembangkan misalnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran HAM. Alasannya:

1. dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik yakni bertentangan dengan nilai – nilai kemanusiaan;

2. di lihat dari segi hukum, bertentangan dengan prinsip hukum yang mewajibkan bagi siapapun untuk menghormati dan mematuhi instrumen HAM;

3. dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan bagi setiap orang untuk melakukan kritik dan control terhadap pemerintahannya. Akibat dari kendala ini, maka pemerintahan yang demokratis sulit untuk di wujudkan.

Disamping tanggapan kita terhadap pelanggaran HAM berupa sikap tersebut di atas, juga bisa berupa perilaku aktif. Perilaku aktif yakni berupa ikut menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Indonesia, sesuai dengan menipisnya rasa tanggungjawab ini melanda dalam berbagai lapisan masyarakat, nasional maupun internasional untuk mengikuti “hati sendiri”, enak sendiri, malah juga kaya sendiri, dan lain – lain. Akibatnya orang dengan begitu mudah menyalahgunakan kekuasaannya, meremehkan tugas, dan tidak mau memperhatikan hak orang lain.

kemampuan dan prosedur yang dibenarkan. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi kita (dalam Pembukaan UUD 1945) bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan adalah dalam rangka mengembangkan kehidupan yang bebas. Juga sesuai dengan “Deklarasi Pembela HAM” yang dideklarasikan oleh Majelis Umum PBB pada tangal 9 Desember 1998. Isi deklarasi itu antara lain menyatakan “setiap orang mempunyai hak secara sendiri – sendiri maupun bersama– sama untuk ikut serta dalam kegiatan menentang pelanggaran HAM”. Dengan kata lain tanggapan terhadap pelanggaran HAM di Indonesiadapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, yakni :

(2)

2. Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM. Misalnya mendukung digelarnya peradilan HAM, mendukung upaya penyelesaian melalui lembaga peradilan HAM internasional, apabila peradilan HAM nasional mengalami jalan buntu.

3. Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis. Partisipasi juga bisa berwujud usaha menggalang pengumpulan dan penyaluran berbagai bantuan kemanusiaan.

4. Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi para korban pelanggaran HAM. Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada para pelaku baik untuk korban atau keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak mencukupi, maka harus diberikan kompensasi, yaitu kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi pada korban atau keluarganya. Di samping restitusi dan kompensasi, korban juga berhak mendapat rehabilitasi yang bisa bersifat psikologis, medis, dan fisik. Rehabilitasi psikologis misalnya pembinaan kesehatan mental untuk terbebas dari trauma, stres dan gangguan mental yang lain. Rehabilitasi medis, yaitu berupa jaminan pelayanan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi fisik bisa berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana, seperti perumahan, air minum, perbaikan jalan, dan lain – lain.[Ai]

(3)

KESEHATAN SEBAGAI HAK ASASI

MANUSIA

Ditulis oleh: Om Makplus -

HAM adalah hak yang melekat pada manusia karena kelahirannya sebagai manusia. Hak-hak tersebut diperoleh bukan pemberian orang lain ataupun negara, tetapi karena kelahirannya sebagai manusia. Dalam konteks religius hak-hak ini merupakan karunia Tuhan, dan hanya Tuhanlah yang berhak mencabutnya.

Karena HAM merupakan hak yang diperoleh saat kelahirannya sebagai manusia, maka HAM meliputi hak-hak yang apabila dicabut atau dikurangai akan mengakibatkan berkurang derajat kemanusiaannya. Ukuran derajat kemanusiaan selalu berkembang sesuai dengan peradaban masyarakatnya. Jelas bahwa hak dasar pertama adalah hak hidup yang membawa konsekuensi adanya hak-hak lain seperi hak mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang layak, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mendapatkan kewarganegaraan dan hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul. Pada perkembangan selanjutnya, derajat kemanusiaan juga ditentukan oleh tingkat pendidikan dan kesehatannya, sehingga pendidikan dan kesehatan pun kemudian menjadi hak asasi manusia dengan segala perangkat hak lain untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan.

Hak Atas Kesehatan

Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkin setiap orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 point (1) UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Karena itu kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang layak, tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa memperoleh pendidikan demi masa depannya. Singkatnya, seseorang tidak bisa menikmati sepenuhnya kehidupan sebagai manusia. Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai kondisi yang diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain telah diakui secara internasioal. Hak atas kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) menyatakan:

(4)

papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi diluar kekuasaannya.

2. Ibu dan anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati perlindungan sosial yang sama.

Jaminan hak atas kesehatan juga terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966, yaitu bahwa negara peserta konvenan tersebut mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam hal kesehatan fisik dan mental. Perlindungan terhadap hak-hak Ibu dan anak juga mendapat perhatian terutama dalam Konvensi Hak Anak. Instrumen internasional lain tentang hak atas kesehatan juga terdapat pada Pasal 12 dan 14 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan ayat 1 Deklarasi Universal tentang Pemberantasan Kelaparan dan kekurangan Gizi.

Pada lingkup nasional, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa:

1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.

2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan batin. 3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Jaminan atas hak memperoleh derajat kesehatan yang optimal juga terdapat dalam pasal 4

UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.

Kewajiban Pemerintah

Landasan utama bahwa perlindungan HAM merupakan kewajiban pemerintah adalah prinsip demokrasi bahwa sesungguhnya pemerintah diberi amanah kekuasaan adalah untuk melindungi hak-hak warga negara. Terlebih lagi dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state) sebagai konsep negara modern telah memberikan kekuasaan lebih besar pada pemerintah untuk bertindak. Kekuasaan ini semata-mata adalah untuk memajukan dan mencapai pemenuhan hak asasi manusia. Pemerintah tidak lagi hanya menjaga agar seseorang tidak melanggar atau dilanggar haknya, namun harus mengupayakan pemenuhan hak-hak tersebut. Demikian pula dengan hak atas kesehatan, merupakan kewajiban

pemerintah untuk memenuhinya.

Kewajiban Pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia memiliki landasan yuridis internasional dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban pemerintah ini juga ditegaskan dalam Pasal 8 UU HAM. Dibidang kesehatan, Pasal 7 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat.

(5)

meliputi pencegahan dan penyembuhan. Upaya pencegahan meliputi penciptaan kondisi yang layak bagi kesehatan baik menjamin ketersediaan pangan dan pekerjaan, perumahan yang baik, dan lingkungan yang sehat. Sedangkan upaya penyembuhan dilakukan dengan penyediaan pelayanan kesehatan yang optimal. Pelayanan kesehatan meliputi aspek jaminan sosial atas kesehatan, sarana kesehatan yang memadai, tenaga medis yang berkualitas, dan pembiayaan pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat. Pasal 12 Konvensi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya menguraikan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai terwujudnya standar tertinggi dalam mencapai kesehatan fisik dan mental adalah:

1. Ketentuan pengurangan tingkat kelahiran mati anak serta perkembangan anak yang sehat;

2. Peningkatan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;

3. Pencegahan, perawatan dan pengendalian segala penyakit menular endemik, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan penyakit lainnya;

4. Penciptaan kondisi-kondisi yang menjamin adanya semua pelayanan dan perhatian medis ketika penyakit timbul.

UU tentang Kesehatan mengatur berbagai macam upaya yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Secara umum, Pasal 10 UU Kesehatan menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Kondisi Kesehatan dan Tantangan Kedepan

Departemen Kesehatan sebagai pelaksana tanggung jawab pemerintah di bidang kesehatan telah mencanangkan Indonesia Sehat 2010. Diharapkan kondisi kesehatan yang optimal dapat dicapai pada tahun 2010. Saat ini, dari data Departemen Kesehatan, telah dicapai beberapa peningkatan di bidang kesehatan. Pada tahun 2000, angka harapan hidup telah mencapai 66 tahun, dari 46 tahun pada tahun 1960an. Angka kelahiran dari 1000 bayi lahir hidup,menurun menjadi 45 orang bayi akhirnya meninggal, dari tahun 1995 sebanyak 55 bayi yang akhirnya meninggal

Untuk pelayanan kesehatan pada tahun 2000 hampir setiap kecamatan telah memiliki sebuah puskesmas. Telah ditugaskan sekitar 20.000 dokter dan sekitar 5.000 dokter gigi sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT). Jumlah bidan di desa mencapai 54.956 orang dan telah dibangun 20.000 Polindes dengan partisipasi masyarakat. Berbagai peningkatan lain juga telah dicapai demi mewujudkan dan memenuhi ak masyarakat atas kesehatan sebagai bagian dari pemenuhan hak asasi manusia.

(6)

dengan minimnya pembiayaan yang dialokasikan untuk sektor kesehatan baik berupa penyediaan sarana dan prasarana maupun jaminan sosial terhadap pelayanan kesehatan.

Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, masyarakat saat ini harus mengeluarkan biaya yang tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah seringkali tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Beberapa peristiwa menunjukan bahwa orientasi rumah sakit untuk mendapatkan keuntungan dapat mengalahkan kemanusiaan. Seorang pasien dalam kondisi kritis pun terkadang harus melengkapai berbagai persyaratan dan birokrasi keuangan sebelum mendapatkan pelayanan, dan bukan tidak mungkin saat itu pasien meninggal dunia.

Pelayanan kesehatan dapat disediakan oleh swasta dan pemerintah. Pelayanan oleh swasta umumnya memiliki kualitas lebih baik, namun biayanya lebih tinggi dan kadang kala tidak terjangkau. Sedangkan pelayanan yang disediakan oleh pemerintah biayanya lebih murah, namun kualitasnya lebih buruk. Namun prinsip yang harus dipegang adalah bahwa kesehatan harus tetap berorientasi pada pelayanan kemanusiaan dan pemerintah harus memenuhinya.

Di tengah situasi krisis dan serba kekurangan, pengambilan kebijakan memang selalu menemui dilema. Namun apabila telah disadari bahwa kesehatan adalah landasan utama pencapaian harkat kemanusiaan dan kelestarian generasi, maka seharusnya diikuti dengan kebijakan dan langkah nyata untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia. Wujud nyata komitmen pemerintah terhadap kesehatan sebagai hak asasi manusia adalah dengan penyediaan anggaran yang memadai untuk pelayanan kesehatan. Seharusnya pelayanan dasar kesehatan dapat diperoleh masyarakat tanpa biaya. Namun, kalau pemberian pelayanan tersebut belum memungkinkan, harus dilakukan secara bertahap terutama dengan meningkatkan kualitas sarana prasarana dan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Kita berharap Indonesia Sehat 2010 bisa tercapai sebagai upaya pemenuhan kesehatan sebagai hak asasi manusia.

Oleh: Salahuddin Wahid

(7)

---BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak asasi manusia (HAM) bukanlah hak yang berasal dari negara, akan tetapi fungsi negara adalah mengakui, menghargai dan memberikan perlindungan terhadap hak tersebut, berdasarkan hal ini perlu diketahui mengenai definisi atau pengertian HAM menurut negara berdasarkan ketentuan undang-undang yang ada. Sebagai hak asasi yang dimiliki sejak lahir maka HAM tentunya perlu diatur dalam pelaksanaannya oleh negara. Hal ini untuk menghindari adanya pelanggaran HAM yang diakibatkan pelaksanaan HAM orang lain. Untuk itu kita perlu mengetahui apakah yang menjadi batasan dalam pelaksanaan HAM. (http://www.hartsant.blogspot.com).

Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks setidak-tidaknya ada tiga masalah utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara lain:

1. HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan karena topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM, demokratisisasi dan pelestarian lingkungan hidup.

2. Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948.

3. Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor dengan penerima bantuan. Hal ini sering dijadikan alasan untuk penekanan secara ekonomis dan politis. (http://www.hartsant.blogspot.com).

HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme (bersifat umum) dan partikularisme (bersifat kultural). Ada tiga tartan diskusi tentang HAM, yaitu:

1. Tartan filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi.

(8)

3. Tartan kebijakan praktis, sifatnya sangat partikular karena memprihatikan situasi dan kondisi yang sifatnya insidental. (http://www.hartsant.blogspot.com).

B.

Permasalahan

Meski pemerintah sering menyatakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin semakin baik, namun kenyataan di masyarakat, khususnya warga miskin, masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Ironisnya, kartu Gakin (keluarga miskin) terkadang tidak bisa lagi dijadikan jaminan bisa memuluskan terjaminnya kesehatan ke rumah sakit.Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhan kesehatannya oleh rumah sakit. (http://www.hartsant.blogspot.com).

Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya.Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.(http://www.hartsant.blogspot.com).

(9)

telah dilakukan 6 tahun lalu, namun kenyataan itu sekarang masih banyak warga miskin yang sulit mendapatkan kartu Gakin. Contoh kasus baru, balita yang ditolak 6 rumah sakit di Jakarta hanya karena orangtuanya tidak punya kartu Gakin. (http://www.hartsant.blogspot.com).

"Mereka ini sudah miskin harus disuruh membuat kartu Gakin. Membuat kartu Gakin itu butuh proses dan itu berarti perlu modal uang. Sebaiknya kartu Gakin dibuat langsung oleh Ketua RT setempat dimana dia sendiri yang tahu persis berapa banyak warga miskin di wilayahnya dan siapa saja. Tidak adanya kartu Gakin akhirnya membuat banyak warga miskin berobat dengan Surat Keterangan Tidak Mampu atau SKTM," katanya.LBH Kesahatan menyebutkan adanya fakta penggelembungan jumlah penerima kartu Gakin yang dilakukan oleh PT Askes. (http://www.hartsant.blogspot.com).

Atas perbedaan itu, siapa yang bisa menjamin warga miskin lainnya yang tidak termasuk sebagai orang miskin untuk mendapatkan hak yang sama dalam pelayanan kesehatan gratis? Begitu juga dengan jaminan pengelolaan dana Program Jaminan Kesehatan Masyrakat Miskin oleh lembaga yang ditunjuk seperti PT Askes?Terlepas dari itu, pemerintah mulai pertengahan tahun ini berencana akan merubah ketetapannya dalam pengelolaan dana jaminan kesehatan bagi rakyat miskin. Berdasarkan ketentuan baru tersebut, calon peserta tetap harus membuat kartu Gakin melalui proses permintaan surat keterangan mulai dari RT hingga tingkat kelurahan. Pengajuanya tetap dilakukan ke dinas kesehatan setempat. Sebelum sampai pada pemeriksaan di rumah sakit, pemilik kartu Gakin harus terlebih dahulu mendapatkan rujukan dari pihak puskesmas setempat. (http://www.hartsant.blogspot.com).

Ketentuan baru nantinya juga mengatur segala jenis keluhan penyakit yang di klaim oleh peserta askes Gakin, berikut besaran biaya yang ditanggung dari jenis penyakit yang diidap dan besaran biaya dari tindakan medisnya. Sayangnya, ketentuan ini rentan dalam pelaksanaan dilapangan, jika ditemukan penyakit yang sesuai ketentuan dan memerlukan tindakan medis diluar ketetapan atau tidak perlu adanya tindakan lanjutan. (http://www.hartsant.blogspot.com).

(10)

1. Pengertian HAM ?

2. Bagaimana penanganan pemerintah akan mengatasi masalah Kesehatan, sebagai Hak dari Masyarakat Miskin?

3. Siapa yang menjadi penyebab dan siapa yang menjadi korban akan memperoleh HAM dalam pelayanan Kesehatan?

4. Apakah mereka yang miskin berhak memperoleh kesehatan, dan apa yang membuat mereka kehilangan hak akan memperoleh pelayanan kesehatan ?

D. Tujuan

1. Agar dapat memahami konsep tentang hak asasi manusia secara utuh.

2. Agar mengetahui penerapan hak asasi manusia di Indonesia.

3. Agar dapat mengetahui sejauh mana pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di

Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

1. HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia

sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. (http://www.hartsant.blogspot.com).

(11)

Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia. (http:// www.hartsant.blogspot.com).

2. Sejauh mana penanganan pemerintah akan mengatasi masalah kesehatan di

Indonesia. Pemerintah sering mengatakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin semakin baik, namun kenyataan di masyarakat, masyarakat miskin masih kesulitan mendapatkan pelanyanan kesehatansecara gratis. Ini sangat bertentangan dengan program pemerintah akan penanggulangan kemiskinan dan pemberantasan penyakit masyarakat miskin.Tidak hanya itu program pemerintah akan kartu gakin (keluarga miskin) tidak terealisasi dengan baik. Sungguh mengecewakan, kartu gakin (keluarga miskin) tidak bisa dijadikan jaminan, semua masyarakat miskinuntuk mendapatkan hak akan memperoleh kesehatan. (http://www.hartsant.blogspot.com).

Bahkan banyak kasus yang mempersulit memperoleh kesehatan dengan kartu gakin tersebut, padahal pemerintah telah memberikan dana anggaran yang besar untuk kesehatan masyarakat miskin. Namun kemana saja dana untuk masyarakat miskin ini, kalau kenyataannya masyarakat miskin masih kesulitan mendapatkan pelanyanan kesehatan yang menjadi hak bagi semua masyarakat miskin, ini bukan karena ketidak mampuan pemerintah, namun banyaknya tangan-tangan kotor yang menghabiskan anggaran untuk masyarakat miskin. (http://www.hartsant.blogspot.com).

3. Banyak kasus pelanggaran HAM yang saling berkaitan lantaran ulah

orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini sangat merugikan masyarakat miskin lantaran haknya telah direbut secara tidak langsung, oleh para koruptor negeri ini. Ironi sekali anggaran pemerintah yang bermilyar-milyar tidak tersalurkan pada yang memerlukan. Dalam hal ini sebagai contoh kasus Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhan kesehatannya oleh rumah sakit. (http://www.hartsant.blogspot.com).

(12)

hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya.Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat. Contoh kasus baru, balita yang ditolak 6 rumah sakit di Jakarta hanya karena orang tuanya tidak punya kartu Gakin. Kasus-kasus ini sebagai bukti bobroknya HAM di Indonesia, alasan RSCM tersebut tidak bisa diterima,

karena ketidak indikasinya seorang pasien untuk dirawat.

(http://www.hartsant.blogspot.com).

4. Ketidak cakapan pemerintah di negeri ini dalam mengatasi masalah

pelangggaran HAM dalam system pelayanan kesehatan masyarakat miskin ini menjadikan mereka yang miskin sulit memperoleh layanan kesehatan sesuai semestinya. Hal ini sangat menjadi beban pada pemerintah dan juga pada masyarakat miskin. Diman program pemerintah akan jaminan kesehatan masyarakat miskin dalam bentuk kartu gakin tidak menjamin mereka mendapatkan pelanyanan kesehatan. Banyak penyimpangan-penyimpangan yang membuat masyarakat miskin menjadi korban. Penyimpangan yang dapat diliahat adalah kartu gakin yang seharusnya hanya untuk masyarakat miskin malah di perjual-belikan. Dengan harga Rp 150000-Rp300000, selain itu banyak masyarakat miskin yang sulit mendapatkan kartu gakin, lantaran dalam pembuatan kartu gakin itu sendiri membutuhkan proses yang panjang dan memerlukan biaya. (http://www.hartsant.blogspot.com).

BAB III

KESIMPULAN

1. HAM merupakan Hak setiap orang (manusia), hak yang melekat pada diri

(13)

2. Pemerintah sudah berusaha akan menjamin kesehatan masyarakat miskin di

Indonesia dengan meningkatkan anggaran untuk layanan kesehatan setiap tahunnya. Namun ketidak mampuan pemerintah menyalurkan dana anggaran langsung kepada masyarakat miskin telah dimanfaatkan para orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Setiap pelanggaran HAM dihukum seberat-beratnya. (http://www.hartsant.blogspot.com).

3. Banyak instansi yang tak memperdulikan masyarakat miskin lantaran tak

memiliki ekonomi yang cukup. Ini sebagai contoh bobroknya sistem kesehatan di Indonesia, khusus mengenai rasa kemanusiaan yang lemah, mengakibatkan masyarakat miskin menderita. Dan ketidak profesionalan bidang kesehatan menjadi momok yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain itu faktor penyalur anggaran yang tidak mampu menyalurkannya dengan baik, membuat masyarakat miskin bertambah menderita. (http://www.hartsant.blogspot.com).

4. Banyaknya penyimpangan merupakan faktor utama yang menjadikan HAM

terabaikan, terutama hak masyarakat miskin. Yang pada awalnya masyarakat miskin memperoleh jaminan kesehatan, menjadi tak memperolehnya lantaran haknya diperjual-belikan. Ketidak mampuan mereka telah dimanfaatkan orang lain. Dan program pemerintah yang seharusnya mempermudah mereka dalam memperoleh kesehatan, malah mempersulit mereka. Dan seakan-akan pemerintah tidak memihak pada masyarakat miskin. (http://www.hartsant.blogspot.com).

SARAN

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Combs, Philip H, dan Manzoor Ahmed, 1985, Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui

Pendidikan Non-Formal, Jakarta : CV. Rajawali.

2. http://www.indosiar.com/ragam/masyarakat-miskin-bakal-sulit-sehat

3. Departemen Dalam Negeri, 2005, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah. Jakarta.

4. http:// www.hartsant.blogspot.com

5. Davey, Kenneth, 1999, Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia, Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia.

6. Ahmad Kosasih, 2003, HAM dalam Perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah

7. Dede Rasyada (et.al), 2005, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

Jakarta: Prenada Media.

8. H. Djaali dkk, 2003, Hak Asasi Manusia, Suatu Tinjauan Teoritis dan Aplikasi, Jakarta:

(15)

Memperoleh Keadilan Dalam Pelayanan

Kesehatan Masih Ironis!

04 September 2014 06:23:14 Diperbarui: 18 Juni 2015 01:39:48 Dibaca : Komentar : Nilai : Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki setiap orang sejak dalam kandungan. Menurut KBBI , HAM adalah hak yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB

Declaration of Human Rights), seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat. Di Indonesia, HAM sangat dijunjung tinggi, dan ditulis secara tegas di dalam UUD 1945 sebagai landasan hukum bagi bangsa Indonesia.

Dari sekian banyak pasal-pasal yang mengatur perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945, Menurut saya HAM yang paling sering dilanggar justru dilakukan oleh instansi yang bersentuhan dengan kesejahteraan masyarakat, yaitu tentang hak memperoleh pelayanan kesehatan bagi setiap orang tanpa terkecuali, ialah UUD1945 Pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tingal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Hal ini sungguh ironis, ketika masih banyak terjadi perlakuan diskriminatif terhadap kaum miskin dalam pelayanan kesehatan.

Pemerintah yang sedang gencar-gencarnya menawarkan Kartu Jaminan Kesehatan bagi warga tidak mampu, agar bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Rumah Sakit-Rumah Sakit diharuskan untuk segera melaksanakan kebijakan tersebut. Sebagai contoh adanya Kartu Jakarta Sehat yang diberlakukan bagi warga Jakarta. Jika ada warga tidak mampu yang sedang membutuhkan tindakan medis secara darurat, seharusnya pihak rumah sakit segera menanganinya dengan tidak diskriminatif. Padahal dalam UU Kesehatan pada pasal 32 ayat (1)disebutkan,Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.Sementara itu, pada pasal 32 ayat (2) juga disebutkanDalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.

(16)

yang tidak jelas. Apakah kita terus akan menutup mata dan hati, kiranya masalah ini harus terus mendapatkan perhatian dari berbgai pihak yang berwenang.

Apa jadinya kalau masalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan secara adil saja belum tercapai sepenuhnya. Bagaimana dengan HAM di bidang yang lain. HAM adalah mutlak harus ditempatkan di tempat yang paling tinggi bagi semua bangsa dan negara. Karna di dalam kehidupan di dunia ini menjunjung tinggi martabat manusia adalah hal yang sangat hakiki. Negara dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab penuh untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhannya.

Negara yang bermartabat adalah negara yang berhasil dalam menegakkan HAM bangsanya. Kita bisa melihat masih banyak negara-negara yang belum menempatkan HAM di atas segalanya. Baik di bidang kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan sebagainya. Indonesia salah satu negara yang masih terus berjuang untuk menjamin kesehatan rakyatnya salah satunya di bidang kesehatan. Agar tercipta kesehatan yang baik sehingga kesejahteraan sosial akan terpenuhi dan akhirnya akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Masalahnya sekarang bagaimana agar program-program pelayanan kesehatan yang

diproduksi oleh pemerintah pusat maupun daerah dapat terlaksana dengan baik dan sinergis? Tentu saja dibutuhkan kerjasama yang baik dari berbagai instansi yang terkait, baik dari pemerintah yang membuat kebijaksanaan, instansi pelayanan kesehatan maupun dari masyarakat yang perlu diberikan penyuluhan-penyuluhan tentang prosedur yang harus dilakukan dengan benar. Selain itu perlindungan hukum juga harus diciptakan untuk melindungi masyarakat yang mengalami kasus-kasus diskriminatif dalam memperoleh pelayanan kesehatan.

Pihak penyedia pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Klinik dan PUSKESMAS harus ditindak tegas bila melakukan pelanggaran-pelanggaran. Pemerintah yang dalam hal ini Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial harus melakukan pengawasan terus menerus dalam menegakkan peraturan yang sudah ada. Pihak perlindungan hukum juga harus bersikap proaktif dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak takut untuk

(17)

Secercah Diskriminasi dalam Dunia Kesehatan

by Perwira Muda on November 19, 2013

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan diskrimiatif itu”. Pernyataan tegas menentang diskriminasi tersebut tertuang dalam UUD NRI 1945 Pasal 28I ayat (2). Ketentuan tersebut berlaku secara universal diberbagai bidang dalam yurisdiksi

NKRI. Dalam praktek dewasa ini sepertinya masih jauh api dari panggang, masih jauh impian dengan kenyataannya. Ketika hak-hak sebagai warga negara masih sangat sedikit yang menikmati, namun kewajibannya harus tetap dilaksanakan. Dilihat dari pasal kelima seharusnya saat ini hak warga negara lebih diperhatikan, misalnya hak yang paling mendasar yakni Hak Asasi Manusia.

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, agama, jabatan, dan lain sebagainya.

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak Asasi Manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan/tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh HAM di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.

Di Indonesia pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM menyebabkan banyak rakyat menderita. Contoh nyata akibat pelanggaran HAM tersebut antara lain adalah: 1. Kemiskinan

Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara yang tanahnya subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun sebagian besar rakyat tergolong miskin. Hal ini sebenarnya didasari oleh rendahnya kualitas SDM karena latar belakang pendidikan yang masih tergolong rendah dan kualitas moral para pemimpin yang tidak baik. Maksudnya adalah ketidak merataan pembangunan dibeberapa daerah sehingga beberapa wilayah di Indonesia

Memiliki nilai kemiskinan yang rendah sedangkan daerah lainnya memiliki angka

kemiskinan yang tinggi. Jadi ini adalah bukti tidak adilnya pemerintah terhadap kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang menyebabkan kemiskinan.

2. Ketimpangan dalam pendidikan

(18)

Indonesia dan masih banyak dipotong oleh pihak-pihak tertentu. 3. Ketimpangan dalam pelayanan kesehatan

Dalam KBBI, sehat adalah kondisi seluruh badan serta bagian-bagiannya yang bebas dari sakit, waras, mendatangkan kebaikan pada badan, sembuh dari sakit, baik dan normal tentang pikiran, boleh dipercaya atau masuk akal tentang pendapat, berjalan dengan baik atau

sebagaimana mestinya dalam keuangan, ekonomi serta bidang lainnya, dijalankan dengan hati-hati dan baik. Sehat itu bisa disebutkan atas akal (waras dan tidak gila), afiat (sehat walafiat), pikiran (sehat akal), dan walafiat (sehat dan kuat atau benar-benar sehat). Sedangkan dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 angka 1 bahwa “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”

Keadilan dalam kesehatan masih belum dirasakan oleh masyarakat miskin Indonesia.

Didalam hal ini maksudnya adalah belum dirasakan manfaat PJKMM (Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin) atau ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) sehingga munculnya anggapan “orang miskin dilarang sakit” karena biaya berobat di Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi dan hanya untuk kalangan menengah ke atas. Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terjadi praktek komersialisasi dunia kesehatan di Indonesia. Komersialisasi akan merugikan rakyat dan hanya akan menguntungkan para pemilik modal. Pelayanan kesehatan yang ditawarkan oleh berbagai rumah sakit saat ini hanya diukur dari bagaimana pihak rumah sakit dapat meraup keuntungan. Hal ini terbukti dari data yang mengungkap, bahwa sejak tahun 1998 tingkat pertumbuhan pembangunan rumah sakit swasta lebih tinggi ketimbang rumah sakit pemerintah, yaitu 2,91 persen berbanding 1,25 persen per tahun. Penyediaan obat-obatan untuk pasien selalu berorientasi maksimalisasi keuntungan perusahaan-perusahaan farmasi. Hal ini tentu saja akan

mengakibatkan orang miskin tidak akan memiliki akses kepada pelayanan kesehatan karena tidak memiliki biaya untuk berobat.

Semua itu merupakan buah dari diterapkannya sistem neoliberal isme sejak bertahun-tahun lalu di Indonesia dan dianut oleh pemerintahan Indonesia yang terdahulu maupun yang sekarang. Sistem neoliberal isme ini bukan hanya dapat dirasakan dalam pelayanan kesehatan, namun saat ini dapat dirasakan di berbagai bidang. Biaya pendidikan menjadi sangat mahal sehingga menyebabkan rakyat pekerja yang tidak memiliki uang tidak akan mampu untuk mendorong keluarganya mengenyam pendidikan. Begitu juga melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, BBM, transportasi, upah yang murah, dan lain-lain.

Liberalisasi Sektor Kesehatan Indonesia

(19)

Sistem Kapitalisme-Neoliberal mulai berkembang sejak tahun 1970an yang merupakan koreksi terhadap sistem keynesian yang telah berlaku sejak 1930an. Sistem kapitalisme-keynesian dikritik oleh kaum penganut neoliberal karena terlalu banyaknya campur tangan negara dalam proses pasar mengakibatkan pasar terdistorsi. Artinya adanya pihak ketiga yang mencampuri proses transaksi, kebebasan individu adalah hal yang paling utama. Sistem ini disebut Neo-liberal karena menginginkan suatu sistem ekonomi yang sama dengan

kapitalisme abad-19, dimana kebebasan individu berjalan sepenuhnya dan campur tangan sesedikit dari negara dalam kehidupan ekonomi. Sebagai penentu utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar, bukan pemerintah. Mekanisme pasar akan diatur

berdasarkan pandangan individu, serta pengetahuan para individu akan dapat memecahkan segala persoalan yang timbul dalam persoalan ekonomi, sehingga mekanisme pasar dapat menjadi alat juga untuk memecahkan masalah sosial bagi kaum neoliberal is, pengetahuan para individu untuk memecahkan persoalan masyarakat tidak perlu disalurkan melalui lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang sekali lagi berarti segala sesuatunya tergantung pada individu bukan pada organisasi, yang berarti juga paham neoliberal ini tidak percaya

organisasi sebagai alat pemecahan persoalan individu.

Proses mendunianya paham ini dimulai dengan cepat setelah dekade 1980an dua pemimpin negara kapitalis terkemuka di dunia menjadi penganutnya yaitu Margaret Thatcher di Inggris dengan Thatcherism dan Ronald Reagan di Amerika Serikat dengan Reaganomicsnya. Pada dekade inilah kebebasan individu dan kompetisi yang bebas diimplementasikan dan

disebarluaskan dalam sebuah sistem ekonomi. Persoalan kemiskinan individu tidak lagi menjadi persoalan bagi negara karena hal tersebut menjadi sebuah yang lumrah dalam sebuah kompetisi yaitu, pasti ada yang tidak mampu bertarung dalam kompetisi tersebut dan yang tidak mampu itu lah yang menjadi miskin. Dampak penerapan neoliberal-isme ini terlihat dengan meningkatnyanya angka kemiskinan baik di Inggris maupun Amerika, disisi lain sistem ini meningkatkan pendapatan dan keuntungan bagi para pemegang modal. Misalnya di Amerika selama dekade 1980an, 10% teratas meningkat pendapatannya 16%; 5% teratas meningkat pendapatannya 23%; dan 1% teratas meningkat pendapatannya sebesar 50%. Hal ini berkebalikan dengan 80% terbawah yang kehilangan pendapatan; terutama 10% terbawah kehilangan pendapatan15%.

Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dari tata sistem ekonomi neoliberal ini. Pertama, menghapus segala peraturan pemerintah yang bisa membatasi perusahaan-perusahaan dalam berinvestasi maupun berusaha. Adanya liberalisasi sebesar-besarnya atas perdagangan internasional dan investasi. Tidak ada lagi kontrol harga sepenuhnya kebebasan total dari gerak modal, barang, jasa dan konsumen.

Kedua, memotong pengeluaran negara pada sektor pelayanan sosial. Anggaran pada sektor pelayanan sosial dianggap tindakan yang memboroskan anggaran dan dapat mengakibatkan pasar terdistorsi, sehingga alokasi anggaran dalam sektor pelayanan sosial ini harus dikurangi atau bahkan dihilangkan. Konkritnya, subsidi negara untuk BBM, dunia pendidikan,

kesehatan, pertanian dan anggaran untuk pengangguran dll, harus di kurangi atau ditiadakan sama sekali.

(20)

Keempat, Privatisasi asset. Menjual BUMN-BUMN di bidang barang dan jasa kepada investor swasta. Termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, bahkan juga air minum. Alasan privatisasi ini adalah agar menghindarkan distorsi pasar oleh BUMN-BUMN tersebut, dan BUMN dianggap bisa menghalangi perkembangan modal privat.

Peran terpenting dalam mengglobalkan sistem neoliberal ini adalah melalui IMF, Bank Dunia dan WTO. Serta pintu masuk kenegara dunia ketiga adalah melalui jebakan utang, yaitu utang yang diberikan secara terus menerus tanpa ada pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana utang tersebut yang mengakibatkan pemerintahan nasional negara dunia teresbut menjadi kecanduan dan akhirnya tidak berdaya lagi menolak perubahan sistem ekonomi nasionalnya dengan mekanisme SAP (structural Adjustment Program). Dengan SAP inilah pemilik modal besar di Internasional mampu merubah sistem ekonomi yang sudah ada menjadi sistem ekonomi yang sesuai dengan keinginan mereka dalam mengembangakan investasi dan keuntungan. SAP ini dilakukan melalui langkah: (a) pembukaan keran impor sebebas-bebasnya dan adanya aliran uang yang bebas; (b) Devaluasi; (c) Kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembatasan kredit, peningkatan suku bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak, kenaikan harga kebutuhan publik.

Paket SAPs yang diusung oleh rezim neoliberal sejak awal tahun 1980-an, turut memberi andil besar dalam proses pemiskinan dan ketidakberdayaan negara-negara berkembang untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi rakyatnya. Salah satu proposal dari ekonomi

neoliberal adalah meliberalisasi dan memprivatisasi seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam logika pasar bebas. Dalam hal ini ada dua proyek neoliberal yang secara langsung berimbas pada pelayanan kesehatan di dunia berkembang, yaitu pemotongan subsidi kesehatan oleh negara dan privatisasi pelayanan kesehatan kepada swasta. IMF dan BD mengajukan pemotongan subsidi dan privatisasi dengan logika bahwa subsidi membebani anggaran negara dan tidak sejalan dengan semangat kompetitif pasar bebas. Sebagai solusinya, pelayanan kesehatan kepada publik harus diswastanisasi. Selain itu pelayanan kesehatan menjadi bisnis dengan motivasi mendapatkan profit. Akibatnya, akses dan hak rakyat miskin untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak, berkualitas dan murah (bahkan gratis) dihilangkan. Bank Dunia telah merekomendasikan berbagai bentuk privatisasi dalam sektor kesehatan, privatisasi perawatan kesehatan telah memotong akses kepada berbagai pelayanan mendasar bagi rakyat miskin. Penerapan prinsip-prinsip pasar dalam perawatan kesehatan telah mentransformasikan pelayanan kesehatan dari pelayananan publik menjadi komoditi swasta. Akibatnya akan meniadakan akses bagi orang miskin yang tak mampu membayar pelayanan swasta.

Kebijakan lain dari IMF dan Bank Dunia yang mematikan adalah politik utang luar negeri. Misalnya saja Indonesia, akibat jeratan utang luar negeri ini, anggarannya harus dipangkas besar-besaran. Anggaran negara, sebagian besar justru ditujukan untuk membayar cicilan dan bunga utang luar negeri, ketimbang membiayai pelayananan publik kepada orang miskin. Ambil contoh Uganda, yang menghabiskan 1.6 persen GDP untuk kesehatan dan 2.4 persen untuk cicilan utang; Zimbabwe 3.4 persen dan 10.3 persen; Zambia 3.2 persen dan 9.8 persen.

Hubungan Perusahaan Farmasi, WTO dan HAKI

(21)

sudah di anggap menjadi komoditi pasar yang sangat menguntungkan. Perusahaan Farmasi beralibi, mereka tak mendapatkan balik biaya atas investasi riset yang dilakukan. Tanggung jawab perusahaan farmasi adalah kepada para pemegang saham yang tahunya dalam laporan tahunan harus mendapatkan deviden bukan kepada proyek kemanusiaan. Dikantor pusat berbagai perusahaan obat terkenal, poster humas memberikan gambaran bahwa perusahaan menaruh perhatian pada kemanusiaan dan berkomitmen untuk merawat mereka yang sakit. “Apa yang tidak mereka katakan adalah bahwa kemanusiaan mereka tergantung dari isi kantong si pasien.”

Perusahaan farmasi juga mempunyai jaringan lobi yang kuat kepada pengambilan keputusan politik di parlemen dan pemerintahan negara-negara kaya. Jalur lobi tersebut digunakan untuk melindungi kepentingan mereka diseluruh dunia seperti hak paten yang ketat, memonopoloi produk obat-obatan, memberikan harga yang tinggi bagi obat-obatan dan pelayanan medis.

Demi kepentingan menjaga citra, sekarang mulai banyak perusahaan farmasi memberikan bantuan obat-obatan dan program corporate social responbility (CSR). Mereka juga mendonasikan uang untuk berbagai insisiatif global. Tapi, ironisnya, perusahaan farmasi tidak mau beranjak pada isu fundamental yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara berkembang seperti; akses untuk obat-obatan yang penting, isu hak paten dan, hak negara miskin untuk mengembangkan pengobatan alternatif.

Salah satu benteng perusahaan Farmasi untuk mendesakan kepentingannya secara global, adalah kebijakan global menyangkut hak paten dan intelectual property (HAKI) yang

diputuskan oleh World Trade Organization (WTO). Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa WTO adalah alat dari negara maju dan perusahaan multinasional, untuk memaksakan

kepentingan ekonomi dan politiknya atas negara-negara berkembang. Pada tahun 1994, WTO telah mengadopsi TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property). Obat-obatan termasuk didalamnya pada bagian aturan paten. Dalam aturan paten tersebut, perusahaan multinasional Farmasi diberikan hak memonopoli obat-obatan yang dapat menyelamatkan kehidupan manusia hingga 20 tahun. Negara miskin yang membutuhkan obat-obatan harus menunggu 20 tahun untuk dapat merasakan keuntungan dari obat-obatan tersebut. Negara-negara berkembang harus mengadopsi aturan TRIPS hingga tahun 2006.

Aturan TRIPS untuk obat generik juga dibatasi hanya untuk kepentingan domestik bukan untuk ekspor. Namun, pada prakteknya, perusahaan farmasi juga menolak pengembangan obat generik itu. Kasus ini misalnya dapat dilihat dalam penyediaan obat-obat AIDS seperti yang terjadi di India, Thailand, dan Afrika Selatan. Kebijakan ini berarti negara yang tidak mempunyai industri farmasi yang padat modal, tetap harus mengimpor obat-obatan dari perusahaan multinasional. Mereka tak diperbolehkan mengimpor obat generik dari negeri berkembang yang sudah mengembangkan obat generik untuk AIDS.

(22)

tersebut adalah ketakutan dari perusahaan farmasi itu akan direbutnya pasar obat-obatan yang sebelumnya mereka monopoli.

Dampak Liberalisasi dan Komersialisasi Sektor Kesehatan

Lepasnya tanggung jawab negara dengan cara mendorong praktek liberalisasi dan

komersialisasi sektor kesehatan ini, telah membawa banyak dampak buruk bagi orang-orang miskin. Pertama, pemberlakuan sistem pembayaran yang disebut “user fees” pada pelayanan kesehatan publik. Disini, hampir tidak ada pembedaan antara RS pemerintah dan RS swasta, sehingga menyempitkan kesempatan bagi rakyat miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan murah.

Kedua, adanya segmentasi dalam pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat. Artinya, setiap golongan masyarakat akan mendapatkan pelayanan kesehatan berdasarkan kemampuan ekonominya. Orang miskin akan mendapatkan pelayanan kesehatan apa adanya (darurat), sementara orang kaya akan mendapatkan pelayanan lebih bagus dan canggih. Hal ini,

bagaimanapun sangat bertentangan dengan prinsip “pelayanan kesehatan untuk semua”, tanpa pandang bulu.

Ketiga, Karena tujuan pelayanan kesehatan sekarang ini adalah mengejar profit semata, maka faktor “kemanusiaan” menjadi semakin terpinggirkan dalam hal pemberian pelayanan yang layak. Dalam kasus Prita Mulyasari, misalnya, terkesan dokter melakukan pelayanan yang sekedar memperbesar keuntungan (profit), bukan mempertimbangkan apa keluhan dan penyakit si pasien.

Keempat, karena sistem kesehatan sudah dikomersialisasi atau diliberalisasikan, maka pelayanan kesehatan hanya bersifat individual, bukan lagi sebagai sebuah gerakan kolektif untuk menyehatkan bangsa. Padahal pengembangan sistem kesehatan nasional berfungsi untuk menguatkan sumber daya manusia (SDM), yang tentunya akan berpengaruh terhadap laju perkembangan ekonomi bangsa.

Diskriminasi atas kesehatan menutup kesempatan setiap individu untuk menjadi sehat. Pemerintah yang seharusnya menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau justru memberikan failitas kesehatan yang mahal. Akibatnya tindakan intimidasi berupa wacana “orang miskin dilarang sakit” tidak bisa dielakkan. Pemerintah dituntut menyediakan

kebijakan yang mengarah pada tersedia dan terjangkaunya pelayanan kesehatan dengan cara yang mudah dan cepat mendapatkannya.

Masyarakat miskin adalah sorotan utama dalam tulisan ini, karena semua tindakan

diskriminasi kesehatan adalah mereka sebagai sasaran utama. Sulitnya mendapatkan makanan yang cukup gizi, akses air minum yang baik, sanitasi yang memadai, tempat tinggal di

lingkungan yang sehat dan layak, dan kondisi lingkungan pekerjaan yang sehat dan juga aman. Golongan miskin kota selalu hidup di daerah kumuh. Kolong jembatan, daerah dekat pembuangan sampah akhir, pinggiran sungai, dan pinggiran kota lainnya adalah tempat mereka untuk membentuk keluarga.

(23)

fasilitas umum yang ada memberikan kesulitan dan ruang gerak yang sempit kepada difable. Saat ini permasalahan difable belum menjadi perhatian penuh dari pemerintah. Karena masyarakat masih menjadi target utama diatas semua permasalahan yang ada.

Menghadapi semua permasalahan itu maka harus ada upaya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil) sebagai kewajiban negara

mengimplementasikan norma-norma HAM pada hak atas kesehatan harus memenuhi prinsip-prinsip :

1. Ketersediaan pelayanan kesehatan

Negara melalui pemerintah dan alat kelengkapannya lainya memiliki kewajiban untuk memiiki sejumlah pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk. Kemudahan aksesibilitas, fasilitas kesehatan, serta barang dan jasa kesehatan. Setiap manfaat dari sarana dan infrastruktur kesehatan harus dapat diakses oleh tiap orang tanpa diskriminasi. Dalam

pemanfaatannya setiap aspek kesehatan tidak diskriminatif, terjangkau secara fisik (termasuk untuk difable),terjangkau secara ekonomi, dan bisa didapatkan informasi dengan cara

mencari, menerima dan atau menyebarkan informasi dan ide mengenai masalah-masalah kesehatan (informed consent).

1. Penerimaan.

Setiap sarana dan infrastruktur kesehatan, barang dan dan jasa pelayanan harus dijalankan dengan etika medis dan sesuai secara budaya. Beberapa hal yang dapat dijadikan contoh adalah menghormati kebudayaan individu-individu, dan kearifan lokal, serta kaum minoritas. Juga dirancang untuk penghormatan kerahasiaan status kesehatan dan peningkatan status kesehatan bagi mereka yang memerlukan.

1. Kualitas.

Dengan diterimanya budaya yang hidup di masyarakat. Setiap fasilitas kesehatan, barang, dan jasa harus berdasarkan ilmu dan secara medis sesuai dengan kualitas yang baik. Untuk menjawab setiap permasalahan yang ada negara dan setiap unsur-unsur pembentuk negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak atas kesehatan yaitu :

1. Menghormati hak atas kesehatan

Negara menempuh langkah preventif dan represif agar dapat menahan diri tidak mengambil langkah yang berdampak negatif pada kesehatan. Menghindari tindakan limitasi akses pelayanan kesehatan, menghindari diskriminasi, tidak menyembunyikan dan atau

menyalahgunakan informasi kesehatan yang penting, tidak menerima komitmen internasional tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap hak atas kesehatan, tidak menghalangi praktek pengobatan tradisional yang aman, dan tidak mendistribusikan obat yang tidak aman. Setiap individu dalam menuntut haknya harus menghormati berjalannya hak orang lain. Dengan lebih dahulu menjalankan kewajibannya masing-masing. Karena setiap benturan yang terjadi antar masyarakat itu disebabkan oleh dan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

(24)

Sebagai pihak yang menjalankan pemerintahan maka pemerintah atas nama negara

menempuh langkah di bidang legislasi ataupun tindakan lainnya yang menjamin persamaan akses terhadap jasa kesehatan. Pemerintah melalui legislatif menjalankan fungsinya dengan membuat legislasi dengan mengatur standar dan membuat panduan untuk melindungi tenaga kerja, masyarakat serta lingkungan.

Negara melalui lembaga dan aparatur negara lainnya memberikan perlindungan kepada warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Seringnya terjadi benturan antara setiap hak membutuhkan batasan dan tindakan konkret untuk menghindari lahirnya benturan keras yang akan melahirkan chaos.

1. Memenuhi hak atas kesehatan

Pemerintah menyediakan segala sarana dan infrastruktur dengan pelayanan kesehatan yang memadai, pangan yang cukup, dan informasi serta pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan. Faktor sosial yang berpengaruh pada kesehatan juga perlu dipenuhi dengan memberikan kesetaraan gender, kesetaraan akses untuk bekerja, kesetaraan hak anak dan dewasa untuk mendapatkan identitas kesehatan, dan pendidikan kesehatan.

Source: http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2012/07/14/diskriminatif-dalam-implementasi-uu-no-36-tahun-2009-tentang-kesehatan/

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dalam Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat Hak yang melekat pada hakekat

Dalam  UUD  1945  yang  telah  di  Amandemen  khusus  dalam 

Pelanggaran HAM dan Pelanggaran HAM berat yang dimaksud disini Pasal 1 ayat (6) Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM dengan pelanggaran hak asasi manusia

HAM berlaku untuk semua manusia tidak terkecuali orang yang memiliki. gangguan

 Anggota III bertanggung jawab untuk menganalisis hambatan dan tantangan dalam upaya perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan HAM di Indonesia (sesuai dengan gambar 1.1)

Dipimpin oleh Ken Saro Wiwa, mendeklarasikan MOSOP ke lingkungan internasional melalui Perserikatan Bangsa-bangsa PBB untuk mendukung Hak Asasi Manusia HAM di Ogoni yang dilanggar oleh

Konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945, merupakan salah satu instrumen pemenuhan hak asasi manusia, yaitu mengatur tentang perlindungan kebebasan beragama di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28e, Pasal 28i ayat (1) dan (2), Pasal 29 ayat

Sedangkan menurut pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang dimaksud Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah : “Setiap pelanggaran seseorang atau sekelompok orang