prinsip-prinsip, metode dari pendekatan sistem dalam pembangunan masyarakat, model penelitian berbasis masyarakat , pembangunan berkelanjutan dari usaha perikanan tangkap, pertanian dan peternakan. Buku ini juga dilengkapi dengan beberapa contoh analisis dari hasil penelitian di lapangan selama beberapa tahun sebelumnya dengan menggunakan CDI (criterium decision plus) dan ISM (interpretative structural modeling) untuk memberikan
contoh nyata dalam penerapannya.
Dr. Chaterina Agusta Paulus, M.Si adalah Dosen pada Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Undana. Memperoleh gelar Doktor dan mendapatkan Piagam Penghargaan Prestasi Akademik pada Wisuda Tahap I Tahun Akademik 2012/2013 sebagai Lulusan Terbaik Program Pendidikan Doktor Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Penulis juga mendapatkan beberapa pendidikan informal di Belanda, yang bersangkutan juga aktif di berbagai pertemuan ilmiah nasional dan internasional. Telah mendapatkan beberapa skim penelitian dan pengabdian kepada masyarakat melalui hibah kompetitif nasional dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan menulis beberapa jurnal ilmiah dan koran pada tingkat nasional. Penulis juga pernah menjadi tenaga ahli pada beberapa lembaga pemerintah dan institusi nasional juga internasional di bidang kelautan dan perikanan seperti The Nature Conservancy (TNC), DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT), Dewan Konservasi Perairan Provinsi NTT, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) NTT, dan Badan Perencana Pengembangan Daerah (BAPPEDA) NTT. Pernah menjadi Sekretaris Lembaga Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (LPMT) Undana dan saat ini menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran (LPPP) Undana.
Ir. Yohanis Umbu Laya Sobang, M.Si adalah Dosen pada Program Studi Ilmu Peternakan,
Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana. Telah mendapatkan beberapa skim penelitian dan pengabdian kepada masyarakat melalui hibah kompetitif nasional dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini, serta aktif menulis beberapa buku, jurnal ilmiah dan koran pada tingkat nasional dan internasional. Penulis juga pernah menjadi tenaga ahli pada beberapa lembaga pemerintah dan institusi nasional juga internasional di bidang ilmu peternakan dan memiliki pengalaman dalam merumuskan beberapa kebijakan publik/rekayasa sosial lainnya di beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menerima penghargaan Dosen Teladan I Tingkat Fakultas Peternakan dan Peneliti Terbaik Ke II Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana.
DALAM PERSPEKTIF PENGELOLAAN
SUMBERDAYA BERKELANJUTAN
PEMBANGUNAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF
PENGELOLAAN SUMBERDAYA BERKELANJUTAN
Berbagai informasi dengan dasar teori yang kuat serta metode dan
contoh kasus pengelolaan sumberdaya dengan perspektif berkelanjutan
Penerbit UNDANA Press
Kampus UNDANA Penfui KupangJl. Adisucipto Penfui, Kotak Pos 104, Kupang 85001, NTT Telp.(0380) 881580 Email : puskomundana@undana.ac.id
UND
AN
A
Press CHATERINA AGUSTA PAULUS
YOHANIS UMBU LAIYA SOBANG PRA Perempuan Pesisir
Nemberala, Rote Ndao
Ipomoea batatas L.
pangan lokal masyarakat pesisir Nembrala, Rote Ndao Sapi Bali Timor, NTT
DALAM PERSPEKTIF
PENGELOLAAN SUMBERDAYA
BERKELANJUTAN
Berbagai informasi dengan dasar teori yang kuat serta
metode dan contoh kasus pengelolaan sumberdaya
dengan perspektif berkelanjutan
CHATERINA AGUSTA PAULUS
dan
Chaterina Agusta Paulus dan Yohanis Umbu Laiya Sobang Copyright © 2014 Chaterina Agusta Paulus
Editor : Ir. D. Roy Nendissa, MP
Desainer Sampul & Tata Letak : Devid Susilo & Tony Prabowo
Korektor : David Sir, S.Sos, M.Hum
Sumber Gambar Sampul : http://www.eoasia.com/en/indonesia/
flores-island
ISBN: 978-602-8547-86-4
Penerbit UNDANA Press
Kampus UNDANA Penfui Kupang
Dicetak oleh Percetakan Muara Cipta Kreasi
Epicentrum Walk Lt. 17 - B7 17, Komp. Rasuna Epicentrum Jl. HR. Rasuna Said, Karet Kuningan, Setiabudi
Jakarta Selatan - 12940 Telp. +6221 2991 2275
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa yang atas anugerah dan hikmatNya, sehingga penulisan buku
ini dapat terlaksana setelah melewati pergumulan yang panjang.
Penulisan buku ini diilhami oleh fakta bahwa pada negara-negara
berkembang, proses pembangunan belum banyak memberikan
dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakatnya. Ditengarai
banyak faktor yang berpengaruh mulai dari rendahnya kualitas
sumberdaya manusia, kelangkaan sumberdaya ekonomi, kurangnya
infrastruktur, lemahnya penegakan hukum sampai pada maraknya
tindakan korupsi. Di pihak lain ditengah tuntutan peningkatan
ekonomi suatu negara telah membawa pembangunan ekonomi
yang lebih pada tindakan eksploitatif tanpa memperdulikan aspek
kelestarian sumberdaya alam, sehingga mengarah pada kerusakan
lingkungan yang mencemaskan terutama untuk kehidupan generasi
yang akan datang.
Oleh karena itu isi buku ini akan diawali dengan membangun
pemahaman tentang masyarakat sebagai subyek pembangunan yang
mengedepankan partisipasi, konsep-konsep dan metode pendekatan
dan aplikasinya untuk menilai keberlanjutan suatu pembangunan dan
untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih diarahkan pada
pembangunan perikanan berkelanjutan, pertanian berkelanjutan,
dan peternakan berkelanjutan. Di samping itu buku ini juga
dilengkapi dengan contoh kasus pengelolaan sumberdaya dengan
perspektif berkelanjutan dari hasil penelitian selama beberapa tahun
di lapangan bersama dengan masyarakat dan pemerintah daeeah.
Akhir kata penulis berharap dengan membaca buku ini kiranya
dapat memberikan warna dalam pengembangan khazanah ilmu
pengetahuan. Shalom dan Tuhan memberkati.
Kupang, Agustus 2014 Penulis
Chaterina Agusta Paulus &
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...iii
KATA SAMBUTAN ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
Bab I Pendahuluan ... 1
1.1 Masyarakat ... 1
1.2 Pembangunan Masyarakat (community development) ... 4
1.3 Tantangan Pembangunan Masyarakat di Indonesia ... 8
1.4 Pembangunan dan Sumber Daya ... 9
1.5 Pengelolaan Sumberdaya Alam Yang Berkelanjutan ... 11
Bab 2 Penguatan Kapasitas Masyarakat... 14
2.1. Konsep Penguatan Kapasitas Masyarakat ... 15
2.2. Pentingnya Penguatan Kapasitas Masyarakat Dalam Pembangunan ... 17
2.3. Strategi Penguatan Kapasitas Masyarakat ... 18
2.4. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan ... 22
2.5. Program Pemberdayaan Masyarakat ... 26
Bab 3 Pendekatan Sistem dalam Pembangunan Masyarakat ... 31
3.1 Pendekatan Sistem ... 31
3.2 Sistem dalam Pembangunan Masyarakat ... 32
3.3 Persepsi Masyarakat ... 43
3.4 Interpretatif Struktural Modeling ... 54
Bab 4 Pendekatan Penelitian Berbasis Masyarakat ... 69
4.1. Pentingnya Penelitian Dalam Pembangunan ... 71
4.2. Penelitian Berbasis Masyarakat ... 75
4.3. Metode Penelitian Berbasis Masyarakat ... 77
Bab 5 Pembangunan Berkelanjutan ... 127
5.2 Pembangunan Sumberdaya Secara Berkelanjutan ... 140
5.3 Tantangan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia ... 147
5.4 Pengembangan Indikator dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 150
Bab 6 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan ... 170
6.1 Konsep Perikanan Berkelanjutan ... 173
6.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (EAFM) ... 174
6.3 Indikator Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan ... 179
6.4 Penilaian Awal Indikator EAFM pada Pengelolaan Wilayah Perikanan Indonesia ... 190
6.5 Tantangan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan ... 202
6.5 Catatan Penutup ... 203
Bab 7 Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan ... 206
7.1 Konsep Pertanian Berkelanjutan ... 207
7.2 Manajemen Sumberdaya Pertanian ... 209
7.3. Indikator Usaha Pertanian Berkelanjutan ... 214
7.4. Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Pertanian Berkelanjutan 219 7.5. Pengembangan Kapasitas Petani ... 222
Bab 8 Pembangunan Peternakan yang Berkelanjutan ... 227
8.1 Konsep Peternakan Berkelanjutan ... 229
8.2 Manajemen Sumberdaya Peternakan Berkelanjutan ... 231
8.3. Indikator Usaha Peternakan Berkelanjutan ... 242
8.6 Catatan Penutup ... 254
Glosarium ... 259
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skala penilaian perbandingan berpasangan (Saaty, 1993) ... 49 Tabel 2. Kuesioner Responden AHP ... 50 Tabel 3 Keterkaitan antara sub elemen pada
teknik ISM (Marimin, 2004) ... 54 Tabel 4. Petunjuk pemakaian: Isilah titik-titik pada kolom
dengan symbol V, A, X, O... 59 Tabel 5 Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur ... 61 Tabel 6 Matriks Reachibility (RM) ... 61 Tabel 7 Diagram Hubungan Elemen 62
Tabel 8. Beberapa perbedaan antara metode RRA dan PRA ... 81 Tabel 9. Hasil Dinamika Kelompok Tentang Sistem
Indikator Domain Habitat dan Ekosistem
Perairan Dalam EAFM ... 182 Tabel 10. Hasil Dinamika Kelompok Tentang Sistem
Indikator Domain Sumberdaya Ikan dalam EAFM ... 184 Tabel 11. Hasil Dinamika Kelompok Tentang Sistem
Indikator Domain Teknis Penangkapan Ikan dalam EAFM ... 186 Tabel 12. Hasil Dinamika Kelompok Tentang Sistem
Indikator Domain Sosial dalam EAFM ... 188 Tabel 13. Hasil Dinamika Kelompok Tentang
Sistem Indikator Domain Ekonomi dalam EAFM ... 188 Tabel 14. Hasil Dinamika Kelompok Tentang
Sistem Indikator Domain Kelembagaan dalam EAFM ... 189 Tabel 15. Visualisasi Model Bendera untuk Indikator
EAFM Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia ... 192 Tabel 16. Indeks Komposit Agregat Indikator EAFM
untuk Wilayah Pengelolaan Perikanan ... 201 Tabel 17. Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi Potong Di NTT ... 238 Tabel 18 Keragaan Parameter Reproduksi Ternak Sapi Potong di NTT 239 Tabel 19 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan
program pembibitan sapi potong di NTT ... 242 Tabel 20. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan
Tabel 21 Faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi
keberlanjutan usaha sapi potong di NTT ... 246 Tabel 22. Komposisi kimia beberapa jenis pakan
yang sering digunakan peternak untuk ternak
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Hirarki Pengembangan Kawasan Minapolitan ... 49 Gambar 2. Pembobotan Kriteria Faktor pada Level Fokus dalam
Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kupang ... 51 Gambar 3. Kontribusi setiap Faktor dalam Level Pengembangan
Kawasan Minapolitan Berbasis Budidaya Laut
di Kabupaten Kupang ... 52 Gambar 4 Kontribusi setiap Faktor dalam Pengembangan
Kawasan Minapolitan Berbasis Budidaya Laut
di Kabupaten Kupang ... 53 Gambar 5. Matriks driver power-dependence analisis
ISM (Marimin, 2004) ... 57 Gambar 6 Diagraph Driver Power-Dependence ... 63 Gambar 7 Struktur Hirarki Sub Elemen Kebutuhan Program
Pengembangan Kawasan Minapolitan di Wilayah
Kabupaten Kupang ... 66 Gambar 8 Mekanisme Identifikasi Indikator
SDGs di Indonesia (BPS, 2014) ... 151 Gambar 9 Penyusunan Indeks Pembangunan
Berkelanjutan (Fauzi dan Oktavianus, 2014) ... 168 Gambar 10 Interaksi dan Proses Antar Komponen
dalam Pengelolaan Perikanan ... 176 Gambar 11. Proses Implementasi EAFM (FAO, 2003) ... 177 Gambar 12. Diagram Proses Evaluasi dan
Adaptasi EAFM (FAO, 2003) ... 178 Gambar 13. Kerangka Pendekatan Kajian Awal
Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan ... 191 Gambar 14. Distribusi Spasial Wilayah Pengelolaan Perikanan
Indonesia (Permen KP No 1/2009) ... 191 Gambar 15. Nilai Komposit Aspek Habitat Setiap
Wilayah Pengelolaan Perikanan ... 193 Gambar 16. Status indikator habitat di WPP-RI
berdasarkan penilaian ... 194 Gambar 17. Status indikator Sumberdaya
Gambar 18. Nilai Komposit Aspek Teknis Penangkapan
Ikan Setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan ... 196 Gambar 19. Status indikator Teknis Penangkapan
Ikan di WPP-RI berdasarkan penilaian ... 197 Gambar 20. Status indikator Ekonomi di WPP-RI
berdasarkan penilaian ... 198 Gambar 21. Nilai Komposit Aspek Sosial Setiap
Wilayah Pengelolaan Perikanan ... 199 Gambar 22. Status indikator Sosial di WPP-RI
berdasarkan penilaian ... 199 Gambar 23. Nilai Komposit Aspek Kelembagaan
Setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan ... 200 Gambar 24. Status indikator Kelembagaan di
WPP-RI berdasarkan penilaian... 200 Gambar 25. Peta komposit indikator pengelolaan
perikanan dengan pendekatan ekosistem pada WPP-RI .... 202 Gambar 26 Keterkaitan Konsep Kapasitas, Kompetensi
1.1 Masyarakat
Pada sub bab pertama ini membahas pengertian dari masyarakat dan bagaimana proses terbentuknya masyarakat.
1.1.1 Pengertian Masyarakat
Masyarakat (society) diartikan sebagai sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Adapun pengertian masyarakat menurut para ahli adalah :
a. Selo Soemardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan
kebudayaan.
b. Emile Durkheim
Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
c. Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
d. Max Weber
Masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
BAB
PENDAHULUAN
e. Koentjaraningrat
Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu.
f. Mayor Polak
Masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial yang terdiri dari banyak sekali kolektivitas serta kelompok, dan tiap-tiap kelompok terdiri lagi atas kelompok-kelompok yang lebih kecil (sub kelompok). g. Roucek dan Warren
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa dan kesadaran bersama, di mana mereka berdiam (bertempat tinggal) dalam daerah yang sama yang sebagian besar atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat istiadat serta aktivitas yang sama pula. h. Paul B. Horton
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Pada bagian lain Horton mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
1.1.2
Proses Terbentuknya Masyarakat
Untuk menganalisa secara ilmiah tentang proses terbenruknya masyarakat sekaligus problem-problem yang ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser, kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses terbentuk dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian
antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial (social dynamic),
yaitu :
a. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri 1) Proses Internalisasi
internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal, dimana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.
2) Proses Sosialisasi
Proses ini bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekililingnya.
3) Proses Enkulturasi
Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata enkulturasi dalam bahas Indonesia juga berarti “pembudayaan”.
b. Proses Evolusi Sosial
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang dari jauh hanya dengan
memperhatikan perubahan-perubahan yang besar saja (macroscopic).
Proses evolusi sosial budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata seorang peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari dalam masyarakat di dunia.
c. Proses Difusi
Penyebaran Manusia. Ilmu Paleoantropologi memperkirakan bahwa manusia terjadi di daerah Sabana tropikal di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir seluruh permukaan bumi ini. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya proses pembiakan dan gerakan penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai dengan proses adaptasi fisik dan sosial budaya.
d. Akulturasi dan Pembauran atau Asimilasi
Akulturasi adalah Proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Fenomena ini sulit dibendung apalagi dalam era globalisasi saat ini, dimana unsur-unsur kebudayaan asing akan masuk dan akan terjadi dimana unsur-unsur kebudayaan yang positif akan diadopsi oleh masyarakat tanpa menghilangkan kebudayaannya sendiri.
Asimilasi adalah Proses sosial yang timbul bila ada
golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan-golongan tersebut masing-masing mengalami perubahan sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan yang campuran. Fenomena ini dapat terjadi karena adanya migrasi manusia dari tempat yang satu ke tempat yang lain baik dilakukan melalui inisiatif sendiri atau kelompok ataupun melalui kebijakan pemerintah seperti program transmigrasi yang terjadi di Indonesia.
e. Pembauran atau Inovasi
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang mana akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan mengahsilkan produk-produk baru. Proses inovasi sangat erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Dalam suatu penemuan baru biasanya membutuhkan proses sosial yang
panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu discovery (menguatkan
apa yang sudah ada) dan invention (menemukan hal yang baru).
1.2 Pembangunan Masyarakat (
community development
)
1.2.1 Pengertian Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat pada hakekatnya adalah merupakan suatu proses perubahan menuju kehidupan yang lebih baik lagi bagi masyarakat, dengan mengkondisikan serta menaruh kepercayaan kepada masyarakat itu sendiri untuk membangun dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Pengertian Baku mengenai pembangunan masyarakat telah ditetapkan PBB, dalam Konkon Subrata (1991:4) bahwa: “Pembangunan masyarakat adalah suatu proses yang ditumbuhkan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi sosial masyarakat seluruhnya kepada inisiatif masyarakat”.
Menurut definisi tersebut, pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik ikhtiar masyarakat yang bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa sendiri, maupun kegiatan pemerintah, dalam rangka untuk memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan kebudayaan masyarakat (komunitas). Mengintegrasikan berbagai komunitas itu dalam kehidupan bangsa dan memampukan mereka untuk memberikan sepenuhnya demi kemajuan bangsa dan Negara berjalan terpadu didalam proses tersebut.
Proses tersebut meliputi elemen dasar: pertama, partisipasi masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk memperbaiki tarap hidup mereka. Sedapat-dapatnya berdasarkan kekuatan dan prakarsa sendiri. Kedua, bantuan dan pelayanan teknik yang bertujuan menumbuhkan prakarsa, tekad untuk menolong diri sendiri dan kesediaan untuk menolong orang lain, dari pemerintah. Proses tersebut dinyatakan dalam berbagai program yang dirancang untuk perbaikan proyek khususnya terhadap proyek spesifik (Talizuduhun Ndraha, 1997).
Selanjutnya Konkon Subrata (1991:6) memberikan batasan tentang pembangunan masyarakat, yaitu: “Pembangunan masyarakat adalah proses evaluasi dimana sekelompok manusia yang mempunyai persamaan kebutuhan dan aspirasi bekerjasama untuk memperbaiki keadan sosial ekonomi yang lebih baik, materiil dan spiritual bagi perseorangan dan masyarakat”.
Cook (1994) menggarisbawahi bahwa pembangunan atau secara
spesifik pembangunan masyarakat (community development) merupakan
konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan yang bermakna terjadi perubahan ke arah yang positif. Sedangkan Giarci (2001)
memandang bahwa community development merupakan pusat perhatian
untuk membantu masyarakat pada berbagai tingkat umur untuk tumbuh dan berkembang dengan berbagai fasilitasi dan dukungan agar mampu memutuskan, merencanakan, dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisik dan kesejateraan sosialnya. Pada terminologi ini ada upaya penguatan ekonomi lokal dan memungkinkan
masyarakat untuk melakukan kegiatan bersama (collective action) dan
political pressure serta menjadikan kegiatan bersama untuk memulai perubahan-perubahan pada tingkat lokal. Bartle (2003) mendefednisikan
community development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat semakin
kompleks dan kuat. Pada terminologi ini terjadi perubahan sosial dimana
masyarakat lebih kompleks, institusi lokal tumbuh, collective power-nya
meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya.
1.2.2 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Masyarakat
Tujuan pembangunan masyarakat adalah untuk menciptakan kondisi-kondisi untuk tumbuhnya suatu masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara berswadaya dalam hal ini, adalah masyarakat miskin sehingga masyarakat mampu menetralisir belenggu-belenggu sosial yang dapat menahan laju perkembangan masyarakat (adaptasi, tradisi, kebiasaan, cara dan sikap hidup) yang dapat menjadi hambatan pembangunan.
Selanjutnya, Talizuduhu Ndraha (1997) menguraikan tentang sasaran pembangunan masyarakat yaitu:
a. Peningkatan tarap hidup masyarakat, diusahakan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan swadaya masyarakat. dan juga sebagai usaha menggerakan partisipasi masyarakat.
b. Partisipasi masyarakat dapat meningkat dalam upaya peningkatan tarap hidup masyarakat.
d. Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat ditum-buhkan melalui intensifikasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Lebih lanjut Talizuduhu Ndraha (1997) berpendapat bahwa keempat sasaran pembangunan masyarakat diatas yaitu perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, pembangkitan partisipasi masyarakat, dan menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Ketiga aspek di atas, tidak berdiri sendiri melainkan diusahakan agar satu berkaitan dengan yang lainnya sehingga merupakan sebuah paket program yang utuh.
1.2.3 Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip keterpaduan, keberlanjutan, keserasian, kemampuan sendiri, dan kederisasi. Prinsip keterpaduan mengandung arti bahwa program atau kegiatan pembangunan masyarakat disusun oleh, bersama, dalam dan untuk masyarakat atas dasar kebutuhan dan berbagai sumber yang tersedia untuk memenuhi kepentingan bersama dalam aspek kehidupan. Prinsip keberlanjutan, memberi arah bahwa pembangunan masyarakat itu tidak dilakukan sekaligus, melainkan bertahap dan terus menerus menuju kearah yang lebih baik. Program yang telah berhasil merupakan titik awal untuk program berikutnya sedangkan suatu program yang perlu diperbaiki dan dikembangkan menuntut adanya kegiatan lanjutan.
1.3 Tantangan Pembangunan Masyarakat di Indonesia
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pembangunan diarahkan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu menjadi mutlak bahwa pembangunan mestinya berfokus pada masyarakat baik sebagai obyek dan sekaligus menjadi subyek dalam pembangunan. Berbagai pendekatan pembangunan telah dilakukan oleh pemerintah untuk meretas jalan menuju pencapaian cita-cita luhur bangsa Indoensia yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Namun demikian pada tingkat implementasinya tidak semua pendekatan dapat memberikan dampak positif dalam pencapaian tujuan pembangunan.
Pendekatan pembangunan selama ini yang menempatkan masyarakat sebagai obyek pembangunan telah menjadikan masyarakat yang pasif dan menciptakan ketergantungan pada bantuan pemerintah. Kreatifitas masyarakat yang selama ini menjadi kearifan lokal menjadi hilang oleh karena terjadinya pergeseran tatanan budaya dalam masyarakat dengan adanya berbagai proyek yang digulirkan pemerintah dan harus dilakukan oleh masyarakat. Pemberian bantuan kepada rakyat oleh pemerintah merupakan tanggungjawab negara, namun bantuan tanpa pengawasan justru menjadi sumber konflik pada tingkat masyarakat. Sebagai contoh pemberian bantuan yang tidak sesuai sasaran justru menciptakan rasa antipati terhadap pembangunan oleh kelompok masyarakat yang tidak menerima bantuan. Banyak contoh dapat disajikan betapa masyarakat sangat tergantung pada bantuan pemerintah.
Kalau dulu masyarakat dapat melakukan pembangunan sekolah di desanya dengan swadaya dan gotong royong tetapi sekarang kita dapat menyaksikan masih banyak sekolah yang murid-muridnya tidak meja dan kursi bahkan tidak memiliki gedung sekolah, pertanyaannya di mana kepedulian masyarakat setempat untuk mendukung kegiatan pendidikan di desanya? Bagi masyarakat sekarang setiap pemberian harus dinilai dengan uang walaupun program tersebut untuk kepentingan anaknya sendiri, memang sangat ironi!!
tanam kita menyaksikan karena media massa bahwa terjadi keterlambatan tanam karena keterlambatan bibit, memang sangat ironi!!! Diversifikasi tanaman yang menjadi kearifan lokal masyarakat secara turun temurun juga terkikis dengan berbagai program pemerintah untuk menetapkan komoditi unggulan misalnya padi dan jagung, sedangkan kacang-kacangan dan umbi-umbian telah ditinggalkan oleh petani dan ketika komoditi padi dan jagung mengalami kegagalan panen maka terjadilah kerawanan pangan dan solusinya “beras murah”.
Akhirnya niat pemerintah untuk membantu masyarakat menjadi tantangan baru dalam pembangunan masyarakat saat ini dan menjadi “pekerjaan rumah” oleh berbagai pemangku kepentingan. Untuk itu pendekatan bantuan ke depan harus dibarengi dengan pencerahan bagi masyarakat bahwa bantuan hanya merupakan stimulan dari pemerintah untuk membangun masyarakat yang produktif dan mandiri, sehingga partisipasi masyarakat yang produktif merupakan syarat utama tercapainya cita-cita pembangunan nasional.
1.4 Pembangunan dan Sumber Daya
Badruddin (2009) menyatakan bahwa konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak perlu dihubungkan dengan aspek-aspek spasial. Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan. Hal ini antara lain dapat dilukiskan di negara-negara Singapura, Hongkong, Australia, dan negara -negara maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-negara tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari aspek sosial lingkungan serta didukung mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan kembali secara transparan, adil dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial, bukan saja aspirasi masyarakat ikut dipertimbangkan tetapi juga
keberadaan lembaga-lembaga sosial (social capital) juga ikut dipelihara
bahkan fungsinya ditingkatkan. Sementara dalam aspek lingkungan, aspek fungsi kelestarian natural capital juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat manusia. Dari semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan sangat bersih dari beragam perilaku lobi yang
bernuansa kecurangan (moral hazard) yang dipenuhi kepentingan tertentu
hasil- hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara
adil melintasi (menembus) batas ruang (inter-region) dan waktu (
inter-generation).
Fattah (2014) menyatakan bahwa dalam pengertian umum, sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan Berkes (1989) dalam Fattah (2014) mendefinisikan sumberdaya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia dan lebih jauh mengatakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus memiliki dua kriteria, yakni:
1. Harus ada pengetahuan, teknologi atau ketrampilan (skill) untuk
memanfaatkannya.
2. Harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut.
Kalau kedua kreteria tersebut tidak dimiliki, maka sesuatu itu kita sebut barang netral. Jadi, tambang emas yang terkandung di dalam bumi misalnya, jika kita belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk memanfaatkannya dan tidak ada demand untuk komoditas tersebut, tambang emas tersebut masih dalam kreteria barang netral. Namun pada saat permintaan ada dan teknologi tersedia, ia menjadi sumberdaya atau
resource. Dengan demikian dalam pengertian ini definisi sumberdaya
terkait dengan kegunaan (usefulness) baik untuk masa kini maupun masa
mendatang bagi umat manusia.
Selain dua kreteria diatas, definisi sumberdaya juga terkait pada dua aspek, yakni 1) aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumberdaya dimanfaatkan dan 2) aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumberdaya dan bagaimana teknologi digunakan. Aktivitas ekstraksi sumberdaya ikan, misalnya, melibatkan aspek teknis menyangkut alat tangkap, tenaga kerja, dan kapal, serta aspek kelembagaan yang menentukan pengaturan siapa saja yang boleh menangkap ikan. Jika misalnya, aspek kelembagaan ini tidak berfungsi baik, sumberdaya ikan akan terkuras habis tanpa memberi manfaat berarti bagi manusia.
Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga non-fisik (intangible). Sumber daya ada yang dapat
daya yang kekal (selalu tetap). Selain itu, dikenal pula istilah sumber daya
yang dapat pulih atau terbarukan (renewable resources) dan sumber daya
tak terbarukan (non-renewable resources). Ke dalam sumber daya dapat
pulih termasuk tanaman dan hewan (sumber daya hayati).
Berdasarkan definisi di atas, maka sumberdaya dapat digolongkan
dalam 4 (empat) kelompok yaitu sumberdaya alam (natural resources),
sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya teknologi (technology
resources), dan sumberdaya kelembagaan (institution resources). Dari
keempat sumberdaya tersebut, maka sumberdaya manusia memegang peran penting sebagai pengendali, pengelola, dan pengguna sumberdaya yang lainnya. Untuk itu dalam upaya pengelolaan sumberdaya yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi umat manusia dan juga dapat menjaga kelestarian alam, maka sumberdaya manusia perlu dipersiapkan sebaik mungkin, sehingga dapat menerima tanggungjawab tersebut.
1.5 Pengelolaan Sumberdaya Alam Yang Berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan merupakan salah satu agenda yang dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio Jeneiro (Brasil) tahun 1992, yang merumuskan tentang konservasi keanekaragaman hayati, pengembangan bioteknologi dan pengelolaan wilayah terpadu termasuk wilayah pesisir dan lautan. Ketiga aspek ini diarahkan kepada upaya pelestarian dan perlindungan keanekaragaman biologi pada tingkat genetik, spesies dan ekosistem serta menjamin kekayaan alam, binatang dan tujuan di seluruh kepulauan Indonesia. Selanjutnya dikatakan bahwa upaya-upaya pengelolaan sumber daya alam tidak hanya diarahkan untuk kepentingan jangka pendek nasional yaitu meningkatkan devisa negara tetapi juga kepentingan jangka panjang dalam skala yang lebih luas.
itu potensi sumber daya alam harus mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan.
Beberapa contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, adalah:
1. Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam.
Tuntutan ekonomi terutama dalam pemenuhan kebutuhan umat manusia yang selalu meningkat menjadi pemicu untuk melakukan eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sebagai contoh di bidang pertanian, sebagai akibat tuntutan produksi pangan yang tinggi, maka eksploitasi terhadap lahan sangat tinggi tanpa memperhatikan masa instrahat lahan tersebut untuk melakukan pemulihan kesuburannya.
2. Menggunakan Sumberdaya Alam secara efisien.
Anggapan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia dan lebih mementingkan kebutuhan saat sekarang, seringkali mengarah kepada pemanfaatan yang tidak efisien terutama untuk sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak, gas, dan bahan tambang lainnya.
3. Pemanfaatan Sumberdaya Alam sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Banyak kasus dilakukan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan. Sebagai contoh, terjadi penebangan hutan di mana-mana tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan hutan tersebut melakukan pemulihan, sehingga yang terjadi justru kerusakan hutan dan dibutuhkan waktu dan biaya yang tidaks sedikit untuk pemulihannya.
4. Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor agar memiliki nilai jual yang tinggi dan mengurangi pengunaan barang tambang yang tidak bertanggungjawab. Kecenderungan Negara-negara berkembang
untuk melakukan ekspor barang tambang dalam bentuk raw
material mengarah pada pemanfaatan yang tidak efisien dan tidak
bertanggungjawab justru mengarah pada pengurasan sumberdaya tetapi manfaat ekonomi yang diperoleh sangat rendah.
Pustaka
Bartle, P. 2003. Key Words C of Community Development, Empowerment, Participation: Diakses 22 Desember 2013. http://scn.org/ip/cdmp/ key-c.htm.
Cook, J.B. 1994. Community Development Theory, Community Development Publication MP568. Dept. Of Community Development. University of Missouri. Columbia.
Fattah, Luthfi. 2014. Ekonomi Sumberdaya Alam. Definisi Sumberdaya. Diakses 29 Desember 2013. https://luthfifatah.wordpress.com/ definisi-dan-klasifikasi-sumberdaya-alam/definisi-sumberdaya/. Giarci, G.G. 2001. Caught in Nets: A Critical Examination of The Use
of the Concept of “Network” in Community Development Studies. Community Development Journal Vol.36 (1): 63-71. Januari 2001. Oxford University Press.
Ndraha, Talizuduhun. 1997. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta.
2.1. Konsep Penguatan Kapasitas Masyarakat
Dewasa ini upaya pengembangan kapasitas merupakan bagian yang penting di dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari pengembangan kapasitas misalnya dilaksanakan dengan pendidikan, baik secara formal maupun informal. Di dalam perusahaan misalnya melalui pelatihan-pelatihan sumberdaya manusia, pengembangan sistem manajerial. Di dalam pemerintahan pengembangan kapasitas aparatur pemerintahan juga penting untuk meningkatkan performa aparatur dalam menjaalankan tugasnya sebagai abdi negara, dan juga regulasi dan deregulasi kebijakan pemerintahan. Dalam masyarakat dan dalam konteks pembangunan secara keseluruhan pun upaya pengembangan kapasitas menjadi bagian yang tidak terpisahkan, dimana masyarakat perlu ditingkatkan kapasitasnya, sehingga tidak saja menjadi obyek pembangunan tetapi harus menjadi subyek pembangunan. Dengan kata lain tidak mungkin terjadi suatu proses pembangunan/pengembangan dalam hal apapapun tanpa upaya pengembangan kapasitas bagi pelaku maupun juga sistem yang mengaturnya.
Secara terminologi Wikipedia memberikan pengertian kapasitas. Bahwa Kapasitas berasal dari Bahasa Belanda yaitu “capaciteit” yang dapat
berarti:
1. Daya tampung, daya serap 2. Ruang atau fasilitas yang tersedia 3. Kemampuan (maksimal)
Beberapa pengertian menurut para ahli:
1. Capacity building sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan
kemampuan seseorang, suatu organisasi atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-citakan (Brown et al., 2001).
2. Capacity building sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu,
BAB
PENGUATAN
KAPASITAS
MASYARAKAT
atau serangkaian gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada (Morison, 2001 dalam Soeprapto, 2010).
3. ACBF (2001) mendefinisikan bahwa peningkatan kapasitas sebagai sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan individu, kelompok, organisasi, komunitas atau masyarakat untuk menganalisa lingkungannya; mengidentifikasi masalah-masalah,
kebutuhan-kebutuhan, isu-isu dan peluang-peluang; memformulasi
strategi-strategi untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu dan kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan memanfaatkan peluaang yang relevan. merancang sebuah rencana aksi, serta mengumpulkan dan menggunakan secara efektif, dan atas dasar sumber daya yang berkesinambungan untuk mengimplementasikan, memonitor, dan mengevaluasi rencana aksi tersebut, serta memanfaatkan umpan balik sebagai pelajaran.
4. JICA (2004) memaknai kapasitas berhubungan dengan peningkatan kemampuan seseorang, ketika kita memperoleh sertifikasi, mengikuti pelatihan atau mengikuti pendidikan. Dalam pengertian yang lebih luas, yang sekarang digunakan dalam pembangunan masyarakat, kapasitas tidak hanya berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan individu, tetapi juga dengan kemampuan organisasi untuk mencapai misinya secara efektif dan kemampuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang.
5. UNDP (2006) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan umum untuk melaksanakan sesuatu. UNDP mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan (kemampuan memecahkan masalah) yang dimiliki seseorang, organisasi, lembaga, dan masyarakat untuk secara perorangan atau secara kolektif melaksanakan fungsi, memecahkan masalah, serta menetapkan dan mencapai tujuan yang diharapkan. 6. Menurut Uni Eropa pengembangan kapasitas adalah proses yang
pengembangan kapasitas sebagian besar berupa proses pertumbuhan dan pengembangan internal (individu atau kemunitas), dan 2) upaya-upaya pengembangan kapasitas haruslah berorientasi pada pencapaian hasil yang diharapkan.
7. CIDA (2000) mendefinisikan pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang dialami oleh individu, kelompok, organisasi, lembaga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka agar dapat: 1) melaksanakan fungsi-fungsi essensial, memecahkan masalah, menetapkan dan mencapai tujuan, dan 2) mengerti dan menangani kebutuhan pengembangan diri mereka dalam suatu lingkungan yang lebih luas secara berkelanjutan.
2.2. Pentingnya Penguatan Kapasitas Masyarakat Dalam
Pembangunan
Penguatan kapasitas adalah proses peningkatan kemampuan individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan yang lain untuk memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas secara berkelanjutan. Dalam pengertian tersebut, terkandung pemahaman bahwa:
1) Yang dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan (individu, kelompok, organisasi, dan kelembagaan yang lain) untuk menunjuk-kan/memerankan fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. 2) Kapasitas bukanlah sesuatu yang pasif, melainkan proses yang
berkelanjutan.
3) Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia merupakan pusat pengem-bangan kapasitas.
4) Yang dimaksud dengan kelembagaan, tidak terbatas dalam arti sempit (kelompok, perkumpulan atau organisasi), tetapi juga dalam arti luas, menyangkut perilaku, nilai-nilai, norma-norma.
Penguatan kapasitas untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat tersebut, mencakup penguatan kapasitas setiap individu (warga masyarakat), kapasitas kelembagaan (organisasi dan nilai-nilai perilaku),
dan kapasitas jejaring (net-working) dengan lembaga lain dan interaksi
dengan sistem yang lebih luas.
untuk mengelola berbagai sumberdaya yang lain secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Dengan demikian penguatan kapasitas masyarakat menjadi mutlak diperlukan untuk menumbuhkan masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan suatu bangsa. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk berpikir dan berbuat sehingga mampu menjadi subyek pembangunan dan bukan sebagai obyek pembangunan. Dalam banyak hal masyarakat masih dipandang sebagai obyek pembangunan terutama dalam konteks memerangi kebodohan dan kemiskinan hanyalah program-program pemerintah dengan instriumen bantuan yang mau tidak mau harus dilakukan oleh masyarakat, pada tataran ini masyarakat belum diberikan peran untuk merencanakan sendiri dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan kondisi sumberdaya yang dimiliki. Dalam setiap program pembangunan masyarakat harus mampu mengambil peran sebagai pelaku untuk melakukan perubahan bagi dirinya sendiri, kelompok, dan organisasinya.
2.3.
Strategi Penguatan Kapasitas Masyarakat
Sangat beragam definisi pemberdayaan masyarakat yang berkembang hingga saat ini, salah satunya adalah definisi yang dikemukakan oleh Ife (1995):
“Providing people with the resources, opportunities, knowledge and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community”
(Menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri).
dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7), yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009), pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan keterbatasan kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator.
Sumodiningrat (2009) lebih dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:
Motivasi
kelompok untuk mempermudah dalam hal pengorganisasian dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki.
Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Kemampuan
Disini peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat melalui pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu masyarakat miskin untuk menciptakan sumber penghidupan mereka sendiri dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka sendiri.
Manajemen diri
Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka untuk mengembangkan sebuah sistem. Kemudian memberikan wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.
Mobilisasi sumber
Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap sumber-sumber yang dimiliki oleh individu-individu yang dalam masyarakat melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk menciptakan modal sosial. hal ini didasari oleh pandangan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian, dan penggunaan sumber-sumber ini perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.
Pembangunan dan Pengembangan Jaringan
Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.
Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat khususnya masyarakat miskin. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat ini disebut juga dengan penguatan kapasitas (capacity building).
Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola perilaku individu, organisasi, dan sistem yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui penguatan kapasitas ini, maka masyarakat dapat memahami dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang digunakan dalam penguatan kapasitas ini adalah melalui pendampingan. Jadi, strategi pendampingan sangat efektif dan efisien dalam proses pemberdayaan masyarakat, karena dengan adanya pendampingan maka kapasitas masyarakat dapat dikembangkan atau diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan secara tidak langsung dapat membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Di kalangan lembaga pengembang program, terdapat semacam keyakinan bahwa salah satu tolok ukur keberhasilan program adalah adanya keberlanjutan setelah lembaga tidak bekerja di suatu masyarakat. Artinya, masyarakat mampu melanjutkan kegiatan setelah lembaga tidak mendampingi. Pengembangan institusi dan kepeloporan lokal biasanya sangat diperhatikan dalam rangka keberlanjutan program (dengan pemikiran bahwa lembaga tidak akan bekerja selamanya di suatu komunitas). Bentuk organisasi masyarakat tersebut antara lain: Kelompok Tani, Forum Petani, dan Koperasi Petani.
Dalam strategi “phase-out” (keluar dari sebuah komunitas), LSM
justru memperdayakan masyarakat (yaitu mengalihkan tanggung jawab pembangunan kepada rakyat dan menjustifikasi perilaku pemerintah yang mengabaikan tanggung jawabnya)? Kalau tidak hati-hati, LSM bisa terjebak pada proses menjerumuskan masyarakat untuk mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pengembangan partisipasi yang digunakan untuk tujuan ini berarti merupakan “mobilisasi” masyarakat agar menjadi pelaksana pembangunan. Seharusnya organisasi masyarakat yang didampingi LSM bisa menjadi model organisasi alternatif dengan kultur dan kepemimpinan demokratis yang bisa ditularkan kepada pihak lain (lembaga-lembaga lokal lainnya). Dari organisasi dampingan LSM tersebut juga dilahirkan kepeloporan lokal atau tokoh-tokoh yang bersikap kritis terhadap praktek-praktek yang tidak partisipatif dan tidak demokratis di komunitasnya. Kritis di sini bukan berarti “radikal dalam pengertian konfrontatif (bertentangan) melainkan bersikap sebagai pembaharu dengan cara-cara yang konstruktif (membangun). Terlebih lagi apabila organisasi masyarakat diperbesar dan diperluas (misal: menjadi Forum Petani), diharapkan bisa meningkatkan
daya tawar (bargaining position) masyarakat saat kepentingannya
berhadapan dengan kepentingan pihak-pihak lain (terutama pemerintah dan lembaga swasta/bisnis).
2.4. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Ada dua persepsi partisipasi di Indonesia yang berbeda antara persepsi yang diartikan masyarakat dengan yang dipersepsikan pemerintah. Di Indonesia kata ini menjadi begitu sering digunakan siapapun sebagai strategi pembangunan dalam hampir setiap kesempatan, sehingga makna sebenarnya mulai terasa kabur. Para aparat pemerintah mengartikan partisipasi sebagai kemauan rakyat untuk mendukung suatu program yang direncanakan dari atas, bukan dari rakyat sendiri. Definisi tersebut pada dasarnya diartikan dengan istilah mobilisasi, sedangkan pengertian partisipasi menurut persepsi masyarakat mengandung suatu pengakuan, kreatifitas dan inisiatif dari rakyat sebagai modal dasar proses pelaksanaan pembangunan, dengan demikian masyarakat menciptakan pembangunan bukan melulu mendukung pembangunan.
proyek pembangunan yang dirancang dan tujuannya ditentukan perencana: kedua, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Menurut Uphoff et al., 1979 pengertian partisipasi merupakan istilah
deskriptif yang menunjukkan ketertibatan beberapa orang dengan jumlah signifikan dalam berbagai situasi atau tindakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa merupakan salah satu persyaratan utama untuk keberhasilan proses pembangunan di pedesaan, namunadanya hambatan-hambatan yang dihadapi di lapangan dalam usahamelaksanakan proses pembangunan yang partisipatif karena pihak perencana dan pelaksana pembangunan (dalam hal ini pemerintah) belum memahami maknasebenarnya dari konsep partisipasi. Definisi partisipasi yang berlaku di lingkunganaparat perencana dan pelaksana pembangunan adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang dantujuannya ditentukan oleh pemerintah. Proyek-proyek pembangunan pedesaan yang berasal dari pemerintah diistilahkan sebagai proyek pembangunan yang dibutuhkan masyarakat, sedangkan proyek pembangunan yang diusulkan masayrakat dianggap sebagai keinginan, karena itu proyek ini menjadi prioritas yang rendah dari pemerintah. Definisi inilah yang berlaku secara universal tentang partisipasi. Oleh karena itu para perencana dan pelaksana pembangunan dalam hal ini pemerintah harus memahami secara benar konsep-konsep untuk mendukung lahirnya partisipasi masyarakat dari bawah. Agar mencapai hasil-hasil pembangunan yang dapat berkelanjutan, banyak kalangan sepakat suatu partisipasi perlu dilakukan.
mewarnaihidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsisetempat, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuannyaikut dipertimangkan secara penuh; 2) Membuat umpan
balik (feed back) yang hakekatnya merupakan bagian tidak terlepaskan dari
kegiatan pembangunanKonsep partisipasi itu sendiri telahlama menjadi bahan kajian.
Kata “Partisipasi” dan “partisipatoris” merupakan dua kata yang sangat sering digunakan dalam pembangunan. keduanya memiliki banyak makna yang berbeda. Ada beberapa pengertian partisipasi menurut Mikkelson (2001), antara lain sebagai berikut: (a) partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masayrakat ke pada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. (b) partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan. (c) partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. (d) partisipasi adalah pemantapan dialog antara masayarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial. (e) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri. (f) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka”. Partisipasi “yang asli” datang dari inisiatif masyarakat sendiri, merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namun sedikit saja masyarakat yang mau memakai pendekatan sukarela untuk menggiatkan anggota-anggotanya agar aktif dalam kegiatan pembangunan.
Uphoff et al. (1979) dan 3 (tiga) dimensi partisipasi, antara lain: (1)
4 (empat) yakni (1) penduduk lokal (termasuk dalam kategori besar dan heterogen), (2) pemimpin lokal/daerah, termasuk para pemimpin informal, para ketua perkumpulan, (3) Aparat pemerintah, dan (4) berbagai karakteristik tambahan mungkin dibutuhkan dalam suatu lingkungan tertentu, meskipun suatu kombinasi dari berbagai karakteristik ini akan berguna untuk mengetahui dengan pasti siap saja yang berpartisipasi dalam berbagai tahap kegiatan (Uphoff et al., 1979).
Partisipasi dalam pembangunan akan berguna untuk mengetahui, (a) apakah inisiatif untuk berpartisipasi sebagian besar datang dari pemerintah atau masyarakat lokal, atau (b) apakah dorongan untuk berpartisipasi bersifat suka rela atau terpaksa. akan relevan untuk menganalisa dan membandingkan dari waktu kewaktu (c) struktur, dan (d) jalur-jalur partisipasi, misalnya apakah partisipasi terjadi berdasarkan individu atau kolektif, dengan organisasi formal atau informal, atau apakah partisipasi terjadi secara langsung atau melibatkan representasi tidak langsung, dan selanjutnya pertimbangan yang harus dilakukan, antara lain : (a) durasi, (b) ruang lingkup partisipasm apakah partisipasi berlangsung sekali atau
untuk selamanya (once and for all), dan (c) pemberdayaan, yakni seberapa
efektif keterlibatan seorang dalam pengambilan keputusan membawanya menuju kearah hasil-hasil yang diinginkan.
Pendekatan partisipasi pengembangan pedesaaan memerlukan sesuatu kombinasi antara lain: (1) desentralisasi administratif, yang membawa berbagai institusi dan aparat pemerintah lebih dekat kearah sektor pedesaan dan mengorientasikannya lebih kembali kepada kebutuhan masyarakat; (2) pembangunan atau kerja melalui organisasi atau lembaga lokal yang ada, dimana organisasi ini dapat berperan atas nama masyarakat desa; dan (3) menempatkan para pemimpin lokal dalam suatu posisi sentral agar para pemimpin lokal tersebut benar-benar mewakili kepentingan semua
masyarakat (Uphoff et al., 1979). Bertolak dari pendekatan partisipasi
tersebut terlihat bahwa sistem institusi dan sistem peran semacam ini dalam sektor pedesaan menciptakan keterkaitan yang lebih seimbang dan saling bergantung antara pemerintah dan masyarakat desa, dalam sistem
ini tidak berdasarkan struktural top down yang sama dengan pendekatan
sebelumnya.
Kemudian menurut Uphoff, et al. (1979) ada empat prinsip
partisipasi tidak boleh dipandang sebagai sebuah program atau sektor yang terpisah bagi pengembangan pedesaan, namun malah sebagai sebuah pendekatan yang mungkin harus disatukan dalam semua aktifitas.
Kedua, partisifasi pengembangan pedesaan harus menekankan pada
organisasi lokal, yang lebih dapat mendengarkan masukan dari masyarakat desa serta memungkinkan adanya keterlibatan mayarakat desa yang
lebih banyak dalam berbagai program pengembangan pedesaan. Ketiga,
pembagian asset harus diperhatikan dalam membangkitkan partisipasi, karena semakin tidak merata pembagian maka akan semakin sulit untuk membangkitkan partisipasi secara luas baik dalam pengambilan keputusan
maupun dalam keuntungan. Keempat, penekanan yang harus di lakukan
untuk membangkitkan partisipasi pengembangan pedesaan bukan pada otonomi local saja, tetapi hubungan pusat regional dengan masyarakat-masyarakat lokal dengan syarat-syarat yang disetujui oleh semua pihak dan saling menguntungkan. Dari keempat prinsip partisipasi tersebut menunjukkan, partisipasi masyarakat desa jangan dipandang sebagai sebuah program yang terpisah dari pengembangan pedesaan, menekankan pada organiasi lokal, pembagian asset harus merata, dan hubungan pusat regional dengan masyarakat lokal harus disetujui semua pihak dan saling menguntungkan.
2.5. Program Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) merupakan
suatu proses yang bertitik tolak dari upaya untuk memandirikan masyarakat agar mampu meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumberdaya lokal sebaik mungkin. Kurnianto (2011) menyatakan bahwa konsep pemberdayaan, masyarakat harus dipandang sebagai subyek yang dapat melakukan perubahan, oleh karena itu diperlukan pendekatan yang lebih dikenal dengan singkatan “ACTORS”.
Pertama Authority atau wewenang pemberdayaan dilakukan dengan
dapat melakukan perubahan. Ketiga, Truth atau keyakinan, untuk dapat berdaya, masyarakat atau seseorang harus yakin bahwa dirinya memiliki potensi untuk dikembangkan. Keempat, Opportunity atau kesempatan, yakni memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Kelima, Responsibility, yaitu perlu ditekankan adanya rasa tanggung jawab pada masyarakat terhadap perubahan yang dilakukan. Dan terakhir, keenam adalah Support yakni adanya dukungan dari berbagai pihak agar proses perubahan dan pemberdayaan dapat menjadikan masyarakat yang ‘lebih baik’.
United Nations (1956: 83-92) dalam Kurnianto (2011), mengemukakan proses-proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Getting to know the local community
Mengetahui karakteristik masyarakat setempat (lokal) yang akan diberdayakan, termasuk perbedaan karakteristik yang membedakan masyarakat desa yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui artinya untuk memberdayakan masyarakat diperlukan hubungan timbal balik antara petugas dengan masyarakat.
2) Gathering knowledge about the local community
Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai masyarakat setempat. Pengetahuan tersebut merupakan informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut umur, sex, pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan, serta faktor kepemimpinan baik formal maupun informal.
3) Identifying the local leaders
Segala usaha pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila tidak memperoleh dukungan dari pimpinan/tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk itu, faktor “the local leaders” harus selau diperhitungkan
karena mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat. 4) Stimulating the community to realize that it has problems
5) Helping people to discuss their problems
Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendikusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan.
6) Helping people to identify their most pressing problems
Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya.
7) Fostering self-confidence
Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. Rasa percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya.
8) Deciding on a program action
Masyarakat perlu diberdayakan untuk menetapkan suatu program yang akan dilakukan. Program action tersebut perlu ditetapkan menurut skala prioritas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tentunya program dengan skala prioritas tinggilah yang perlu didahulukan pelaksanaannya.
9) Recognition of strengths and resources
Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan permasalahn dan memenuhi kebutuhannya.
10) Helping people to continue to work on solving their problems
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu, masyarakat perlu diberdayakan agar mampu bekerja memecahkan masalahnya secara kontinyu.
11) Increasing people ability for self-help
Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalan tumbuhnya kemandirian masyrakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.
“People will not participate in community development program unless they are getting what they want. Accordingly, the first duty of those responsble for community development programs to identify the felt needs of the people. They should also assist the people in making better judgments for themselves on what their needs are and how to satisfy them. Finally they should be able to identify needs not yet perceived and make the people concious of them and aware of the importance of satisfying them.”
(Masyarakat tidak akan mau berpartisipasi di dalam program pembangunan masyarakat, kecuali mereka dapat memperoleh apa yang mereka inginkan. Karena itu, tugas utama dari mereka yang bertanggung jawab di dalam program pembangunan masyarakat ialah mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Masyarakat juga perlu dibantu untuk mengadakan penilaian yang terbaik bagi mereka, tentang apa yang menjadi kebutuhan mereka termasuk bagaimana menjadikan mereka memperoleh kepuasan. Yang paling penting adalah bagaimana mereka mampu mengidentifikasi kebutuhan yang belum mereka rasakan dan memiliki rasa sadar akan pentingnya rasa kepuasan bagi mereka).
Masyarakat yang berdaya, adalah masyarakat yang dinamis, aktif berpartisipasi, dan proakatif di dalam membangun diri mereka sendiri tanpa menggantungkan hidupnya kepada pihak lain (orang lain dan pemerintah). Mereka mampu berkompetisi dalam membangun kerjasama dengan pihak lain (pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan lembaga ekonomi). Mereka memiliki pola pikir kosmopolitan, memiliki wawasan berfikir yang luas, cepat mengadopsi inovasi, toleransi tinggi, dan menghindari konflik sosial. Hal ini dapat terwujud berkat aktualisasi pendidikan yang telah membekali mereka dengan perilaku yang baik dan handal yaitu pengetahuan (intellectual), sikap (attitude), dan keterampilan
Pustaka
Adi, Isbandi R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
African Capacity Building Foundation (ACBF). 2001.” Capacity Needs
Assessment : A Conceptual Framework”. ACBF Newsletter Vol. 2, p.
9-12.
Brown, Lisanne et. al. 2001. Measuring Capacity Building. Carolina
Population Center. University of North Carolina, Chapel Hill
CIDA. 2000. Capacity Development: Why, What, and How, Occasional Series, Vol. 1, No. 1, May 2000.
Ife, Jim. 1995. Community Development:Creating Community
Alternatives,Vision, Analysis and Practice, Longman Australia.
Japan International Cooperation Agency (JICA). 2004. Capacity Development Handbook for JICA Staff.
Kurnianto, E. A. 2011 Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan “Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Ter- daftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-
2008” Skripsi Fakultas Ekono- mi Universitas Diponegoro, Semarang.
Mikkelsen. Britha, 2001. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Alih Bahasa Nalle, Matheos. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Morgan, Peter. 2004. The Concept of Capacity”. European Centre for Development Policy Management. England.
Soeprapto, Riyadi. 2010, The Capacity Building For Local Government Towards Good Governance, World Bank.
Sumodiningrat, G., 2009, Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa: Menanggulangi Angka Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Sustrino, Lukman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta.
United Nations Development Planning (UNDP). 2006. Capacity Development. Capacity Development Practice Notice.
Uphoff, N.T., J.M. Cohen dan A.A. Goldsmith. 1979. Feasibility and
Aplication of rural Development Partcipation: Procesing
BAB
PENDEKATAN SISTEM
DAN PEMBANGUNAN
MASYARAKAT
3
3.1 Pendekatan Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Pengertian ini mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antara bagian dan menunjukkan kompleksitas dari sistem yang meliputi kerjasama antara bagian yang interdependen satu sama lain (Marimin, 2004), sedangkan pendekatan sistem didefinisikan sebagai suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai dengan tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan (Eriyatno, 1998). Pengertian sistem yang lebih sederhana oleh penulis dapat diartikan sebagai kumpulan elemen-elemen yang saling terkait, terorganisir dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Manetsch and Park (1979), suatu pendekatan sistem akan dapat berjalan dengan baik jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut: (1) tujuan sistem didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, (2) prosedur pembuatan keputusan dalam sistem ini adalah terdesentralisasi atau cukup jelas batasannya, (3) dalam perencanaan jangka panjang memungkinkan dilakukan. Sistem terdiri atas dua jenis yaitu sistem statis dan sistem dinamik (Djojomartono, 2000). Sistem statis adalah sistem yang nilai outputnya tidak tergantung pada nilai inputnya. Sedangkan sistem dinamik adalah sistem yang memiliki variabel
yang dapat berubah sepanjang waktu sebagai akibat dari perubahan input dan interaksi antar elemen-elemen sistem. Dengan demikian nilai output sangat bergantung pada nilai dari variabel-variabel input sebelumnya.
Sistem dinamik dicirikan oleh adanya delay time yang menggambarkan
dikenal sebagai SHE (sibernetik, holistik, dan efektifitas). Sibernetik dapat
diartikan bahwa dalam penyelesaian masalah tidak berorientasi pada
permasalahan (problem oriented) tetapi lebih berorientasi pada tujuan
(goal oriented). Holistik lebih menekankan pada penyelesaian masalah
secara utuh dan menyeluruh, sedangkan efektivitas berarti bahwa sistem yang telah dikembangkan tersebut harus dapat dioperasikan. Lebih lanjut Eriyatno dan Sofyar (2007) menyatakan bahwa dalam penyelesaian persoalan dengan pendekatan sistem, harus memenuhi tiga karakteristik yaitu kompleks, dinamis, dan probabilistik.
3.2 Sistem dalam Pembangunan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata “empowerment” yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang
sudah dimiliki oleh masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang bepusat pada
manusia (people-centered development) ini kemudian melandasi wawasan
pengelolaan sumberdaya lokal (community-based management), yang
merupakan mekanisme perencanaan people-centered development yang
menekankan pada teknologi pembelajaran sosial (social learning) dan
strategi perumusan program.
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya (empowerment).
Pengelolaan berbasis masyarakat atau biasa disebut community-based
management merupakan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang
meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Selain itu mereka juga memiliki akar budaya
yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaannya (religion). Definisi