BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pasar modal memiliki peran yang penting bagi perekonomian suatu negara
hal ini dikarenakan pasar modal memiliki fungsi sebagai sarana bagi pendanaan
usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari
masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat
digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan
lain-lain, serta juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada
instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, serta instrumen
keuangan lainya.
Saham merupakan bukti penyertaan atau kepemilikan seseorang (individu)
atau kelompok (organisasi) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Dengan memiliki saham investor akan memperoleh keuntungan berupa dividen
dari modal atau dana yang mereka investasikan dan selisih harga jual dari harga
beli saham. Selain keuntungan, investor juga akan dihadapkan pada resiko
kehilangan dana atau modal yang mereka investasikan ketika perusahaan yang
bersangkutan bangkrut dan resiko ketika harga jual saham yang dimiliki lebih
rendah dibandingkan harga beli.
Analisis terhadap keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh ketika
akan membeli saham menjadi hal yang sangat penting bagi seorang investor yang
akan berinvestasi atau membeli saham pada perusahaan
Analisis teknikal dan analisis fundamental merupakan bentuk analisis
saham-saham individual ataupun untuk kondisi pasar secara keseluruhan.
Analisis teknikal menggunakan grafik maupun indikator teknis seperti harga dan
volume perdagangan. Sedangkan analisis secara fundamental, investor melakukan
penilaian terhadap manfaat yang diharapkan baik dalam bentuk deviden maupun
laba serta menilai resiko investasi yang akan mempengaruhi tingkat keuntungan
yang layak dengan melakukan analisis terhadap kondisi ekonomi dan pasar,
serta kondisi spesifik perusahaan (Husnan, 2009).
Pada dasarnya antara manajer dengan investor memiliki informasi yang
berbeda, manajer memiliki informasi 1yang lebih lengkap dari pada investor. Oleh
karenanya para investor menginterpretasikan peningkatan pembayaran dividen
oleh perusahaan sebagai signal bahwa menejemen memiliki prediksi arus kas
yang tinggi dimasa yang akan datang.
Kebijakan deviden pada hakikatnya adalah suatu keputusan untuk
menentukan berapa besar bagian pendapatan perusahaan yang akan dibagikan
kepada pemegang saham. Manajer percaya bahwa investor lebih menyukai
perusahaan yang memiliki devidend payout yang stabil. Untuk memprediksi
seberapa besar dividend payout yang akan diberikan dimasa yang akan datang,
salah satu langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan cara menganalisis laporan
keuangan dari suatu perusahaan, karena dari laporan keuangan akan tercermin
kinerja perusahaan yang menunjukan prestasi dan kemampuan perusahaan.
(Brigham dan Ehrhardt, 2009).
Banyak perusahaan yang telah menerbitkan sahamnya untuk mendapatkan
tambahan modal dari masyarakat atau investor. Sampai saat ini terdapat tiga
sektor industri pengolahan atau manufaktur dan sektor industri jasa. Sektor
manufaktur merupakan industri dengan prospek yang cukup baik mengingat
semakin pesatnya pertambahan penduduk dan perkembangan perekonomian
negara. Sehingga sektor manufaktur merupakan lahan yang paling strategis untuk
berinvestasi yang akan memberikan keuntungan yang tinggi.
Semakin bertambahnya investor asing terutama dari
perusahaan-perusaahaan elektronika otomotif yang mendirikan pabriknya maupun
bekerjasama dengan pelaku industri tanah air merupakan indikator dalam
perkembangan industri manufaktur. Selain itu menururt Dirjen Industri Unggulan
Berbasis Teknologi Tinggi Kementrian Perindustrian DR Budi Darmadi
mengatakan, tingginya gelombang industri manufaktur di Cina membuat
pendapatan perkapita masyarakat disana mencapai 3.000 USD dan akan terus
meningkat hingga tiga samapai empat tahun mendatang. Kemudian semakin
tingginya upah di Cina membuat para pengusaha mulai membidik peluang
investasi di negara-negara asia. Oleh karenanya ini menjadi peluang bagi
Indonesia untuk menarik para investor asing untuk memilih berinvestasi di Negara
Indonesia (tribunnews.com)
Pada tahun 2012 dan 2013, pergerakan harga saham yang meningkat pada
perusahaan sektor manufaktur menjadi cerminan dari keberhasilan
perusahaan-perusahaan industri manufaktur dalam mengelola perusahaan-perusahaanya. Hal ini dapat
Sumber : IDX
Gambar 1.1 Pergerakan Harga Saham Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan Gambar 1.1. dapat dilihat pergerakan harga saham yang
mengalami peningkatan pada harga penutupan sebesar 1.147,911 pada tahun 2012
dan 1.150,624 pada tahun 2013 dengan harga saham tertinggi pada tahun 2012
terjadi pada bulan oktober sebesar 1.152,521 dan pada tahun 2013 terjadi pada
bulan mei sebesar 1.262,600. Pergerakan harga saham suatu perusahaan
tergantung pada permintaan dan penawaran akan saham tersebut. Jika suatu
perusahaan mencapai prestasi yang baik maka saham dari perusahaan tersebut
akan banyak diminati investor (Zuwina, 2013). Hal ini dapat diketahui dari
kondisi eksternal dan internal perusahaan tersebut. Eksternal berupa kualitas dan
reputasi manajemenya, kebijakan moneter dan fiskal, perkembangan sektor
industri perusahaan, dan faktor ekonomi. Sementara faktor internalnya berupa
laporan keuangan perusahaan yang tercermin dalam lima rasio, yaitu rasio
likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, dan rasio pasar.
Selain melihat harga saham sebagai cerminan keberhasilan suatu perusahaan yang
membuat investor tertarik, dividen juga turut menjadi salah satu faktor penting
signal bagi investor dalam menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan
karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham
perusahaan (Mardyati, 2012). Jika dibandingkan dengan Gambar 1.1 yang
menunjukan perkembangan perusahaan-perusahaan dalam industri manufaktur
cukup baik, dalam pembagian dividen kepada pemegang saham masih
menunjukan perkembangan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
investor. Dari seluruh total perusahaan yang termasuk dalam industri manufaktur
masih terdapat perusahaan yang tidak membayar dividen kepada pemegang
saham. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 1.2.
Sumber : IDX
Gambar 1.2 Pembagian Dividen dan Perkembangan Harga Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Dari Gambar 1.2 dapat diketahui bahwa pada pada tahun 2012, terdapat 58
perusahaan yang membagikan dividenya atau hanya sebesar 43% dari total 136
yang terdaftar dalam industri manufaktur. Kemudian mengalami penurunan pada
tahun 2013 dengan 52 perusahaan atau sebesar 38% yang membayarkan
efek indonesia. Dilihat berdasarkan pembayaran yang dilakukan perusahaan
manufaktur, Pada tahun 2012 terdapat 22 perusahaan yang melakukan pembagian
dividen di bulan Juli, di ikuti dengan peningkatan harga saham sebesar 36.876
dari sebelumnya sebesar 1.041,194 menjadi 1.078,070 dan mengalami penurunan
pada bulan Agustus menjadi 1.057,738 dengan penurunan jumlah perusahaan
yang membagikan dividen yang lebih sedikit dari bulan juli yang hanya 10
perusahaan. Akan tetapi pada bulan Oktober harga saham mengalami peningkatan
melabihi harga saham pada bulan Juli, yaitu sebesar 1.152,521 hanya dengan 4
perusahaan yang membagikan dividen. Pada tahun 2013 hal yang sama juga
terjadi, yaitu pada bulan Mei dengan 6 perusahaan yang membagikan harga saham
mengalami peningkatan menjadi 1.357,511. tetapi pada bulan Juli dengan 25
perusahaan yang membagikan dividen, harga saham menurun menjadi 1.236,470.
Dalam menetapkan dividend payout ratio suatu perusahaan akan
melibatkan dua pihak yang berkepentingan dan saling bertentangan (agency
problem) yaitu kepentingan para pemegang saham dengan keuntungan yang
mereka dapat dari pembagian dividen dan kepentingan perusahaan dengan tidak
membagikan dividen untuk pengembangan perusahaan. Dividend payout ratio
merupakan persentase laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen tunai
kepada para pemegang saham. Untuk memprediksi seberapa besar dividend
payout yang akan diberikan dimasa yang akan datang, salah satu langkah yang
dapat dilakukan yaitu dengan cara menganalisis laporan keuangan dari perusahaan
tersebut, karena dari laporan keuangan akan tercermin kinerja perusahaan yang
Liquidity ratio merupakan bagian dari rasio keuangan yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Melalui rasio ini, para investor dapat melihat kemampuan perusahaan
dalam membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) baik kepada pihak luar
perusahaan maupun kepada pihak dalam perusahaan pada saat jatuh tempo.
Peningkatan liquidity ratio dapat tercermin pada current ratio, PDACL (profit
before depreciation and amortisation to current liabilities), OCFCL (operating
cash flow to current liabilities) dan CBTL (cash balance to total liabilities). Pada
umunya nilai yang lebih tinggi yang dinginkan oleh investor, karena hal ini
menunjukan kapasitas yang lebih besar untuk memenuhi kewajiban perusahaan
(utang), dan sebaliknya investor tidak terlalu tertarik pada perusahaaan yang
memiliki liquidity ratio yang rendah ataupun mengalami penurunan setiap
tahunnya (D’Amato, 2010). Penurunan liquidity ratio dapat dilhat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Liquidity Ratio Perusahaan Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Current Ratio PDACL
(Profit before Depreciation and Amortisation to Current
Liabilities)
OCFCL (Operating Cash Flow to
Dari Tabel 1.1 dapat di ketahui bahwa penurunan liquidity ratio yang
tercermin dalam current ratio sebesar 134,53 dengan persentase 49% pada tahun
2012 dan 104,34 pada tahun 2013 dengan persentase penurunan 45% hal ini di
sebabkan oleh menurunya kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban
jangka pendek seperti hutang dan arus utang menggunakan aset yang dimiliki
perusahaan, PDACL (profit before depreciation and amortisation to current
liabilities) sebesar 37,30 pada tahun 2012 dengan persentase penurunan 37% dan
37,38 pada tahun 2013 denga persentase penurunan sebesar 41% hal ini
disebabkan oleh berkurangnya tingkat laba operasi sebelum pajak yang dihasilkan
oleh perusahaan, OCFCL(operating cash flow to current liabilities) sebesar 24,94
pada tahun 2012 dengan persentase penurunan sebesar 13% dan 21,08 pada tahun
2013 dengan persentase penurunan sebesar 14% penururnan ini disebabkan oleh
melemahnya kekuatan dari kegiatan operasi perusahaan dalam menghasilkan laba
bersih, CBTL (cash balance to total liailities) sebesar 18,13 pada tahun 2012
dengan persentase penurunan sebesar 26% dan 11,94 pada tahun 2013 dengan
persentase penurunan sebesar 31%, penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya
saldo kas perusahaan dalam kaitanya dengan total kewajiban.
Selain liquidity ratio, laverage ratio juga merupakan bagian rasio yang
mengambarkan kondisi keuangan perusahaan. Para investor menggunakan
leverage ratio untuk melihat sejauh mana aktiva perusahaan di biayai oleh utang,
Perubahan tingkat leverage ratio dapat di cerminkan melalui debt to equity ratio,
TLTA (total liability to total tangibel assets) dan interest cover ratio. Para
investor lebih menyukai leverage ratio yang setabil ataupun rendah dikarenakan
resiko yang akan di hadapi perusahaan dalam membayar seluruh kewajibanya,
baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dilikuidasi.
(D’Amato, 2010). Meningkatnya leverage ratio dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Leverage Ratio Perusahaan Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Debt to Equity Ratio TLTA
(Tota Liability toTtotal
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahu debt to equity ratio pada tahun 2012
dengan meningkat sebesar 178,47 dengan persentase peningkatan sebesa 68% dan
345,15 pada tahun 2013 dengan persentase penurunan sebesar 65% peningkatan
dan penurunan ini disebabkan oleh adanya peningkatan serta penurunan total
utang yang dimiliki oleh perusahaan ditahun 2012, dan 2013, TLTA (total
liabbility to total tangibel assets) sebesar 114,96 pada tahun 2012 dengan
persentase penurunan 15% dan 119,33 pada tahun 2013 dengan persentase
penurunan sebesarr 24% penurunan ini desebabkan oleh adanya pengurangan aset
fisik perusahaan seperti properti, kas dan aset berwujud yang dimiliki oleh
perusahaan, interest cover ratio sebesar 139,58 pada tahun 2012 dengan
persentase penurunan sebesar 16% dan 245,67 pada tahun 2013 dengan persentase
perusahaan dalam memenuhi beban bunga utang yang dimiliki oleh perusahaan.
Profitability ratio merupakan rasio yang mencerminkan kinerja
perusahaan yang di gunakan oleh investor untuk melihat kemampuan perusahaan
dalam mencari keuntungan. Perubahan tingkat profiability ratio dapat tercermin
melalui EPS (earning per share), GPM (gross profit margin), NPM (net profit
margin), ROA (return on assets) dan ROE (return on equity). Para investor
menyukai profitability ratio yang tinggi dari pada yang rendah atau menurun
setiap tahunya dikarenakan tinggnya profitability ratio mengindikasikan semakin
banyaknya keuntungan yang di peroleh oleh perusahaan dan keuntungan tersebut
akan digunakan untuk membiayai pengembangan perusahaan dan pembayaran
dividen (D’Amato, 2010). penurunan profitability ratio dapat dilihat pada Tabel
1.3
Tabel 1.3 Profitability Ratio Perusahaan Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat di ketahui bahwa EPS (earning per share)
pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 47.986,49 dengan persentase
penurunan sebesar 18% dan 23.500,44 pada tahun 2013 dengan persentase
harga saham yang dimiliki oleh perusahaan yang disebabkan menurunya minat
investor untuk berinvestasi pada perusahaan, GPM (gross profit margin) sebesar
17,34 pada tahun 2012 dengan persentase penurunan sebesar 51% dan 11,75 pada
tahun 2013 dengan persentase penurunan 43% penurunan ini disebabkan oleh
berkurangnya tingkat penjualan yang dimiliki perusahaan sehingga berakibat pada
berkurangnya kemampuan perusahaan untuk menutupi biaya operasional, NPM
(net profit margin) sebesar 6,41 pada tahun 2012 dengan persentase penurunan
sebesar 48% dan 11,37 pada tahun 2013 dengan persentase penurunan sebesar
56% penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya tingkat laba bersih dari
penjualan yang dilakukan oleh perusahaan, ROA (return on assets) sebesar 6,29
pada tahun 2012 dengan persentase penurunan sebesar 53% dan 5,88 pada tahun
2013 dengan persentase penurunan sebesar 66% hal ini di sebabkan oleh
bekrurangnya tingkat ke efektivan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya, ROE (return on equity) sebesar
10,12 pada tahun 2012 dengan ersentase penurunan sebesar 46% dan 34,85 pada
tahun 2013 dengan persentase penurunan sebesar 67% hal ini disebabkan oleh
menurunya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba setelah pajak
dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
Permasalahan yang ada selama ini adalah seberapa besar informasi
keuangan yang di dasarkan pada rasio-rasio keuangan yang dipublikasikan
perusahaan kepada pihak publik atau investor tersebut dapat mempengaruhi serta
menjadi acuan bagi investor dalam melakukan analisis sebelum berinvestasi atau
membeli saham sebuah perusahaan. Dalam disiplin ilmu analisis fundamental
paling logis sebagai indikator bagi investor dalam pasar saham.
Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian kembali tentang hubungan setiap variabel yang pernah
diteliti oleh peneliti sebelumnya dan melihat bagaimana keterkaitan antara faktor
fundamental yang di wakili oleh liquidity ratio, leverege ratio dan profitability,
terhadap dividend payout ratio dan harga saham perusahaan pada industri
manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan harga saham selama 2 tahun terakhir yaitu 2012 dan 2013
mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan keberhasilan
perusahaan-perusahaan industri manufaktur dalam mengelola keuangan perusahaan-perusahaan, namun
berdasarkan pembagian dividen, hanya 44% pada tahun 2012 dan 29% pada tahun
2013 yang membagikakan dividen. Hal ini masih jauh dari apa yang di harapkan
oleh investor yang menggap bahwa pembagian dividen sebagai sinyal
keberhasilan perusahaan. Jika dilihat berdasarkan liquidity ratio, leverage ratio
dan profitability ratio sebagai analasis fundamental yang dilakukan oleh investor
dalam menilai kinerja keuangan perusahaan, perkembangan liquidity ratio,
laverage ratio dan profitability ratio menunjukan perkembangan yang berbeda
setiap tahunya, sehingga membuat investor mengalami kesulitan untuk melihat :
1. Seberapa besar liquidity ratio, leverage ratio dan profitability ratio
dapat mempengaruhi dividend payout ratio.
2. Seberapa besar liquidity ratio, leverage ratio dan profitability ratio
3. Seberapa besar dividend payout ratio dapat mempengaruhi harga
saham.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini terbagi atas tiga, yaitu
untuk :
1. Menguji pengaruh liquidity ratio, leverage ratio, dan profitability
terhadap dividen.
2. Menganalisis pengaruh liquidity ratio, leverage ratio, dan profitability
terhadap harga saham.
3. Menguji pengaruh antara dividend payout ratio terhadap harga saham.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Akademisi, bermanfaat untuk menambah studi kepustakaan dan sebagai
bahan penelititan referensi selanjutnya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi harga saham pada perusahaan yang masuk dalam sektor
manufaktur di Bursa Efek Indonesai (BEI).
2. Investor, dapat memberikan gambaran serta wawasan tentang faktor
mana yang paling besar atau paling dominan dalam mempengaruhi
harga saham sehingga dapat membantu dalam mengambil keputusan
3. Perusahaan industri manufaktur, sebagai sumber dan refrensi bagi para
manajer perusahaan, khususnya untuk mengetahui konsep fundamental
yang dijadikan sebagai alat analisis oleh para investor untuk melihat
kondisi keuangan dari perusahaan sebelum melakuka investasi atau