Pendidikan di Indonesia seperti yang dijabarkan dalam Undang-Undang No
20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran bagi peserta didik agar
mereka secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki nilai-nilai
keagamaan, belajar mengendalikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan lain yang diperlukan dirinya untuk terjun dalam masyarakat.
Pendidikan merupakan faktor penting dalam upaya memajukan negara,
melalui dunia pendidikan peserta didik belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan
mengembangkan potensi diri mereka. Pendidikan perlu direncakan dengan baik untuk
memberikan pengetahuan dan mengembangkan potensi diri peserta didik secara
optimal agar dapat membekali peserta didik ketika mereka terjun dalam masyarakat
nantinya.
Pendidikan yang baik, dalam proses pembelajarannya memerlukan adanya
interaksi aktif antara guru dan peserta didik. Interaksi dapat muncul apabila siswa
mengikuti pembelajaran dengan memberikan respon dari pengetahuan yang diajarkan
guru. Respon tersebut dapat berupa tanggapan atau rasa ingin tahu peserta didik
terhadap stimulus atau tugas yang diberikan guru kepada peserta didik. Dalam
menanggapi stimulus dan tugas dari guru tentu peserta didik akan berpikir untuk
memecahkan masalah dan membuktikan kebenaran jawabannya. Maka dari itu perlu
disusun suatu proses pembelajaran yang menyenangkan dan interaktif antara guru dan
peserta didik. Salah satu mata pelajaran yang menuntut proses pembelajaran interkatif
yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi
menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA dapat dijadikan wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan agar siswa dapat menemukan sendiri informasi dan
berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang alam sekitar.
Menurut Nur dan Wikandari (Trianto, 2010: 143) dalam proses
pembelajarannya IPA harus lebih menitikberatkan pada pendekatan ketrampilan
proses supaya dapat melatih siswa untuk menemukan sendiri fakta-fakta, membentuk
konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah yang memberikan dampak positif pada
proses pembelajaran dan tujuan pendidikan. Pembelajaran IPA direncanakan agar
dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik karena IPA tidak
hanya berisi tentang fakta dan konsep tetapi juga mempelajari tentang bagaimana
fakta dan konsep itu terbentuk. Terbentuknya suatu fakta dan konsep berasal dari
penemuan manusia terhadap hal-hal disekitarnya, namun pengalaman setiap orang
dalam menemukan sesuatu tidak selalu sama karena cara yang digunakan seseorang
dalam menemukan suatu hal tidak selalu sama dengan orang lain. Maka dari itu perlu
adanya kesepahaman pikiran dan kerja sama untuk menghasilkan suatu kesimpulan
yang disepakati setiap orang. Dalam hal ini pembelajaran IPA diharapkan dapat
melatih peserta didik untuk berkerja sama dalam menyelesaikan masalah supaya
menghasilkan suatu kesimpulan dalam diskusi yang dapat disepakati oleh semua
peserta didik.
Dalam proses pembelajaran IPA peserta didik diharapkan aktif dalam
pembelajaran untuk dapat menemukan sendiri mengenai informasi tentang materi
siswa dengan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Hal ini dimaksudkan agar siswa
tidak hanya tahu tentang apa yang dipelajarinya tetapi juga memahaminya.
Pada kenyataannya, pelaksanaan proses pembelajaran IPA banyak yang tidak
sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA seperti yang terkandung dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 di atas. Proses pembelajaran yang
terjadi di sekolah kebanyakan masih belum memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam upaya mereka untuk
mempelajari diri dan alam sekitarnya, peserta didik hanya mendapat pengetahuan dari
penjelasan guru dan buku paket yang mereka baca tanpa adanya percobaan atau
penyelidikan yang mereka lakukan untuk mengetahui bagaimana fakta, konsep, dan
prinsip dari pengetahuan yang mereka pelajari itu terbentuk.
Hal di atas terjadi juga pada proses pembelajaran di kelas 5 SD Negeri
Tolokan Kec. Getasan dimana terdapat beberapa permasalahan yang terjadi dalam
pembelajaran IPA. Peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran, mereka
terbiasa mendapatkan pengetahuan dari penjelasan guru dan buku paket serta LKS
yang ada. Proses pembelajaran yang berjalan masih sangat terpusat kepada guru, guru
terbiasa mentransfer pengetahuan yang dimiliki kepada peserta didik mengenai
penjelasan-penjelasannya, sehingga peserta didik hanya menghafalkan dan tidak tahu
gambaran nyatanya pada kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran yang berjalan
demikian berdampak pada hasil belajar peserta didik yang belum optimal, hal ini
dapat dilihat dengan masih banyaknya peserta didik yang nilai ulangan tengah
semesternya dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil belajar siswa kelas
5 SD Negeri Tolokan Kec. Getasan pada nilai ulangan harian IPA dapat dilihat pada
Tabel 1.1
Hasil Belajar UTS Siswa SD Negeri Tolokan Kec. Getasan Mata Pelajaran IPA semester 1
Tahun Pelajaran 2016/2017
Nilai Jumlah Siswa Presentase Keterangan
≥ 70 24 67 % Tuntas
< 70 12 33 % Belum Tuntas
Total Siswa 36 100%
Sumber: Nilai UTS IPA Kelas 5 SD Negeri Tolokan
Standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPA adalah 70.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa terdapat hampir sepertiga dari seluruh kelas
masih belum mencapai KKM. Data tersebut memberikan gambaran bahwa proses
pembelajaran yang terpusat kepada guru dan kurang aktifnya peserta didik dalam
mengikuti proses pembelajaran berdampak pada hasil belajar yang tidak optimal.
Berdasarkan permasalahan yang ada seperti yang dijabarkan di atas
diperlukan adanya suatu perbaikan untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Guru sebagai perencana proses pembelajaran memiliki peranan penting dalam
keberhasilan proses pembelajaran. Guru harus pandai dalam menentukan dan
menggunakan model pembelajaran tertentu untuk mencapai hasil belajar peserta didik
yang baik. Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta untuk menemukan
informasi sendiri dan membuat siswa tertarik kepada materi pelajaran yang akan
diajarkannya. Guru juga harus bisa membuat siswa aktif dalam pembelajaran
sehingga proses pembelajaran tidak hanya terpusat kepada guru, dengan aktifnya
siswa dalam pembelajaran akan melatih kemampuan-kemampuan mereka seperti
kemampuan mengememukakan pendapat, bekerjasama dengan teman sebaya,
membuat keputusan dll. Hal itu dapat disiasati dengan menggunakan model
pembelajaran yang beragam agar siswa tidak bosan dan aktif dalam pembelajaran.
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dibuat untuk
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran (Trianto, 2010: 51).
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran adalah cara yang dipilih dan digunakan oleh guru dalam
proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih oleh guru mempunyai peranan
penting terhadap hasil belajar siswa. Guru dapat menyesuaikan model pembelajaran
yang akan digunakan dalam proses pembelajaran dengan materi yang akan diajarkan
dan karakteristik siswanya. Dengan memilih model pembelajaran yang tepat dan
kreatif siswa diharapkan dapat aktif dalam pembelajaran.
Model Think Pair Share (TPS) merupakan strategi pembelajaran yang digagas
oleh Profesor Frank Lyman di University of Mariland pada tahun 1981 dan diadopsi
oleh banyak penulis di bidang pendidikan pada masa-masa selanjutnya. Strategi ini
mengenalkan gagasan menganai waktu tunggu atau berpikir (wait or think time) pada
interaksi pembelajaraan kooperatif.
Manfaat TPS antara lain: 1) memungkinkan siswa untuk bekerja secara
individual dan bekerja sama dengan temannya. 2) mengoptimalkan partisipasi siswa.
3) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan gagasannya
kepada orang lain. Kemampuan-kemampuan yang umumnya terlatih pada dengan
menggunakan strategi ini adalah kemampuan berbagi informasi, bertanya, meringkas
gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan kepada orang lain. Model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat dipadukan dengan metode eksperimen
dalam proses pembelajaran dengan melakukan eksperiman siswa akan aktif dalam
pembelajaran dan mengetahui secara langsung bagaimana fakta, konsep, dan prinsip
IPA terbentuk. Dari eksperimen yang dilakukan, selanjutnya peserta didik akan
berlatih diskusi dengan kelompok untuk menyimpulkan hasil eksperimen dan
mengungkapkan hasil diskusi mereka pada seluruh kelas.
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang
Penelitian yang dilakukan Fitriana Eka Marta (2014) yang berjudul
Penerapan Pembelajaran Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas 4 SDN 01 Tengaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
2013/2014. Henokh Dwi Ariyanto (2014) yang berjudul Meningkatkan Kerjasama
dan Hasil Belajar dengan menerapkan Model Pembelajaran Think Pairs and Share
pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V SD Negeri Sumogawe 01
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014. Rina Puji
Rahayu (2013) yang berjudul Penerapan Strategi Inkuiri melalui Eksperimen untuk
meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri Kemambang 02
Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2012/2013. Sumarni
(2012) yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Metode Eksperimen
pada Siswa Kelas II Semester 2 SDN Simbangdesa 01 Kecamatan Tulis Kabupaten
Batang Tahun Pelajaran 2011/2012.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti lain seperti yang disebutkan
di atas penggunaan model Think Pair Share (TPS) dan metode Eksperimen mampu
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Penggabungan model Think Pair Share
(TPS) dan metode Eksperimen dilakukan untuk lebih mengoptimalkan hasil belajar
yang akan dicapai. Model Think Pair Share (TPS) dipilih untuk meningkatkan
keaktifan peserta didik dengan diskusi yang dilakukan, dan metode Eksperimen
dipilih untuk memberikan pengalaman kepada peserta didik dengan percobaan yang
dilakukan. Pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk saling berkerja sama dalam
menyikapi suatu persoalan diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran juga dapat dijadikan latihan antar siswa untuk saling bertukar
pendapat guna mencapai suatu kesimpulan yang dapat memuaskan semua pihak. Oleh
karena itu, timbul ketertatikan penulis untuk membuat penelitian tentang model
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidenfikasi masalah yang ada
dalam proses pembelajaran IPA di SD Negeri Tolokan Kec. Getasan diantaranya:
1. Kurangnya keaktifan peserta didik pada proses pembelajaran IPA.
2. Kurangnya inovasi guru dalam menerapkam model pembelajaran dimana
model pembelajaran yang digunakan hanyalah metode ceramah dan buku
paket.
3. Terdapat lebih dari 30% peserta didik kelas 5 SD Negeri Tolokan Kec.
Getasan yang belum mencapai KKM pada mata pelajaran IPA.
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah seperti di atas, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah peningkatan hasil belajar IPA
dapat diupayakan melalui model Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan
Eksperiman pada siswa kelas 5 SD Negeri Tolokan Kecamatan Getasan”.
1.4Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini memiliki tujuan untuk mengupayakan
peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Tolokan Kecamatan Getasan
melalui model Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan Eksperimen.
1.5Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan ada manfaat yang dapat diberikan antara lain:
1.5.1 Manfaat Teoritis
Menjadi daftar rujukan bagi praktisi pendidikan dan peneliti lain tentang model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan Eksperimen untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Guru
Manfaat yang dapat diambil guru dari penelitian ini adalah dapat menjadi tambahan
pengetahuan mengenai penggunaan model pembelajaran Think Pair Share (TPS)
2. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
3. Bagi Sekolah
Memberikan variasi model pembelajaran di sekolah dalam upaya meningkatkan hasil
belajar peserta didik.