• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lignin

Lignin merupakan komponen dinding sel tumbuhan berupa fenolik heteropolimer yang dihasilkan dari rangkaian oksidatif di antara tiga unit monomer penyusunnya yaitu p-coumaryl, coniferyl, dan sinapyl alcohol dalam reaksi yang dimediasi oleh peroksida (Ros et al. 2007). Gullichsen dan Paulapuro (2000) menyatakan bahwa lignin merupakan polimer amorf dengan struktur kimia yang jelas berbeda dari komponen makromolekul lain pada kayu. Berbeda dengan karbohidrat, struktur kimia lignin tidak teratur yang dapat digambarkan oleh perbedaan komponen strukturalnya yaitu unit fenilpropana yang tidak terhubung satu sama lain.

Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel tumbuhan. Di antara sel-sel, lignin berfungsi sebagai perekat antar sel-sel. Dalam dinding sel, lignin sangat erat kaitannya dengan selulosa atau hemiselulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kadar air kayu, dan mempertinggi ketahanan kayu terhadap serangan cendawan dan serangga melalui perannya sebagai physical

barrier (Haygreen dan Bowyer 1989). Lignin adalah salah satu komponen

struktural utama dari dinding sel. Selain sebagai struktur pendukung dan fungsi pertahanan terhadap patogen, lignin juga berperan dalam pengangkutan air dari pembuluh floem dan sel xilem (Del Rio et al. 2007). Obst (1982) menyatakan bahwa struktur kimia lignin dapat mempengaruhi proses pulping dan mutu serat

pulp yang dihasilkan.

2.2 Heterogenitas Lignin

Berdasarkan struktur kimianya, lignin disusun oleh tiga jenis monomer yaitu p-coumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol (Gambar 1) dengan berbagai perbandingan (Fengel dan Wegener 1986).

(2)

(1) (2

(1) (2) (3)

Gambar 1 Unit fenilpropana penyusun lignin (1) p-coumaril alkohol (2) koniferil alkohol (3) sinapil alkohol (Fengel dan Wegener 1986).

Lignin kayu daun lebar (dikotil, angiospermae), kayu daun jarum (gymnospermae), dan rumput-rumputan (monokotil, angiospermae) berbeda dalam kandungan unit-unit guaiasil (G), siringil (S), dan p-hidroksifenil (H). Lignin guaiasil (G) merupakan polimer koniferil alkohol, sedangkan lignin guaiasil-siringil (SG) tersusun atas guaiasil dan siringil di samping sejumlah kecil unit p-hidroksifenil (Fengel dan Wegener 1986). Higuchi (2006) menambahkan bahwa berdasarkan unit monomernya, lignin secara umum dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu lignin guaiasil dalam kayu daun jarum (softwood), lignin guaiail-siringil dalam kayu daun lebar (hardwood), dan lignin guaiasil-siringil-p-hidroksifenil dalam rumput-rumputan.

Lignin bambu merupakan ciri khas dari lignin rumput-rumputan (grass

lignin). Lignin rumput-rumputan lebih kompleks karena selain mengandung unit

guaiasil, siringil, dan hidroksifenil, juga mengandung sejumlah ester-terikat

p-coumaric acid (Ros et al. 2007). Lin et al. (2002) menyatakan bahwa bambu jenis Phyllostachys pubescens Mazel memiliki dinding serat dengan kandungan lignin

guaiasil yang tinggi pada tahap awal lignifikasi, namun memiliki kandungan lignin siringil yang tinggi pada tahap akhir. Dinding pembuluh sebagian besar tersusun atas lignin guaiasil ketika lignin siringil dan guaiasil juga ditemukan dalam dinding sel serat dan parenkim. Sementara itu, Salmela et al. (2008) menyatakan bahwa lignin bambu dapat digolongkan sebagai lignin “siringil-guaiasil” yang memiliki phenolic hydroxyl yang lebih tinggi daripada lignin kayu sehingga menghasilkan reaktivitas yang tinggi pada pulping terutama pada proses delignifikasi.

(3)

2.3 Lignin Terlarut Asam

Penentuan lignin dengan prosedur Klason terutama dihasilkan bagian lignin yang tidak larut sebagai residu setelah hidrolisis asam sulfat (acid insoluble

lignin), sedangkan bagian dari lignin yang larut dalam filtrat disebut dengan lignin

terlarut asam (acid soluble lignin) (Yasuda et al. 2001, Swan 1965).

Metode Klason merupakan metode yang selama ini paling sering digunakan untuk menduga kadar lignin dalam kayu atau non-kayu. Sementara itu, kandungan lignin total adalah gabungan dari lignin yang tidak larut dalam asam (lignin Klason) dan lignin yang larut dalam asam. Pada kayu daun lebar, sebagian lignin larut dalam hidrolisis asam sehingga harus diperhitungkan dalam penentuan total lignin. Kadar lignin terlarut asam dapat ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri UV (Swan 1965, Sjostrom 1991), berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang 205 nm (Swan 1965).

Selain itu, proporsi lignin terlarut asam yang semakin tinggi pada kayu daun lebar cenderung memiliki kadar lignin Klason yang semakin rendah. Sementara itu, tingginya kadar lignin terlarut asam berkorelasi positif dengan kadar metoksil (Akiyama et al. 2005, Musha dan Goring 1974). Hal ini karena keberadaan gugus metoksil berkaitan erat dengan tipe fenilpropana penyusun lignin. Tipe fenilpropana penyusun lignin juga merupakan faktor penting dalam reaksi delignifikasi selama proses pulping. Apabila suatu jenis kayu memiliki kandungan unit siringil lignin yang lebih tinggi maka akan menyebabkan laju delignifikasi yang semakin cepat dengan konsumsi bahan kimia yang semakin rendah (Chiang 2006), karena unit siringilmemiliki reaktivitas yang tinggi dibandingkan dengan unit guaiasil saat proses pulping (Tsutsumi et al. 1995). Oleh sebab itu, lignin terlarut asam dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk menduga reaktivitas lignin apabila terbukti pembentukan lignin terlarut asam berkorelasi positif dengan proporsi unit siringil penyusun lignin.

2.4 Bambu

Bambu merupakan jenis rumput-rumputan raksasa (The Giant Grass) yang tumbuh menahun dan tergolong ke dalam famili Gramineae. Bambu memiliki batang berkayu atau pucuk yang timbul dari rimpang. Bambu tumbuh secara

(4)

tunggal atau merumpun berbentuk silindris dengan serangkaian node dan antarnode. Bambu memiliki ketebalan dinding batang yang bervariasi mulai dari yang tipis hingga hampir padat. Ruas bambu terpisah satu sama lain oleh septa di node (PCARRD 1985).

Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) terdapat sekitar lebih dari 1000 spesies bambu yang tersebar di 80 negara di dunia, 200 spesies di antaranya ditemukan di Asia Tenggara dengan 8 kelompok utama di antaranya Bambusa

Schreber, Cephalostachyum Munro, Dendrocalamus Nees, Gigantochloa Kurz ex Munro, Melocanna Trin, Phyllostachys Sieb. & Zucc., Schizostachyum Nees, dan Thyrsostachys Gamle.

2.4.1 Bambu Betung (Dendrocalamus asper)

Bambu betung mampu tumbuh pada tempat-tempat dari dataran rendah sampai daerah pada ketinggian 2000 mdpl. Rumpun bambu betung agak sedikit rapat dengan tinggi mencapai 20 m dan bergaris tengah sampai 20 cm. Bagian buku-bukunya memiliki akar pendek yang bergerombol. Panjang ruas 40-60 cm dengan dinding buluh cukup tebal (Sonisa 1995).

Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) bambu betung memiliki panjang serat sekitar 3,78 mm, diameter 19 µm, tebal lumen 7 µm, tebal dinding 6 µm. Kadar air bambu betung dalam keadaan segar sebesar 55%, kadar air kering udara 15%, kandungan holoselulosa 53%, pentosan 19%, lignin 25%, abu 3%, kelarutan dalam air dingin 4,5%, kelarutan dalam air panas 6%, kelarutan dalam alkohol-benzena 1%, dan dalam NaOH 1% sebesar 22%.

2.4.2 Bambu Tali (Gigantochloa apus)

Bambu tali mempunyai buluh yang berwarna hijau kekuningan dengan lapisan lilin pada bagian bawah buku-bukunya ketika muda. Bambu ini mudah dibedakan dengan jenis-jenis yang lain dari pelepah buluhnya yang selalu melekat pada buluhnya. Di samping itu, kuping pelepah buluhnya sangat kecil sehingga hampir tidak tampak. Buluhnya berdiameter 7-10 cm dengan tinggi mencapai 12 m. Bambu ini sangat cocok untuk bahan baku anyaman karena seratnya yang panjang, halus, dan mudah lentur. Walaupun demikian bambu ini tidak baik

(5)

digunakan untuk membuat alat musik bambu karena memiliki buku-buku yang cekung sehingga menyebabkan terjadinya gaung yang tak beraturan. Di Jawa Tengah dan Timur serta Bali bambu ini disebut pring (bahasa Jawa) atau tiying (bahasa Bali) tali (Widjaja et al. 1989).

Bambu tali memiliki kadar air 54,3% dalam keadaan basah dan 15,1% dalam keadaan kering udara, holoselulosa 52,1-54,7%, pentosa 19,1-19,3%, lignin 24,8-25,8%, kadar abu 2,7-2,9%, silika 1,8-5,2%, kelarutan dalam air dingin 5,2%, kelarutan dalam air panas 5,4-6,4%, kelarutan dalam alkohol-benzena 1,4-3,2%, dan kelarutan dalam 1% NaOH 21,2-25,1%. Kandungan pati berfluktuasi antara 0,24-0,71% tergantung pada musim (Dransfield dan Widjaja 1995).

Sonisa (1995) menambahkan bahwa bambu tali merupakan bambu yang terpenting dalam kehidupan masyarakat. Bambu ini biasa digunakan untuk bangunan rumah, barang anyaman, tali dan daunnya digunakan sebagai bahan pembungkus makanan.

2.4.3 Bambu Andong (Gigantochloa nigrociliata)

Bambu andong tersebar luas di Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, dan Thailand. Batang berwarna hijau cerah dengan panjang hingga 20 m, dinding batang berukuran 6 mm, dan memiliki ruas hingga 35-50 cm. Bambu andong dimanfaatkan untuk membuat peralatan rumah tangga, keranjang, kasau, dan pagar rumah (Dransfield dan Widjaja 1995), juga untuk tiang, pagar, reng rumah dan alat pancing karena daya lentingnya yang baik, sedangkan pelepah yang kering dibuat kerajinan berupa hiasan rumah. Ciri khas bambu ini yaitu pelepah batang muda berwarna hijau dan cepat luruh. Batang muda berbulu miang, warna abu-abu dan terdapat garis-garis kuning yang jelas (Sonisa 1995).

2.4.4 Bambu Ampel (Bambusa vulgaris)

Bambu ampel mengandung pati lebih banyak dibandingkan dengan bambu betung, bambu wulung, dan bambu apus. Kadar alfaselulosa bambu ampel adalah 40,39%, ekstraktif larut dalam alkohol benzene sebesar 3,20%. Bambu ampel memiliki kadar selulosa 45,3%, kadar lignin 25,6%, kadar pentosan 20,4%, kadar abu 3,095%, kadar silika 1,78%, kadar ekstraktif kelarutan dalam air dingin 8,3%,

(6)

kadar ekstraktif kelarutan dalam air panas 9,4%, kelarutan dalam etanol benzene 5,2%, kadar ekstraktif kelarutan dalam NaOH 1% adalah 29,8% (Dransfield dan Widjaja 1995).

Bambu ampel banyak dikenal oleh masyarakat karena tumbuh di mana-mana. Bambusa vulgaris dapat digunakan sebagai bahan bangunan rumah, pondok, pagar, jembatan, alat angkutan (rakit), pipa saluran air, alat peraga, mebel dan berbagai peralatan rumah tangga serta sebagai bahan baku untuk pulp kertas (Sonisa 1995).

Referensi

Dokumen terkait

Faktor pendukung pendidikan Islam pada anak TPA di desa Dawung yaitu usaha yang serius dari pihak ustadz dan pengurus dalam pendidikan dan pembinaan anak- anak, dukungan dari

Pada radius lengkung 10 cm sampai 15 cm dapat dilakukan perendaman dalam larutan bahan kimia NaOH atau DMSO pada konsentrasi 4%, dapat menurunkan nilai keteguhan lentur rata-rata

Dengan metode AHP ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam menentukan alternatif-alternatif mana yang akan dipilih sebagai suatu keputusan akhir dalam pemilihan

Bendahara pemerintah sebagai pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Bagian pertama: Dia tinggal untuk berdakwah bagi Islam dan mendorongnya. Ini termasuk salah satu jenis jihad dan hukumnya fardhu bagi yang mampu melakukannya

Alquran merupakan sebuah petunjuk yang berasal dari Allah Swt yang harus dipahami, dihayati dan diamalkan oleh manusia yang beriman kepada Allah Swt. Di dalam Alquran

Perubahan pola hubungan patron dan klien petani padi di Kecamatan Rengasdengklok dalam rangka beradaptasi dari keadaan yang menuntut kedua pihak agar melakukan

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung Tahun 2015 dapat menggambarkan kinerja Dinas dan Evaluasi terhadap kinerja Dinas