• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

38

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab IV akan dipaparkan data-data yang ditemukan dalam penelitian, berdasarkan persoalan penelitian tentang bagaimana klasis GKJ Salatiga Selatan menyelesaikan konflik perpecahan di jemaat GKJ Salatiga Timur, dan dampak dari keputusan klasis bagi GKJ Salatiga Timur.

4.1 Sistim Organisasi GKJ

Gereja Kristen Jawa atau GKJ adalah kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus yang ada di suatu tempat tertentu. GKJ didirikan pada tanggal 17 februari 1931, terdiri dari 307 jemaat dan terhimpun dalam 32 klasis yang tersebar di enam provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.

Ada pun sistem yang dipakai untuk mengatur kehidupan GKJ adalah sistem presbiterial. Sistem presbiterial sendiri yaitu suatu sistem gereja yang dimpimpin oleh Presbyteros (penatua). Keputusan tertinggi ada pada persidangan presbiter. Gereja dipimpin oleh pejabat - pejabat gerejawi; secara kolektif disebut majelis jemaat. Setiap anggota majelis jemaat mempunyai kedudukan yang sama dan masing - masing mempunyai tugas sendiri. Sistem tersebut memiliki dua ciri pokok antara lain; Pertama, setiap GKJ adalah gereja Allah yang mandiri, memiliki kewenangan, mampu mengatur dan mengembangkan diri sendiri, membiayai diri sendiri, dipimpin oleh majelis gereja yang terdiri dari penatua, pendeta dan diaken. Kedua, setiap GKJ wajib berjalan bersama

(2)

39

dan mengikatkan diri dengan gereja-gereja kristen Jawa lain yang diwujudkan dalam persidangan klasis maupun sinode dan visitasi yaitu perkunjungan gerejawi baik oleh visitator klasis mau pun sinode (Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ 2005 pasal 2). Misi GKJ merupakan operasionalisasi dari visi GKJ;

 Pertama, menjadi Gereja yang terus menerus diperbarui berdasarkan firman Tuhan. Pembaruan itu antara lain terwujud dalam upaya memupuk spiritualitas, memelihara penghayatan akan kehadiran Allah dalam seantero kehidupan, serta memelihara relasinya dengan Allah secara sungguh-sungguh.

 Kedua, menjadi gereja yang meneladan Yesus Kristus dalam seluruh kehidupannya dengan cara hadir di tengah dunia sebagai teladan kebenaran dan kekudusan.

 Ketiga, menjadi gereja yang mewujudnyatakan keselamatan dalam kehidupannya dan dalam keutuhan ciptaan, dengan memupuk semangat eukumenis, peduli lingkungan, memperjuangkan terwujudnya keadilan dan damai sejahtera bagi semua umat manusia.

4.1.1 Sistim Organisasi di Jemaat

GKJ dapat terdiri dari gereja induk dan pepanthan. Jika satu atau beberapa pepanthan telah memenuhi syarat sebagai GKJ seperti dalam pasal 2 dalam tata gereja, maka pepanthan tersebut dapat didewasakan. Syarat-syarat bagi pepanthan yang akan didewasakan adalah; mempunyai motivasi yang sehat sesuai dengan nilai-nilai kristiani. Mempunyai tujuan demi perkembangan gereja yang baik yang mendewasakan mau pun didewasakan. Memiliki kemampuan untuk memerintah, mengembangkan, membiayai

(3)

40

diri sendiri. Mempunyai jumlah warga gereja sekurang-kurangnya 150 orang. Warga dewasa sekurang-kurangnya 10 yang bersedia menjadi pejabat gerejawi. Memiliki kemampuan keuangan gereja 40% dari anggaran pendapatan belanja gereja (APBG) per tahun. Dapat dipakai untuk mencukupi kebutuhan biaya hidup pendeta gereja dan kebutuhan pelayanan. Memiliki tempat ibadah yang menjamin keberlangsungan ibadah (Tata Laksana GKJ 2005 pasal 4 ayat 1).

Warga GKJ adalah orang yang dibabtis di GKJ (tercatat dalam buku induk gereja) dan orang yang pindah dari gereja lain menjadi warga GKJ (Tata GKJ 2005 pasal 6). Warga yang dari gereja anggota PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) diterima dengan surat atestasi pindah. Jika bukan dari sesama anggota PGI maka akan diterima dengan syarat diadakan percakapan dan diwartakan selama dua kali ibadah minggu. Jika tidak ada keberatan dari anggota jemaat, maka akan diterima menjadi warga GKJ. Hilangnya status sebagai warga GKJ jika; Pindah ke gereja lain, meninggalkan iman Kristen, meninggal dunia (Tata laksana GJK pasal 4 ayat 4)

Secara tegas dalam pokok - pokok ajaran gereja dan tata laksana Gereja Kristen Jawa tidak menyebutkan defenisi atau arti pendeta GKJ. Namun dalam dalam peraturan kesejahteraan vicaris, pendeta, pendeta emeritus dan karyawan GKJ dikatakan bahwa pendeta adalah orang yang diberikan hak khusus karena jabatan dan tanggungjawab seperti yang diatur dalam tata gereja. Ada pun kewajibannya; menjaga dan menjunjung tinggi nama baik gereja dan lembaga gereja. Melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan gereja dan lembaga gereja. Sedangkan dalam peraturan pembimbingan dan ujian calon pendeta sinode GKJ memberi tekanan bahwa pendeta adalah sebagai pelayan jemaat yang merupakan salah satu sumber daya manusia gereja

(4)

41

yang mengemban mandat untuk membangun jemaat. Usia pensiun pendeta adalah 60 tahun (Peraturan Pembimbingan dan Ujian Calon Pendeta sinode GKJ Salatiga 2005).

Pendeta dalam GKJ direkrut dengan ketentuan; seorang yang belum berjabatan pendeta dan harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon pendeta, vikariat dan penabisan.

Bagi yang sudah berjabatan pendeta harus melalui pencalonan, pemilihan, pemanggilan dan peneguhan. Jika sudah berjabatan pendeta tetapi berasal dari gereja lain (anggota PGI) harus melalui pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon pendeta dan peneguhan. Ada pun persyaratannya; Warga sidi GKJ atau yang lain (anggota PGI), telah menamatkan pendidikan minimal S1 dari pendidikan teologi yang didukung GKJ. Bersedia menerima pokok-pokok ajaran GKJ, Tata Geraja dan Tata Laksana. Memiliki kemampuan dan bersedia menjadi pendeta sebagai panggilan spiritualitas. Syarat tambahan dapat ditentukan oleh majelis gereja sesuai dengan konteks kebutuhan setempat. Dalam status kependetaan, diatur sebagai berikut; Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah pendeta GKJ pada jemaat tertentu, memiliki kewenangan dan keabsahan pelayanan dilingkup klasis, sinode dan gereja lain anggota PGI. Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah pelayan penuh waktu, dan tidak merangkap sebagai tenaga penuh waktu di lembaga lain (Tata Laksana GKJ 2005 pasal 7).

Alat-alat kelengkapan GKJ adalah sidang majelis gereja, badan-badan pembantu dan administrasi. Sidang mejelis gereja terbagi atas dua; sidang majelis gereja untuk membicarakan masalah - masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja. Sidang majelis gereja terbuka adalah persidangan mejelis yang dihadiri oleh warga gereja, untuk

(5)

42

membicarakan masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan kehidupan gereja. Keputusan kedua persidangan ini ditetapkan berdasarkan alkitab, pokok-pokok ajaran GKJ, Tata Laksana GKJ, dengan mempertimbangakn keputusan klasis dan sinode. Keputusan itu wajib diterima oleh dari GKJ yang bersangkutan.

Mejelis gereja dalam melaksanakan tugas panggilannya dapat mengangkat badan-badan pembantu majelis gereja. Mereka adalah kelompok orang yang diangkat sebagai komisi, panitia atau tim untuk melaksanakan tugas tertentu. Dalam menjalankan tugas, badan pembantu majelis bertanggung jawab kepada pihak majelis gereja.

4.1.2 Sistim Organisasi Klasis GKJ

Klasis GKJ adalah ikatan kebersamaan beberapa GKJ di wilayah tertentu yang didasarkan pada pengakuan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam alkitab, pokok-pokok ajaran GKJ serta tata gereja dan tata laksana GKJ. Ikatan kebersamaan itu diwujudkan dalam persidangan klasis dan visitasi.

Sidang klasis adalah persidangan para pemangku jabatan gerejawi dan utusan gereja-gereja anggota klasis. Persidangan klasis terbagi atas dua jenis; Sidang klasis untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja dan Sidang klasis istimewa adalah untuk membicarakan masalah-masalah tertentu dan mendesak yang berkaitan dengan kehidupan gereja.

Keputusan sidang klasis dan sidang klasis istimewa ditetapkan berdasarkan alkitab dan pokok ajaran GKJ, serta tata gereja dan tata laksana GKJ. Ada pun keputusan kedua persidangan tersebut bersifat mengikat gereja-gereja yang ada dalam naungan klasis.

(6)

43

Alat-alat kelengkapan klasis adalah badan pelaksana klasis (Bapelklas), badan pengawas klasis (Bawasklas) dan administrasi klasis. Bapelklas beranggotakan orang-orang yang diangkat dalam persidangan klasis untuk melaksanakan keputusan-keputusan klasis. Bapelklas bertanggung jawab kepada klasis. Sedangkan Bawasklas adalah badan yang beranggotakan orang-orang yang diangkat oleh persidangan klasis untuk melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan dan kekayaan klasis. Bawasklas bertanggungjawab kepada klasis dan diberhentikan oleh persidangan klasis.

Klasis Salatiga bagian Selatan terletak di provinsi Jawa Tengah tepatnya di kota Salatiga. Klasis GKJ Salatiga bagian Selatan terdiri dari 9 dan 13 pepanthan. Jemaat-jemaat tersebut adalah GKJ Salib Putih, GKJ Salatiga Timur, GKJ Bagian Selatan, GKJ Sidomukti, GKJ Karangalit, GKJ Susukan, GKJ Randuares, GKJ Agromulyo, dan GKJ Menara Kasih. Jumlah KK dalam klasis adalah 1673 KK dengan 5905 anggota jemaat yang terbagi atas warga dewasa 4367 jiwa dan warga anak-anak 1538 jiwa.

4. 2 Konflik Perpecahan GKJ Salatiga Timur

Pada tanggal 27 mei 2009 Pdt. Sari Frihono (kemudian disebut yang bersangkutan) mengajukan pengunduran diri dari jabatan sebagai pendeta GKJ Salatiga Timur (selanjutnya disebut GKJST) yang disampaikan secara tertulis kepada majelis GKJST. Ada pun alasan permohonan pengunduran diri dari jabatan kependetaannya karena, yang bersangkutan memiliki pergumulan pribadi dalam keluarga. Hal itulah yang mengakibatkan tidak bisa melayani sakramen gerejawi. Dari pergumulan pribadi tersebut, yang bersangkutan kemudian merasa tidak layak melayani sebagai seorang pendeta. Permohonan pengunduran diri, yang bersangkutan adalah tanpa paksaan dari pihak mana pun.

(7)

44

“ Masalah pribadi yang bersangkutan sudah lama dan sebagian besar jemaat keberatan dengan masalah tersebut.

Merasa tidak layak, yang bersangkutan minta undur diri sebagai pendeta di sini (Informan A)”

Untuk merespon hal itu maka tercatat 1 juni-29 november 2009 surat pengunduran diri yang bersangkutan diproses melalui serangkaian rapat yang dilakukan oleh majelis GKJST. Rapat majelis harian, pleno majelis, rapat dengan forum komunikasi majelis Salatiga, Bapelklas, visitator klasis, dan sidang majelis terbuka dengan tiga GJK di Klasis Salatiga Selatan. Agenda rapat-rapat dimaksud adalah untuk mencari jalan keluar bagi masalah yang bersangkutan. Merasa tidak menemukan jalan keluar, maka hasil rapat mengusulkan penanggalan jabatan yang bersangkutan dibawa ke persidangan Klasis Salatiga bagian Selatan satu di GKJ Sidomukti. (agenda rapat majelis GKJST).

4. 3 Upaya Penyelesaian 4.3.1 Di Jemaat

Saat salah satu pendeta GKJST memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan kependetaanya, langkah pertama yang ditempuh oleh majelis jemaat adalah membahasnya dalam rapat majelis harian.

“Kami sudah membahasnya dalam rapat baik itu harian maupun pleno bahkan pertemuan-pertemua yang sengaja kami lakukan dengan pihak klasis. Proses itu memakan waktu yang sangat panjang. Harapan kami, masalah ini dapat diselesaikan secara damai, mengingat ini adalah gereja dan sangat kental dengan budaya hidup orang Jawa yang cinta damai (Informan B).

“Kami juga memberikan perkunjungan pastoral agar yang bersangkutan mempertimbangkan hal ini dengan sebaik-baiknya, karena ini menyangkut gereja dan pendeta, bagaimana penilaian orang kalau tahu gereja punya konflik (Informan A).

(8)

45

Dari pernyatan kedua informan, pihak majelis GKJST sudah mengadakan pertemuan-pertemuan dalam upaya menyelesaikan masalah yang bersangkutan. Namun langkah-langkah yang ditempuh belum membuahkan hasil apa pun. Dalam jangka waktu yang begitu panjang antara 1 juni sampai dengan 29 november 2009, majelis jemaat berulang kali mengadakan rapat. Rapat-rapat yang dilakukanpun ikut melibatkan pihak ketiga yaitu forum komunikasi majelis Salatiga, Bapelklas, dan visitator klasis. Majelis GKJST berharap, dengan hadirnya pihak ketiga yang dianggap netral bisa membantu dalam menyelesaikan masalah yang ada. Kedudukan pihak ketiga dalam rapat-rapat dimaksud adalah untuk menjembatani rekonsiliasi antara majelis jemaat dengan yang bersangkutan.

Dalam sidang majelis terbuka yang dilakukan oleh majelis GKJST, diputuskan bahwa status kependetaan yang bersangkutan tidak ditanggalkan tetapi kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan selama tiga bulan untuk merenungkan kembali surat pengunduran dirinya. Dalam masa tiga bulan tersebut, yang bersangkutan tidak diberikan kesempatan untuk melayani dalam tugas sebagai pendeta. Majelis GKJST berharap, selama tiga bulan dan tanpa dibebani tugas kependetaan, yang bersangkutan bisa lebih fokus untuk merenung kembali. (akta sidang majelis GKJST 2009).

Merasa diperlakukan tidak adil, yang bersangkutan mengajukan protes karena merasa diberi hukuman dari pihak majelis jemaat GKJST. Protes itu disampaikan melalui surat protes dan proses pastoral majelis GKJST. Setelah yang bersangkutan mengajukan protes kepada pihak majelis GKJST, langkah yang diambil oleh mejelis GKJST adalah kembali melakukan sidang majelis terbuka pada tanggal 29 november 2009. Dalam persidangan itu dihadirkan tiga GKJ di wilayah Klasis Salatiga Selatan dengan tujuan

(9)

46

untuk memberikan masukan dalam persidangan dan juga menjembatani mediasi bagi kedua pihak. Hasil dari persidangan dimaksud memutuskan untuk membawa masalah penanggalan jabatan yang bersangkutan ke aras persidangan klasis (akta sidang majelis GKJST 2009).

“karena semakin hari masalahnya semakin ruwet, kami memutuskan untuk menyerahkan kepada klasis sesuai dengan struktur organisasi GKJ. Kami berharap klasis bisa menyelesaikan secara damai” (Informan A).

Bukan hanya itu, dalam setiap persidangan klasis yang dilakukan, pihak GKJST sendiri berharap, konflik GKJST bisa diselesaikan dengan jalan rekonsiliasi. Akan tetapi keputusan-keputusan yang ditetapkan dalam setiap kali persidangan klasis lebih mengarah kepada proses pendewasaan gereja. Ada pun upaya lain yang dilakukan oleh pihak GKJST adalah mengadakan pertemuan dengan Persekutuan Menara Kasih (selanjutnya disebut PMK) dengan mengundang klasis dalam hal ini Bapelklas dan Bapelsin. Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil dikarenakan pihak PMK sendiri juga menghendaki untuk menjadi sebuah gereja dewasa.

4.3.2 Klasis

Ketika terjadi konflik pihak klasis belum bisa untuk menindaklanjuti masalah tersebut mengingat sistem yang dianut oleh GKJ adalah sistem presbiterial. Itu sebabnya keputusan diserahkan kepada pihak majelis jemaat untuk memutuskan melalui rapat majelis yaitu rapat harian dan rapat pleno. Jika dalam rapat pleno belum bisa menghasilkan keputusan terakhir, barulah dibawa ke aras sidang klasis.

(10)

47

Sebelum dibawa ke persidangan klasis, pihak klasis melalui tim visitasi (yang betugas setahun minimal dua kali ke jemaat untuk meninjau kehidupan jemaat) telah mengusahakan rekonsiliasi melalui proses mediasi kepada pihak yang bersangkutan dengan majelis GKJST. Dalam proses mediasi tersebut, tim visitasi klasis berusaha bersikap netral dalam setiap kebijakan yang ditempuh. Keputusan - keputusan diserahkan kepada yang bersangkutan dan majelis GKJST. Team visitasi juga rutin melakukan perkunjungan ke GKJST atau lebih dari dua kali seperti biasanya yang dilakukan tim visitasi. Akan tetapi usaha yang dilakukan sia-sia karena salah satu pihak dalam hal ini majelis GKJST seolah-olah mempersulit pihak PMK sehingga PMK merasa keberatan jika harus berdamai. Dengan demikian, masalah tersebut kemudian dibawa ke persidangan klasis.

“sebelum bersidang, kami sudah mengusahakan rekonsiliasibahkan tim visitasi rutin mengunjungi GKJST.Tetapi kedua pihak ini sama-sama keras dalam mempertahankan sikapnya” (Informan D).

Dalam persidangan GKJ Klasis Bagian Selatan I 16 januari 2010, dengan mempertimbangkan; surat pengunduran diri yang bersangkutan, keputusan majelis GKJST tentang pemberian cuti, hasil pendampingan majelis, laporan visitasi klasis Salatiga XXXI, tata laksana GKJ pasal 15. Persidangan kemudian memutuskan, menerima usulan majelis GKJST tentang penanggalan status kependetaan yang bersangkutan. Membentuk team pendampingan yang akan mendampingi dalam proses tager talak . Melaporkan hasil pendampingan yang dilakukan oleh team pendamping pada sidang klasis istimewa pada bulan april 2010 dengan gereja penghimpun

(11)

48

GKJST(artikel 20 akta sidang klasis 1). Dalam rangka tager talak itu, klasis kemudian memutuskan untuk kembali melakukan persidangan istimewa.

“Persidangan klasis istimewa sengaja dilakukan dalam rangka mempersiapkan proses tager talak” (Informan D).

Persidangan klasis istimewa dilaksanakan pada 17 april 2010. Persidangan membahas laporan tim pendampingan klasis dan masukan majelis GKJST. Sidang mempertimbangkan beberapa hal antara lain; tata laksana GKJ pasal 15 perihal penanggalan jabatan pendeta, pasal 55 tentang pamerdi atau pengakuan dosa, dan pasal 56 tentang pelayanan penerimaan pertobatan. Rekomendasi team pendampingan klasis, informasi majelis GKJ, keutuhan jemaat GKJST, semangat rekonsiliasi, dan surat permohonan pengakuan dosa yang bersangkutan juga menjadi hal lain yang dipertimbangkan dalam persidangan.

Memperhatikan beberapa hal di atas, sidang memutuskan;

 Pertama menerima permohonan pengakuan dosa yang bersangkutan dan jabatan kependetaan tidak ditanggalkan.

 Kedua, meminta majelis GKJST untuk melayani pengakuan dosa terhadap yang bersangkutan beserta keluarga dalam kebaktian jemaat.

 Ketiga, demi menjaga keutuhan jemaat dan keberlanjutan pelayanan yang bersangkutan, maka yang bersangkutan tidak lagi melayani sebagai pendeta GKJST. Kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mendapatkan tempat pelayanan yang baru.

Dalam proses tersebut, maka majelis GKJST bertanggung jawab dalam memenuhi Jaminan hidupnya. Keempat, menugasi Bapelklas untuk mendampingi majelis GKJST

(12)

49

dan yang bersangkutan. (artikel 10 akta sidang klasis istimewa GKJ klasis bagian Selatan 2010).

Atas keputusan itu yang bersangkutan menyatakan menerima semua yang menjadi hasil keputusan persidangan dengan tidak ada paksaan. Akibat dari hasil persidangan tersebut, timbullah kelompok Persekutuan Menara kasih atau PMK yang tidak setuju dengan keputusan sidang klasis (11 akta sidang klasis istimewa klasis GKJ bagian selatan 2010).

“Yang bersangkutan menerima keputusan persidangan, tetapi pendukungnya tidak menerima keputusan sidang istimewa” (Informan E).

“Kami kurang setuju dengan keputusan sidang klasis, karena sepertinya hasil persidangan lebih membela GKJST.Hal ini mungkin saja karena ada diantara mereka yang menjabat sebagai Bapelklas.Daripada kami ke gereja tapi hatinya tidak damai, lebih baik kami bikin kebaktian sendiri” (Informan C).

Namun dikemudian hari, konflik semakin bertambah dikarenakan pihak GKJST tidak bersedia menjalankan hasil persidangan klasis. Sementara itu PMK tidak lagi melibatkan diri dalam kegiatan gereja yang dilakukan. Bapelklas kemudian memutuskan untuk menindaklanjuti konflik tersebut dalam persidangan klasis berikutnya.

“Kami merasa bukan tanggung jawab kami untuk menjalankan point ketiga keputusan klasis, karena ybs tidak melayani lagi sebagai pdt. jemaat kami” (informan A).

“Kami tidak bergereja di GKJST karena tidak nyaman lagi pasca keputusan sidang klasis” (Informan C).

Persidangan klasis GKJ Salatiga bagian selatan II dilaksanakan dalam dua tahap yaitu 18 desember 2010 dan 15 januari 2011. Persidangan tahap I menyetujui

(13)

50

permohonan PMK untuk hadir dalam persidangan berikutnya, namun terbatas pada sidang seksi. Selain itu PMK hanya diberi hak bicara tanpa hak suara (akta persidangan klasis II artikel 9).

Dalam persidangan klasis tahap kedua, mempertimbangkan proposal dari PMK laporan Bapelkas mengenai percakapan dengan GKJST dan PMK, maka sidang memutuskan;

 Pertama, perlu dilaksanakan pembiakan bagi PMK menjadi jemaat dewasa.

 Kedua, proses pembiakan dilaksanakan berdasarkan tata GKJ dan tata laksana.

 Ketiga, menugasi Bapelkas dan Bapelsin untuk mendampingi selama proses pembikan.

 Keempat, perlu dibentuk tim penyelesaian dan skenario bersama selama masa transisi pembiakan sampai PMK betul-betul mandiri.

 Kelima, team penyelesaian diserahkan sepenuhnya kepada PMK dan GKJST. (Artikel 40 akta sidang klasis II 2011)

Selama proses pembiakan, pelayanan rohani (ibadah, sakramen atau pernikahan dan kegiatan gerejawi lainnya) terhadap PMK secara prinsip dilakukan oleh GKJST. Namun jika pelayanan ini dilayani oleh gereja lain maka hal tersebut diperbolehkan. (artikel 41 akta sidang klasis II 2011). Persidangan juga memutuskan yang bersangkutan melayani sebagai pendeta klasis sambil menunggu hasil percakapan PMK, GKJST, Bapelklas dan Bawasklas (artikel 42 akta sidang klasis II 2011).

Ada pun yang menjadi bahan pertimbangan klasis dalam memutuskan pendewasaan bagi PMK yaitu mencegah PMK berpindah ke denominasi gereja lain.

(14)

51

Mengingat kelompok PMK saat itu mencapai tiga ratus orang lebih. Jika hal itu terjadi maka GKJ Salatiga Selatan dan GKJ pada umumnya kehilangan sumber daya manusia yang besar. Bukan hanya itu, dalam setiap kali persidangan klasis yang dilakukan, anggota persidangan dari jemaat lain sudah menyampaikan keberatan. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus dalam persidangan adalah masalah GKJST sehingga mengesampingkan masalah lain dalam persidangan tersebut.

Dalam wawancara yang dilakukan, Klasis sangat menyadari tata GKJ dan Tata Laksana, namun klasis juga harus mempertimbangkan kondisi saat itu. Kondisi tersebut yang menuntut klasis harus mengambil kebijakan demi keselamatan semua anggota GJK di wilayah Salatiga Selatan.

“Saat itu kami bukan tidak menghargai tata GKJ dan tata laksana, tetapi kami juga harus mengambil kebijakan demi keselamatan umat. Bayangkan jika sekian banyak orang pindah ke gereja lain atau tidak bergereja sama sekali hanya karena gerejanya tidak mampu menyelesaikan konflik” (informan E).

Persidangan klasis III dilaksanakan di GKJ Salatiga Selatan pada tanggal 14 januari 2012. Kemudian memutuskan;

 Pertama, proses pembiakkan dan pendewasaan PMK menjadi gereja dewasa didasarkan pada prinsip mengakui, saling menghargai dan saling mempercayai merupakan tanggungjawab GKJST.

 Kedua, waktu pendewasaan paling lambat 12 bulan.

 Ketiga, dalam waktu tiga bulan sudah dibentuk Majelis GKJST yang melayani di PMK dan proses pemilihan dilakukan secara mandiri oleh PMK.

 Keempat, PMK diperkenankan menggunakan tempat ibadah di GKJST Jl. Tanggulayu No. 7 Salatiga selama 12 bulan.

(15)

52

 Kelima, dibentuk tim persiapan pembiakan dan pendewasaan terdiri dari utusan majelis GKJST, utusan PMK, Pnt. Suwarto Adi, S.Ag, M.Si selaku ketua Bapelkles dan Pdt. Widiarso Eko Hadi Nogroho, S.Th.

 Keenam, tim bertugas melakukan pendamaian dalam proses pendewasaan serta melaporkan dalam persidangan klasis berikutnya (artikel 25 akta sidang klasis III 2012).

Artikel 27 berisi peninjauan kembali akta keputusan sidang klasis II artikel 42 tentang status yang bersangkutan. Persidangan kemudian memutuskan; Status pendeta yang bersangkutan tetap namun fungsi kependetaan (khusus sakramen) dan basis pelayanan menunggu proses PMK menjadi gereja dewasa. Kedua, selama menunggu proses pendewasaan, biaya hidup yang bersangkutan menjadi tanggungjawab PMK (artikel 27 akta sidang klasis 2012).

Sidang klasis IV dilaksanakan pada tanggal 12 januari 2013 di GKJ Randuares Salatiga. Mempertimbangkan usulan GKJST dan PMK, serta laporan team pendamping dan Bapelklas maka sidang memutuskan Pendewasaan PMK yang isinya adalah;

 Pertama, pendewasaan PMK menjadi GKJ Menara Kasih.

 Kedua, proses pendewasaan GKJ Menara Kasih (GKJMK) dilaksanakan oleh GKJ Susukan.

 Ketiga, GKJST tidak ikut memutuskan atau tidak bertanggung jawab terhadap hasil sidang tersebut (menderheid nota).

 Keempat, mulai bulan februari 2013 PMK akan beribadah di gedung Gereja Bethel Indonesia Celong.

(16)

53

 Keenam, Peneguhan yang bersangkutan sebagai pendeta GKJMK bersamaan dengan ibadah pendewasaan (artikel 28 keputusan sidang klasis IV 2013). Dalam persidangan sebelumnya telah diputuskan bahwa tanggung jawab mendewasakan PMK diserahkan kepada GKJST sebagai jemaat induk. Namun dikemudian hari timbul keberatan dari pihak GKJST untuk menjalankan keputusan tersebut sehingga proses pendewasaan sempat tertunda. Maka dalam persidangan berikutnya, diputuskan pendewasaam diserahkan kepada GKJ Susukan. Walau pun dalam proses pendewasaan, klasis mengakui menuai banyak protes dari GKJST. Salah satunya mengenai tata GKJ dan Tata Laksana, yang didewasakan adalah pepanthan bukan pecahan. Dalam hal inipun, klasis tetap mengusahakan proses rekonsiliasi. Namun hal tersebut tidak membuahkan hasil.

“ Masalah kedua jemaat ini sangat sulit, bahkan sampai beberapa kali Bapelklas diganti. Persidangan sudah memutuskan tetapi kemudian tidak mau dijalankan oleh satu pihak dengan berbagai alasan.Kedua kubu ini saling menyerang dan mempersulit satu dengan yang lain” (informan E).

“Kami berusaha untuk berpisah secara baik-baik.Walaupun kesannya hanya memenangkan pihak PMK, tetapi demi menyelamatkan umat. Memang GKJST sangat keberatan dengan keputusan ini, hanya saja daripada kami kehilangan sekian banyak umat atau konflik ini terus berlanjut itu tidak baik” (Informan D).

Melalui wawancara yang dilakukan, pihak klasis mengaku keputusan-keputusan yang diambil sudah mempertimbangkan kedua belah pihak. Walau pun terkesan tidak merekonsiliasi konflik yang terjadi, namun klasis sudah berupaya semaksimal mungkin. Hanya saja pihak PMK tetap menginginkan untuk berpisah, sedangkan GKJST

(17)

54

menginginkan untuk kembali bersatu. Sehingga walaupun tidak memenuhi persyaratan untuk didewasakan sesuai dengan tata GKJ dan tata laksana, pihak klasis memutuskan untuk PMK dipisahkan dari GKJST dan didewasakan sebagai sebuah jemaat. Namun dilain sisi, klasis mengusahakan agar PMK berpisah secara baik-baik dari jemaat induk.

4.4 Temuan dan Pembahasan

Dengan memperhatikan latar belakang masalah dan hasil penelitian yang telah dilakukan. Maka dalam bagian ini, penulis akan memaparkan data berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana klasis GKJ Salatiga Selatan menyelesaikan konflik perpecahan jemaat di GKJST. Dampak dari konflik tersebut kepada GKJST.

Halnya sama yang dikatakan Thompson (1998) konflik adalah perbedaan persepsi dari kepentingan setiap orang atau kelompok. Flippo daam Sudarmo dkk (2000) dalam konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih banyak anggota organisasi karena mereka memiliki status, tujuan dan pandangan yang berbeda.Berdasarkan hasil penelitian maka terdapat perbedaan pandangan dan pendapat ditubuh majelis dan jemaat mengenai kehidupan keluarga pendeta GKJST.

Penyebab konflik perpecahan di GKJST adalah konflik pribadi yang mempengaruhi struktural organisasi (Indriyatni 2010). Bermula dari pergumulan pribadi seorang pendeta mengenai kehidupan keluarganya. Apa yang menjadi pergumulannya kemudian menuai pro kontra dikalangan majelis dan jemaat. Kebijakan -kebijakan yang diambil oleh majelis GKJST dalam menghadapi pergumulannya dirasakan tidak adil oleh yang bersangkutan. Fisher (2001) posisi tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang sesuatu oleh pihak yang berkonflik. Masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan (teori transformasi konflik). Hal itulah yang kemudian melahirkan konflik baru.

(18)

55

Jenis konflik ini adalah disfungsional seperti yang dikemukakan oleh Sentanu (1985), karena mengakibatkan ketidakpuasan sesama anggota organisasi sehingga secara tidak langsung mengurangi efektivitas yang berujung pada perpecahan anggota organisasi. Jika ditinjau dari pelaku dalam organisasi maka konflik ini termasuk dalam jenis konflik individu dan kelompok yang merambat menjadi kelompok dan kelompok.Dikatakan demikian karena Akibat dari konflik ini adalah ketidakpuasan dan mengurangi efektivitas oerganisasi yang berujung pada hilangnya kebersamaan anggota organisasi.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pertama maka terlihat proses penyelesaian konflik perpecahan jemaat di GKJST telah ditempuh diaras jemaat dan klasis. GKJST sebagai pihak yang terlibat dalam konflik sudah bereaksi dan melakukan serangkaian aksi dalam upaya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Aksi-aksi yang dilakukan adalah dengan mengadakan rapat majelis dan persidangan majelis. Dalam beberapa kali pertemuan juga melibatkan pihak ketiga yang diharapkan bisa menyelesaikan konflik. GKJST juga sudah mengupayakan negosiasi yang difasilitasi oleh Bapelkas. Dalam hal ini, penulis sepaham dengan yang dikemukakan oleh Ross (1993) manajemen konflik merupakan langkah - langkah yang diambil para pelaku dan pihak ketiga dalam upaya menyelesaikan konflik.

Dalam proses negosiasi, tidak ada keputusan penyelesaian yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan salah satu pihak merasa dirugikan. Maka sebagai organisasi yang diikat dengan aturan (tata GKJ dan tata laksana) langkah selanjutnya yang diambil oleh kedua pihak yang berkonflik adalah membawa masalah tersebut kearas persidangan klasis. Reaksi yang diberikan klasis sebagai pihak ketiga adalah berusaha bersikap netral dengan

(19)

56

tidak memihak pada satu pihak. Sikap netral itu ditunjukan dalam usaha-usaha mediasi yang berulang kali diupayakan klasis sebelum pada akhirnya membawa ke persidangan klasis. Harapan klasis, bisa menyelesaikan masalah secara baik-baik dalam konteks sebagai keluarga Allah.

Dalam usaha-usaha mediasi yang ditempuh oleh klasis, terlihat klasis sudah menjalankan fungsinya sebagai mediator. Walau pun disatu sisi seperti yang dikemukan oleh Kovach (2002) peran pihak ketiga yaitu mengfasilitasi dan mengkoordinasi negosiasi dari pihak-pihak yang berselisih. Pihak ketiga dimaksudkan dalam konflik adalah pihak netral dan imparsial, tidak memihak dan tidak biasa. Namun yang terjadi dalam konflik ini adalah, salah satu pihak yang berkonflik juga menjadi bagian dari badan pekerja klasis. Hal ini menyebabkan timbul kecurigaan diantara kedua belah pihak terhadap keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam persidangan klasis yang terkait dengan konflik tersebut.

Walau pun sempat menimbulkan kecurigaan satu pihak terhadap keputusan-keputusan klasis tetapi klasis tetap menjalankan fungsinya sebagai mediator dengan baik. Hal itu ditempuh klasis dengan cara memberikan masukan-masukan yang membangun dengan tujuan menyelesaikan konflik tersebut. Kemudian penulis setuju dengan apa yang dinyatakan Suyud (2000) bahwa fungsi memperbaiki komunikasi diantara pihak-pihak yang berkonflik. Memperbaiki sikap pihak yang satu kepada yang lain, memberikan wawasan kepada pihak yang berkonflik tentang proses perundingan.

Langkah yang ditempuh oleh klasis seperti yang dikemukakan oleh Hugh (2007) bahwa sikap gereja dalam menyelesaikan konflik gereja melalui dua tahap.Merundingkan masalah dan merantai hubungan menjadi lebih erat. Dalam hal itu penulis sepaham

(20)

57

dengan Lay (2006), gereja adalah organisasi yang dikelola oleh manusia, tetapi nilai-nilai alkitabiah hadir untuk mengatur manusia dalam mengelola organisasi gereja. Dengan demikian klasis sebagai media kehadiran syalom di dunia, mesti tahu bagaimana menyelesaikan konflik sebagai satu keluarga Allah.

Merasa mediasi tidak juga membuahkan hasil, bahkan setelah dibahas dalam beberapa kali persidangan, klasis juga mencoba metode win-win solution. Hugh (2009) salah satu strategi manajemen konflik dalam gereja melalui perundingan pejabat-pejabat gereja. Dengan saling menghormati dan mengakui sebagai keluarga Allah, mereka mengembangkan prespektif - prespektif yang berbeda dan utuh sehingga menghasilkan win-win solution.

Usaha melalui win-win solution juga tidak bisa menyelesaikan masalah. Hal itu disebabkan salah satu pihak tidak mau bersatu kembali menjadi sebuah jemaat. Dalam hal pihak tersebut meresa tidak adil jika pada akhirnya aset gereja menjadi hak pihak lawannya. Merasa sama-sama membangun gereja, maka apa yang menjadi milik gereja (asset yang tidak bergerak) harus bisa dinikmati oleh kedua pihak.

Sementara dilain sisi, dalam setiap kali visistasi dan persidangan, klasis sudah menuai protes dari jemaat-jemaat lain karena merasa fokus pelayanan klasis hanya kepada masalah konflik GKJST. Klasis juga mempertimbangkan beberapa hal antara lain; penilaian dari pihak luar gereja jika masalah ini tidak diselesaikan secepatnya. Kelangsungan kehidupan bergereja dalam program-program pelayanan yang bisa terhambat karena masalah dimaksud. Menutup kemungkinan lahirnya konflik baru.Maka langkah selanjutnya yang ditempuh klasis adalah melalui litigasi. Dalam hal litigasi

(21)

58

tersebut, klasis juga mempergunakan haknya sebagaimana diatur dalam sistim presbiterial yang dianut oleh GKJ.

Dalam menyelesaikan masalah melalui litigasi, keputusan dibuat oleh pihak ketiga, sehingga kedua belah pihak yang bertikai tidak terlibat dalam membuat keputusan. Sifat keputusan yang diputuskan adalah memaksa dan mengikat (Coercive and binding) dan keputusan ditetapkan dalam persidangan yang bersifat resmi. Sejalan dengan litigasi, Blake dan Mouton (1964) salah satu gaya manajemen konflik. Memaksa (forcing) yaitu perhatian manajer yang tinggi terhadap hasil produksi sehingga berusaha menyelesaikan konflik yang terjadi.

Metode litigasi yang ditempuh oleh klasis, maka dengan sendirinya masalah terselesaikan walau pun sangat memaksa dan harus diterima. Pihak GKJST sendiri mengakui jika keputusan akhir adalah dengan berpisah dengan mendewasakan PMK sebagai jemaat dewasa yaitu GKJ Menara Kasih, tetapi tidak menerima keputusan tersebut. Sarwono (2009) salah satu bentuk resolusi konflik yaitu tanpa kekerasan fisik, verbal dan non verbal. Teknik ini memang tidak menimbulkan luka fisik tetapi luka psikologis.

Konflik GKJST memang bukan konflik dengan menggunakan kekerasan fisik. Namun konflik tersebut menimbulkan luka psikis dalam kehidupan berjemaat baik GKJST mau pun GKJMK. Luka psikologis itu disebabkan oleh sikap masing-masing pihak dalam proses rekonsiliasi yang diupayakan. Sikap saling menyerang dengan pendapat, mempersulit dalam menjalankan keputusan sidang klasis dengan sendirinya berdampak dalam kehidupan bergereja dan di luar gereja.

(22)

59

Jika melihat proses Resolusi konflik yang dilakukan oleh pihak klasis, maka penulis berpendapat bahwa, Klasis GKJ Salatiga Selatan sudah sepenuhnya menjalankan fungsinya sebagai mediator. Proses mediasi memang tidak memaksakan salah satu pihak (Henny Lusia 2010 dalam jurnal mediation as negation instrument). Namun segala upaya resolusi telah ditempuh klasis dan tidak membuahkan hasil. Dengan melihat sistem organisasi GKJ yaitu presbiterial, klasis menggunakan haknya dalam mengambil keputusan.

Ada pun kebijakan-kebijakan yang tempuh oleh klasis semata-mata untuk menyelamatkan PMK dan GKJST, namun disisi lain tidak mengindahkan peraturan - peraturan gerejawi. Menurut hemat penulis, kebijakan yang dilakukan mungkin bisa menyelamatkan tetapi kemudian juga bisa menimbulkan konflik baru.

Walau pun sebagai keluarga Allah bukan berarti tanpa masalah. Klasis GKJ Salatiga Selatan sangat menyadari hal tersebut. Markus 2:17 “ Yesus datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa. Penulis sepaham dengan Hugh (2007), konflik dalam gereja adalah pergumulan kakuasaan atas berbagai perbedaan. Dengan adanya konflik perpecahan jemaat GKJST, baik GKJST mau pun klasis sudah berupaya merundingkan masalah dan merantai hubungan persaudaraan yang sempat terputus saat konflik terjadi dengan tujuan menghadirkan Syalom dalam kehidupan gereja dan masyarakat.

Adanya keputusan klasis terkait konflik tersebut, maka dampak yang diakibatkan adalah kedua kubu akhirnya berpisah menjadi jemaat dewasa. Hubungan sosial yang sudah dibangun sejak lama antar sesama jemaat GKJST dengan sendirinya menjadi retak. Hal itu disebabkan karena dalam satu keluarga ada yang membela GKJMK dan juga

(23)

60

sebaliknya. Perubahan juga meliputi kepribadian individu. Ada jemaat yang tidak mau terlibat dalam kegiatan gereja, karena dianggap gereja tidak mampu menyelesaikan konflik. Ada jemaat yang pindah ke gereja lain tanpa surat atestasi, bahkan ada jemaat yang mengundurkan diri dari gereja. Inilah yang menyebabkan data statistik di kedua jemaat sampai saat ini tidak pasti.

Dampak lain yang dirasakan adalah, masing-masing komisi gereja berlomba - lomba untuk mengemas kegiatan gereja semenarik mungkin untuk menarik anggota jemaat. Ibadah minggu juga dikemas dengan kreatif. Tanpa disadari, seperti ada perlombaan antara kedua jemaat untuk menampilkan yang terbaik. Penulis sepaham dengan Widiarto (2003) dan Samiyono (2011) konlik bisa memberikan dampak negatif dan positif bagi pihak-pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik perpecahan GKJST memang memakan waktu yang panjang, tetapi secara tidak langsung penyelesaian konflik tersebut secara tidak langsung merangsang kedua pihak yang berkonflik untuk lebih kreatif dalam mengelola organisasi di masing-masing jemaat.

Referensi

Dokumen terkait

tampilan selanjutnya benar cicilan yang akan diambil Tagihan mencatat pembayar an tagihan [-] diklik button bayarnya konfirmasi dan ke tampilan selanjutnya sudah sesuai

Selanjutnya adalah tahapan pengembangan modul yang didasarkan pada kerangka struktur dan sistematika serta peta kompetensi yang telah dibuat

Pemeriksaan konsentrasi oksigen terlarut dilakukan secara langsung (in situ) pada sampel yang diambil menggunakan metode elektrometrik. Sampel diambil pada Pengamatan

Setiap aturan yang ada di Baduy Luar tidak jauh berbeda dengan aturan di Baduy Dalam, karena masyarakat di Baduy Luar masih sangat bergantung pada setiap aturan yang

Langkah selanjutnya yang diambil Langkah selanjutnya yang diambil oleh Bimas Islam Kementerian Agama Kota Padang sebagai upaya melakukan penggerakan adalah

Alat ukur yang digunakan untuk mengungkapkan hubungan antara disiplin kerja dengan produktivitas adalah skala psikologi, langkah-langkah penyusunannya adalah

Berdasarkan refleksi dapat diketahui bahwa pada Siklus II kegiatan pembelajaran sudah sangat sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan menggunakan

1 Permasalahan pertama : langkah langkah penggunaan GMDSS Berdasarkan pengamatan dari proses langkah langkah GMDSS yang dilaksanakan penulis diatas kapal bahwa setiap akan terjadi