• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "commit to user BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan kecakapan abad 21 menjadi perhatian pemerhati dan praktisi pendidikan. The North Central Regional Education Laboratory (NCREL) dan The Metiri Grup (2003) mengidentifikasi kerangka kerja untuk 21st century

skills, yang dibagi menjadi empat kategori: kemahiran era digital, berpikir

inventif, komunikasi yang efektif, dan produktivitas yang tinggi. Dalam kerangka kompetensi abad 21 menunjukkan bahwa berpengetahuan (melalui core subject) saja tidak cukup, harus dilengkapi dengan; (1) Kemampuan kreatif-kritis, (2) berkarakter kuat, (3) didukung dengan kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Dadan, 2012)

Kehidupan di era globalisasi dipenuhi oleh kompetisi-kompetisi yang sangat ketat. Keunggulan dalam berkompetisi terletak pada kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi, kemampuan analitis-kritis, keakuratan dalam pengambilan keputusan, dan tindakan yang proaktif dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Oleh karena itu, kemampuan berpikir formal siswa yang mencakup kemampuan berpikir hipotetik-deduktif, kemampuan berpikir proporsional, kemampuan berpikir kombinatorial, dan kemampuan berpikir reflektif sebagai kemampuan berpikir dasar, perlu dijadikan sebagai substansi yang harus digarap serius dalam dunia pendidikan. Kemampuan berpikir dasar ini harus terus dikembangkan menuju kemampuan dan keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills). Berpikir kritis (critical thinking) merupakan topik yang penting dan vital dalam era pendidikan modern (Schafersman, 2006). Tujuan khusus pembelajaran berpikir kritis dalam pendidikan sains maupun disiplin yang lain adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa dan sekaligus menyiapkan mereka agar sukses dalam menjalani kehidupannya. Dengan dimilikinya kemampuan berpikir kritis yang tinggi oleh siswa SMP dan SMA maka mereka akan dapat mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan

(2)

commit to user

dalam kurikulum, serta mereka akan mampu merancang dan mengarungi kehidupannya pada masa datang yang penuh dengan tantangan, persaingan, dan ketidakpastian. (Wayan, 2008)

Data PISA menunjukan skor prestasi literasi sains siswa Indonesia berada di bawah rata-rata internasional. Rata-rata skor prestasi literasi sains Indonesia pada tahun 2006 berada di peringkat ke-50 dari 57 negara, pada tahun 2009 berada di peringkat ke-60 dari 65 negara, dan pada tahun 2012 Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara. PISA secara umum menguji kemampuan berpikir analitis dan memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut menurut Halpen (1998) merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis. Data PISA memperlihatkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik di Indonesia rendah. Rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik Indonesia masih berada dalam tahapan kemampuan mengenali sejumlah fakta dasar, tetapi belum, mampu untuk mengkomunikasikan dan mengaitkan kemampuan itu dalam berbagai situasi, serta menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak. (Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman, 2011)

Kemampuan berpikir kritis merupakan proses berpikir logis yang berkaitan dengan kemampuan menemukan analogi dan hubungan dari potongan informasi, menentukan kerelevanan dan kevalidan informasi serta menemukan penyelesaian masalah dan mengevaluasinya (Amri dan Ahmadi, 2010). Kemampuan berpikir kritis menurut Jenifer Moon (2008:20) adalah pemikiran yang lebih mendalam. Pemikiran mendalam dimulai dengan informasi yang diterima kurang tepat atau memerlukan evaluasi lebih lanjut

Kemampuan berpikir kritis memiliki peranan penting karena merupakan bekal kesuksesan hidup yang menyiapkan siswa menjadi pandai menjelaskan alasan, mampu membuat penilaian informasi dengan baik dan mampu memecahkan masalah yang belum diketahui (Cheong dan Cheung, 2008; Thomas, 2011). Kemampuan berpikir kritis termasuk salah satu bagian dari keterampilan pembelajaran dan inovasi abad ke-21 yang memungkinkan siswa untuk menangani masalah sosial, ilmiah dan praktis secara efektif dimasa mendatang (Lai, 2011).

(3)

commit to user

Berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui metode ceramah, karena berpikir kritis merupakan proses aktif. Keterampilan intelektual dari berpikir kritis mencakup berpikir analisis, berpikir sintesis, berpikir reflektif, dan sebagainya harus dipelajari melalui aktualisasi penampilan (performance). Berpikir kritis dapat diajarkan melalui kegiatan laboratorium, modul, term paper, pekerjaan rumah yang menyajikan berbagai kesempatan untuk menggugah berpikir kritis, dan ujian yang dirancang untuk mempromosikan keterampilan berpikir kritis (Dewi, 2012). Modul berpotensi dapat melatihkan kemampuan berpikir kritis karena pelatihan-pelatihan berpikir kritis dapat dilakukan siswa secara mandiri, fleksibel dan berulang-ulang. Pembelajaran menggunakan modul memungkinkan siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar optimal sesuai dengan tingkat kemampuan dan kemajuan yang diperoleh siswa selama proses belajar (Lunenburg, 2011).

Fruner dan Robinson (Rochaminah, 2008) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep dengan berbagai pendekatan dari pada keterampilan prosedural. Sedangkan untuk mencapai pemahaman konsep, identifikasi masalah dapat membantu menciptakan suasana berpikir bagi peserta didik.

Kemampuan berpikir kritis siswa SMAN N 1 Badegan Kab. Ponorogo Jawa timur masih rendah, indikasi kemampuan berpikir ritis menurut Fascione (2013) pada siswa kelas X, diperoleh rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebagai berikut : (1) aspek interpretasi sebesar 52,86 % dengan kategori rendah ; (2) aspek evaluasi sebesar 64,71% dengan kategori cukup; (3) aspek analisis sebesar 28,84% dengan kategori sangat rendah; (4) aspek kesimpulan sebesar 53.65% dengan kategori rendah; (5) aspek penjelasan sebesar 17,20% dengan kategori sangat rendah; (6) aspek pengaturan diri sebesar 35,83% dengan kategori sangat rendah. Secara keseluruhan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas X di SMA Negeri 1 Badegan termasuk dalam kategori sangat rendah.

Hasil wawancara dengan siswa kelas X IPA bahwa pembelajaran biologi masih disampaikan dengan pembelajaran konvensional. Melalui ceramah, guru lebih berperan aktif sehingga siswa kurang dapat berkembang dan menggali

(4)

commit to user

potensi dirinya. Akibatnya siswa mengalami kesulitan menghubungkannya dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari pembelajaran biologi, sehingga penguasaan konsep siswa rendah yang menyebabkan nilai pelajaran siswa di sekolah menjadi rendah.

Disisi lain hasil dari observasi yang dilakukan peneliti di SMAN N 1 Badegan Kab. Ponorogo Jawa timur mendapat hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi masih rendah. Hasil ulangan harian terdapat 45% siswa belum mencapai KKM pada materi jamur. Temuan lain dari data UN 2013/2014 ternyata pada materi materi jamur, rata- rata skor yang diperoleh siswa SMA Negeri 1 Badegan adalah 69,41, tingkat Kabupaten nilainya 68,36, tingkat Provinsi 62,83, dan untuk tingkat Nasional 60,91. Selain hasil belajar siswa yang rendah ternyata siswa dalam pembelajaran kurang mampu dalam memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan Gejala tersebut diprediksi karena kemampuan befikir kritis siswa kurang diberdayakan. Menurut pengakuan guru ternyata siswa kesulitan dalam menyimpulkan pelajaran didukung saat peneliti melihat soal yang dipakai untuk ulangan harian dan pada LKS siswa belum Meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Hasil analisis bahan ajar di SMAN N 1 Badegan Kab. Ponorogo Jawa timur pada satu kompetensi dasar jamur menunjukan bahwa isi buku hanya memuat aspek interpretasi sebesar 31,45% dengan kriteria sangat rendah, aspek analisis sebesar 17,2% dengan kriteria sangat rendah, aspek penjelasan sebesar 20% dengan kriteria sangat rendah, aspek kesimpulan 40% dengan kriteria sangat rendah, aspek evaluasi sebesar 40% dengan kriteria sangat rendah dan aspek regulasi diri sebesar 41,66% dengan kriteria sangat rendah. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa bahan ajar yang digunakan belum memberdayakan kemampuan berpikir kritis dengan maksimal. Sehingga diperlukan pengembangan modul pada materi jamur

Temuan lain yaitu pengalaman belajar yang diberikan guru lebihditekankan

pada kegiatan ceramah, latihansoal dan praktikum di laboratorium belumoptimal.

(5)

commit to user

siswa (student centered) dalam membangun konsep. Salah satu cara untuk

mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan model

pembelajaran inovatifyang tepat dalam penerapannya di kelas (Farid, 2014)

Modul berpotensi meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu modul yang berbasis aktivitas salah satunya yaitu modul yang berorientasi pada model pembelajaran REACT. Modul berbasis REACT adalah modul yang bercirikan sintak dari pembelajaran REACT yang dikemukakan Crawford (2001) yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring. Keunggulan metode pembelajaran REACT 1) Mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan nyata, 2) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi dengan mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata sehingga materi lebih mudah dipahami tanpa harus menghafal, 3) Meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dimana pada tahapan cooperating dalam model ini siswa diminta untuk aktif dalam melakukan kerjasama dengan teman satu kelompok. 4) Tahap transferring dalam model ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mentransfer konsep yang sudah ia miliki ke permasalahan yang lebih komplek.

Berdasarkan latar belakang dan berbagai permasalahan di atas, maka peneliti mengambil judul penelitian yang adalah “Pengembangan Modul Berbasis REACT pada Materi Jamur untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa kelas X SMA”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah dalam pengembangan modul berbasis REACT pada materi Jamur adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik modul berbasis REACT pada materi Jamur untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA?

2. Bagaimana validasi modul berbasis REACT pada materi Jamur untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA?

(6)

commit to user

3. Bagaimana keefektifan modul berbasis REACT pada materi Jamur untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA?

C. Tujuan Pengembangan

Tujuan penelitian pengembangan modul berbasis REACT pada materi pencemnaran Jamur adalah sebagai berikut :

1. Menyusun karakteristik modul berbasis REACT pada materi Jamur untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA

2. Menguji validasi modul berbasis REACT pada materi Jamur untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA

3. Menguji keefektifan modul berbasis REACT pada materi Jamur untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA

D. Spesifikasi Produk

Pengembangan modul berbasis REACT pada materi Jamur tersiri dari modul siswa dan modul guru. Kedua modul ini dikembangkan dalam bentuk media detak yang berisi materi pokok Jamur kelas X SMA. Modul dikembangkan sesuai karakteristik Sukiman (2012) yang mencakup petunjuk mandiri (self

instruction), kesatuan isi (self contained), berdiri sendiri (stand alone), adaptif (adaptive), dan bersahabat dengan pemakai (user friendly).

Modul yang dikembangan adalah modul berbasis REACT pada materi Jamur berdasarkan indikator REACT yang dikemukakan Crawford (2001) yaitu

relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring untuk

Meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang dikemukakan Fascione (2011) yaitu Intepretasi (interpretation), analisis (analysis), evaluasi (evaluation), inferensi (inference), penjelasan (explanation) dan pengaturan diri (self

regulation). Sebagai dasar pengembangan tujuan, materi, soal evaluasi dan

kegiatan modul. Tujuan, materi, soal evaluasi dan kegiatan modul. Kegiatan dalam modul dikemas dalam latihan-latihan terstruktur terkait dengan materi melalui pemberian masalah, fenomena pertanyaan sokratis, dan presentasi yang

(7)

commit to user

memungkinkan siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis siswa. spesifikasi modul siswa dan guru secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Modul Siswa

Desain modul siswa dibagi menjadi tiga bagian yaitu, pembukaan, isi dan penutup. Pembukaan terdiri dari halaman judul, identitas modul, peta modul, kata pengantar, daftar isi modul dan petunjuk cara menggunakan modul. Bagian isi terdiri dari 4 sub materi yaitu : 1) Jamur Zygomycota; 2) Jamur Ascomycota; 3) Jamur Basidiomycota dan Deuteromycota; 4) Simbiosis jamur (Lumut kerak dan

Mikoriza). Setiap sub materi berisi : 1) identitas mata pelajaran yaitu indikator

pencapaian, deskripsi umum; 2) aktivitas siswa; 3) uraian materi, info tambahan, dan 4) tes evaluasi. Bagian penutup berisi kunci jawaban, indeks, glosarium dan daftar pustaka.

2. Modul Guru

Desain modul guru dibagi menjadi tiga bagian seperti dengan modul siswa yaitu, pembukaan, isi dan penutup. Bagian pembukaan terdiri dari : 1) judul modul; 2) lembar identitas modul, memuat identitas penulis, konsultan ahli dan validator; 3) kata pengantar; 4) penjelasan modul berbasis REACT; 5) Penjelasan Kemampuan Berpikir Kritis; 6) langkah-langkah oembelajaran REACT; 7) petunjuk penggunaan modul berbasi REACT; 8) daftar isi; 9) daftar gambar; 10) daftar tabel; 11) kompetensi inti dan kompetensi dasar; 12) rekomendasi skenario pembelajaran.

Bagian isi terdiri dari 4 sub materi yaitu : 1) Jamur Zygomycota; 2) Jamur

Ascomycota; 3) Jamur Basidiomycota dan Deuteromycota; 4) Simbiosis jamur

(Lumut kerak dan Mikoriza). Setiap sub materi berisi : 1) identitas mata pelajaran yaitu indikator pencapaian, deskripsi umum; 2) konfirmasi aktivitas model pembelajaran REACT; 3) uraian materi, 4) instrumen penilaian sikap spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan; 5) tes akhir. Bagian penutup berisi kunci jawaban, glosarium dan daftar pustaka.

E. Pentingnya Pengembangan

Modul berbasis REACT pada materi Jamur penting untuk dikembangkan karena memiliki beberapa manfaat sebagai berikut :

(8)

commit to user

1. Siswa

Melatih siswa untuk Meningkatkan kemampuan berpikir kritis

2. Guru

Sebagai referensi pilihan modul yang baik untuk digunakan dalam pembelajaran biologi materi Jamur.

3. Sekolah

Sebagai sumber informasi dan dasar pertimbangan dalam mengupayakan modul pembelajaran biologi yang berkualitas dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

F. Definisi Istilah

1. Modul

Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing (Sutrisno,2008:4). Sedangkan menurut Mulyasa (2005: 43) modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan serta dirancang secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar.

2. REACT

Model pembelajaran REACT terdiri dari 5 tahapan yaitu: (1) Relating (mengaitkan), (2) Experiencing (mengalami), (3) Applying (menerapkan), (4)

Cooperating (bekerjasama), dan (5) Transferring (memindahkan) (Crawford,

2001).

3. Modul Berbasis REACT

Modul yang dikembangkan berupa media cetak yang menggunakan satu Kompetensi dasar yaitu . Modul dikembangkan sesuai karakteristik Sukiman (2012) yang mencakup petunjuk mandiri (self instruction), kesatuan isi (self

(9)

commit to user

contained), berdiri sendiri (stand alone), adaptif (adaptive), dan bersahabat

dengan pemakai (user friendly). Modul yang dikembangan adalah modul berbasis REACT pada materi jamur berdasarkan indikator REACT yang dikemukakan Crawford (2001) yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan

transferring

4. Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis menurut Jenifer Moon (2008:20) adalah pemikiran yang lebih mendalam. Pemikiran mendalam dimulai dengan informasi yang diterima kurang tepat atau memerlukan evaluasi lebih lanjut. Kemampuan

berpikir kritis yang dikemukakan Fascione (2011) yaitu Intepretasi

(interpretation), analisis (analysis), evaluasi (evaluation), inferensi (inference), penjelasan (explanation) dan pengaturan diri (self regulation).

Referensi

Dokumen terkait

MK Konsep Teknologi Kata MODEL yang digunakan dalam teknologi adalah “Representasi suatu masalah dam bentuk yang lebih sederhana dan

Dengan kondisi sungai kecil di perkotaan dan pinggiran di seluruh Indonesia pada umumnya dan kawasan Sungai Kelayan pada khususnya yang sudah hancur ini, tidak ada upaya lain

PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS PELET DENGAN PEREKAT TEPUNG.. BIJI DURIAN (Durio

Macanan Jaya Cemerlang dengan prosedur: (a) mengklasifikasikan berbagai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan biaya overhead pabrik ke dalam cost driver, (b) menentukan

Agar mengetahui efektifitas musik klasik Mozart sebagai latar belakang belajar pada penguasaan Bahasa lnggris, penulis melaksanakan suatu penelitian yang bersifat

(1) Jenis barang yang digunakan sebagai dasar pengenaan Harga Ekspor untuk penghitungan Bea Keluar adalah berdasarkan hasil pemeriksaan pada saat pemuatan ke sarana

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari akad pembiayaan murabahah dan margin keuntungan kpr tapak ib terhadap proses keputusan pembelian

Cairan pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat