• Tidak ada hasil yang ditemukan

EHRA. Laporan. Studi. Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Environmental Health Risk Assessment Study. Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EHRA. Laporan. Studi. Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Environmental Health Risk Assessment Study. Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Ssmel

2013

Laporan

Studi

EHRA

Environmental Health Risk Assessment

Study

Kabupaten Mukomuko

Provinsi Bengkulu

2013

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

DAFTAR TABEL ... 3

DAFTAR GRAFIK ... 4

BABI. PENDAHULUAN ... 6

BABII. METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA ... 8

2.1. Penentuan Target Area Survey ... 8

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden ... 13

2.3. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei ... 14

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei ... 16

BABIII. HASIL STUDI EHRA KABUPATEN MUKOMUKO ... 18

3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ... 18

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik... 20

3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir ... 25

3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga ... 30

3.5 Perilaku Higiene ... 31

3.6 Kejadian Penyakit Diare ... 36

BABIV. PENUTUP ... 38

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko ... 9

Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Mukomuko ... 10

Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei Ehra Kabupaten Mukomuko ... 15

(4)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA... 13

Grafik 2. Pengelolaan Sampah pada Rumah Tangga ... 19

Grafik 3 Praktek Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga ... 19

Grafik 4. Tempat buang air besar (BAB) anggota rumah tangga per kluster Studi EHRA ... 20

Grafik 5. Tempat BAB di Kabupaten Mukomuko pada Lokasi Studi EHRA ... 20

Grafik 6. Tempat penyaluran akhir tinja ... 21

Grafik 7. Prosentase Keluarga yang Menggunakan Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman .... 22

Grafik 8. Praktek pengurasan tangki septic di Lokasi EHRA ... 22

Grafik 9. Praktek pembuangan kotoran balita ... 23

Grafik 10. Praktek pembuangan kotoran balita per klaster ... 24

Grafik 11 Prosentase Keluarga yang Memiliki SPAL ... 25

Grafik 12 Lokasi Genangan di Sekitar Lingkungan Rumah ... 25

Grafik 13. Rumah Tangga yang mengalami banjir rutin ... 27

Grafik 14. Frekuensi genangan ... 27

Grafik 15. Lamanya genangan bila terjadi banjir... 28

Grafik 16. Keberadaan saluran drainase lingkungan ... 29

Grafik 17. Kondisi drainase lingkungan... 29

Grafik 18. Kondisi drainase lingkungan per klaster ... 30

Grafik 19. Akses terhadap air Bersih... 30

Grafik 20. Sumber Air Minum dan Memasak ... 31

Grafik 21. Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 6 waktu penting. ... 32

Grafik 22. Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 6 waktu penting per klaster. ... 32

Grafik 23. Kebiasaan CTPS Anggota Keluarga ... 33

(5)

Grafik 25. Ketersediaan fasilitas CTPS Keluarga ... 34

Grafik 26. Kebiasaan responden menggunakan sabun secara umum ... 34

Grafik 27. Ketersediaan Air dan Sabun di WC/Jamban ... 35

Grafik 28. Kebiasaan Masyarakat Membuang Sampah ... 36

Grafik 29. Tingkat gangguan atas keberadaan sampah ... 36

Grafik 30. Prevalensi penyakit diare. ... 37

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey

partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:

1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat

2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda

3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa

4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif

5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa

Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:

1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan

2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi

3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal

(7)

4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Profil Sanitasi dan Rencana Strategis Pembangunan Sanitasi Kabupaten Mukomuko.

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu-ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.

(8)

BAB II

METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2011

2.1.

Penentuan Target Area Survey

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Mukomuko mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut:

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)

Angka kemiskinan = --- X 100% ∑ KK

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

(9)

4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Mukomuko menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Mukomuko.

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko

Katagori

Klaster Kriteria

Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kabupaten Mukomuko menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.

(10)

Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Mukomuko

No. Klaster Jumlah Nama Kelurahan

1 4 4 1. Lubuk Pinang, 2. Tanjung Alai, 3. Sumber Makmur, 4. Air Buluh 2 3 32 1. Pondok Batu, 2. Tanah Harapan, 3. Sari Bulan, 4. Air Dikit, 5. Rawa Mulya, 6. Tanjung Mulya, 7. Lubuk Sanaai III, 8. Lubuk Gedang, 9. Suka Pindah, 10. Lalang Luas, 11. Pondok Panjang, 12. Talang Petai, 13. Talang Sakti, 14. Talang Sepakat, 15. Lubuk Cabau, 16. Tirta Mulya, 17. Teras Terunjam, 18. Pondok Kopi, 19. Penarik, 20. Bumi Mulya, 21. Mekar Mulya, 22. Sido Mulyo, 23. Sendang Mulyo, 24. Pondok Suguh, 25. Gajah Mati, 26. Pasar Bantal, 27. Medan Jaya, 28. Sibak, 29. Serami Baru, 30. Talang Arah, 31. Lubuk Talang, 32. Air Merah

(11)

No. Klaster Jumlah Nama Kelurahan

3 2 57 1. Pasar Sebelah, 2. Ujung Padang,

3. Kel. Pasar Mukomuko, 4. Tanah Rekah,

5. Selagan Jaya, 6. Kel. Bandar Ratu, 7. Pondok Lunang, 8. Dusun Baru V Koto, 9. Sari Makmur, 10. Sumber Sari, 11. Rawa Bangun, 12. Pauh Terenja, 13. Lubuk Sanai II, 14. Arah Tiga, 15. Ranah Karya, 16. Resno, 17. Tirta Makmur (SP5), 18. Teruntung, 19. Lubuk Mukti, 20. Suka Maju, 21. Bukti Makmur, 22. Wonosobo, 23. Mekar Mulya, 24. Sido Dadi, 25. Marga Mulya, 26. Pondok Baru, 27. Sungai Jerinjing, 28. Sungai Ipuh, 29. Sungai Gading, 30. Surian Bungkal, 31. Lubuk Sahung, 32. Lubuk Bangko, 33. Talang Buai, 34. Aur Cina,

35. Sungai Ipuh Satu, 36. Sungai Ipuh Dua, 37. Talang Medan, 38. Air Bikuk, 39. Tunggang, 40. Air Berau, 41. Pondok Kandang, 42. Lubuk Bento, 43. Karya Mulya, 44. Retak Mudik, 45. Padang Gading, 46. Gading Jaya, 47. Bunga Tanjung, 48. Nenggalo,

49. Mandi Angin Jaya, 50. Nelan Indah, 51. Pernyah, 52. Batu Enjung, 53. Mundam Marap, 54. Air Rami, 55. Gajah Makmur 56. Kelurahan Koto Jaya, 57. Air Kasai,

(12)

No. Klaster Jumlah Nama Kelurahan

4 1 53 1. Lubuk Sanai,

2. Dusun Baru Pelokan, 3. Sungai Lintang, 4. Pondok Tengah, 5. Sungai Rengas, 6. Pondok Makmur (SP2), 7. Agung Jaya (SP6), 8. Sinar Jaya, 9. Sido Makmur, 10. Setia Budi, 11. Tunggal Jaya, 12. Mekar Jaya, 13. Karang Jaya, 14. Talang Kuning, 15. Marga Mukti, 16. Sumber Mulya, 17. Maju Makmur, 18. Air Hitam,

19. Bumi Mekar Jaya, 20. Sinar Laut, 21. Teluk Bakung, 22. Mekar Sari, 23. Semambang Makmur 24. Pondok Baru, 25. Teramang Jaya, 26. Sumber Makmur, 27. Talang Gading, 28. Sido Dadi, 29. Banjar Sari, 30. Sido Makmur, 31. Lubuk Selandak, 32. Bandar Jaya, 33. Brangan Mulya, 34. Pulau Baru, 35. Pasar Ipuh, 36. Retak Ilir, 37. Tanjung Harapan, 38. Tanjung Jaya, 39. Manunggal Jaya, 40. Pulau Payung, 41. Tanjung Medan, 42. Tirta Mulya, 43. Pulau Makmur, 44. Dusun Pulau, 45. Talang Rio, 46. Makmur Jaya, 47. Arga Jaya, 48. Marga Mulya, 49. Bukit Harapan, 50. Tirta Kencana, 51. Bukit Mulya, 52. Cinta Asih, 53. Talang Baru,

(13)

No. Klaster Jumlah Nama Kelurahan 5 0 5 1. Manjunto Jaya (SP1), 2. Kota Praja, 3. Pasar Baru, 4. Rami Mulya, 5. Mekar Jaya 151

Klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Mukomuko menghasilkan distribusi sebegai berikut:

1) klaster 0 sebanyak 3 %. 2) klaster 1 sebanyak 35%, 3) klaster 2 sebanyak 38%, 4) klaster 3 sebanyak 21%, dan 5) dan klaster 4 sebanyak 3 %.

Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada

Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

2.2.

Penentuan Jumlah/Besar Responden

Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per

(14)

Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT

Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:

Dimana:

n adalah jumlah sampel

N adalah jumlah populasi

d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05)  Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.

Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 38497 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 396. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko metetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survey sebanyak 16 sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 16 X 40 = 640 responden.

2.3.

Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei

Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih 16 desa/ kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke-16 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada

(15)

Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei Ehra 2011 Kabupaten Mukomuko

No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih Jumlah

Dusun Jumlah RT Jml Dusun/R T terpilih Jumlah Responden 1 4 Lubuk

Pinang (1) Lubuk Pinang 5 0 5 40 2 3 XIV Koto (2) Rawa Mulya 8 0 8 40 Penarik (3) Bumi Mulya 10 0 8 40 (4) Mekar Mulya 19 0 8 40 3 2 Kota Mukomuko (5) Kel. Pasar Mukomuko 0 6 6 40 (6) Tanah Rekah 4 0 4 40 Air Dikit (7) Pondok

Lunang 3 0 3 40 (8) Sari Makmur 2 0 2 40 Pondok Suguh (9) Pondok Kandang 5 0 5 40 Teramang

Jaya (10)Pondok Baru 2 0 2 40 4 1 Air Manjunto (11) Pondok Makmuk (SP2) 4 0 4 40 (12) Sido Makmur 10 0 8 40 Ipuh (13) Manunggal Jaya 2 0 2 40 (14) Tanjung Medan 2 0 2 40 (10) Teras

(16)

No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih Jumlah Dusun Jumlah RT Jml Dusun/R T terpilih Jumlah Responden 5 0 (8) Air Manjunto (16) Manjunto Jaya 3 0 3 40 76 640

2.4.

Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei

Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut.

Urutkan RT per RW per kelurahan.

 Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil. Contohnya adalah sebagai berukut :

 Jumlah total RT kelurahan : 58  Jumlah RT yang akan diambil : 8

 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = 58/8 = 7,25  pembulatan ke atas, maka AI = 7

 Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – 7 (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.

 Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + 7= 10 dst.

Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random

sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama

untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb:

(17)

 Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.

 Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima)  diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5

 Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2

(18)

BAB III

HASIL STUDI EHRA KABUPATEN MUKOMUKO

3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Penanganan sampah yang aman adalah apabila sampah dari rumah tangga mendapat layanan pengangkutan yang memadai. Untuk kepentingan identifikasi tingkat risiko kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan di atas kemudian disederhanakan utamanya berdasarkan dua kategori besar, yakni 1) penerima layanan sampah dan 2) non penerima layanan sampah. Grafik 3 di bawah ini dari Studi EHRA menggambarkan bahwa baru 4 % total rumah tangga yang mendapat layanan tukang sampah untuk diangkut ke TPS dan sebagian besar belum mendapatkan layanan pengangkutan. Selebihnya sampah

dikubur, dibakar, dibuang ke sungai dan dibuang ke lahan kosong.

(19)

Grafik 3. Pengelolaan Sampah pada Rumah Tangga

Warga Kabupaten Mukomuko yang cenderung memiliki kebiasaan membakar

sampah sekitar 80%, diikuti kebiasaan memilah sampah sebanyak 30% dengan menyisihkan sampah organik, plastik, gelas atau kaca, kerta, besi/logam dan lainnya. Kondisi per klaster untuk pemilahan sampah diperlihatkan pada Grafik 4.

(20)

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik

Berdasarkan hasil Study EHRA jumlah keluarga yang memilliki jamban di Kabupaten Mukomuko 81 %, dengan rincian jamban pribadi 78 % dan MCK/WC Umum 3 %. Ternyata kalau berdasarkan data hasil Study EHRA, jumlah keluarga yang memilliki jamban jauh melebih rata-rata nasional. Hasil lengkap berdasarkan kluster dapat dilihat pada Error!

Reference source not found. grafik di bawah ini. Sedangkan kondisi untuk seluruh lokasi

survey diperlihatkan pada Grafik 6.

Grafik 5. Tempat buang air besar (BAB) anggota rumah tangga per kluster Studi EHRA

(21)

Selain pencemaran akibat higienitas (kebersihan dan kesehatan) yang tidak aman, risiko lingkungan juga dapat meningkat akibat pembuangan isi tinja yang tidak tepat, seperti membuang kotoran ke sungai atau lahan di rumah yang tidak diolah lebih lanjut. Dari 81% responden yang memiliki jamban pribadi dan memakai WC/MCK umum, berdasarkan pengamatan enumerator, tipe WC/jamban yang digunakan, 60,2% merupakan kloset jongkok leher angsa, 6,2 % kloset duduk leher angsa, 3% plengsengan, 19,4 cemplung, 5 lainnya, 5,8 tidak diketahui.

Berdasarkan pengamatan pembuangan dari kloset sebanyak 48,4% tehubung ke tanki septic, 31,95 ke cubluk, 6,7% ke sungai, kanal, kolam/empang, selokan/parit, 1,1% ke jalan, halaman, kebun, 1,46% saluran terbuka, 2% tertutup tertutup, 0,6% pipa saluran pembuangan kotoran, 4,1% pia IPAL Sanimas, dan 3,8% tidak tahu,

Dari 81% responden yang memiliki jamban pribadi dan yang memakai WC/MCK umum, 53% mengaku tempat penyaluran akhir tinja di tangki septic (Grafik 7), 44,2% diantaranya tangki septic-nya dibangun 1-5 tahun lalu, 26,8% nya dibangun 5-10 tahun lalu, dan yang dibangun lebih dari 10 tahun sebanyak 11,8%. Namun 74% dari jumlah seluruh tangki septik tersebut diakui tidak pernah dikosongkan.

Grafik 7. Tempat penyaluran akhir tinja

Tingkat risiko kesehatan lingkungan terkait dengan kualitas tangki septic yang dimiliki dapat diketahui dari prosentase keluarga yang menggunakan tangki septik suspek aman dan tidak aman. Secara umum kondisi keluarga yang menggunakan jamban

berdasarkan Studi EHRA dengan suspek aman sekitar 75 %, dan masih ada sekitar 24 % dengan suspeck tidak aman. Kondisi tangki septik per klaster diperlihatkan pada Grafik 8. Artinya walaupun telah menggunakan jamban septik tetapi secara kualitas belum menjamin kondisinya aman atau tidak mencemari lingkungan. Ada sekitar 1 % tidak dapat diketahui apakah menggunakan tangki septik aman atau tidak. Dengan demikian dapat dikatakan

(22)

bahwa sebagian besar tangki septik yang dimiliki keluarga di Kabupaten Mukomuko memiliki indikasi aman.

Grafik 8. Prosentase Keluarga yang Menggunakan Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman

Mengingat usia tangki septik kebanyakan masih relatif baru, maka pengurasan belum begitu populer dan hampir semua responden menjawab tidak tahu. Bagi mereka yang pernah menguras tangki septik, pengurasan memanfaatkan tenaga tukang Grafik 9.

(23)

Sebanyak, 4,4 % responden mengaku masih ada balita dilingkungan tempat tinggalnya yang sangat sering BABS, 18,3 % kadang-kadang, 33,9% tidak ada, dan 43,4% menyatakan tidak tahu pasti.

Dari 640 orang responden, seluruhnya memiliki anak-anak usia 0-5 tahun, 21,2 % nya mengaku mencebokkan anak dengan air, 13,8% dengan air dan sabun, 0,6 % dengan kain tissue, 0,2% dengan lainnya seperti kain basah dan lain sebagainya.

Praktek pembuangan kotoran anak balita di rumah responden yang di rumahnya ada balita, hanya sekitar 10% yang dipastikan aman pencemaran, 20% dipastikan tidak aman dan 70% responden mengaku tidak tahu. Disebut tidak aman apabila kotoran anak tidak dibuang ke WC/Jamban, tetapi dibuang ke tempat sampah, ke kebun/pekarangan/jalan, Ke sungai/selokan/got/pantai/laut dan tempat terbuka lainnya (lihat Grafik 10)

Grafik 10. Praktek pembuangan kotoran balita

(24)

Grafik 11. Praktek pembuangan kotoran balita per klaster

Dari ibu yang mencebokkan anak dengan menggunakan air, hanya 18,8 % mengaku membuang air bekas cebok ke WC/Jamban selebihnya ke tempat yang diduga tidak aman. Sedangkan yang menggunakan tisu/kain lap, 0,9% membuangnya ke WC/Jamban.

Kondisi aman dan tidak aman dilihat dari praktik pembuangan kotoran balita antara lain praktik pembuangan yang aman yang mencakup:

1) anak yang diantar untuk BAB di jamban

2) anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke jamban, dan penampung dibersihkan di WC

3) praktik pembuangan yang relatif tidak aman

4) anak BAB di ruang terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah)

5) anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke ruang terbuka/ tidak di jamban dan dibersihkan bukan di jamban.

Jumlah KK yang memiliki saluran pengelolaan air limbah sebanyak 49% yang terdiri dari 10% sumur resapan dan 39% berupa parit. Sementara sebanyak 42% tidak memiliki SPAL dan hanya 6% saja dalam bentuk lainnya.

(25)

Grafik 12 Prosentase Keluarga yang Memiliki SPAL

3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir

Menurut pengamatan dalam Studi EHRA 2011, ditemukan bahwa sekitar 9,4 % rumah tangga di Kabupaten Mukomuko memiliki lingkungan sekitar rumah yang terdapat genangan air. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat genangan di depan rumah 35,3%, disusul kemudian di dekat kamar mandi 21,6%. Selanjutnya dapat dilihat pada Grafik 13 di bawah ini.

(26)

Topografi Kabupaten Mukomuko merupakan daerah dataran rendah disamping itu terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai, lahan gambut dan rawa-rawa sehingga pada saat curah hujan tinggi desa-desa yang berada di hilir sungai menjadi terendam dan tergenang untuk beberapa saat. Genangan umumnya terjadi karena terjadi penyempitan dan

pendangkalan sungai. Dari penilaian klastering yang dilakukan 15 kecamatan di Mukomuko, dari 151 kelurahan/ desa, terdapat 30 desa yang diindentifikasi sering terjadi banjir.

Kecamatan dengan kelurahan yang diindentifikasi paling banyak daerah banjir adalah Kecamatan V Koto dengan 8 kelurahan dari 10 kelurahan yang ada, disusul kemudian Kecamatan Terawang Jaya dengan 7 kelurahan dari 13 kelurahan yang ada selanjutnya dapat dilihat Tabel 4

Tabel 4. Jumlah desa yang diindentifikasi sering terjadi banjir

No. Kecamatan Jumlah Kelurahan/Desa Jumlah Kelurahan/Desa Sering Banjir 1 Ipuh 9 1 2 Air Rami 7 1 3 Malin Deman 8 5 4 Pondok Suguh 7 3 5 Sungai Rumbai 10 8 6 Teramang Jaya 8 0 7 Teras Terunjam 8 0 8 Penarik 14 3 9 Selagan Raya 12 0 10 Kota Mukomuko 11 1 11 Air Dikit 9 0 12 XIV Koto 13 7 13 Lubuk Pinang 16 1 14 Air Manjunto 12 0 15 V Koto 7 0 Jumlah 151 30

Berdasarkan hasil Studi EHRA ditemukan bahwa sebagian besar rumah tangga 91 % tidak mengalami banjir secara rutin dalam kurun waktu tertentu. Hanya sebagian kecil sebesar 4% rumah tangga saja yang mengalami banjir dalam kurun waktu tertentu secara rutin. Selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 14 di bawah ini.

(27)

Grafik 14. Rumah Tangga yang mengalami banjir rutin

Frekuensi genangan secara rutin dialami oleh sekitar 10 % rumah tangga sementara, sebagian besar atau 90% tidak secara rutin mengalami (Grafik 14).

Grafik 15. Frekuensi genangan

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa dari 2 % responden yang mengalami banjir, mengaku jika terjadi banjir maka lamanya genangan lebih dari 1 hari, sementara 7% lainya mengaku jika banjir lamanya genangan kurang dari setengah hari .

(28)

Grafik 16. Lamanya genangan bila terjadi banjir

Grafik 15. : Lamanya genangan bila terjadi banjir per klaster

Dari hasil wawancara mengenai keberadaan saluran drainase lingkungan, 42 rumah tidak memiiliki saluran drainase lingkungan, 39% memiiliki berupa parit, 13% memiiliki berupa sumur resapan dan 6% dalam bentuk lain. Dari jumlah tersebut ada 49% nya air tidak dapat mengalir artinya ada penyumbatan, biasanya oleh sampah. Sebanyak 51 % kondisinya terpelihara dengan baik, karena airnya mengalir atau tidak ada air.

(29)

Grafik 17. Keberadaan saluran drainase lingkungan

Sementara itu dari hasil pengamatan menganei kondisi drainase lingkungan

ditunjukkan pada Grafik 18. Sebanyak 51% drainase lingkungan befungsi dengan baik, 38% tidak ada salurtan, 5% salurannya kering dan 6% airnya tidak mengalir.

Grafik 18. Kondisi drainase lingkungan

Hasil pengamatan menganei kondisi drainase lingkungan per klasternya diperlihatkan pada Grafik 19.

(30)

Grafik 19. Kondisi drainase lingkungan per klaster

3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga

Salah satu sisi lain dari indicator kesehatan lingkungan adalah pemakaian sumber air bersih rumah tangga serta tata cara penanganannya di rumah. Berdasarkan Grafik 20 hasil Studi EHRA terlihat bahwa sebagian besar responden mendapatkan air bersih dari sumur sebanyak 81% dengan rincian 42% sumur gali terlindungi dan 39% sumur gali tak

terlindungi. Sedangkan layanan PDAM baru menjangkau 4% penduduk, dan 4% dari sumur bor/pompa tangan.

(31)

Terkait dengan sumber air minum dan untuk memasak, hasil analisis data EHRA menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga di Kabupaten Mukomuko memakai sumber air yang relatif aman. Untuk minum sekitar 54,4% dari air isi ulang, 39,3% dari air sumur gali terlindungi, airbotol kemasan dan air sumur pompa tanga masing-masing sebesar 2,4% sedangkan air ledeng dari PDAM hanya 1,5% . Untuk memasak, air sumur gali terlindungi digunakan oleh mayoritas rumah tangga di Kabupaten Mukomuko dengan 78,5%, disusul kemudian air isi ulang sebesar 8,6%, air ledeng PDAM 7% dan air sumur pompa tangan 4,8%. Lebih jelasnya diperlihatkan pada Grafik 21.

Grafik 21. Sumber Air Minum dan Memasak

3.5 Perilaku Higiene

Indikator adanya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) atau hygiene adalah ada atau tidaknya praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 6 waktu penting. Hasil Studi EHRA memperlihatkan bahwa kebiasaan masyarakat Kabupaten Mukomuko pada umumnya belum melakukan praktek CTPS pada 6 waktu penting. Hanya sekitar 5% mereka yang telah melakukannya secara konsisten (Grafik 23).

(32)

Grafik 22. Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 6 waktu penting.

Grafik 23. Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 6 waktu penting per klaster.

CTPS sebelum makan bahkan hanya dilakukan oleh 32,1%, setelah buang air besar (BAB) hanya 23,2% bahkan sebelum menyiapkan makanan hanya 6,5%. CTPS setelah memegang hewan dimasukkan sebagai tambahan 5 waktu penting, ini bertujuan untuk mengurangi risiko penularan penyakit yang disebabkan oleh hewan. Kebiasaan CTPS oleh Ibu/pengasuh yang memiliki Balita, pada Grafik 24 berikut terlihat hanya 6% saja yang melakukan praktek cuci tangan pakai sabun sebelum menyuapi anak, 11,2% setelah menceboki bayi/anak..

(33)

Grafik 24. Kebiasaan CTPS Anggota Keluarga

Pada keluarga yang tidak memiliki balita hendaknya melakukan praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) setidaknya di tiga waktu utama antara lain :

1) Setelah BAB

2) Sebelum menyiapkan makanan 3) Sebelum Makan

Berdasarkan jawaban responden tempat CTPS umumnya di kamar mandi 52.7%, di sumur 38.9%, di dapur 31.1%, tempat cuci piring 23%, di dekat kamar mandi 8,6%.

Sedangkan di jamban hanya 3,9% dan di dekat jamban sebanyak 2% (Grafik 25).

(34)

Ketersediaan sarana CTPS di jamban atau dekat jamban nampaknya mempengaruhi kebiasaan CTPS setelah BAB.

Grafik 26. Ketersediaan fasilitas CTPS Keluarga

Apabila dilihat dari pola pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan responden menggunakan sabun secara umum diperlihatkan pada Grafik 27. Ada 3 kegiatan yang paling sering menggunakan sabun yaitu ketika mandi (95%), mencucui pakaian (85,8%) dan mencuci peralatan (85,6%). Pemakaian untuk mencuci tangan sendiri hanya

menempati urutan ke empat yaitu sebanyak 45,9% dan untuk mencuci tangan sebanyak 24,7%.

(35)

Sedangkan kalau dari sisi tempat yang paling sering menggunakan sabun, biasanya anggota rumah tangga menggunakan sabun di kamar mandi (52,7%), sumur (38,9%) dan di dapur (31,1%).

Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) harus didukung oleh ketersediaan adanya air, sabun, gayung dan lain-lain. Berdasarkan hasil pengamatan pada Studi EHRA dari ada 74,5 % jamban keluarga yang tersedia air, 17,5% yang menyediakan sabun di jamban.

Selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 28 berikut.

Grafik 28. Ketersediaan Air dan Sabun di WC/Jamban

Selain kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun, kebiasaan membuang sampah

masyarakat di Kabupaten Mukomuko juga masih menimbulkan pencemaran tanah dan air. Rata-rata masyarakat membuang sampah di halaman, kali/sungai kecil, di lubang sampah tetapi tidak melakukan pengolahan selanjutnya. Kebiasaan masyarakat membuang sampah dapat dilihat selengkapnya pada Grafik 29.

Masyarakat umumnya melakukan praktek membakar sampah sebanyak 79,2%, dibuang dan dikubur di lobang 8,6%, dibuang ke lahan kosong 5,8%, diangkut tukan sampah, TPS 4,4%. Lebih lengkap seperti terlihat di Grafik 29.

(36)

Grafik 29. Kebiasaan Masyarakat Membuang Sampah

Sebanyak 58% masyarkat mengaku tidak memiliki masalah sampah di lingkungan rumahnya, sisanya atau sebanyak 42% mengaku memiliki masalahseperti lalat berkembang biak di sampah 18%, banyak tikus dan cacing 132%, bau busuk yang mengganggu tetangga 7%, saluran drainase mampet karena sampah 3% dan lainnya 1% (Grafik 30).

Grafik 30. Tingkat gangguan atas keberadaan sampah

3.6 Kejadian Penyakit Diare

Prevalensi atau angka kesakitan karena penyakit diare diperlihatkan pada Grafik 31. Sebagian besar responden dan anggota keluarga tidak pernah terkena penyakit diare

(37)

(60,8%). Di antara mereka yang pernah terkena penyakit diare terjadi pada lebih dari 6 bulan yang lalu (21,7 %), lebih dari 1 bulan yang lalu (8,0%), 1 bulan terakhir (5,8%) dan kurang dari 1 minggu (3,8%).

Grafik 31. Prevalensi penyakit diare.

Diantara responden atau anggota keluarga yang pernah terkena penyakit diare adalah balita (27,9%), Orang dewasa perempuan (22,7%), orang dewasa laki-laki (16,3%) dan anak-anak non balita (11,2%). Lihat Grafik 32.

(38)

BAB IV

PENUTUP

Studi Risiko Kesehatan Lingkungan di Kabupaten Mukomuko telah melibatkan segenap masyarakat baik yang berperan sebagai enumerator, pengawas/supervisor, petugas entry data, bahkan responden yang mencapai 480 orang. Ini merupakan kerja kolektif yang cukup memberikan pelajaran berharga bagi Pokja Sanitasi Kabupaten

Mukomuko, tentang manfaat sebuah studi yang memiliki dampak kampanye dan promosi bagi masyarakat luas.

Dengan enumerator yang umumnya adalah para petugas atau kader kesehatan yang dikoordinir langsung oleh para dokter, pesan-pesan akan pentingnya ketersediaan layanan sanitasi yang baik, serta pesan-pesan pentingnya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dapat tersampaikan dengan baik setelah proses wawancara dan pengamatan

dilakukan kepada responden.

Selanjutnya hasil studi EHRA ini sendiri merupakan rujukan bagi berbagai keperluan advokasi dan perencanaan dan pelaksanaan pengarusutamaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Mukomuko. Kendala-kendala komunikasi dengan berbagai pihak tentang pentinya pembangunan sanitasi dapat dikurangi dengan merujuk pada temuan studi ini.

Dengan hasil studi EHRA ini pula Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko dapat melihat berbagai kondisi layanan sanitasi di tingkat rumah tangga, dan permasalahan terkait dengan perilaku masyarakat sebagai dasar merumuskan strategi komunikasi sebagai bagian dari rencana strategis pembangunan sanitasi Kabupaten Mukomuko. Selanjutnya tentu saja studi EHRA ini akan menjadi masukan yang berharga dalam penentuan area beresiko dalam dokumen Profile Sanitasi Kabupaten Mukomuko.

Sebagai sebuah data awal (baseline) dari studi yang idealnya dilakukan bekala, pelaksanaan studi EHRA kali ini tentunya menjadi pelajaran untuk pelaksanaan yang lebih baik di masa depan. Beberapa catatan untuk perbaikan pelaksanaan studi EHRA di

Kabupaten Mukomuko di masa yang akan datang adalah :

1. Ketersediaan anggaran yang lebih cepat dan memadai, sehingga lebih dapat menjangkau seluruh Desa/Kelurahan.

2. Perlunya pelibatan unsur PKK sebagai Enumerator untuk memperbanyak agen kampanye sanitasi di tiap desa dan kelurahan.

3. Untuk kemandirian penuh dari pelaksanaan studi, perlu kerjasama dengan

perguruan tinggi atau lembaga kompenten untuk proses pengolahan data dengan mengunakan perangkat lunak SPSS.

(39)

Gambar

Tabel  1 . Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko  Katagori
Tabel  2. Hasil k lastering desa/ kelurahan di Kabupaten Mukomuko
Grafik  1 . Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
Tabel  3.  Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei Ehra 2011 Kabupaten  Mukomuko
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan efektivitas penggunaan ekstrak etanol tanaman patikan kebo pada kulit untuk luka bakar dapat dilakukan dengan memformulasi dalam sediaan krim basis tipe minyak dalam

1) Kuadran I: merupakan posisi yang sangat menguntungkan dengan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dilakukan

KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM (STUDI KASUS : BATIK AGUNG WIBOWO) Tugas Akhir.. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas

Tahapan dalam penyusunan program ekowisata kerajinan adalah mengidentifikasi sumber daya ekowisata kerajinan tangan yang berpotensi untuk kegiatan wisata,

Untuk Indikator Indeks Kepuasan Masyarakat realisasi pada tahun 2013 sebesar 78,68% dari target sebesar 78,00%, telah mencapai target, Indeks Kepuasan Masyarakat

kandungan zat gizi (energi dan protein) diperoleh nilai Mean ± SD dari terapi gizi medik yang terdiri dari preskripsi diet, kitir makanan, pemorsian makanan,

Hal ini sebabkan karena pada metode ini bunga yang dibebankan dihitung dari saldo awal pokok pinjaman setelah dikurangi dengan uang muka, sehingga jumlah pembayaran yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) budaya organisasional memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan, (2) kepuasan kerja organisasional memiliki