• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

327 pb M 1 2 3 4 400 pb 500 pb 200 pb 300 pb 100 pb

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH)

Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai pembanding) dari BET Cipelang, berhasil dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer berdasarkan Mitra et al. (1995). Hasil amplifikasi fragmen gen GH sapi di seluruh lokasi divisualisasikan pada gel agarose 1,5% (Gambar 2).

Keterangan : M = Marker; 1-4 = No. Sampel

Gambar 2. Visualisasi Amplifikasi PCR Fragmen Gen GH

Gen GH merupakan peptida tunggal dengan panjang sekuen nukleotida 2856 pb, yang terdiri dari lima ekson dan dipisahkan oleh empat intron (Gordon et al., 1983). Berdasarkan pasangan primer yang digunakan, panjang produk hasil amplifikasi fragmen gen GH adalah 327 pb, yang terletak pada intron 3 dan ekson 4. Panjang fragmen ini mendekati hasil amplifikasi Zhou et al. (2005), yaitu 329 pb.

Persentase keberhasilan amplifikasi gen GH ini sangat baik mencapai 100% (126/126). Keberhasilan amplifikasi gen sangat ditentukan oleh kondisi penempelan primer pada gen target dan kondisi thermocycler (suhu denaturasi, annealing, dan extensi). Selain itu, juga bergantung pada interaksi komponen pereaksi PCR dalam konsentrasi yang tepat (Viljoen et al., 2005). Suhu annealing yang digunakan pada penelitian ini adalah 62 oC selama 45 detik. Berbeda dengan yang disarankan oleh Mitra et al. (1995) bahwa penempelan primer (annealing) terjadi pada suhu 60 oC selama 40 detik. Suhu annealing tersebut tidak dapat digunakan pada penelitian ini.

(2)

17 Jika suhu tersebut digunakan, maka tingkat keberhasilan amplifikasi pada gen hormon pertumbuhan pada sapi ini kurang menunjukkan hasil yang optimum.

Keragaman Gen GH|MspI

Keragaman gen hormon pertumbuhan diketahui dengan menentukan alel dan genotipe pada setiap individu melalui pendekatan PCR-RFLP menggunakan enzim restriksi MspI. Enzim tersebut hanya mengenali situs pemotongan empat basa, yaitu C│CGG. Penentuan alel GH|MspI (+) dan GH|MspI (-) ditunjukkan dengan jumlah dan ukuran besarnya fragmen yang terpotong. Alel GH|MspI (+) memiliki dua fragmen dengan panjang masing-masing 104 pb dan 223 pb, sedangkan alel GH|MspI (-) hanya memiliki satu fragmen dengan panjang 327 pb. Perbedaan fragmen antara alel GH|MspI (+) dan GH|MspI (-) dapat diakibatkan oleh adanya mutasi yang menyebabkan enzim MspI mengenali situs pemotongan basa baru. Perbedaan fragmen gen GH dapat dilihat berdasarkan sekuen gen GH (dalam GenBank, kode akses : M57764) yang terdapat pada Gambar 3 berikut,

Forward

1441 cccccacggg caagaatgag gcccagcaga aatcagtgag tggcaacctc ggaccgagga 1501 gcaggggacc tccttcatcc taagtaggct gccccagctc ccgcac|cggc ctggggcggc

1561 cttctccccg aggtggcgga ggttgttgga tggcagtgga ggatgatggt gggcggtggt 1621 ggcaggaggt cctcgggcag aggccgacct tgcagggctg ccccagaccc gcggcaccca 1681 ccgaccaccc acctgccagc aggacttgga gctgcttcgc atctcactgc tcctcatcca 1741 gtcgtggctt gggcccctgc agttcctcag cagagtcttc accaacagct tggtgtttgg

Reverse

Keterangan : Alel GH|MspI (+) Mempunyai Basa C pada Posisi Basa ke-1547 Alel GH|MspI (-) Mempunyai Basa T pada Posisi Basa ke-1547

Gambar 3. Posisi Penempelan Primer, Perbedaan Fragmen Gen GH dan Situs Pemotongan Enzim Restriksi MspI Berdasarkan Sekuen Gen GH Sapi pada GenBank (Kode Akses : M57764)

Sumber : Gordon et al. (1983)

Hal ini sebanding dengan pendapat Cowan et al. (1989) yang menyatakan bahwa gen GH memiliki keragaman tinggi akibat adanya mutasi. Mutasi dapat

Alel GH|MspI (+) : 5’---gccccagctcccgcac|cggc---3’ Alel GH|MspI (-) : 5’---gccccagctcccgcactggc---3’

(3)

18 terjadi pada level DNA akibat adanya perubahan basa-basa DNA (A = Adenin, T = Timin, G = Guanin, C = Citosin) dalam bentuk substitusi (transisi atau transversi), delesi (hilang), atau insersi dan inversi (Nei, 1987). Dilihat berdasarkan perbedaan situs pemotongan basa pada masing-masing alel (Gambar 3), diduga bahwa terjadi mutasi substitusi transisi. Substitusi transisi antara basa pirimidin, yaitu C (Cytosine) menjadi T (Tymine) merubah situs pemotongan enzim restriksi MspI (Yao et al., 1996).

Keragaman gen GH|MspI sapi diketahui terletak pada intron 3 pada posisi sekuen 1547 (Zhang et al., 1993). Daerah intron yang merupakan space internal antara pengkode protein pada sekuen gen, akan hilang (splicing) saat proses transkripsi, sehingga diduga pengaruh mutasi yang terjadi pada gen GH|MspI, yaitu silent mutation. Silent mutation atau synonimous tidak terjadi pada situs aktif protein dan tidak menyebabkan perubahan asam amino karena beberapa asam amino yang sama dikodekan oleh kodon yang berbeda (Nei, 1987 ; Paolella, 1997).

Hasil PCR-RFLP fragmen gen GH|MspI pada gel agarose 2% menunjukkan adanya pola pita beragam dengan tiga macam genotipe (Gambar 4), yaitu genotipe GH|MspI (+/+) yang terdiri dari dua pita (104 pb, 223 pb), genotipe GH|MspI (+/-) yang terdiri dari 3 pita (104 pb, 223 pb, 327 pb), dan genotipe GH|MspI (-/-) yang terdiri dari satu pita tidak terpotong (327 pb). Individu bergenotipe GH|MspI (+/+) dan GH|MspI (-/-) dikenal sebagai individu yang homozigot, sedangkan individu bergenotipe GH|MspI (+/-) dikenal sebagai individu yang heterozigot.

Keterangan : M = Marker 100 pb ; (+/+, +/-, -/-) = Genotipe

Gambar 4. Visualisasi PCR-RFLP Fragmen Gen GH|MspI

100 bp 200 bp 300 bp 400 bp 500 bp M +/- +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ -/- 327 bp 223 bp 104 bp

(4)

19 0 5 10 15 20 25 30 FH BIB FH BBIB FH BET Simental Limousin Angus Brahman 0 2 2 0 6 0 1 6 7 10 0 6 0 4 11 23 28 13 2 5 0 Jumlah Sapi (ekor) Bangsa Sapi GH|Msp (‐/‐) GH|Msp (+/‐) GH|Msp (+/+)

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan tiga macam genotipe, yaitu GH|MspI (+/+), GH|MspI (+/-), dan GH|MspI (-/-) pada sapi FH di BBIB Singosari dan BET Cipelang, sedangkan pada sapi FH di BBIB ditemukan dua macam genotipe, yaitu GH|MspI (+/+) dan GH|MspI (+/-). Hasil ini sebanding dengan penelitian Zhou et al. (2005) yang menunjukkan bahwa amplifikasi PCR-RFLP gen GH|MspI pada sapi Beijing Holstein menghasilkan tiga genotipe. Hasil penelitian untuk gen GH|MspI pada sapi pedaging di BET Cipelang, yaitu sapi Limousin juga ditemukan tiga genotipe. Pada sapi Brahman hanya ditemukan dua genotipe, yaitu GH|MspI (+/-) dan GH|MspI (-/-), sedangkan pada sapi Simental serta sapi Angus hanya ditemukan satu genotipe GH|MspI (+/+). Keragaman gen GH|MspI dapat terlihat jelas berdasarkan jumlah genotipe sapi yang diamati (Gambar 5).

Keterangan : Sapi FH = BIB Lembang (♂), BBIB Singosari (♂), dan BET Cipelang (♀); Sapi Pedaging BET Cipelang (♀) = Simental, Limousin, Angus, dan Brahman

Gambar 5. Keragaman Gen GH|MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel

Frekuensi genotipe dan frekuensi alel gen GH|MspI tertera pada Tabel 2. Persamaan dan perbedaan frekuensi genotipe maupun alel ditemukan antara sapi FH jantan maupun betina; dan sapi pedaging sebagai pembanding.

(5)

20 Tabel 2. Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel dari Gen GH|MspI pada Sapi FH

dan Sapi Pedaging Bangsa

(ekor)* Lokasi

Frekuensi Genotipe Alel

+/+ +/- -/- + - Sapi Perah FH ♂ (17) BIB Lembang 0,647 (11) 0,353 (6) 0,000 (0) 0,824 0,176 FH ♂ (32) BBIB Singosari 0,718 (23) 0,219 (7) 0,063 (2) 0,828 0,172 FH ♀ (40) BET Cipelang 0,700 (28) 0,250 (10) 0,050 (2) 0,825 0,175 Sub Total (89) 0,697 (62) 0,258 (23) 0,045 (4) 0,826 0,174 Sapi Pedaging

Simental ♀ (13) BET Cipelang 1,000 (13) 0,000 (0) 0,000 (0) 1,000 0,000 Limousin ♀ (14) BET Cipelang 0,144 (2) 0,428 (6) 0,428 (6) 0,357 0,643 Angus ♀ (5) BET Cipelang 1,000

(5)

0,000 (0)

0,000

(0) 1,000 0,000 Brahman ♀ (5) BET Cipelang 0,000 (0) 0,800 (4) 0,200 (1) 0,400 0,600 Sub Total (37) 0,541 (20) 0,270 (10) 0,189 (7) 0,676 0,324

Keterangan : (...)* adalah jumlah sampel sapi

Hasil analisis dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa pada sapi FH dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang memiliki genotipe GH|MspI (+/+) paling tinggi dengan frekuensi genotipe masing-masing sebesar 0,647, 0,718 dan 0,700; sedangkan genotipe GH|MspI (-/-) ditemukan paling rendah pada seluruh bangsa sapi FH di tiga lokasi dengan nilai frekuensi genotipe masing-masing sebesar 0,000, 0,063 dan 0,050. Secara keseluruhan, bangsa sapi FH di tiga lokasi memiliki frekuensi genotipe GH|MspI (+/+) yang jauh lebih tinggi (0,697) dibandingkan dengan frekuensi genotipe GH|MspI (+/-) (0,258) dan GH|MspI (-/-) (0,045). Sapi FH yang berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singosari merupakan sapi pejantan; dan kemungkinan sapi tersebut dijadikan sapi pejantan unggul terseleksi sifat pertumbuhan dan produksi susu tinggi yang aktif digunakan dalam inseminasi buatan (IB). Tinggi atau rendahnya frekuensi genotipe GH|MspI yang dimiliki oleh sapi FH

(6)

21 yang termasuk tipe perah, dapat dihubungkan dengan sifat kuantitatif seperti banyaknya produksi susu.

Perolehan hasil penelitian pada sapi FH ini menunjukkan hasil yang berbeda jika dibandingkan dengan sapi pedaging di BET Cipelang. Sapi Simental dan Angus memiliki genotipe GH|MspI (+/+) sangat tinggi dengan frekuensi genotipe sebesar 1,000. Frekuensi genotipe pada sapi Limousin dan Brahman menunjukkan hasil yang berbanding terbalik dengan frekuensi sapi FH, Simental, dan Angus. Sapi Limousin dan Brahman memiliki genotipe GH|MspI (+/+) sangat rendah dengan frekuensi genotipe masing-masing sebesar 0,144 dan 0,000. Sapi Limousin lebih banyak memiliki genotipe GH|MspI (+/-) dan GH|MspI (-/-) dengan frekuensi genotipe berimbang sebesar 0,428; sedangkan sapi Brahman memiliki genotipe GH|MspI (+/-) paling tinggi dengan frekuensi genotipe sebesar 0,800. Secara keseluruhan, bangsa sapi pedaging di BET memiliki frekuensi genotipe GH|MspI (+/+) yang lebih tinggi (0,541) dibandingkan dengan frekuensi genotipe GH|MspI (+/-) (0,270) dan GH|MspI (-/-) (0,189). Gen GH pada tipe pedaging memiliki peran yang berbeda dengan tipe perah. Tinggi atau rendahnya frekuensi genotipe GH|MspI pada tipe pedaging dapat dihubungkan dengan sifat pertumbuhan dan produksi karkas.

Genotipe dapat dihubungkan dengan sifat produksi susu maupun karkas. Menurut Zhou et al. (2005), sapi Beijing Holstein bergenotipe GH|MspI (+/+) menghasilkan produksi susu dan protein yang tinggi, dengan lemak yang lebih rendah. Hasil penelitian lain yang dilakukan pada sapi perah FH Polandia (Dybus, 2002) menunjukkan bahwa genotipe GH|MspI (+/+) memiliki produksi susu dan lemak susu yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe GH|MspI (+/-) dan GH|MspI (-/-). Sapi Brangus bergenotipe GH|MspI (+/-) berpengaruh positif terhadap PBBH, karkas, dan kualitas daging (Thomas et al., 2006).

Pada sapi FH dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging dari BET Cipelang, ada tiga genotipe yang teridentifikasi, yaitu GH|MspI (+/+), GH|MspI (+/-) dan GH|MspI (-/-), sehingga hanya terdapat dua tipe alel yang ditemukan, yaitu alel GH|MspI (+) dan GH|MspI (-). Keragaman genetik antara subpopulasi dapat diketahui dengan melihat persamaan dan perbedaan frekuensi alel di antara subpopulasi (Li et al., 2000). Hasil analisis frekuensi alel menunjukkan nilai yang beragam di antara keseluruhan sapi yang diamati (Tabel 2).

(7)

22 Sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang memiliki alel GH|MspI (+) lebih tinggi dengan frekuensi alel masing-masing sebesar 0,824, 0,828, dan 0,825. Secara keseluruhan, bangsa sapi FH jantan maupun betina di tiga lokasi memiliki frekuensi alel GH|MspI (+) lebih tinggi terhadap alel GH|MspI (-) (0,826 vs 0,174). Hasil penelitian ini sebanding dengan pendapat Zhou et al. (2005) dimana frekuensi alel GH|MspI (+) pada sapi Beijing Holstein, yaitu 0,875. Dilihat berdasarkan besar frekuensi alelnya yang hampir berimbang di antara lokasi pengamatan, sapi FH dari tiga lokasi tersebut bersifat polimorfik. Hal ini sesuai dengan pendapat Nei (1987) yang menyatakan bahwa suatu alel dikatakan polimorfik atau beragam jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,99, namun jika terjadi sebaliknya maka bersifat monomorfik atau seragam.

Terdapat perbedaan tipe dan frekuensi alel dari gen GH|MspI yang ditemukan antara sapi FH dan sapi pedaging. Sapi Limousin dan Brahman memiliki frekuensi alel GH|MspI (-) lebih tinggi terhadap alel GH|MspI (+) masing-masing sebesar 0,643 vs 0,357 untuk sapi Limousin; dan sebesar 0,600 vs 0,400 untuk sapi Brahman, sehingga kedua sapi tersebut bersifat polimorfik. Pada sapi Simental dan Angus, hanya satu tipe alel yang ditemukan, yaitu alel GH|MspI (+) dengan frekuensi sebesar 1,000, sehingga bersifat monomorfik. Hal ini dapat terjadi oleh adanya manajemen perkawinan yang tidak acak, seleksi terhadap sifat tertentu, dan tingkat silang dalam yang tinggi (Bourdon, 2000).

Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukkan hasil yang sama terhadap gen GH|MspI, yaitu ditemukannya alel GH|MspI (+) yang lebih tinggi dibanding alel GH|MspI (-), dengan nilai frekuensi alel yang mendekati hasil penelitian ini. Frekuensi alel GH|MspI (+) sapi Holstein di Iran sebesar 0,83 (Zakizadeh et al., 2006), frekuensi alel GH|MspI (+) dan alel GH|MspI (-) pada Iranian Holstein Bull masing-masing sebesar 0,883 dan 0,117 (Gorbani et al., 2009), dan ditemukan juga frekuensi alel GH|MspI (+) sapi Holstein sebesar 1,00 (Lagziel et al., 2000). Nilai frekuensi alel GH|MspI (+) yang tinggi ditemukan pada sapi Angus, yaitu sebesar 0,86 (Lagziel et al., 2000) dan pada sapi Simmental sebesar 0,773 (Jakaria et al., 2009). Nilai frekuensi alel GH|MspI (-) pada sapi Brahman ditemukan sebesar 0,64 (Beauchemin, 2006), sedangkan beberapa penelitian lain pada Sapi Limousin menunjukkan nilai frekuensi alel GH|MspI (-) yang lebih rendah, yaitu sebesar 0,136

(8)

23 (Jakaria et al., 2009). Yao et al. (1996) berpendapat bahwa sapi Bos indicus, seperti sapi Brahman memiliki karakteristik yang lebih tinggi untuk alel GH|MspI (-).

Keseimbangan Hardy-Weinberg

Analisis Chi-Kuadrat dapat digunakan untuk mengetahui seimbang atau tidaknya frekuensi genotipe (p2, 2pq, q2) atau frekuensi alel (p dan q) pada suatu populasi ternak. Hasil analisis Chi-Kuadrat pada sapi FH dari tiga lokasi dan sapi pedaging dari BET Cipelang sebagai pembanding tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) Berdasarkan Uji χ2

Bangsa (ekor)* Lokasi χ2

Sapi Perah FH ♂ (17) BIB Lembang Td FH ♂ (32) BBIB Singosari 1,716tn FH ♀ (40) BET Cipelang 0,720 tn Sub Total (89) 0,919 tn Sapi Pedaging

Simental ♀ (13) BET Cipelang Td

Limousin ♀ (14) BET Cipelang 0,062 tn

Angus ♀ (5) BET Cipelang Td

Brahman ♀ (5) BET Cipelang Td

Sub Total (37) 5,437 *

Keterangan : (...)* adalah jumlah sampel sapi; χ2 0,05(1) = 3,84; tn = tidak nyata; * = nyata ; td = tidak dapat dihitung

Analisis Chi-Kuadrat (χ2

) pada sapi FH dari BBIB Singosari dan BET Cipelang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (χ2 < χ2

(0,05)), sehingga dapat

dikatakan frekuensi genotipe gen GH|MspI pada sapi FH tersebut berada dalam keadaan seimbang. Keadaan seimbang juga ditemukan pada sapi Limousin di BET Cipelang. Secara keseluruhan, hasil analisis Chi-Kuadrat pada sapi FH di BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sehingga sampel sapi FH pengamatan tersebut berada dalam keadaan seimbang; sedangkan pada sapi pedaging di BET Cipelang menunjukkan hasil yang

(9)

24 nyata (χ2 > χ2(0,05)), sehingga berada dalam keadaan tidak seimbang. Nilai χ2 pada

sapi FH di BIB Lembang, Simental, Angus, dan Brahman tidak dapat dihitung. Hal ini dikarenakan frekuensi genotipe pada sapi pengamatan tersebut tidak memenuhi asumsi untuk dilakukan analisis keseimbangan Hardy-Weinberg.

Nilai Chi-Kuadrat (χ2) yang tidak berbeda nyata juga dapat dikatakan bahwa hasil perkawinan antar individu dari setiap bangsa tersebut berada pada keseimbangan. Menurut Noor (2008), suatu populasi yang cukup besar berada dalam keadaan keseimbangan Hardy-Weinberg jika frekuensi genotipe dominan dan resesif konstan dari generasi ke generasi, tidak ada seleksi, mutasi, migrasi, serta genetic drift. Seleksi merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah keseimbangan dalam populasi secara cepat. Keseimbangan frekuensi genotipe gen GH|MspI pada sapi FH di BBIB Singosari dan BET Cipelang, serta sapi Limousin di BET Cipelang dapat menunjukkan bahwa tidak adanya seleksi secara langsung berdasarkan pada genotipe gen GH|MspI.

Heterozigositas

Nilai heterozigositas gen GH|MspI pada sampel sapi Friesian Holstein di tiga lokasi dan sapi pedaging di BET Cipelang diperoleh berdasarkan frekuensi alel. Hasil tersebut tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Nilai Heterozigositas Harapan (He) Gen GH|MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging

Bangsa (ekor)* Lokasi Ho He

Sapi Perah FH ♂ (17) BIB Lembang 0,353 0,291 FH ♂ (32) BBIB Singosari 0,219 0,285 FH ♀ (40) BET Cipelang 0,250 0,289 Sub Total (89) 0,258 0,288 Sapi Pedaging

Simental ♀ (13) BET Cipelang 0,000 0,000 Limousin ♀ (14) BET Cipelang 0,429 0,459

(10)

25

Brahman ♀ (5) BET Cipelang 0,800 0,480

Sub Total (37) 0,270 0,438

Keterangan : (...)* adalah jumlah sampel sapi

Pendugaan nilai heterozigositas diperoleh untuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marson et al., 2005). Berdasarkan hasil analisis, nilai heterozigositas pengamatan (Ho) pada seluruh sapi FH bernilai antara 0,219-0,353 dan pada sapi pedaging bernilai antara 0,000-0,429, kecuali pada sapi Brahman (0,800). Menurut Javanmard et al. (2005), nilai heterozigositas di bawah 0,5 (50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen dalam populasi. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat keragaman gen GH|MspI pada sapi FH dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi Simental, Limousin, dan Angus. Berbeda dengan sapi Brahman yang memiliki nilai Ho tertinggi, yaitu 0,800. Besarnya nilai Ho tersebut menunjukkan tingginya tingkat keragaman gen GH|MspI pada sapi Brahman. Keragaman yang tinggi dapat menunjukkan tingkat heterozigositas yang tinggi, sehingga dapat dilakukan seleksi.

Nilai heterozigositas harapan (He) diketahui untuk mengetahui perbedaan nilainya terhadap nilai heterozigositas pengamatan (Ho). Berdasarkan hasil analisis yang tertera pada Tabel 4, nilai Ho yang lebih tinggi dari He terdapat pada sapi FH di BIB Lembang, sehingga mengindikasikan bahwa tingkat heterozigositasnya tinggi. Oleh karena itu, maka seleksi dapat dilakukan agar diperoleh sifat pertumbuhan atau produksi yang seragam. Secara keseluruhan, nilai Ho dan He pada sapi FH dari tiga lokasi yang diamati tidak menunjukkan adanya perbedaan nilai yang besar, yaitu dengan rataan nilai Ho = 0,258 dan He = 0,288. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada sapi pedaging, kecuali pada sapi Bahman yang memiliki nilai Ho lebih tinggi dari He (Ho = 0,800 dan He = 0,480). Menurut Machado et al. (2003), jika nilai Ho lebih rendah dari He maka dapat mengindikasikan adanya proses seleksi yang intensif. Hal ini menunjukkan bahwa pada seluruh sapi FH maupun sapi pedaging (kecuali sapi Brahman) diperkirakan tidak terjadi proses seleksi intensif yang secara langsung berdasarkan gen GH|MspI.

Gambar

Gambar 2. Visualisasi Amplifikasi PCR Fragmen Gen GH
Gambar 3.  Posisi Penempelan Primer, Perbedaan Fragmen Gen GH dan Situs   Pemotongan Enzim Restriksi MspI Berdasarkan Sekuen Gen GH    Sapi pada GenBank (Kode Akses : M57764)
Gambar 4. Visualisasi PCR-RFLP Fragmen Gen GH|MspI 100 bp 200 bp 300 bp 400 bp 500 bp M        +/- +/+  +/+ +/+  +/+ +/+  +/+ +/+  -/-     327 bp 223 bp 104 bp
Gambar 5. Keragaman Gen GH|MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging  Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel

Referensi

Dokumen terkait

Di wilayah lingkup Kampus IAIN Ambon alel ini memiliki nilai frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dengan alel tipe a (tipe mutan), yaitu sebesar 33.7% dan 66.3%

Dari hasil perhitungan yang telah didapat maka diketahui nilai interval sebesar 12 sehingga dapat dilihat distribusi frekuensi nilai pretest kelas kontrol

Dari hasil perhitungan yang telah didapat maka diketahui nilai interval sebesar 8,66 sehingga dapat dilihat distribusi frekuensi nilai pretest kelas kontrol pada tabel berikut

Berdasarkan Tabel 19, nilai NPCI untuk usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Indragiri Hulu adalah sebesar 1,01, hal ini menunjukkan bahwa biaya input privat lebih tinggi

Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan sebesar 59%. 2) Jenis telur cacing yang ditemukan pada pemeriksaan sampel feses sapi. PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten

18 pembebanan kedua sebesar 1429 Ω kecepatan angina tau setelan blower di naikan untuk menjaga nilai frekuensi berada pada frekuensi 50 Hz, pada pengujian beban resistif

Di wilayah lingkup Kampus IAIN Ambon alel ini memiliki nilai frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dengan alel tipe a (tipe mutan), yaitu sebesar 33.7% dan 66.3%

Jumlah alel lebih banyak ditemukan pada populasi Tumbang Lahang karena sampel darah lebih banyak diambil pada populasi Tumbang Lahang dibandingkan dengan populasi