• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYESUAIAN PERILAKU SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SMP INKLUSI KOTA AMBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYESUAIAN PERILAKU SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SMP INKLUSI KOTA AMBON"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

84

PENYESUAIAN PERILAKU SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SMP INKLUSI

KOTA AMBON

1

Jeanete Ophilia Papilaya,

2

Theophani Paula Theresia Rampisela

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura Jeaneteophilia@gmail.com

thrampisela@gmail.com

Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui masalah penyesuaian perilaku siswa

tunagrahita ringan di SMP inklusi Kota Ambon. Penelitian dilakukan pada 3 Sekolah Menengah

Pertama (SMP) inklusi di Kota Ambon. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh siswa yang

berada di 3 SMP inklusi di Kota Ambon. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan

menggunakan Weschler Intelilgence Scale for Children (WISC). Sampel penelitian berjumlah 8

orang berdasarkan hasil tes WISC dengan skor IQ antara 50-70 yang dikategorikan sebagai

tunagrahita ringan. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Purposive Sampling

berdasarkan kriteria skor inteligensi. Adapun metodologi yang dilakukan yaitu metode campuran

penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data akan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif

dan evaluasi partisipatif. Hasilnya didapati bahwa ke delapan siswa tersebut memiliki masalah

penyesuaian perilaku pada perhatian, menaati aturan, dan kesulitan mengendalikan emosinya.

Kata Kunci : Penyesuaian Perilaku, Siswa Tunagrahita Ringan

Abstract: The purpose of this research is to know the problem of behavioral adjustment of mild

tunagrahita student in SMP inclusion of Kota Ambon. Determination of the study sample was

conducted by using Weschler Intelilgence Scale for Children (WISC). The study sample was 8

people based on WISC test result with IQ score between 50-70 which was categorized as mild

tunagrahita. Sampling technique using Purposive Sampling based on intelligence score criterion.

The methodology is a mix of qualitative and quantitative research methods. The data will be

analyzed using descriptive statistics and participatory evaluation. The results found that the eight

students had behavioral adjustment issues on attention, obeying the rules, and the difficulty of

controlling their emotions.

(2)

85 Sejak tahun 2014, Kota Ambon resmi ditetapkan sebagai salah satu kota pendidikan inklusi. Siswa yang berkebutuhan khusus bebas mendapatkan pendidikan pada semua jenjang pendidikan formal, salah satunya adalah siswa tunagrahita. Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Ambon diketahui bahwa ada 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Ambon yang ditentukan sebagai sekolah dengan melaksanakan pendidikan inklusi. Jumlah sekolah yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 3 SMP inklusi di Kota Ambon.

Tunagrahita adalah kondisi siswa yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi sosial. Tunagrahita menurut DSM IV-TR (Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder),

merupakan gangguan yang terdapat pada fungsi intelektual, dimana IQ 70 atau lebih rendah, bermula sebelum usia 18 tahun, dan disertai kerusakan pada fungsi adaptif. Pembagian tunagrahita menurut DSM IV-TR (APA, 2004) yaitu IQ 50 sampai 70 diklasifikasikan tunagrahita ringan, IQ 35 sampai 50 diklasifikasikan tunagrahita sedang, IQ 20 sampai 35 diklasifikasikan tunagrahita berat, dan IQ kurang dari 20 dikategorikan tunagrahita sangat berat.

Penelitian ini difokuskan kepada siswa tunagrahita ringan. Siswa tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan paling tinggi

diantara klasifikasi tunagrahita lainnya. Namun, mereka memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa normal. Mereka mengalami keterlambatan dalam kemampuan kognitif (Mumpuniarti, 2007). Keterbatasan yang secara signifikan di bawah rata-rata ini disertai adanya berbagai kekurangan atau hambatan dalam fungsi perilaku adaptif. Keterlambatan atau keterbelakangan mental yang dialami tunagrahita ringan akan berpengaruh pada perkembangan perilaku, sehingga perilaku yang muncul pada siswa tunagrahita ringan tidak sesuai dengan perilaku usianya.

Kondisi siswa tunagrahita ringan dapat bermanifestasikan dalam kesulitan penyesuaian perilaku. Hal ini berarti siswa tunagrahita ringan tidak mampu mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran kemandirian dan tanggung jawab sosial. Selain itu, siswa tunagrahita ringan akan menghadapi masalah keterampilan akademik dan berpartisipasi dalam kelompok usia sebayanya. Tunagrahita ringan juga sering menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak diharapkan, sehingga sebagian orang menganggap bahwa siswa tunagrahita ringan memiliki perilaku menyimpang yang cenderung melanggar norma yang berlaku dalam lingkungan di sekelilingnya. Perilaku-perilaku inilah yang menyebabkan siswa tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan siswa-siswa normal lainnya.

Tiga SMP yang menjadi Pilot sekolah inklusi di Kota Ambon memiliki banyak siswa

(3)

86 berkebutuhan khusus. Bukan hanya siswa yang cerdas istimewa yang bersekolah di sekolah inklusi ini, tetapi siswa yang lamban belajar dan siswa yang mengalami keterbelakangan mental. Selain itu, siswa yang cacat secara fisik juga diterima di sekolah inklusi ini.

Fokus penelitian ini yaitu pada siswa yang dikategorikan sebagai tunagrahita ringan. Adapun penggolongan siswa tunagrahita ringan akan dilakukan dengan menggunakan tes inteligensi yaitu Weschler Intelligence Scale for

Children (WISC).

Menurut DSM IV-TR (APA, 2004), IQ tunagrahita ringan yaitu 50 sampai 70 dan dikelompokkan dalam klasifikasi mampu didik. Tunagrahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Jika mendapatkan bantuan yang tepat maka seorang tunagrahita ringan dapat hidup sukses di

masyarakat (Somantri, 2006). Binet

mengemukakan bahwa kerusakan organik tidak dimiliki tunagrahita ringan dan dirinya mampu dibimbing untuk self supporting (Somantri, 2006).

Penyesuaian peilaku sering juga disebut sebagai penyesuaian diri. Menurut Schneider (Ali & Asrori, 2006) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Schneiders juga mendefenisikan penyesuaian diri dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu penyesuaian diri

sebagai bentuk adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian sebagai usaha penguasaan (mastery). Selain itu, Hurlock (Gunarsa, 2004) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah subjek yang mampu menyesuaikan diri kepada umum atau kelompoknya dan orang tersebut memperlihatkan sikap dan perilaku yang menyenangkan, berarti orang tersebut diterima oleh kelompok dan lingkungannya.

Menurut Atwater (1983) dalam penyesuaian diri harus dilihat dari tiga aspek yaitu diri kita sendiri, orang lain, dan perubahan yang terjadi. Namun pada dasarnya, penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan, atau tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang, dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan

(4)

87 keguncangan emosi, kecemasan, ketidak puasan, dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumebr terjadinya konflik yang kemudian berwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

Penyesuaian sosial yaitu proses yang terjadi dalam masyarakat yang mana ada saling mmpengaruhi satu sama lain yang timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hokum, adat, dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi mencapai penyelesaian bagi persoalan hidup sehari-hari. Selain itu, penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya da menjadi pola tingkah laku kelompok.

METODE

Penelitian dilakukan pada tiga SMP Inklusi yang ada di Kota Ambon yaitu SMP Negeri 19 Ambon, SMP Negeri 10 Ambon, dan SMP Negeri 15 Ambon. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 33 orang. Sampel yang digunkan yaitu sebanyak 8 oang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

Purposive Sample. Metode yang digunakan untuk

menentukan sampel yaitu dengan menggunakan tes inteligensi WISC (Weschler Intelligence

Scale for Children). Berdasarkan skor inteligensi

siswa yang berada diantara 50-70 maka siswa tersebut dijadikan sampel penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan wawancara dan observasi. Data yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi kesulitan penyesuaian perilaku yang diperoleh akan ditentukan kriteria (tolak ukur) yang akan dijadikan patokan penilaian selanjutnya. Skor maksimal sebesar 21 dan skor minimal adalah 7, sehingga penilaian terdiri dari tiga kategori, “Baik”, “Cukup”, dan “Kurang”, sesuai dengan pengelompokkan skor. Rentangan skor dibagi tiga sama besar (Arikunto, 2002), seperti dijelaskan dalam tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Rentang Skor Observasi

No Skor Rerata Kategori Total

Skor

1 Skor 1 Rendah 7 - 11

2 Skor 2 Sedang 12 - 16

3 Skor 3 Tinggi 17 - 21

Subjek AL memiliki kesulitan dalam perhatian dan kesulitan mengelola emosinya. Kemampuan berienteraksi dengan teman-teman

(5)

88 sebaya ataupun teman-teman di sekolah, selama ini berjalan kurang baik. Subjek dipandang oleh teman-temannya sebagai anak yang suka memukul dan menendang. Hal ini dibenarkan oleh guru BK dalam wawancara. Guru BK mengatakan bahwa AL sangat mudah terpancing emosinya jika ada yang mengambil barang miliknya dan jika ada yang mengejeknya. Selanjutnya guru BK menjelaskan jika AL marah maka ia akan cenderung memukul orang yang mengambil barang miliknya atau orang yang mengejeknya. Subjek memiliki tingkat perhatian dan aktivitas belajar yang rendah, yaitu ditunjukkan dengan seringnya beralih ke kegiatan yang lain apabila sedang mengikuti

pembelajaran di dalam kelas. Perilaku AL juga dapat dilihat dalam lembar observasi pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Lembar Observasi Subjek AL

Subjek EU memiliki kesulitan penyesuaian diri dalam menaati aturan, tidak focus terhadap pelajaran di kelas, tidak bisa

duduk tenang di kelas, serta mudah marah kepada orang lain. Hal ini didukung dengan wawancara dengan guru BK. Guru BK mengatakan bahwa EU sulit untuk memahami pelajaran yang diberikan di kelas karena ia sering berjalan mondar mandir di dalam kelas serta mengganggu teman yang lain. Jika teman disamping ia tidak melayani percakapan yang dilakukan oleh EU, maka EU akan memaki dan memarahi temannya tersebut. Perilaku EU juga dapat dilihat dalam lembar observasi pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Lembar Observasi Subjek EU

Subjek GS memiliki kesulitan penyesuaian diri dalam menaati aturan, sering ganggu teman di kelas, dan suka berkelahi. Hal ini didukung hasil wawancara dengan guru BK. Guru BK mengatakan bahwa GS sangat mudah tersinggung dan cepat marah jika ada yang mengejeknya. Jika ia marah, ia akan cenderung memaki, memukul, dan menendang orang lain. Selain itu, guru BK juga mengatakan bahwa GS

Aspek Indikator Deskripsi Skor 1 2 3 Kesulitan Penyesuaian Perilaku Mengabaikan instruksi guru √ Melanggar peraturan √ Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang

dan diam di dalam kelas √

Mengejek orang lain √

Menendang saat marah √

Memukul saat marah √

Aspek Indikator Deskripsi Skor 1 2 3 Kesulitan Penyesuaian Perilaku

Mengabaikan instruksi guru √

Melanggar peraturan √

Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang

dan diam di dalam kelas √

Mengejek orang lain √

Menendang saat marah √

(6)

89 memiliki nilai yang rendah pada mata pelajaran matematika. Ini menunjukkan bahwa GS sulit

berkonsentrasi pada pelajaran yang

menggunakan angka dan hitungan. Perilaku GS juga dapat dilihat dalam lembar observasi pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Lembar Observasi Subjek GS

Aspek Indikator Deskripsi Skor 1 2 3 Kesulitan Penyesuaian Perilaku Mengabaikan instruksi guru √ Melanggar peraturan √ Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang

dan diam di dalam kelas √

Mengejek orang lain √

Menendang saat marah √

Memukul saat marah √

Subjek CW memiliki tingkat perhatian dan aktivitas belajar yang rendah. Hal ini didukung hasil wawancara dengan guru BK. Guru BK mengatakan bahwa CW mudah beralih ke kegiatan yang lain apabila sedang mengikuti pembelajaran di dalam kelas. Ia juga lebih senang

memperhatikan handphonenya daripada

memperhatikan guru yang sedang mengajar di kelas. Padahal siswa dilarang membawa handphone ke sekolah. Jika guru kedapatan dan mengambil handphone CW, maka CW akan menangis di dalam kelas dan tidak masuk sekolah pada keesokan harinya. Perilaku CW juga dapat

dilihat dalam lembar observasi pada tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Lembar Observasi Subjek CW

Subjek FT kurang bisa menaati peraturan. Ia sering bersikap kasar kepada orang lain dan sulit diarahkan. FT memiliki kesulitan dalam memfokuskan perhatiannya. Hal ini didukung oleh guru BK. Guru BK menyatakan bahwa FT bisa memperhatikan pelajaran yang diberikan pada beberapa menit awal pelajaran, setelah itu ia cenderung untuk melukis dan menulis sesuatu di buku tulis yang isinya bukan tentang pelajaran. Jika ada teman lain yang

mengganggunya, ia akan cenderung untuk memukul dan meludahi temannya tersebut. Perilaku FT juga dapat dilihat dalam lembar observasi pada tabel 6 dibawah ini.

Aspek Indikator Deskripsi Skor

1 2 3 Kesulitan Penyesuaia n Perilaku Mengabaikan instruksi guru √ Melanggar peraturan √ Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang

dan diam di dalam kelas √

Mengejek orang lain √

Menendang saat marah √

(7)

90 Tabel 6. Lembar Observasi Subjek FT

Subjek NU tidak bisa menaati peraturan dan keras kepala. Ia cenderung untuk menyalahkan orang lain jika ia dimarahi oleh guru di kelas. Hal ini didukung hasil wawancara guru BK. Guru BK menyatakan bahwa NU tidak pernah mau dimarahi jika ia melakukan kesalahan. Jika ia dimarahi oleh guru, maka setelah itu ia akan memukul teman yang berdiri di dekatnya. NU juga sering bolos sekolah jika ia tidak menyukai guru yang sedang mengajar. Di dalam kelas pun, NU sering bolak balik masuk keluar kelas hanya untuk mengganggu teman di

kelas sebelah. Perilaku NU juga dapat dilihat dalam lembar observasi pada tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Lembar Observasi Subjek NU

Subjek RB kurang bisa diam di kelas dan sulit untuk mempertahankan perhatian pada pelajaran di kelas. Ia cenderung untuk cepat bosan dan suka menggangu teman yang duduk bersebelahan dengannya. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan guru BK yang

Aspek Indikator Deskripsi Skor

1 2 3 Kesulitan Penyesuaian Perilaku Mengabaikan instruksi guru √ Melanggar peraturan √ Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang dan diam di dalam kelas √ Mengejek orang lain √ Menendang saat marah √ Memukul saat marah √ Aspek Indikator Deskripsi Skor 1 2 3 Kesulitan Penyesuaian Perilaku

Mengabaikan instruksi guru √

Melanggar peraturan √

Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang

dan diam di dalam kelas √

Mengejek orang lain √

Menendang saat marah √

Memukul saat marah √

Aspek Indikator Deskripsi Skor 1 2 3 Kesulitan Penyesuaian Perilaku

Mengabaikan instruksi guru √

Melanggar peraturan √

Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang

dan diam di dalam kelas √

Mengejek orang lain √

Menendang saat marah √

(8)

91 menyatakan bahwa RB mudah bodan terhadap pelajaran yangsedang diajarkan di kelas. Jika sudah bosan, ia terus menerus melihat ke luar kelas. Selain itu, ia suka sekali menggangu teman-temannya yang lain. Jika teman yang diganggunya marah, ia tidak segan untuk balik memukul atau memaki mereka. RB sering terlibat perkelahian di sekolah. Menurut guru BK, pernah ada saat dimana RB dimarahi oleh kepala sekolah karena ia berkelahi dengan temannya. Setelah dimarahi oleh kepala sekolah, RB kembali ke kelas dan memecahkan kaca jendela kelas. Perilaku RB juga dapat dilihat dalam lembar observasi pada tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Lembar Observasi Subjek RB

Aspek Indikator Deskripsi Skor 1 2 3 Kesulitan Penyesuaia n Perilaku Mengabaikan instruksi guru √ Melanggar peraturan √ Beralih perhatian √ Tidak bisa duduk tenang dan diam di dalam kelas √ Mengejek orang lain √ Menendang saat marah √ Memukul saat marah √

Subjek GDL mampu untuk

mendengarkan dan memperhatikan guru yang sedang mengajar di kelas. Namun, perhatiannya mudah teralih jika ada teman lain yang mengganggunya. Ia juga mudah marah jika ada yang menggagunya. Ia akan cenderung untuk memukul orang yang mengganggunya. Hal ini didukung hasil wawancara dengan guru BK yang menyatakan bahwa GDL mudah terpengaruh dengan temannya. Seringkali ia membuat keributan di dalam kelas. Jika sudah dimarahi oleh guru, ia akan menggerutu. GDL tidak suka jika diejek oleh teman lain. Ia akan memukul dan memaki teman-teman yang mengejeknya serta mengundang mereka untuk berkelahi dengannya. Perilaku GDL juga dapat dilihat dalam lembar observasi pada tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Lembar Observasi Subjek GDL

Aspek Indikator Deskripsi Skor 1 2 3 Kesulitan Penyesuaian Perilaku Mengabaikan instruksi guru √ Melanggar peraturan √ Beralih perhatian √

Tidak bisa duduk tenang

dan diam di dalam kelas √

Mengejek orang lain √

Menendang saat marah √

(9)

92 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diatas, nampak bahwa 2 orang subjek yaitu AL dan CW memiliki skor yang sedang pada penyesuaian perilaku. Hal ini berarti bahwa mereka berdua mempunyai kecenderungan untuk mengalami kesulitan dalam penyesuaian perilaku. Subjek AL dan CW memiliki peluang

untuk kurang mampu mempertahankan

perhatian, melanggar aturan, mengabaikan instruksi guru, dan kurang mampu dalam mengelola emosi mereka. Ada kecenderungan mereka untuk abusif kepada orang lain. Kesulitan penyesuaian perilaku Subjek AL dan CW kemungkinan akan berdampak pada hubungan mereka dengan guru dan teman lain. Mereka akan ditolak dan tidak diterima dalam pergaulan. Penolakan dari teman lain dalam pergaulan akan menjadi suatu penguatan bagi subjek AL dan CW untuk mempertahankan perilaku mereka sehingga mereka akan lebih sulit lagi dalam menyesuaikan perilaku mereka.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diatas juga nampak 6 orang subjek yaitu EU, GS, FT, NU, RB, dan GDL memiliki skor yang tinggi pada penyesuaian perilaku. Hal ini berarti bahwa mereka sangat sulit dalam menyesuaikan perilaku dengan lingkungan di sekitar mereka. Ketidak mampuan mereka dalam menaati peraturan, mudah teralih perhatian, tidak bisa focus, dan

tidak mampu mengendalikan emosi

mengakibatkan mereka sering dimarahi serta ditegur oleh guru. Ini akan merugikan mereka

dalam proses belajar mengajar dan

mengakibatkan mereka mendapatkan nilai yang buruk. Selain itu, mereka juga akan ditolak dalam

pergaulan. Ini disebabkan karena

ketidakdisiplinan mereka dalam menaati aturan-aturan di sekolah dan perilaku agresif mereka. Akibat lain yang juga akan muncul yaitu ketidak berdayaan mereka dalam menjalin relasi dengan teman yang lain. Mereka akan merasa terkucilkan. Hal ini akan menjadi pemicu bagi mereka untuk berperilaku lebih agresif agar mereka lebih diperhatikan lagi baik oleh guru maupun teman-teman lainnya di sekolah.

Bahaya yang akan muncul sebagai konsekuensi dari kesulitan perilaku sampel yaitu ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan nilai sesuai dengan standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang berdampak pada rendahnya prestasi mereka di sekolah. Selain itu, mereka juga akan dicap sebagai anak nakal yang menjadi sumber masalah dan kekacauan di sekolah. Prestasi yang rendah dan labeling yang diberikan oleh sekolah kepada mereka ini akan membuat mereka lebih mengalami kesulitan dalam penyesuaian perilaku. Ini akan menjadi lingkaran yang mereka sendiri tidak bisa keluar dari dalam lingkaran tersebut.

Masalah utama yang dialami sampel penelitian yaitu kesulitan mereka dalam mempertahankan perhatian, menaati peraturan, dan mengendalikan emosi mereka. Oleh karena itu, akan disusun sebuah model modifikasi perilaku dengan menggunakan token economy

(10)

93 untuk membantu mengatasi masalah kesulitan penyesuaian perilaku mereka.

Modifikasi perilaku merupakan usaha mengubah perilaku dan emosi manusia dengan cara yang menguntungkan berdasarkan hukum-hukum teori modern proses belajar. Modifikasi perilaku melibatkan pengaplikasian secara sistematis prinsip-prinsip dan teknik-teknik pembelajaran untuk menilai dan memperbaiki perilaku yang terlihat maupun tersembunyi demi meningkatkan fungsi sehari-hari mereka. Pada modifikasi perilaku mengandung seperangkat prosedur yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku individu yang dianggap kurang atau berlebihan.

Perilaku sampel yang dianggap kurang yaitu kesulitan mereka dalam mempertahankan perhatian, menaati peraturan, dan mengendalikan emosi mereka. Usaha untuk meningkatkan perilaku mereka menjadi lebih baik dalam hal menjadi lebih perhatian, menaati peraturan, dan mampu mengendalikan emosi mereka.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil tes WISC pada 33 siswa di tiga SMP inklusi Kota Ambon, maka didapati hasil sebanyak 8 siswa yang dikategorikan ke dalam tunagrahita ringan. Kemudian, ke-delapan siswa tersebut dikaji kesulitan perilaku mereka. Hasilnya didapati bahwa ke delapan siswa tersebut memiliki masalah penyesuaian perilaku pada perhatian,

menaati aturan, dan kesulitan mengendalikan emosinya.

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang diberika yaitu :

1. Guru Bimbingan Konseling merancang program layanan bimbingan untuk membantu siswa tunagrahita agar mampu meyesuaikan perilaku mereka dengan norma masyarakat.

2. Guru bimbingan konseling

melaksanakan layanan bimbingan pribadi sosial kepada siswa tunagrahita 3. Kepala sekolah membuat suatu program

parenting yang mengajak semua orang

tua untuk bisa menciptakan suasana yang kondusif di rumah sehingga siswa tunagrahita bisa berkembang secara sosial dan emosi.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 2004.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision.

Washington DC: APA.

Indrijati, H. 2002. Studi Perbedaan Efektivitas

Antara Metodle Manajemen Kelas Good Behavior Game Dengan Metode Manajemen Kelas Konvensional.

INSAN Psikologi. Vplume. 4 Nomor. 1 halaman 3 – 21.

Papilaya, J. O. 2006. Perbedaan tingkat

(11)

94

pada mahasiswa yang bertipe kepribadian ekstrovers dan introvers.

Skripsi. Tidak dipublikasikan.

Komalasari, Gantina., Wahyuni, Eka., & Karsih. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT. Indeks.

Mumpuniarti. 2003. Ortodidaktik Tunagrahita. Yogyakarta: FIP UNY

Nurmawati, Eka Indah. 2013. Penerapan Metode

Modifikasi Perilaku Token Economy untuk Mengurangi Conduct Disorder.

Jurnal Procedia Studi Kasus dan Intervensi Psikologi Volume I (I), Halaman 31 – 35.

Purwanta, Edi. 2012. Modifikasi Perilaku

Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar

Gambar

Tabel 7. Lembar Observasi Subjek NU

Referensi

Dokumen terkait

(IHLIA), Gay Union Through Sports (GUTS), ProGay (penyelenggara Gay Pride ), turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah Belanda dalam

Purchasing   bertugas melakukan pembelian semua keperluan   bertugas melakukan pembelian semua keperluan perusahaan, menangani pembelian untuk bahan baku obat,

Istilah Semiotika yang dimunculkan oleh Charles Sanders Peirce memuat bahwa yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda-tanda: tidak hanya bahasa dan

[r]

JADWAL PELAJARAN KELAS X-1. Senin

Jika preemptive, jika ada proses datang dengan sisa CPU burst yang lebih kecil daripada yang sedang dieksekusi, maka proses tersebut akan menggantikan proses yang sedang

Seksi Produk Non Pangan Asal Hewan mempunyai tugas mengumpulkan bahan dan penganalisaan data dalam rangka mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan,

Tämän tutkimuksen aineistossa varhaiskasvattajat puhuivat paljon vertaisryh- män merkityksestä lasten ruokakasvatukselle. Useat haastatteluun osallistu-