• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diterbitkan oleh Asosiasi Peneliti Bahasa-bahasa Lokal (APBL) . Ni Made Suryati. Cakrawala Kajian Bahasa-Bahasa Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diterbitkan oleh Asosiasi Peneliti Bahasa-bahasa Lokal (APBL) . Ni Made Suryati. Cakrawala Kajian Bahasa-Bahasa Nusantara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Cakrawala

Kajian

Bahasa-Bahasa

Nusantara

tssN

2442-3475 Vol. 02, No. 01, Februari 2016

Diterbitkan

oleh

Asosiasi

Peneliti

Bahasa-bahasa

Lokal

(APBL)

APRAISAL SIKAP DALAM TEKS BERITA SURAT KABAR NASIONAL

Rusyda Nazhira, Silvana Sinar, dan Suriyadi

IDEOLOGI HIDUP SEHAT DALAM IKLAN TELEVISI: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP IKLAN MAKANAN

Desak Putu Eka Pratiwi

HOW TO SAY PLACES IN MANGGARAIAN LANGUAGE: CULTURAL LINGUISTIC PERSPECTIVES

Kletus Erom

SEKILAS AKSARA BIMA DANPENTINGNYA PEMBELAJARAN KEBERAKSARAAN FUNGSIONAL SEBAGAI STRATEGI

PEMERTAHANAN BAHASA BIMA Indah Afrianti dan Aron Meko Mbete

PENGELOMPOKAN GENETIS BAHASA KABOLA, BAHASA HAMAP, DAN BAHASA KLON DI PULAU ALOR NUSA TENGGARA TIMUR

Ida Ayu Iran Adhiti

TRANSITIVITAS PADA KASUS KEKERASAN SEKSUAL DALAM HARIAN LOMBOK POS": SEBUAH POTRET KETERSUDUTAN PEREMPUAN DI

NUSA TENGGARA BARAT Irma Setiawan

KESANTUNAN BERBAHASA PADA KELUARGA GOLONGAN TRIWANGSA DI PURI UNDISAN BANGLI: KAJIAN TINDAK TUTUR

Ni Putu Evi Wahyu Citrawati, I G.A. Istri Aryani, S.A. Isnu Maharani

PENERUSAN BAHASA SUNDA ANTARGENERASI MELALUI PENGAJARAN DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI UPAYA

PEMERTAHANAN BAHASA DAERAH

Wahya dan Muhamad Adji SINONIMI DALAM BAHASA LIO

.

Ni Made Suryati

RITUAL SAVUKH RANGIN: SUATU KAJIAN SEMIOTIKA SOSIAL

(2)

Volume 2, Nomer I Februari 2016

ISSN 2442-3475

Terbit sejak 2015 Terbit Dua Kali Setahun: Februari dan Agustus

KETUADEWAN RE,DAKSI Aron Meko Mbete

WAIilL KETUA DEWA}I REDAKSI I Made Budiarsa

PENYUNTINGAIILI KetutArtawa I Wayan Simpen Multamia RMT Lauder Ida Bagus Putrayadnya

Cece Soebama

La Ode Sidu Marafat I Wayan Pastika

Mahyuni Simon Sabon Ola Ni Nyoman Padmadewi Oktavianus Maria Luardini Robert Sibarani I Nyoman Kardana Agus Subiyanto Hugo Warami Chris Fautngil Ni Wayan Sartini PENYUNTING PELAKSANA A.A. Putu Putra

Made Sri Satyawati

"#sil'iilYj''".,

Gek WulanNovi Utami Nissa PuspitaningAdni

ALAMAT REDAKSI

ASOSIASI PENELITI BAHASA-BAHASA LOKAL (APBL)

Jalan Nias No 13 Denpasar 80114, Bali, Indonesia Telepon/Faksimili (036 1 ) 250033

Pos-el : jurnaltutur.apbl@gmail.com Pos-el penulis artikel:

IdaAyu Iran: dayuiran@gmail.com; Kletus Erom: Kletus.erom@yahoo.com; M. Adji: m.adji@unpad.ac.id

(3)

DAFTAR ISI

Pengantar Redaksi

Editorial Introduction

...

"""""""""""""

Apraisal Sikap dalam Teks Berita Surat Kabar Nasional

Rusyda Nazhira, Silvana Sinar, dan

Suriyadi

I

Ideologi Ilidup Sehat dalam Iklan Televisi: Analisis Semiotik Terhadap Iklan Makanan

Desak Putu Eka

Pratiwi

15

How to Say Places in Manggaraian Language: Cultural Linguistic Perspectives

Kletus Erom

...

23

Sekilas Aksara Bima dan Pentingnya Pembelajaran Keberaksaraan Fungsional sebagai Strategi Pemertahanan Bahasa Bima

IndahAfrianti danAron Meko

Mbete...

37 Pengelompokan Genetis Bahasa Kabola, Bahasa Ilamap, dan Bahasa Klon

di PulauAlor, Nusa Tenggara Timur

Tiansitivitas pada Kasus Kekerasan Seksual dalam Harian Lombok Postz

sebuah Potret Ketersudutan Perempuan di Nusa Tenggara Barat

Irma Setiawan

...

59

Kesantunan BerbahasapadaKeluarga Golongan Ttiwangsa diPuri Undisan Bangli:

Kajian Tindak Thtur

Ni Putu Evi Wahyu Citrawati, I Gusti Ayu Istri Aryani, Sang Ayu Isnu Maharani

""""""

73

penerusan Bahasa Sunda Antargenerasi melalui Pengaiaran

di

Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pemertahanan Bahasa Daerah

Wahya dan

MuhamadAdji

"

81

Sinonimi dalam Bahasa Lio

Ni Made

Suryati

...""";"

87

Ritual Savukh Ranginz Suatu Kajian Semiotika Sosial

Robert

Masreng

97

Indeks

":""""""""

105

Pedoman Bagi Penulis

...

...-....

107 iv vl

(4)

PENGANTAR REDAKST

Pada edisi kali ini jurnal ilrniah TUTUR hadir untuk ketiga kalinya setelah dua terbitan terdahulu mengunjungi Pembaca. Jumal ini hadir di bawah payung wadah profesi peneliti, ASOSIASI PENELITI BAHASA-BAHASA LOKAL (APBL). Wadah profesi ini hadir dengan misi dan visi khusus yakni melal<ukan penelitian bahasa-bahasa lokal (vernacular), dengan tetap memberi ruang kaji pula terhadap bahasa nasional, bahasa Indonesia, atau juga bahasa-bahasa asing yang hidup dan berkembang di Indonesia.

TUTUR merupakan wadah untuk memublikasikan karya-karya penelitian

kelinguistikan. Terbitan ketiga ini TUTLIR menyambut kedatangan para pemakalah dan

peserta Seminar Nasional Bahasa Ibu, SNBI, yang IX yang pada tahun ini diselenggarakan

pada26---27 Februari 2016 diGedung Widya Sabha Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Fakultas Sastra dan Budaya universitas udayana, JalanNias 13 Denpasar.

Terbitan ketiga

ini

diisi dengan sepuluh artikel kelinguistikan dengan sebaran bahasa dan penulisnya yang cukup beragam. Tajuk-tajuk seperti "Apraisal Sikap dalam Teks Berita Surat Kabar Nasional" karya Rusyda Nazhira, Silvana Sinar, Suriyadi dari

Universitas Sumatera Utara (USU), Medan membuka ruang baca pembaca TUTUR, diikuti artikel Desak Putu Eka Pratiwi, STIBA Saraswati Denpasar yang membahas "Ideologi Hidup Sehat dalam Iklan Televisi: Analisis Semiotik terhadap Iklan Makanari', yang kemudian diiukti artikel Kletus Erom, dari Universitas Widya Mandira, Kupang, NTT yang mengedepankan kajiannya tentang "How to Say Places in Manggaraian Language: Cultural Linguistic Perspectives" .

Masih dari kawasan tengah Indonesia, Indah Afrianti dan Aron Meko Mbete

menampilkankaryailmiahnyatentang"sekilasAksaraBimadanPentingnyaPembelajaran

Keberaksaraan Fungsional sebagai Strategi Pemertahanan Bahasa Bima", disusul dengan karya ilmiah IdaAyu IranAdhiti dari IKIP PGRI Bali, Denpasar dengan hasil penelitiannya yang bertajuk "Pengelompokan Genetis Bahasa Kabola, Bahasa Hamap, dan Bahasa Klon di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur". Dari Mataram, Nusa Tenggara Barat juga hadir artikel ilmiah Irma Setiawan bertajuk "Transitivitas pada Kasus Kekerasan Seksual dalam Harian Lombok Posr: Sebuah Ketersudutan Perempuan di Nusa Tenggara Baraf,, diikuti pula artikel Ni Putu Evi Wahyu Citrawati,I GustiAyu IstriAryani, SangAyu Isnu

Maharani (dari Universitas Udayana, Denpasar) yang bertajuk "Kesantunan Berbahasa pada Keluarga Golongan Triwangsa di Puri Undisan Bangli: Kajian Tindak Tutur".

Tiga artikel mengakhiri edisi ketiga TUTUR kali ini. Ketiga artikel itu adalah

karya Wahya dan Muhamad

Adji

(Universitas Padjadjaran, Bandung) yang bertajuk

"Penerusan Bahasa Sunda Antargenerasi Melalui Pengajaran di Sekolah Dasar sebagai

Upaya Pemertahanan Bahasa Daerah", diikuti karya

Ni

Made Suryati (Universitas

Udayana) yang bertajuk "sinonimi dalam Bahasa Lio, Flores', dandiakhiri karyailmiah Robert Masreng (Universitas Cendrawasih, Jayapura) yang bertajuk "Ritual Savukh

(5)

Cakrawala bahasa-bahasa lokal, selain bahasa Indonesia, cukup mewakili Indonesia yang aneka bahasa (multilingual). Redaksi TUTUR

sadar, kekayaan bahasa-bahasa lokal yang perlu dikaji dan dipublikasikan, secara khusus bahasa-bahasa lokal

yang terancam punah, sangat diharapkan oleh redaksi untuk dikaji dan dipubliksikan pada

terbitan-terbitan keempat (Agustus 2016).-sehubungan dengan kekayaan bahasa-bahasa

Nusantara itu, TUTUR mengundang para anggotaAPBL danparaahli"bahasa dan sastra untukmengkaji dan memublikasikannya di TUTUR.

Redaksi TUTUR tetap bertekad untuk menghimpun dan menerbitkan hasil-hasil penelitian. Dengan tetap mengupayakan mutu dan kebervariasiannya, Redaksi mengundang semua pecinta bahasa-bahasa lokal untuk berkarya mendokumentasikan bahasa-bahasa Nusantara.

Redaksi mengucapkan terimakasih yang tulus dan tak terhing ga kepada para

penyumbang artikel pada edisi ketiga ini. Terima kasih juga disampaikan

kipada para Mitra Bestari, dan secara khusus kepada Gek Wulan Novi Utami dan Nissa puspitaning

Adni, staf administrasi APBL Pusat yang telah bekerja keras mengerjakan segala sesuatu demi terbitnya edisi ketiga

ini.

Rasa terima kasih juga disampaikan

tepaaa Bapak Slamet Trisila dari Penerbit Pustaka Larasan, Denpasar yang membantu mencetak dan menerbitkan TUTUR ini. Mengakhiri pengantar ini, Redaksi mengundan

g

parupeneliti bahasa-bahasa Nusantara untuk mengirimkan karya ilmiahnya untuk dipublikasikan dalam TUTUR dalam edisi-edisi selanjufirya.

(6)

87

SINONIMI DALAM BAHASA LIO Ni Made Suryati

Program Studi Sastra Bali, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

suryati.jirnaya@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis sinonimi, kategori sinonimi, dan bentuk-bentuk linguistik yang dapat bersinonim dalam bahasa Lio. Untuk mencapai ketiga tujuan itu, digunakan teori semantik, khususnya relasi makna. Data dikumpulkan dengan metode cakap semuka dan metode simak dengan teknik catat dan rekam; analisis data dilakukan dengan metode padan dengan teknik hubung banding; dan pada penyajian hasil analisis digunakan metode formal dan informal dengan dibantu teknik deduktif dan induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Jenis sinonimi ada Sembilan buah; 2) Kategori kosakata bahasa Lio yang dapat bersinonim (1) nomina, (2) pronomina, (3) kata bilangan, (4) verba, dan (5) adjektiva; 3) bentuk-bentuk yang dapat bersinonim dan berhomonim adalah bentuk dasar dengan bentuk dasar, bentuk dasar dengan bentuk berprefiks, bentuk berprefiks dengan bentuk berprefiks, bentuk dasar dengan kelompok kata, dan kelompok kata dengan kelompok kata.

Kata Kunci: sinonimi, jenis, kategori, bentuk

Abstract

The purpose of this study is to describe the type of synonymy, synonymy categories, and linguistic forms that can be synonymous with Lio language. In order to achieve those three goals, the theory of semantics is used, especially about meaning relation. The data are collected by interview and observation methods with note-taking and recording techniques; Data analysis was conducted by using correlation method with hubung banding technique; and the analysis result are presented by using formal and informal methods and be helped by deductive and inductive techniques.

The results showed that 1) there are nine type of synonymy; 2) any category of Lio language vocabulary that can be synonymous (1) noun, (2) pronouns, (3) numeral, (4) the verb, and (5) adjective; 3) forms that can be synonymous and berhomonim is the basic form with basic form, the basic form with prefixed form, prefixed form with a prefixed form, basic form with a group of words, and the group of word with the group of word.

Key words: synonymy, type, category, and forms PENDAHULUAN

Hakikat dari bahasa yang paling penting adalah sebagai alat komunikasi yang dibutuhkan oleh setiap individu untuk berkomunikasi dengan individu lainnya. Oleh karena itulah, setiap bahasa memiliki fungsi dan kedudukannya tersendiri tergantung dari status suatu bahasa.

Menurut Summer Institute of Linguistics (2000), jumlah bahasa daerah di Indonesia 731, tetapi 2 bahasa daerah tanpa penutur bahasa Ibu dan 3 bahasa daerah sudah punah. Itu berarti, jumlah yang masih bertahan 726.

Salah satu dari ratusan bahasa itu adalah bahasa Lio yang merupakan salah satu bahasa daerah besar dengan jumlah penutur sekitar 212.349 (Kantor Statistik NTT,

(7)

88

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

1985) digunakan oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Ende, dan sebagian kecil masyarakat Sikka di bagian Baratnya (Suryati, 2012).

Sebagai bahasa yang telah digunakan secara turun-temurun dalam etnik Lio, bahasa Lio memiliki seperangkat fungsi penting. Bahasa Lio merupakan penanda identitas dan pemersatu masyarakat penuturnya. Melalui bahasa mereka menyatakan keberadaan dan merasa satu sebagai etnik dalam satu keutuhan manusia dan bangsa Indonesia. Dengan bahasa Lio juga, masyarakat Lio merasa satu secara kultural. Hal ini berkaitan dengan fungsi kebudayaan yang diemban oleh bahasa tersebut. Fungsi dalam kebudayaan tampak dalam penggunaan bahasa itu sebagai sarana dan wahana penciptaan, perekaman, dan pencetusan budaya antargenerasi. Secara praktis bahasa Lio juga memiliki fungsi sebagai alat komunikasi intraetnis Lio di daerah perdesaan (Mbete, 1991-1994: 1-2).

Dewasa ini, seiring dengan kemajuan teknologi, bahasa Indonesia sesuai kedudukan dan fungsinya sudah merambah sampai ke desa-desa. Bukan hanya generasi muda saja yang menggunakan bahasa Indonesia, tetapi kalangan orang tuapun berusaha memahami dan berbahasa Indonesia. Dikhawatirkan ini juga terjadi pada penutur bahasa Lio, sehingga mulai berkurang pemakaiannya. Untuk menghindari hal tersebut, maka seluruh aspek kebahasaan bahasa Lio perlu diungkapkan agar segala aspek kebahasaannya terinventarisasi. Pada kesempatan ini disajikan hasil penelitian yang berjudul “Sinonimi dalam Bahasa Lio”. Ada tiga permasalahan yang dibahas pada penelitian ini yang disajikan dalam bentuk pertanyaan, yaitu (1) jenis-jenis sinonimi apakah yang terdapat dalam bahasa Lio, (2) kategori kosakata apakah yang dapat bersinonimi dalam bahasa Lio? dan (3) bentuk-bentuk yang bagaimanakah dapat bersinonimi dalam bahasa Lio?. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menggali, melestarikan, dan mengembangkan bahasa Lio; secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui jenis-jenis sinonimi dalam bahasa Lio, (2) mengetahui kategori kata yang dapat bersinonim dalam bahasa Lio, dan (3) mengetahui bentuk-bentuk sinonimi dalam bahasa Lio. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat penutur bahasa Lio bahwa sesungguhnya bahasa Lio juga memiliki relasi makna yang sangat kaya khususnya sinonimi sehingga masyarakat memahami beberapa kosakata memiliki makna mirip. Di samping itu, bahas Lio juga diharapkan nantinya menjadi tetap lestari, serta penelitian ini bermanfaat pula bagi peneliti lain yang ingin mendalami bahasa Lio.

Landasan Teori, Metode dan Teknik Penelitian, serta Sumber Data

Penelitian ini menerapkan teori semantik, khususnya tentang sinonimi dan homonimi yang merupakan bagian dari relasi makna. Relasi makna adalah adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa yang lain dengan kata atau satuan bahasa yang lainnya lagi (Chaer, 1995: 82). Hubungan kemaknaan itu mungkin menyangkut kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi, ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi), dan lain-lain. Istilah sinonimi berasal dari bahasa Yunani anoma ‘nama’ dan syn ‘dengan’. Jadi secara harafiah sinonimi berarti nama lain untuk benda yang sama. Istilah sinonimi merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan ungkapan (bisa berupa kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan suatu ungkapan lain (Verhaar, 1979: 132; bandingkan dengan O’Grady dkk., 1989: 171; Manis dkk.,1987: 191; Djajasudarma, 1993 (a): 36; Kridalaksana, 1993: 154). Sebenarnya, secara semantik tidak ada kata

(8)

89

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

yang memiliki makna sama karena prinsip semantik setiap bentuk yang berbeda maka maknanya berbeda. Maka dari itu di sini Verhaar menyatakan bahwa sinonimi itu adalah ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Jadi tidak persisi sama. Itulah sebabnya ada jenis-jenis sinonimi yang dibahas dalam satu sub bab.

Metode yang diterapkan dalam penyediaan data adalah metode simak dan metode cakap (khususnya cakap semuka) (Sudaryanto, 1988: 2—9). Pada tahap analisis data digunakan metode padan dengan teknik dasarnya adalah teknik pilah unsur penentu. Teknik lanjutannya yaitu teknik hubung banding (Sudaryanto, 1993: 13—30; bdk. dengan Djajasudarma, 1993 (b): 58). Dalam penerapan metode padan dengan teknik hubung banding menyamakan dan membedakan, masing-masing digunakan untuk memilah unsur-unsur kebahasaan bahasa Lio, khususnya unsur-unsur yang bersinonimi atau unsur yang tidak bersinonimi. Dengan menggunakan kedua teknik itu, kosakata bahasa Lio dapat dikelompokkan sesuai dengan jenis, kategori, dan bentuk-bentuk sinonimi bahasa Lio. Untuk menyajikan hasil penelitian ini digunakan metode formal dan informal. Metode ini dibantu dengan teknik penyajian induktif dan deduktif yang dipakai secara berkombinasi. Sumber data adalah bahasa lisan yang digunakan oleh penutur bahasa Lio di Kabupaten Ende.

Analisis Sinonimi dalam Bahasa Lio

Seperti apa yang sudah disajikan bapa pendahuluan, bahwa ada tiga masalah yang dibahas pada penelitian ini, yaitu jenis sinonimi, kategori sinonimi, dan bentuk sinonimi. Ketiganya diuraikan di bawah ini.

Jenis Sinonimi

Ada beberapa pandangan tentang pembagian atau jenis sinonimi, seperti Colliman yang dikutip oleh Ullmann (1964: 142—143) membedakan menjadi Sembilan; Palmer (1976: 60—62) membedakan menjadi 5; Lyons (1977: 441) membedakan menjadi 4; dan Verhaar juga membedakan sinonimi menurut taraf terdapatnya gejala itu (ini disajikan pada kajian bentuk-bentuk sinonimi).

Berdasarkan pengamatan beberapa jenis sinonimi di atas dan jika dihubungkan dengan data bahasa Lio maka pada kesempata ini disajikan jenis sinonimi berdasarkan Ulmann. Alasan penggunaan penjenisan ini, walaupun datanya tidak banyak ditemukan karena hanya penjenisan ini yang memasukkan jenis sinonimi yang salah satu anggotanya hanya digunakan di daerah tertentu (jenis ke-9). Itu berarti sinonimi identik dengan variasi leksikal. Variasi leksikal sangat banyak ditemukan pada bahasa Lio. Kesembilan jenis sinonimi disajikan berikut ini.

(1) Sinonimi yang salah satu anggotanya memiliki makna yang lebih umum (generik) dapat diketahui berdasarkan data berikut.

Data: (1) pati [pati] ‘menghidangkan’ bersinonim dengan dhera [dhera] ‘menyiapkan’.

Data (1) menunjukkan bahwa dhera [dhera] ‘menyiapkan’ lebih umum dari pati

[pati] ‘menghidangkan’.

(2) Sinonimi yang salah satu anggotanya memiliki unsur makna yang lebih intensif disajikan berdasarkan data berikut ini.

(9)

90

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

Data: (2) ura mo [ura mo] ‘bosan’ bersinonim dengan junah [junah] ‘ jenuh’.

Data (2) menunjukkan bahwa kata ura mo [ura mo] ‘bosan’ lebih intensif dari sinonimnya junah [junah] ‘ jenuh’

(3) Sinonimi yang salah satu anggotanya lebih menonjolkan makna emotif . Hal itu disajikan beberapa data berikut ini.

Data: (3) dhiki [dhiki] ‘mungil’ bersinonim dengan lo’o [lo’o] ‘kecil’:

(4) [ate lo?o] ’hati kecil’ bersinonim dengan one ate [one ate] ‘hati nurani’.

Data (3) menunjukkan bahwa dhiki [dhiki] ‘mungil’ lebih emotif dari lo’o [lo’o] ‘kecil’ dan data (4) menunjukkan one ate [one ate] ‘hati nurani’ lebih emotif dari

[ate lo?o] ’hati kecil’

(4) Sinonimi yang salah satu anggotanya bersifat mencela atau tidak membenarkan .

Data: (5) raka re’e [raka re?e] ‘hebat’ bersinonim dengan mbaraka to’o [ [mbaraka to?o]’ dahsyat;

(6) kile [kile ] ‘mengamat-amati’ besinonim dengan kodho rhoko [kodho »oko]’ memata-matai’.

Data (5—6) menunjukkan bahwa kata raka re’e [raka re?e] ‘hebat’ dan kodho rhoko

[kodho »oko]’ memata-matai’ bersifat mencela, sedangkan pasangan sinonimnya

tidak.

(5) Sinonimi yang salah satu anggotanya menjadi istilah bidang tertentu.

Data: (7) tuka puse [tuka puse] ‘plasenta’ bersinonim dengan ura tuka [ura tuka]’ari-ari’; (8) nosi [nosi] ‘disiarkan’ bersinonim dengan pera [pera]’ditayangkan’.

Data (7) menunjukkan bahwa tuka puse [tuka puse] ‘plasenta’ digunakan pada bidang kedokteran; sedangkan data (8) menunjukkan nosi [nosi] ‘disiarkan’ digunakan pada bidang radio, sedangkan pera [pera]’ditayangkan’ digunakan pada bidang pertelevisian

(6) Sinonimi yang salah satu anggotanya lebih banyak dipakai dalam ragam tulisan

Data: (9) sare [sare] ‘enak’ bersinonim dengan gure [gure] ’ lezat’,

(10) pena [pena] ‘lalu ‘ bersinonim dengan sewengi [sEwENi] ‘lampau ‘. (11) raso [raso] ‘bisa’ bersinonim dengan tau re’e [tawu re?e] ‘racun’

Data (9—11) gure [gure] ’ lezat’, sewengi [sEwENi] ‘lampau ‘, dan tau re’e [tawu

re?e] ‘racun’ adalah sinonimi yang cenderung digunakan dalam ragam tulisan.

(7) Sinonimi yang salah satu anggotanya lebih lazim dipakai di dalam bahasa percakapan. Hal itu didukung oleh data berikut.

Data (12) dega [dega] ‘kayak’ bersinonim dengan ngere [Nere]’seperti’.

(10)

91

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

percakapan dibandingkan dengan pasangannya kata dega [dega] ‘kayak’.

(8) Sinonimi yang salah satu anggotanya dipakai dalam ragam bahasa kanak-kanak.

Data: (13) inu [inu] ‘mimi’ bersinonim dengan minu [minu] ‘minum’. (14) eru [eru] ‘bobo’ bersinonim dengan roke [roke] ‘tidur’.

Pasangan sinonimi pada data (13—14) kata inu [inu] ‘mimi’ dan eru [eru] ‘bobo’ dipakai pada ragam anak-anak, sedangkan kata minu [minu] ‘minum’ dan roke

[roke] ‘tidur’ dipakai pada garam dewasa.

(9) Sinonimi yang salah satu anggotanya dipakai di daerah tertentu saja. Sinonimi jenis ini sangat banyak ditemukan, tetapi pada kesempatan ini hanya disajikan tiga buah dan urauannya sebagai berikut.

Data (15) [kume po] digunakan di Mukusaki, Ranokolo, Kota Baru, Watunggere, Rerorejo, Kebirangga Tengah, Ratewati, Tiwusora, Bao Feo, Tana Li, Saga, WolosokoDemulaka, Maubasa, dan Nggela bersinonim dengan bentuk [ola kume jara] digunakan di Paga; [aji

lele] digunakan di Aewora; [sube] digunakan di Welamosa; [rike] digunakan di Wololele A; [kaba rsu] digunakan di Dobo; [miɗo] digunakan di Maubasa, [jaga] di Onelako; [kata ramba] di Wolotopo; [seza] di Mbongawani, dan [mae mbana reyo] digunakan di Koanara.

Data (16) [ewa] ‘sirip’ digunakan di daerah Aewora, Watunggere, Wologae, Kota Ratu, Saga, Koanara, Wolosoko, Maubasa, Wolotopon, dan Nggela bersinonim dengan kata [rondu ika]

yang digunakan di daerah Ranokolo; [rutu] digunakan di daerah Mukusaki, Onelako; [rutu] digunakan di daerah Kebirangga Tengah; [pawi] digunakan di Rerorejo, Ratewati, Tiwusora, Tana Li, Debo, dan Demulaka; [duwi toko logo] dan [bEle] digunakan di desa Paga; [sigi]

digunakan di desa Kota Baru; [asa] digunakan di desa Wololele A; [eti] digunakan di Bao Feo dan Mbongawani

Data (17) [nawlo] ‘sebentar’ digunakan di Aewora, Ranokolo, Bao Feo, Wologae, Koanara, dan

Wolotopo bersinonim dengan kata [nawElo ro] yang digunakan di Kota Baru; [igi ndero]

digunakan Kotabaru; [gndero] digunakan Wololele A, Maubasa dan Wolosoko; [ndero]

digunakan di Rerorejo dan Paga; [so.ʔo] Kebirangga Tengah, Bao Feo, dan Mbongawani;

[za.ma digunakan di Kota Ratu; [p.nu s.lo.ʔo] digunakan di Dobo; dan [salam] digunakan

di Ratewati, Tiwusora, Tana Li, dan Demulaka. Kategori Sinonimi Bahasa Lio

Kategori adalah bagian dari suatu sistem klasifikasi (Kridalaksana, 1982:78). Istilah kategori ada yang menyebut penggolongan kata, atau ada juga menyebut klasifikasi. Dalam tulisan ini digunakan istilah yang sudah umum dipakai dalam linguistik, yaitu kategori. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, kategori yang dapat bersinonim dalam bahasa Lio adalah nomina, pronomina, numeralia, verba, dan adjektif. Berikut diajikan uraiannya.

Sinonimi Bahasa Lio Berkategori Nomina

Untuk mengetahui sinonimi berkategori nomina dalam bahasa Lio, berikut disajikan beberapa data.

(18)[buwa mbeko mata] ‘kelopak mata’ bersinonim dengan [ɗula mboko mata], [koɓa mata], dan [sambe mata]

(11)

92

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

Data (18) [buwa mbeko mata] ‘kelopak mata’ bersinonim dengan [ɗula mboko mata],

[koɓa mata], dan [sambe mata] berkategori nomina. Hal itu dapat dibuktikan

dengan menambahkan kai [kai] ’nya’ pada tataran kata sehingga menjadi [buwa mbeko matakai] ‘kelopak matanya’, pada tataran klausa/kalimat biasanya menduduki

fungsi subjek . Hal itu dapat dilihat pada kalimat berikut ini.

(a) Bua mbeko matakai ro [buwa mbeko matakai ro] ’Kelopak matanya sakit’.

Kalimat (a) terdiri atas bua mbeko matakai [buwa mbeko matakai.]’ kelopak matanya’

sebagai subjek dan ro [ro] ‘sakit’ sebagai predikat. Itu berarti [buwa mbeko mata] dengan

pasangan sinonimnya adalah berkategori nomina. Contoh lainnya:

Ngi’i sungi’i [iʔi suiʔi] ’gigi taring’ bersinonim dengan ngi’i wawi[iʔi wawi]dan ngi’i wera [i.ʔi w.ra]

ile [ile] ‘pelipis’ bersinonim dengan olo meko [oɮo mko]

ana kinga [ana kia] ‘gendang telinga’ bersinonim dengan sanga sara [saa sara], ka’inga [kaʔia], one kira[one kira], ipi tuli [ipi tuli], dan ramba inga[ɹamba ia].

Sinonimi Bahasa Lio Berkategori Pronomina

Sinonimi berkategori pronomina pada bahasa Lio ditemukan hanya dua buah. Keduanya disajikan berikut ini.

(19 miu [miyu] ‘kamu’ bersinonim dengan ebe [be], kai [kai], dan kau [kau]

(20) miu leisawe [miyu leisawe] ‘kamu sekalian’ bersinonim dengan mbeja simiu [mbja simiyu]

Data (19—20) merupakan sinonim yang berkategori pronomina karena kedua data tersebut juga dapat menduduki fungsi subjek pada tataran klausa maupun kalimat. Hal itu disajikan pada kalimat berikut ini.

(a) Miu mbana![mi.yu mbana]!’Kamu pergi!

(b) Miu leisawe mera da ɠale! [miyu leisawe mEra da ɠale]!’Kamu sekalian duduk di sana!’

Contoh (b) terdiri atas miu ‘kamu’ sebagai subjek; mbana ‘pergi’ sebagai predikat. Begitu juga dengan contoh (c) terdiri atas Miu leisawe ‘kamu sekalian’ sebagai subjek,

mera ‘duduk sebagai predikat, dan da ɠale ’di sana’ sebagai keterangan tempat. Dengan

demikian, jelas bahwa data (2) miu dengan pasangannya dan data (3) miu leisawe dengan pasangannya adalah berkategori pronomina.

Sinonimi Bahasa Lio Berkategori Numeralia

Sinonimi bahasa Lio berkategori numeralia dapat disajikan berdasarkan data berikut.

(21) sawise [sawise] ‘setengah’ bersinonim dengan sakela [sakla], sapo’i [sapoʔi] , sekupu

[skpu] , setenga [stNa], dan segete[sgte]

Data (21) sawise [sawisa] ‘setengah’ dengan pasangan sinonimnya merupakan kategori numeralia karena dapat digunakan untuk menjumlahkan nomina. Hal itu dapat disajikan berikut ini.

(c) muku sawise [muku sawise] ’pisang setengah’; (d) tewu sakela [tEwu sakEla] ‘tebu setengah’.

(12)

93

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

Contoh lainnya:

kela sutu [kla sutu] ‘seperempat bersinonim dengan sajini [sajini], sapawi[sapawi], bagi sutu[bagi sutu], dan segeta[sgte].

setali [stali] ‘seikat’ bersinonim dengan seaji [sají], sejeki [sjki], sarenggi [sarNgi], dan sepeti [spti].

sepapa [spapa] ‘sebagian’ bersinonim dengan sepoi [ spoʔi] dan semesa-mesa [smesa mesa].

Sinonimi Bahasa Lio Berkategori Verba

Sinonimi bahasa Lio berkategori verba banyak ditemukan. Berikut disajikan uraiannya berdasarkan data yang ditemukan.

Data: (22) dato[dato] ‘jemput’ bersinonim dengan napa [napa], wiki [ wiki], dan simo [simo].

Data (22) merupakan sinonimi berkategori verba. Hal itu dapat dibuktikan bahwa pada tataran frasa dapat dinegatifkan dengan /iwa/ ‘tidak’ (Kridalaksana, 1982: 76). Begitu juga pada tataran klausa/kalimat biasanya menduduki fungsi predikat (Moeliono dkk, 1993:76). Hal itu dapat dibuktikan dengan contoh berikut.

(e) iwa dato[iwa dato] ‘tidak menjemput’ bersinonim dengan iwa napa [iwa napa], iwa wiki [ iwa wiki], dan iwa simo [iwa simo].

(f) Ine iwa dato aku [ine iwa dato aku] ‘Ibu tidak menjemput saya’.

Contoh (f) menunjukkan bahwa kata dato ‘jemput’ dapat dinegatifkan dengan iwa ‘tidak’. Begitu juga contoh (g) terdiri atas ine ‘ibu’ sebagai subjek;

iwa dato ‘tidak menjemput’; dan aku ‘saya’ sebagai objek. Dengan demikian, data

(23) dengan pasangannya dapat dikatakan bersinonim dengan kategori verba. Contoh lainnya:

rapa tebo [rapa tebo] ‘berkelai’ bersinonim dengan p’a ɓeo[ pʔa ɓeyoI] dan papamata

[papamata]

deo [deyo] ‘bawa’ bersinonim dengan wiki [wiki], ngele wena[le wna], ndee [ ndee], dan medi [medi].

sako [sako] ‘iris’ bersinonim dengan roro [roro], dan jaba [ jaba].

nge da ɠea nia [e da ɠeya niya] ‘maju’bersinonim dengan soo da garu [ soo da garu] dan mbana [mbana].

Sinonimi Bahasa Lio Berkategori Adjektif

Sinonimi berkategori adjektiva dapat diketahui dengan melihat perilaku sintaksisnya, misalnya pada tataran frasa biasanya dapat dijelaskan dengan kata mbraka

[mbraka] ‘sangat’ atau pawe [pawe] ‘sekali’. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan

datanya.

Data: (23) masa [masa] ‘bersih’ bersinonim dengan beresi [brsi] dan ika wogi [ika wogi]

Untuk mengetahui bahwa data (23) merupakan pasangan yang bersinonimi dengan kategori ajektif, berikut disajikan contoh pembuktiannya.

(g) Wewa longgo Eda masa pawe [wEwa loNgo Eda masa pawe] ‘halaman belakang paman

bersih sekali’.

(13)

94

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

Contoh (h) terdiri dari [wEwa loNgo Eda] ‘halaman belakang’, paman ’ sebagai subjek, dan [masa pawe]’bersih sekali’ merupakan predikat berkategori adjektif karena adjektifnya dapat dijelaskan dengan kata pawe ‘sekali’. Begitu juga contoh (i) prediktnya merupakan sinonim dari predikat kalimat (h) beresi [bErEsi]

‘bersih’ termasuk berkategori adjektif karena dapat dijelaskan oleh kata mbraka [mbraka] ‘sangat’.

Contoh lainnya:

[ura bara] ‘malas’ bersinonim dengan mo [mo], hoso[hoso], dan nia ngura [niya ura]. nala [nala] ‘lama’ bersinonim dengan hibu [hibu] dan ta’u [taʔu].

ɓeri [ɓri] ‘bagus’ bersinonimi dengan pawe [pawe], molo[molo], dan sare[sare].

buja baja [buja baja] ‘bosan (terhadap makanan)’ bersinonim dengan buja [buja], ngange ka [ae ka], dan nganu[anu]

Bentuk-Bentuk Sinonimi dalam bahasa Lio

Berdasarkan hasil penelitian (Suryati, 2012), bahasa Lio termasuk bahasa vokalik dan secara morfologis bahasa Lio juga memiliki satu buah afiks, yaitu prefiks

{sE-} ‘satu’. Oleh karena itu, bentuk-bentuk yang dapat beroposisi sangatlah sederhana.

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan bentuk-bentuk sinonimi dalam bahasa Lio disajikan berikut ini.

Sinonimi Bahasa Lio Berbentuk Kata Dasar dengan Kata Dasar

Sinonimi bahasa Lio berbentuk dasar sangat banyak ditemukan. Untuk mengetahui bahwa suatu bentuk itu merupakan bentuk dasar apabila bentuk itu tidak dapat dipecah lagi ke dalam bentuk yang lebih kecil. Berikut disajikan uraiannya berdasarkan data yang disajikan.

(24) gora [gora] ‘kerongkongan bersinonim dengan dola [dola], foko [foko], dan ngade

[ade].

Data (24) menunjukkan bahwa unsure-unsur yang bersinonim merupakan bentuk dasar karena keempat bentuk yang bersinonim itu (gora, dola , foko, ngade) tidak dapat dipecah menjadi bentuk yang lebih kecil lagi. Bentuk yang lebih kecil dalam artian bentuk yang bermakna.

Contoh lainnya:

maro [maro] ‘rumah kecil di tengah sawah bersinonim dengan mbe’i [mbeʔi], lepa [lpa], kuwu [kuwu], basa [basa], dan keka[keka],

gale [gale] ‘pilih’ bersinonim dengan pili [pili], dehi [ dhi], daan bore [bore]

Sinonimi Bahasa Lio Berprefiks dengan Berprefiks

Seperti apa yang sudah dikatakan di atas bahwa bahasa Lio merupakan bahasa yang hanya memiliki satu prefiks yaitu {sE} ‘satu’, maka dari itu bentuk yang bersinonim jenis ini terbatas adanya. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan data dan uraiannya.

(25) sakela [sakla] ‘sebagian’ bersinonim dengan sabagi [sabagi], sewisa [swisa], selo’o [sloʔo], sepapa [spapa], dan sepo’I [spoʔi].

(26) satuku [satuku] ‘seikat (jagung)’ bersinonim dengan sapongo [sapoo], sauju [suju], sekepu [skepu], dan sewise [swse]

Kata-kata yang bersinonim pada data (25—26) merupakan bentuk yang berprefiks dan berprefiks. Data (25) dibentuk oleh {sE-} ‘satu’ dan [kEla] ‘bagian’ menjadi

(14)

95

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

[lo?o] , sepapa [spapa] berasal dari {sE-} dan papa , dan sepo’i[spoʔi]

berasal dari {sE-} dan [po?i].

Data (26) juga dibentuk oleh prefiks {sE-} diikuti oleh kata dasarnya tuku [tuku]

pongo [poo], uju [uju], kepu [kepu], dan wise [wse]’ ikat’ sehingga bermakna

seikat atau satu ikat. Dengan demikian, jelaslah bahwa data (25—26) merupakan sinonimi bentuk berprefiks dengn berprefiks.

Sinonimi Bahasa Lio Berbentuk Dasar dengan Kelompok Kata

Sinonimi bentuk dasar dengan kelompok kata banyak ditemukan dalam bahasa Lio. Data dan uraiannya disajikan berikut ini.

(27) eba [ba] ‘tante/bibi’ bersinonim dengan ene ka’e [ne kaʔe], dan ine mere [ine mere].

(28) ngonggo [ogo] ‘boros’ bersinonim dengan sawu rewa [sawu rewa], mura ngewu [mura owu], dan pera berani [pera brani]

(29) fate [fate]’ruas jari ‘ bersinonim dengan buku tanga [buku taa] dan laru lima [laru lima.

Data (27—29) menunjukkan sinonimi antara bentuk dasar eba [ba], ) ngonggo [ogo] ‘boros’, dan fate [fate]’ruas jari’ dengan kelompok kata yang berada di

sebelah kanannya . Semua pasangannya termasuk kelompok kata karena terdiri dari dua kata, seperti ene ka’e [ne kaʔe] terdiri atas` ene [ne] dan ka’e [kaʔe], sawu rewa [sawu rewa] terdiri atas` sawu [sawu] dan rewa [rewa], serta buku tanga [buku taa] terdiri atas buku [buku] dan [tanga taa].

Sinonimi Bahasa Lio Berbentuk Kelompok Kata dengan Kelompok Kata

Untuk mengetahui sinonimi bahasa Lio bentuk kelompok kata dengan kelompok kata berikut disajikan data dan uraiannya.

(30) ana paga [ana paga] ‘anak tiri’ bersinonm dengan ana bolu [ana bolu] dan ana simbi [ana simbi].

(31) ine mere [ine mere] ‘nenek moyang’ bersinonim dengan mamo embu [mamo mbu].

(32) kolo kila [kolo kila] ‘ kepala botak bersinonim dengan kia kuba [ kiya kuba], uzu bota [uzu bota], dan ulu si’a [u.ɮu si.ʔa]

(33) da gawa [da gawa] ‘ke sana’ bersinonimi dengan de mena [d mna].

Data (30—33) menunjukkan bentuk sinonimi bahasa Lio adalah kelompok kata dengan kelompok kata karena semua bentuk-bentuk yang bersnonimi terdiri atas dua kata. Data sinonimi (30) misalnya ana paga [ana paga] ] ‘anak tiri’ dibentuk oleh ana [ana] dan paga [paga] bersinonim dengan ana bolu [ana bolu] yang terdiri atas ana[ana] dan [bolu bolu]. Data sinonimi (31) ine mere [ine mere] ‘nenek moyang’ dibentuk oleh dua kata, yaitu ine[ine] dan mere [mere] yang bersinonim dengan mamo embu [mamo mbu] terdiri atas mamo[mamo] dan embu

[mbu]. Begitu pula data (32—33).

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan permasalahan dalam pendahuluan dan uraian pada bagian analisis maka dapat disimpulkan tiga hal sebagai berikut.

(15)

96

Vol.2, No.1 Februari 2016 JURNAL TUTUR ISSN 2442-3475

1) Walaupun datanya terbatas pada jenis tertentu, sinonimi bahasa Lio dapat dibedakan menjadi sembilan, yaitu sinonimi yang salah satu anggotanya (1) memiliki makna yang lebih umum (generik); (2) unsur makna yang lebih intensif, (3) lebih menonjolkan makna emotif;(4) bersifat mencela atau tidak membenarkan; (5) menjadi istilah bidang tertentu; (6) lebih banyak dipakai dalam ragam tulisan; (7) lebih lazim dipakai di dalam bahasa percakapan; (8) dipakai dalam ragam bahasa kanak-kanak; dan (9) dipakai di daerah tertentu saja.

2) Kategori bahasa Lio yang dapat bersinonim adalah (1) nomina, (2) pronomina, (3) numeralia, (4) verba, dan (5) adjektiva.

3) Bentuk-bentuk yang dapat bersinonim dalam bahasa Lio adalah bentuk dasar dengan bentuk dasar, bentuk berprefiks dengan bentuk berprefiks, bentuk dasar dengan kelompok kata, dan kelompok kata dengan kelompok kata.

Saran

Selain sinonimi, bahasa Lio yang merupakan bagian dari relasi makna, jenis relasi makna yang lainnya juga memungkinkan untuk dikaji. Oleh karena itu penelitian-penelitian jenis lain masih perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Renika Cipta

Djajasudarma, T. Fatimah. 1993 (a). Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco. Djajasudarma, T. Fatimah. 1993(b). Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung:

Eresco.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lyons, John. 1977. Semantics Vol. 1. Cambridge: Cambridge University Press Manis, Carolyn Mc. Dkk. 1987. Language Files. Amerika: The Ohio State University.

Mbete, Aron Meko. 1991-1994. “Fungsi Bahasa-Bahasa: Lio, Sikka, dan Ngada Flores. Laporan Penelitian yang dibiayai oleh The Toyota Foundation, Tokyo, Japan.

Moeliono, Anton M. dkk.. 1993. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

O’Grady, William, Michael Dobrovolsky, dan Mark Aronoff. 1989. Contemporary Linguistics an

Introduction. New York: St. Martin’s Press.

Palmer, F.R.. 1976. Semantics. A New Outline. Cambridge: Cambridge University Press Ramlan, M. 1981. Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: UP. Karyono.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua: Metode dan Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan. Yogyakarta; Duta Wacana University Press.

Suryati, Ni Made. 2012. “Variasi Fonologis dan Leksikal Bahasa Lio di Flores, Nusa Tenggara Timur: Kajian Dialek Geografi. Denpasar: Disertasi untuk Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Ullmann, Stephen. 1972. Semantics. An Introduction to the Science of Meaning. Oxford: Basil Blacwell. Verhaar, J.W.M. l979. Pengantar Linguistik 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(16)

i'ar:rir:r:i*

Eli,n.i

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari kegiatan Penyusunan Data dan Informasi Pembangunan dan Penempatan Permukiman Transmigrasi adalah memberikan informasi gambaran dan kemajuan pembangunan

15 H. Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam h.. c) ﻞﻤﻋ dimana masing-masing dari kedua yang berserikat mengeluarkan harta yang sama seperti harta yang dikeluarkan oleh pihak yang

 Memfasilitasi pertemuan forum polisi dan masyarakat secara berkala (setidaknya dilakukan sekali dalam satu bulan). Tujuannya adalah untuk menciptakan saluran -

Tingkat substitusi tepung yang cenderung disukai oleh panelis adalah pada tingkat peng- gunaan campuran pati sagu 50 % dan tepung beras ketan 50 %, dimana pada

Sebagian besar para nasabah memilih produk Term Life-PLAN 99 Syari'ah (Perlindungan Jiwa). 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi minat nasabah untuk memilih asuransi

Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti melakukan credibility dengan triangulasi yaitu dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Data

Responden yang menyatakan memilih karena ketokohan, belum tentu memiliki tingkat pengetahuan seputar latar belakang, rekam jejak ataui visi misi dari masing-masing

Berdasarkan jurnal penelitian yang ditulis oleh Dwi Kartini (2017), Metode Jaringan Syaraf Tiruan mampu menghasilkan akurasi 99% menggunakan layer input 4, 1 hidden layer dengan