• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA

MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ELFRIDA MEGAWATI NIM : 081188830010

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

M E D A N

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Elfrida. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini berfokus pada rendahnya hasil pembelajaran matematika dalam aspek pemecahan masalah, komunikasi matematik dan aktivitas siswa dalam belajar matematika yang rendah, respon terhadap kegiatan pembelajaran matematika masih rendah serta pembelajaran yang diterapkan selama ini belum tepat. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Salah satu upaya adalah menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

(6)

ii

ABSTRACT

ELFRIDA, Efforts to improve the ability of problem solving and mathematical communication high school students through problem-based learning. Thesis. Medan: Postgraduate Program State University of Medan, 2013.

This study focused on the low achievement of mathematical learning in problem solving, mathematical communication and student activity was low and mathematical learning which was applied less efficient. Therefore, it needs an effort to improve learning process, problem solving and mathematical communication. One of effort was the implementation of problem-based learning.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala pujian, hormat dan syukur penulis naikkan ke hadirat Sang

Pencipta Alam Semesta, pemilik kekuatan, hikmat dan wahyu yang menyertai dari

awal sampai akhir penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini juga dapat diselesaikan

berkat bantuan moral maupun material dari berbagai pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. Bornok Sinaga, M.Pd, selaku pembimbing I dan Ibu Dra.Ida

Karnasih, M.Sc.,Ed.,Ph.D, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

mengorbankan pikiran dan waktu dalam memotivasi pada penyusunan tesis

ini.

2. Bapak DR. Edi Syahputra, M.Pd, sebagai Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED sekaligus sebagai narasumber I, Bapak

DR. Hasratuddin, M.Pd, selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED sekaligus sebagai narasumber II, Bapak

Prof. DR. Pargaulan Siagian, M.Pd, sebagai narasumber III, yang telah banyak

memberikan masukkan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. DR. Ibnu Hajar, selaku Rektor UNIMED, Bapak Prof. DR. H.

Abdul Muin Sibuea, M.Pd, selaku Direktur Pascasarjana UNIMED dan Bapak

DR. Arif Rahman, M.Pd, selaku Asisten Direktur I Pascasarjana UNIMED,

yang telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama

(8)

iv

4. Bapak/Ibu dosen yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat berharga

selama mengikuti studi dan penulisan tesis di Pascasarjana UNIMED.

5. Bapak Dapot Tua Manullang, SE, M.Si sebagai staf Prodi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah banyak membantu penulis

khususnya dalam administrasi perkuliahan di UNIMED.

6. Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sibolangit Drs. Joni Siregar, M.Si dan

rekan-rekan guru SMA Negeri 1 Sibolangit yang telah banyak membantu

dalam pelaksanaan penelitian.

7. Ayahanda tercinta Alm. Hotman Siahaan dan ibunda tercinta Alm. Tiodor

Silitonga, serta saudara terkasih Ir. Tanjung Siahaan, Rosana Susi Yanti

Siahaan, S.H, Hendra Jaya S.P, Wisnu S.Sos yang selalu memberi motivasi

kepada penulis.

Kiranya Tuhan memberikan balasan kelimpahan berkat yang baik atas

setiap pertolongan dan bimbingan yang diberikan, dan semoga tesis ini

bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya.

Medan, 31 Agustus 2013

Penulis,

(9)

v

A.Belajar dan Pembelajaran Matematika... 16

B.Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika... 21

C.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 24

D.Kemampuan Komunikasi Matematik... 30

E.Pembelajaran Berbasis Masalah... 41

F.Respon Siswa... 60

G.Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah... 61

H.Hasil Penelitian Yang Relevan... 62

I. Kerangka Berpikir... 63

1. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah... 63

2. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik... 65

3. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat Meningkatkan Aktivitas Aktif Siswa... 67

(10)

vi

C. Subjek Penelitian... 71

D.Mekanisme dan Rancangan Penelitian... 71

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data... 80

F. Teknik Analisis Data... 110

BAB IV... 115

A. Hasil Pelaksanaan Siklus I... 115

1. Analisa Lembar Aktivitas Siswa (LAS)... 116

2. Hasil Observasi Aktivitas Aktif Siswa Siklus I... 124

3. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 127

4. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik... 129

5. Hasil Analisa Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran... 131

6. Refleksi... 134

a. Refleksi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah... 134

b. Refleksi Terhadap Aktivitas Aktif Siswa Terhadap Pembelajaran... 152

c. Refleksi Terhadap Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran.... 152

7. Hasil Analisa Pembelajaran Siklus I... 153

8. Revisi Instrumen Tes dan Perangkat Pembelajaran... 154

B. Hasil Pelaksanaan Siklus II... 155

1. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 155

2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 158

3. Hasil Observasi Aktivitas Aktif Siswa ... 162

4. Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran... 166

5. Refleksi... 169

a. Refleksi Terhadap Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah... 169

b. Refleksi Terhadap Aktivitas Siswa... 179

c. Refleksi Terhadap Respon Siswa... 180

6. Analisa Hasil Pembelajaran Siklus II... 181

C. Pembahasan Penelitian... 181

1. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah... 181

2. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik... 183

3. Peningkatan Aktivitas Aktif Siswa... 185

4. Peningkatan Respon Siswa... 186

BAB V... 188

A. Simpulan... 188

B. Saran... 190

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah... 57

Tabel 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas... 78

Tabel 3.2 Daftar Nama Validator... 80

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Prasyarat Pemecahan Masalah... 81

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Prasyarat Komunikasi Matematik... 83

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Pemecahan Masalah Siklus I... 85

Tabel 3.6 Kisi-kisi Tes Pengetahuan Materi Pemecahan Masalah Siklus II... 86

Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 89

Tabel 3.8 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 90

Tabel 3.9....Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Materi Prasyarat... 90

Tabel 3.10 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 91

Tabel 3.11 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I... 91

Tabel 3.12 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 91

Tabel 3.13 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 92

Tabel 3.14 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 92

Tabel 3.15 Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 94

Tabel 3.16 Matematik Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Materi Prasyarat... 95

Tabel 3.17 Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 95

Tabel 3.18 Matematik Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Siklus I... 96

Tabel 3.19 Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 96

Tabel 3.20 Matematik Hasil Validasi Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Siklus II... 96

Tabel 3.21 Hasil Realibilitas Uji Coba... 98

Tabel 3.22 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 100

Tabel 3.23 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Materi Prasyarat... 101

Tabel 3.24 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 101

Tabel 3.25 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I... 101

Tabel 3.26 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 102

Tabel 3.27 Hasil Daya Beda Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 102

Tabel 3.28 Klasifikasi Tingkat Kesukaran... 103

Tabel 3.29 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Prasyarat... 104

Tabel 3.30 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Materi Prasyarat... 104

(12)

viii

Tabel 3.32 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi

Matematik Siklus I... 104

Tabel 3.33 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 105

Tabel 3.34 Hasil tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 105

Tabel 3.35 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis siklus-1... 105

Tabel 3.36 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis siklus-2... 106

Tabel 3.37 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik... 107

Tabel 3.38 Kategori Aktivitas Aktif Siswa pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 108

Tabel 4.1 Aktivitas Aktif Siswa Siklus I... 124

Tabel 4.2 Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 127

Tabel 4.3 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I... 127

Tabel 4.4 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus-I... 130

Tabel 4.5 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus I... 130

Tabel 4.6 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Pada Siklus I... 132

Tabel 4.7 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Pada Siklus I... 133

Tabel 4.8 Hasil Pembelajaran Siklus I... 153

Tabel 4.9 Revisi Instrumen dan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Hasil Refleksi Siklus I... 154

Tabel 4.10 Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 155

Tabel 4.11 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 156

Tabel 4.12 Tingkat Pemecahan Masalah Siklus I... 157

Tabel 4.13 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah... 157

Tabel 4.14 Nilai Tes Komunikasi Matematik Siklus II... 158

Tabel 4.15 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 159

Tabel 4.16 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik... 161

Tabel 4.17 Hasil Aktivitas Aktif Siswa Terhadap Pembelajaran Pada Siklus II... 162

Tabel 4.18 Peningkatan Aktivitas Siswa Terhadap Pembelajaran... 165

Tabel 4.19 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Pada Siklus II... 166

Tabel 4.20 Hasil Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran... 167

(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alur dalam Penelitian Tindakan Kelas... 71

Gambar 4.1 Hasil Pemecahan Masalah 1 oleh Kelompok-2... 118

Gambar 4.2 Hasil Pemecahan Masalah 2 oleh Kelompok-4... 121

Gambar 4.3 Hasil Pemecahan Masalah 3 oleh Kelompok-3... 123

Gambar 4.4 Persentase Aktivitas Aktif Siswa dalam Setiap Kategori Siklus I... 126

Gambar 4.5 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siklus I... 128

Gambar 4.6 Kemampuan Komunikasi Matematika Siklus-I... 131

Gambar 4.7 Diagram Batang Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Siklus I... 133

Gambar 4.8 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 135

Gambar 4.9 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 135

Gambar 4.10 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 136

Gambar 4.11 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 137

Gambar 4.12 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 138

Gambar 4.13 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah PenyelesaiaMasalah... 139

Gambar 4.14 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 140

Gambar 4.15 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 141

Gambar 4.16 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 142

Gambar 4.17 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 142

Gambar 4.18 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 143

Gambar 4.19 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 144

Gambar 4.20 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 145

Gambar 4.21 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 146

Gambar 4.22 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 147

Gambar 4.23 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 148

(14)

x

Gambar 4.25 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar Tetapi Tidak

Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 150

Gambar 4.26 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 151

Gambar 4.27 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II... 156

Gambar 4.28 Diagram Garis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah... 158

Gambar 4.29 Diagram Batang Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II... 160

Gambar 4.30 Diagram Garis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik... 161

Gambar 4.31 Persentase Aktivitas Aktif Siswa dalam Setiap Kategori Siklus II... 163

Gambar 4.32 Peningkatan Aktivitas Siswa Terhadap Pembelajaran... 166

Gambar 4.33 Diagram Respon Siswa Pada Siklus II... 168

Gambar 4.34 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 170

Gambar 4.35 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 170

Gambar 4.36 Pola Jawaban Butir Soal No.1 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 171

Gambar 4.37 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 172

Gambar 4.38 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 173

Gambar 4.39 Pola Jawaban Butir Soal No.2 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 174

Gambar 4.40 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 175

Gambar 4.41 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 175

Gambar 4.42 Pola Jawaban Butir Soal No.3 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 176

Gambar 4.43 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Tidak Dapat Diselesaikan dengan Tuntas... 177

Gambar 4.44 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Benar Tetapi Tidak Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 178

Gambar 4.45 Pola Jawaban Butir Soal No.4 Jawaban Benar dan Mengikuti Langkah-langkah Penyelesaian Masalah... 179

Gambar 4.46 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siklus I Dan Siklus II... 182

Gambar 4.47 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siklus I Dan Siklus II... 184

Gambar 4.48 Peningkatan Aktivitas Siswa Pada Siklus I Dan Siklus II... 185

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

 BUKU GURU

 BUKU SISWA

 LEMBAR AKTIVITAS SISWA LAMPIRAN B

 KISI-KISI SOAL

 PEDOMAN PENSKORAN

 INSTRUMEN

 KUNCI JAWABAN LAMPIRAN C

 DAFTAR NAMA VALIDATOR

 HASIL VALIDASI INSTRUMEN LAMPIRAN D

 HASIL UJI COBA LAMPIRAN E

 HASIL PENELITIAN

 PENENTUAN KELOMPOK LAMPIRAN F

 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama di

bidang telekomunikasi, informasi dalam hitungan detik dapat kita terima,

sehingga apapun yang terjadi di belahan dunia ini dapat segera diketahui.

Perkembangan IPTEK yang begitu pesat mengakibatkan adanya suatu masa yang

disebut Era Globalisasi. Suatu era yang menuntut sumber daya manusia harus

cakap dan handal sehingga mampu berkompetisi secara global.

Rosabeth Moss Kanter seorang motivator kenamaan mengatakan bahwa

pada era globalisasi dibutuhkan seseorang yang memiliki ketrampilan menemukan

konsep-konsep baru, membuka jaringan dan memiliki kompetensi untuk

memenuhi standar pekerjaan yang paling tinggi atau yang dikenal dengan 3-C

(concept, competence, connection) yang akan menjadikan dirinya seorang World

Class (bahrul hayat, 2009:5). Apabila sumber daya manusia pada suatu negara

tidak memenuhi standard world class maka negara tersebut akan menjadi negara

yang terbelakang dibandingkan dengan negara yang maju disegala aspek

kehidupan. Journal of Organizational Change Management (1995) menyebutkan

bahwa wacana globalisasi itu biasanya merujuk pada penerapan nilai-nilai Barat

yang kapitalis sehingga ada peluang bagi Barat untuk kembali melakukan

„kolonialisasi‟ dalam pengertian modern, yaitu penjajahan secara ekonomi (Walck

(17)

2

Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar dalam meningkatkan

kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial, teknologi,

maupun ekonomi. Pendidikan satu-satunya wadah kegiatan yang dapat dipandang

dan seyogianya berfungsi untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu

tinggi (Soejadi: 1999). Untuk menjawab tuntutan globalisasi maka dunia

pendidikan harus berupaya melakukan pembaharuan pendidikan secara terencana,

terarah dan berkesinambungan.

Matematika sebagai ratunya ilmu pengetahuan (queen of sciences) sangat

dibutuhkan dalam era globalisasi, karena melalui matematika ilmu pengetahuan

yang lain menjadi sempurna dalam menjawab berbagai masalah kehidupan

sehari-hari. Melihat pentingnya peranan matematika dalam ilmu pengetahuan dan

teknologi serta dalam kehidupan sehari-hari maka matematika perlu dipahami

oleh peserta didik mulai dari tingkat pendidikan prasekolah hingga tingkat

perguruan tinggi.

Matematika sebagai mata pelajaran di sekolah dinilai cukup penting, baik

membentuk pola pikir siswa sehingga berkualitas maupun penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan, karena

matematika merupakan sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan

sistematis.

Pembelajaran matematika menjadi pusat perhatian para pendidik dalam

memampukan siswa untuk menerapkan konsep dan prinsip matematika dalam

memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sinaga (1999:1) mengatakan bahwa:

(18)

3

seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu

terhadap matematika diperlukan bagi semua peserta didik agar kelak dalam

hidupnya memungkinkan untuk dapat pekerjaan yang layak karena abad

globalisasi, tiada pekerjaan tanpa matematika. Cockroft (dalam Mulyono,

2003:253) mengatakan bahwa: matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:

(1) Selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) Semua bidang studi

memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) Merupakan sarana

komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan

informasi dalam berbagai cara; (5) Meningkatkan kemampuan berpikir logis,

ketelitian, dan kesadaran keruangan; (6) Memberikan kepuasan terhadap usaha

memecahkan masalah yang menantang. Hal ini senada dengan tujuan

pembelajaran matematika yang tercantum dalam kurikulum 2004, yaitu: “agar

siswa memahami atau menguasai penerapan konsep-konsep matematika dan

saling keterkaitannya serta mampu menerapkan berbagai konsep matematika

untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi secara

ilmiah”. (Depdiknas, 2004)

Pada kenyataannya Wahyudin (dalam Marzuki, 2006) menyatakan bahwa

matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami siswa.

Ruseffendi (dalam Setiawan, 2008:2) menyatakan bahwa matematika bagi

anak-anak pada umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan mata

pelajaran yang paling dibenci. Sumarno (1987) menyatakan bahwa penguasaan

siswa terhadap pemahaman dan penalaran matematika secara keseluruhan masih

(19)

4

Selanjutnya Sumarno (1993) menyatakan bahwa kemampuan siswa SMA kelas X

dalam menyelesaikan masalah matematika pada umumnya belum memuaskan.

Banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang

menakutkan bahkan merupakan mata pelajaran yang paling sulit dipelajari.

Turmudi (2008:1) mengatakan ”bertahun-tahun telah diupayakan agar matematika

dapat dikuasai siswa dengan baik oleh ahli pendidikan dan ahli pendidikan

matematika. Namun hasilnya masih menunjukkan bahwa tidak banyak siswa yang

menyukai matematika.” Bahkan tidak sedikit anak yang takut pada pelajaran

matematika. Keadaan ini menggambarkan bahwa siswa kurang berhasil dalam

pelajaran matematika.

Hal ini juga tercermin dari rata-rata kelas untuk pelajaran matematika,

daya serap dan ketuntasan belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Sibolangit untuk

tahun pelajaran 2007/2008 masih rendah yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60 %

untuk daya serap dan 65% untuk ketuntasan belajar. Data tersebut

memperlihatkan bahwa hasil belajar siswa masih belum mencapai yang

diharapkan kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan

80% untuk ketuntasan belajar, (sumber: nilai raport siswa tahun pelajaran

2007/2008).

Rendahnya nilai matematika siswa diakibatkan karena dalam pembelajaran

tidak terlaksana tujuan pembelajaran umum matematika yang dirumuskan oleh

National Council of Teacher of Mathematic (NCTM:2000):

(20)

5

bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat,belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika.

Hasil survei Trend in Mathematics and Sciences Study (TIMMS) tahun

1999 Indonesia pada posisi ke 34 dari 48 negara dalam bidang matematika. Lima

negara terbaik saat itu adalah Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan

Belgia. Dalam TIMMS tahun 2003 Indonesia pada posisi 34 dari 45 negara, dan

separuh pelajar kelas II dan III SLTP Indonesia dikategorikan berada di bawah

standar rata-rata skor Internasional. Urutan siswa Indonesia masih berada di

bawah Singapura dan Malaysia dalam penguasaan Matematika. Marpaung ( 2006

: 7 ) menyatakan bahwa prestasi yang dicapai oleh wakil-wakil Indonesia dalam

Olimpiade Matematika Internasional dari tahun 1995 sampai tahun 2002 selalu di

bawah median, misalnya tahun 2003 prestasi Indonesia mencapai urutan 37 dari

82 peserta.

Beberapa hal yang menjadi ciri praktek pendidikan di Indonesia belum

relevan dengan tujuan pembelajaran matematika didukung oleh Marpaung (2006

:7) mengatakan bahwa:

Pembelajaran matematika (lama), yang sampai sekarang pada umumnya masih berlangsung di sekolah (kecuali sekolah mitra PMRI), didomisili paradigma lama yaitu paradigma mengajar dengan ciri-ciri: (a) guru aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa; (b) siswa menerima pengetahuan secara pasif (murid berusaha menghafal pengetahuan yang diterima); (c) pembelajaran bersifat mekanistik; (d) pembelajaran dimulai dari guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa; (e) guru memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa, dan (f) jika siswa melakukan kesalahan guru memberi hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behavorisme).

Pendapat di atas menekan bahwa pengajaran yang terjadi selama ini

(21)

6

mengajarkan, bukan membelajarkan siswa. Guru belum berupaya secara

maksimal memampukan siswa memahami konsep/prinsip matematika,

mengungkapkan ide-ide, mampu berabstraksi, serta menunjukkan kegunaan

konsep dan prinsip matematika dalam memecahkan masalah dan dapat

mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

Pembelajaran konvensional beranggapan bahwa guru berhasil apabila

dapat mengelola kelas sedemikian rupa dengan siswa-siswa terlatih dan tenang

mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Pengajaran dianggap sebagai proses

penyampaian fakta-fakta kepada para siswa, sementara para siswa mencatatnya

pada buku catatan. Guru yang baik adalah guru yang menguasai bahan, dan

selama proses belajar mengajar mampu menyampaikan materi tanpa melihat buku

pelajaran. Guru yang baik adalah guru yang selama 2 kali 45 menit dapat

menguasai kelas dan berceramah dengan suara lantang. Materi pelajaran yang

disampaikan sesuai dengan GBPP atau apa yang telah tertulis di dalam buku

paket. Ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.

Menurut Haryati (2006 : 6) menyatakan bahwa Paradigma lama, dimana

guru dianggap sebagai “orang yang serbatau segalanya” harus di hilangkan. Guru

sebagai fasilitator berfungsi membantu siswa untuk mengembangkan potensinya,

dengan cara memberikan pelayanan pembelajaran. Agar upaya guru

mengembangkan potensi anak berhasil maka harus dipilih metode belajar yang

sesuai dengan situasi dan kondisi siswa serta lingkungan belajar yang nyaman

(22)

7

Dalam pembelajaran matematika guru diharapkan dapat memampukan

siswa menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir

kritis, logis, sistematis, dan berstuktur. National Council of Teacher Mathematics

(NCTM) menganjurkan, problem solving must be the focus of school

mathematics (Sobel and Maletsky, 1988:53). Demikian juga Polya (dalam

Sinaga, 2007 : 6) menyatakan, “In my opinion, the first duty of a teacher of

mathematics is to use this opportunity. He should to everything in his power to

develop his student ability to solve problem”.

Tuntutan kedua kutipan ini adalah pentingnya guru merancang dan

menerapkan model pembelajaran matematika berdasarkan masalah. Guru

matematika memiliki tugas utama, berusaha sekuat tenaga memampukan siswa

memecahkan masalah sebab salah satu fokus pembelajaran matematika adalah

pemecahan masalah, sehingga kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap siswa

adalah standar minimal tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai

yang terefleksi pada pembelajaran matematika dengan kebiasaan berpikir dan

bertindak memecahkan masalah.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran

matematika dalam aspek pemecahan masalah dan komunikasi matematik masih

rendah. Atun (2006: 66) menyatakan dalam penelitiannya: perolehan skor pretes

untuk kemampuan pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen

mencapai rata-rata 25,84 atau 33,56 %. Demikian juga menurut pengamatan

penulis selaku guru matematika di SMA Negeri 1 Sibolangit bahwa respon siswa

terhadap soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematik umumnya

(23)

8

pemecahan masalah yang berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari.

Salah satu materi yang dirasa sulit oleh sebahagian siswa yaitu program linear.

Biasanya siswa kesulitan dalam membuat model matematika dari masalah yang

diberikan berupa soal cerita. Begitu juga setelah memodelkan, sebahagian mereka

kesulitan membuat grafik dari sistem persamaan linearnya untuk menentukan

jawab optimal.

Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan salah satu

diantara hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika di

tingkat sekolah manapun ( Sumarmo, 1994). Oleh karena itu pembelajaran

matematika hendaknya selalu ditujukan agar dapat terwujudnya kemampuan

pemecahan masalah, sehingga selain dapat menguasai matematika dengan baik

siswa juga berprestasi secara optimal. Dengan demikian pembelajaran

matematika tidak hanya dilakukan dengan mentransfer pengetahuan kepada

siswa, tetapi juga membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka

sendiri serta memberdayakan siswa untuk mampu memecahkan

masalah-masalah yang dihadapinya.

Dalam proses pembelajaran dibutuhkan komunikasi yang baik antara siswa

dengan guru demikian juga sebaliknya. Kemampuan komunikasi setiap individu

akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk

kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi positif dan ada pula yang

berkepribadian negative.

Sejalan dengan itu, Koehler and Prior (1993: 281-282) menegaskan bahwa

(24)

9

Most would agree that teaching and learning could occur without texts,

blackboards, or manipulatives, but we maintain that the learning process would

exist for only a very few students if classroom interaction with teachers and peers

were eliminated. Teacher-student interactions are indeed the heartbeat of the

teaching-learning process”.

Kutipan di atas menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran boleh

berlaku tanpa buku teks, papan tulis, atau bahan manipulatif, tetapi proses

pembelajaran hanya akan terwujud bagi beberapa siswa saja apabila interaksi

siswa dengan guru dan rekannya dihapuskan. Interaksi siswa dengan guru dan

rekan sebayanya merupakan “denyutan nadi” proses pengajaran dan

pembelajaran.

Dengan demikian, interaksi sosial antara guru dan siswa, siswa dan siswa,

secara individu atau kelompok kecil merupakan salah satu proses komunikasi

yang harus diwujudkan dalam belajar dan pembelajaran matematik.

Dalam pembelajaran matematika, indikator komunikasi matematis

menurut NCTM (1989: 214) dapat dilihat dari : (1) kemampuan

menginterpresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan

mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) kemampuan

memahami, menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik

secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam

menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya

untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan

(25)

10

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan diatas kemampuan pemecahan

masalah dan komunikasi matematis penting dikuasai siswa. Oleh karena itu, perlu

dipikirkan upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematik.

Salah satu strategi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan komunikasi matematis adalah dengan memberikan penuntun-penuntun yang

dapat mengarahkan siswa ke arah pemecahan masalah dan komunikasi matematis,

yang hal ini yang ditemukan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran

yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan

eksplorasi, observasi, eksperimen, investigasi, pemecahan masalah yang

mengintegrasikan ketrampilan dan konsep-konsep dasar dari berbagai konten area.

Pembelajaran ini meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan

sintesa dan mempresentasikan apa yang telah diperoleh siswa untuk disampaikan

kepada siswa lainnya. Belajar berbasis masalah berarti siswa memberi makna

terhadap situasi yang dihadapi serta berusaha membangun dan memahami konsep

dari suatu materi dengan cara terlibat aktif dalam memecahkan masalah. Pada

pembelajaran berbasis masalah guru diharapkan dapat mampu menciptakan

pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan dan proses

matematika serta menginvestigasi, menyusun konjektur, mengeksplorasi,

merencanakan langkah-langkah penyelesaian dan kemudian menyelesaikan

masalah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pembimbing, fasilitator, dan

(26)

11

Berdasarkan paparan diatas, penulis merasa perlu untuk merealisasikan

upaya tersebut dalam suatu penelitian dengan judul: Upaya Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematik Siswa SMA

Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka

yang menjadi identifikasi penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah

dan komunikasi matematis siswa adalah sebagai berikut:

1. Kualitas pendidikan masih rendah.

2. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika belum

sesuai dengan harapan.

3. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan komunikasi

matematika siswa masih rendah.

4. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran rendah dan belum

menerapkan strategi pembelajaran yang inovatif.

5. Interaksi antar siswa dalam pembelajaran matematika belum optimal.

6. Motivasi siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah.

7. Aktivitas aktif siswa dalam belajar matematika masih rendah.

8. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika masih rendah.

9. Siswa sulit menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah dan

(27)

12

C.Pembatasan Masalah

Mengingat permasalahan diatas terlalu luas, maka peneliti membatasi

masalah hanya pada:

1. Upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah.

2. Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan

penerapan pembelajaran berbasis masalah.

3. Aktifitas aktif siswa selama pembelajaran berbasis masalah.

4. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan

menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka

yang menjadi rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimanakah ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah?

2. Bagaimanakah ketuntasan kemampuan komunikasi matematika siswa

selama proses pembelajaran berbasis masalah?

3. Bagaimanakah aktifitas aktif siswa dalam penerapan pembelajaran

berbasis masalah?

4. Bagaimana respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika

dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah dalam kaitannya

(28)

13

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah.

2. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa selama

proses pembelajaran berbasis masalah.

3. Mengetahui aktifitas aktif siswa dalam penerapan pembelajaran berbasis

masalah.

4. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dalam

kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

matematik.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sekaligus

memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa: siswa memperoleh variasi pembelajaran matematika yang

dapat mengoptimalkan pemecahan masalah dan komunikasi matematika

siswa dan mendapat pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan

sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran yang memungkinkan

meningkatnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika.

2. Bagi guru matematika dan peneliti: sebagai masukan dalam menentukan

strategi atau pendekatan pembelajaran yang bervariasi untuk memperbaiki

(29)

14

pembelajaran dapat tercapai dan mengembangkannya untuk dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

matematika siswa dan membuat siswa semakin tertarik dan berminat

dalam belajar matematika.

3. Bagi sekolah: dapat dijadikan masukan bagi sekolah sebagai alternatif

pembelajaran matematika bagi usaha perbaikan proses pembelajaran

dimasa yang akan datang.

G.Defenisi Operasional

Berikut merupakan beberapa istilah yang perlu didefenisikan secara

operasional dengan maksud agar tidak terjadi kesalahan penafsiran:

1. Model pembelajaran berbasis masalah adalah: Suatu model

pembelajaran yang mengacu pada 5 (lima) langkah-langkah pokok

pembelajaran yaitu: (1) orentasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir

siswa untuk belajar (3) membimbing penyelidikan individual maupun

kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5)

menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses

menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah

yaitu:

(1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3)

melaksanakan penyelesaian, (4) memeriksa kembali kebenaran

(30)

15

3. Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan komunikasi

secara tertulis yang diukur berdasarkan kemampuan siswa dalam

menjawab soal tes kemampuan komunikasi matematik berbentuk uraian

yang terdiri dari (1) menyatakan masalah kehidupan sehari-hari ke dalam

simbol-simbol atau bahasa matematis, (2) menginterpretasikan gambar ke

dalam model matematika, (3) menuliskan informasi dari pernyataan ke

dalam bahasa matematika.

4. Aktifitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan selama proses

pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini aktifitas yang dimaksud

adalah membaca, menulis, mendengar, bertanya, berdiskusi, merangkum

dan aktifitas yang tidak relevan dalam KBM.

5. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran adalah pendapat setuju,

sangat setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap

komponen model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Respon siswa

diukur dengan menggunakan instrumen respon siswa terhadap kegiatan

(31)

188

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitan yang telah diuraikan

sebelumnya maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Ketuntasan kemampuan pemecahan masalah dapat meningkat melalui penerapan

pembelajaran berbasis masalah. Hal ini diketahui dari rata-rata skor kemampuan

pemecahan masalah pada tes pengetahuan materi prasyarat adalah 44,64, kemudian

rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah pada siklus I adalah 66,18, kemudian

meningkat menjadi 72,73 pada tes kemampuan pemecahan masalah siklus kedua.

Persentase siswa yang telah memiliki kemampuan pemahaman matematik pada

siklus pertama adalah 54,55% meningkat menjadi 81,82% pada siklus kedua.

2. Ketuntasan kemampuan komunikasi matematik dapat meningkat melalui penerapan

pembelajaran berbasis masalah. Hal ini diketahui dari rata-rata skor kemampuan

komunikasi matematik siswa pada tes pengetahuan materi prasyarat adalah 50,30,

pada siklus pertama adalah 70 meningkat menjadi 73 pada siklus kedua. Persentase

siswa yang telah mampu berkomunikasi secara matematik pada siklus pertama

adalah 60,6 % meningkat menjadi 81,82% pada siklus kedua.

3. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas aktif siswa.

Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan aktif siswa. Pada katagori pengamatan “mendiskusikan LAS secara berkelompok dengan menggunakan buku siswa dan

buku-buku yang relevan dengan masalah yang diberikan” berada pada batas

(32)

189

Pada katagori “diskusi antar siswa” telah berada pada batas yang ditetapkan 15% ≤

PWI ≤ 25% dengan persentase waktu ideal 17,22. Pada katagori “diskusi antar siswa

dan guru” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 5% dengan

persentase waktu ideal 12,5. Pada katagori “mengajukan pertanyaan” telah berada pada batas yang ditetapkan 0% ≤ PWI ≤ 10% dengan persentase waktu ideal 8,05.

Pada katagori “menyelesaikan masalah pada LAS” telah berada pada batas yang

ditetapkan 10% ≤ PWI ≤ 20% dengan persentase waktu ideal 14,14. Pada katagori

“memperagakan hasil/menyampaikan pendapat/ide tentang masalah yang ada pada

LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase

waktu ideal 8,59. Pada katagori “mencatat hal-hal yang relevan dengan Kegiatan

Belajar Mengajar (KBM)” telah berada pada batas yang ditetapkan 0% ≤ PWI ≤

10% dengan persentase waktu ideal 14,14. Pada katagori “membuat kesimpulan dari

penyelesaian masalah dalam LAS” telah berada pada batas yang ditetapkan 5% ≤

PWI ≤ 15% dengan persentase waktu ideal 10,28. Pada katagori “portofilio

(menyelesaikan PR dan hasil karya yang terdapat LAS” telah berada pada batas

yang ditetapkan 5% ≤ PWI ≤ 15% dengan persentase waktu ideal 5,56. Aktivitas

Aktif siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah telah

memenuhi kriteria yang ditentukan dimana model pembelajaran dikatakan efektif

jika delapan kategori dari kriteria toleransi pencapaian keefektifan waktu yang

digunakan pada sembilan butir dipenuhi.

4. Respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran berbasis masalah

adalah positif. Pembelajaran ini membuat siswa senang, lebih berani tertarik untuk

mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pembelajaran berbasis masalah, dan

(33)

190

B. SARAN

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan di atas, dapat dikemukakan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Ketuntasan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa

dapat meningkat melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah. Hasil analisis

data, perangkat pembelajaran, maupun instrumen yang dihasilkan dalam penelitian

ini dapat dijadikan referensi dalam upaya peningkatan ketuntasan kemampuan

pemecahan masalah maupun kemampuan komunikasi matematik siswa pada jenjang

yang berbeda ataupun mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian ini.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi sekolah untuk mengambil

kebijakan peningkatan mutu dan inovasi pembelajaran di sekolah, karena dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa.

3. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas aktif siswa .

Informasi mengenai aktivitas siswa memperlihatkan pentingnya siswa dibekali

kemampuan berdiskusi dan bernegosiasi sehingga orientasi siswa tidak hanya pada

penyelesaian soal saja tetapi terhadap penguasaan materi.

4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil

kebijaksanaan karena dapat memberikan respon positif terhadap kegiatan

(34)

191

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ansari, B. I. (2009). Komunikasi Matematik : Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : PeNa

Arikunto, Suharsimi ( 1991). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Bandung : Bumi Aksara

. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara

Arends, Richard I. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku

Satu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Dua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Atun, I. (2006). Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Kooperatif Tipe

Student Achievment Divisions Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan masalah dan Komunikasi Siswa. Tesis tidak diterbitkan.

Bandung: Program Pasca Sarjana UPI Bandung.

Ben-Zeev, T, & Sternberg, R.J. (1996). The Nature 0f Mathematical Thinking.

Mahwah. NJ: Lawrence Erlbaum Assosiates, Inc.

Cangara, H. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dhitya. (2008). Komunikasi Matematik, (Online), (http://dhityaprivate.blogspot. com.html diakses 28 September 2012)

Hamalik. (2003). Strategi Baru Berdasarkan CBSA. Bandung : Sinar Baru

Haryati, M. (2006). Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Teori dan Praktek. Jakarta : Gaung Persada Press.

(35)

192

Hergenhahn, B.R. & Olson, M.H. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar). Edisi Ketujuh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hudojo. H. (1990). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya

di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

. (2001). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan

Pembelajaran Matematika. Edisi Revisi. Malang: JICA-Universitas

Negeri Malang.

Hutajulu, P.CH. (2012). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan

Bantuan Assesment Authentic Sebagai Upaya Meningkatkan Aktifitas Aktif Siswa dan Kemampuan Memecahkan Masalah. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED Medan.

Ibrahim, M. Dan Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Isjoni, H. (2009). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan

Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, B. & Weil, M. (2009). Models of Teaching (Model-model Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kadir. (2008). Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran

Matematika di SMP. (Online). (http://kadirrea.blogspot.com/2008/06/

pendekatan-pemecahan-masalah.html diakses 28 September 2012).

Karnasih, I. (2001). Prospek Pendidikan Matematika di Sumatera Utara, Dalam Seminar Sehari 5 Nopember 2001.

Koehler, M.S. & Prior, M. (1993). Classroom Interaction: The Hertbeat Of The

Teacing / Learning Process. In D.T. Owens (ed) Research Ideas For The Classroom : Middle Grades Mathematics (m.s 280-298). New York

: Macmillan Publishing Company For NCTM.

Krulik, S. and Jesse, A. R. (1996). The New Sourcebook For Teaching Reasoning

and Problem Solving in Junior and Senior High School, Allyn and

Bacon. Needham Heights, Massachusetts.

Kurikulum 2004 (2004), Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika

Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta :

Depdiknas.

Marzuki, A. (2006). Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative

(36)

193

Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Tesis tidak diterbitkan.

Bandung : PPS UPI.

Marpaung, Y. (2006) Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia) Jurnal Pendidikan Matematika MATHEDU, Volume I Nomor I. Edisi Januari 2006. Surabaya : PPS UNESA.

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards For School Mathematics. Reston, VA: Authur.

. (2000a). Principles and Standards For School Mathematics. Reston, VA: NCTM

. (2000b). Principles and Standards For A New Century 2000 Year

Book. Reston, VA: NCTM

PGSM, Tim Pelatih Proyek. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom

Action Research). Jakarta: Depdikbud.

Polya, G. (1985). On Solving Mathematichal Problem In High School, dalam

Kulik Stephan & Ray’s, Robert E (eds) Problem Solving In School Mathematics. Reston – Virginia. NCTM

Russefendi. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

. (1991) Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Murid,

Guru, dan SPG Seri Kelima. Bandung: Tarsito.

. (1998) Statistika Dasar Untuk Penelitian. Bandung: IKIP Bandung Press.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komukasi

Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan, Bandung: PPS UPI

Bandung.

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(Problem –Based Instruction) Pada Kelas I SMU Dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPS IKIP

(37)

194

. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Bedasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan, Surabaya:

PPS Universitas Surabaya.

Setiawan, A. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPS

UPI

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sulastri, Y. L. (2009). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui

Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistic Siswa Sekolah Menengah. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program

Pascasarjana UPI Bandung.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan.

. (2004). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Makalah pada Seminar

Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Tarwiyah. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Yang

Menekankan Pada Representasi Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED Medan.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita

Pustaka.

Widjaja, HA. W. (2001). Pengantar Studi Ilmu Komunikasi. Edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Winkel, W.S (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: P.T. Grasindo.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lain dilakukan oleh Helmaheri (2004) yang menunjukkan hasil bahwa kemampuan siswa dalam komunikasi matematik, pemecahan masalah matematik, dan gabungan keduanya

6 nomor 1 Juni 2013 ini antara lain membicarakan tentang perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa antara pendekatan contextual

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa

kemampuan tingkat tinggi dalam komunikasi matematik daripada siswa introvert. 2) kategori sedang (48% berbanding 25%), siswa ekstrovert yang memiliki. kemampuan komunikasi

Tujuannya adalah (1) untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa yang menggunakan pendekatan matematika realistik lebih tinggi

4.6 Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa yang Memperoleh Pendekatan Open-ended dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Coop-coop, dengan

Penelitian ini berfokus pada upaya untuk mengungkapkan pengembangan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP, sebagai dampak dari penggunaan pembelajaran